AMEBIASIS PENDAHULUAN Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba) adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entemoeba histolytica. Tersebar hampir di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena faktor kepadatan penduduk, higiene individu dan sanitasi lingkungan hidup serta kondisi ekonomi dan kultural yang menunjang. Sekitar 90% asimptomatik, 10% menimbulkan berbagai sindrom klinis, mulai dari disentri sampai abses hati atau organ lain. (IPD UI Jilid III) EPIDEMIOLOGI Ditularkan secara fekal oral baik secara langsung (melalui tangan) maupun tidak langsung (melalui air minum atau makanan ma kanan yang tercemar). Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amuba yang berasal dari carrier (cyst passer). Laju infeksi yang tinggi didapatkan di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara-negara sedang berkembang dengan sanitasi sanita si lingkungan hidup yang buruk. Di negara tropis tr opis lebih banyak didapatkan strain patogen dibandingkan di negara maju beriklim sedang. Oleh karena itu di negara maju banyak yang asimptomatik sedangkan di negara yang berkembang banyak dengan simptomatik. Di negara maju, prevalensi di Amerika Serikat sekitar 1-5 %. Di Indonesia, laporan mengenai insidensi amebiasis sampai saat ini masih belum ada. Akan tetapi berdasarkan laporan mengenai abses hati ameba pada beberapa rumah sakit besar dapat diperkirakan kejadiannya cukup tinggi. Penularan dapat terjadi melalui berbagai cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, juru masak, vektor lalat dan kecoak, serta kontak langsung seksual oral-anal pada homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang tercemar.
MORFOLOGI MORFOLOGI E. HYSTOLITICA Sejarah : Losch, di Rusia (1875), ditemukan pada tinja seseorang yang terkena disentri. Organisme ini ditemukan di ulkus usus besar manusia.
Distribusi Geografik :
terdapat di seluruh dunia
lebih sering di daerah tropis ataupun subtropis
pada sanitasi lingkungan yang buruk
memperbanyak diri di usus besar
dari sebuah kista berkembang menjadi 8 trofozoit
apabila tinja dalam usus besar padat, maka trofozoit menjadi kista & dikeluarkan bersama tinja, sementara apabila cair, pembentukan kista akan terjadi di luar tubuh.
Stadium Entamoeba histolytica : 1. Bentuk histolytika 2. Bentuk minuta 3. Bentuk kista.
Gambar Stadium trofozoit E. histolytica
Gambar stadium Kista E. histolytica 1. Bentuk Histolitika
Bentuk histolitika & minuta disebut trofozit.
Histolika bersifat patogen & lebih besar dari minuta.
Ukuran 20 – 40 µm, inti terdapat di dalam endoplasma.
Bentuk histolitika ini dapat hidup dijaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit, & vagina.
Ektoplasma bening homogen pada tepi sel dan terlihat nyata.
Endoplasma berbutir halus dan tidak mengandung bakteri/sisa makanan, mengandung sel eritrosit dan inti Entamoeba.
Berkembang biak dengan pembelahan biner di jaringan dan merusak jaringan tersebut sesuai dengan nama spesiesnya Entamoeba histolytica (histo = jaringan, lisis = hancur).
2. Bentuk Minuta
adalah bentuk pokok, tanpa bentuk minuta daur hidup tidak dapat berlangsung.
ukuran 10-20 µm.
ektoplasma tampak berbentuk pseudopodium dan tidak terlihat nyata.
endoplasma
berbutir
kasar,
mengandung
sisa
makanan/bakteri
dan
mengandung inti Entamoeba yang berbutir-butir tetapi tidak mengandung eritrosit. 3. Bentuk Kista
dibentuk di rongga usus besar.
berbentuk bulat atau lonjong, memiliki dinding kista & ada inti entameba.
bentuk kista ini tidak patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif.
ukuran 10-20 µm
sebagai bentuk dorman pertahanan terhadap lingkungan, dapat hidup lama luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standar di dalam sistem air minum.
dinding kista dibentuk oleh hialin. pada kista muda terdapat kromatid dan vakuola
k ista immatur : kromosom sausage-like
k ista matang 4 nukleus
k ista matang merupakan bentuk infektif Entamoeba histolytica
bentuk diagnostiknya berupa kista berinti Entamoeba dalam tinja
ETIOLOGI E.
histolytica
merupakan
protozoa
usus,
sering
hidup
sebagai
mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi.
Siklus hidup ameba ada 2 macam bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (<10 mm) dan patogen (>10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila seseorang diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Pada pemeriksaan tinja di bawah mikroskop akan tampak trofozoit bergerak aktif dengan pseudopodinya dan dibatasi oleh ektoplasma yang terang seperti kaca. Di dalamnya terdapat butir-butir kecil dan sebuah inti di dalamnya. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intestinal) maupun
di
luar
usus
(ekstraintestinal),
mengakibatkan
gejala
disentri.
Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya, karena trofozoit ini sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia. Bentuk kista ada 2 macam yaitu kista muda dan kista dewasa. Kista muda berinti satu mengandung gelembung glikogen dan badan-badan kromatid yang berbentuk batang berujung tumpul. Kista dewasa berinti empat. Kista hanya terbentuk dan dijumpai di dalam lumen usus, tidak dapat terbentuk di luar tubuh dan tidak dapat dijumpai di dalam dinding usus atau di jaringan tubuh di luar usus.
Bentuk kista bertanggung jawab terhadap penularan penyakit, dapat hidup lama di luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam sistem air minum. Diduga faktor kekeringan akibat penyerapan air sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. Entamoeba hystolitica oleh beberapa penulis dibagi menjadi dua ras yaitu ras besar dan kecil bergantung pada diameternya lebih besar atau lebih kecil dari 10 mm. Strain kecil ternyata tidak patogen terhadap manusia dan dinyatakan sebagai spesies tersendiri yaitu Entamoeba hartmanni. Dengan teknik elektroforesis, enzim yang dikandung trofozoit dapat diketahui. Pola enzim dapat menunjukkan patogenesis ameba ( zymodene). Ameba yang didapat dari pasien dengan gejala penyakit yang invasif menunjukkan pola zymodene.
Imunitas terhadap ameba sampai saat ini masih belum banyak diketahui dengan pasti perannya. Beberapa sarjana meragukan adanya peran tersebut. Karena di daerah endemik banyak terjadi infeksi berulang dan morbiditas serta mortalitasnya meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Pendapat tersebut kurang tepat karena telah terbukti bahwa ulkus ameba dapat kambuh kembali apabila pasien menerima tindakan yang menurunkan daya tahan tubuh misalnya splenektomi, radiasi, obat-obatan imunosupresif dan kortikosteroid. Berdasarkan penyelidikan pada binatang dan manusia dapat dibuktikan bahwa E.hystolitica dapat merangsang terbentuknya imunitas humoral dan seluler. In vivo, imunitas humoral mampu membinasakan ameba, tetapi in vitro tidak. Belum diketahui apa sebabnya keadaan tersebut dapat terjadi. Tampaknya imunitas yang terbentuk tidak sempurna dan hanya dapat mengurangi beratnya penyakit, tidak mencegah terjadinya penyakit. Diduga imuntas seluler lebih besar perannya daripada imunitas humoral. Antibodi di dalam serum (terutama klas IgG) terutama berperan dalam uji serologik. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar, dapat berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini masih belum diketahui. Diduga faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) ameba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kerentanan tubuh misalnya kehamilan, gizi yang kurang, penyakit keganasan, obat-obat imunosupresif dan kortikosteroid. Sifat keganasan ameba ditentukan oleh strainnya. Strain ameba di daerah tropis ternyata lebih ganas daripada strain di daerah sedang. Akan tetapi sifat keganasan tersebut tidak stabil, dapat berubah apabila keadaan lingkungan yang diduga berpengaruh misalnya suasana anaerob dan asam (pH 0,6-6,5), adanya bakteri, virus dan diet tinggi kolesterol, tinggi karbohidrat dan rendah protein. Ameba yang ganas dapat menghasilkan enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.
Bentuk ulkus ameba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Gambaran ini sangat berbeda dengan disentri basiler, dimana mukosa usus antara ulkus meradang. Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat ulkus, tampak sel leukosit dalam jumlah banyak akan tetapi lebih sedikit jika dibandingkan dengan disentri basiler. Tampak pula Charcot leyden dan kadang-kadang ditemukan trofozoit. Ulkus yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan muskular akan terjadi perforasi dan peritonitis. Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar tetapi berdasarkan frekuensi dan urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apensik dan ileum terminalis. Infeksi kronik dapat menyebabkan jaringan granulasi yang disebut dengan ameboma yang sering terjadi di daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam dinding usus besar, ameba dapat mengadakan metastasis ke hati lewat cabang vena porta dan menimbulkan abses hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau pembuluh getah bening dapat pula terjadi ke paru, otak atau limpa dan menimbulkan abses di sana, akan peritiwa ini jarang terjadi.
KLASIFIKASI Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan, amebiasis dibagi menjadi : carrier (cyst passer), amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan), amebiasis intestinal sedang (disentri ameba sedang), disentri ameba berat, disentri ameba kronik. MANIFESTASI KLINIS Carrier -
tidak menunjukkan gejala klinis disebabkan karena ameba yang berada di dalam lumen usus besar tidak invasi ke dinding usus
Amebiasis Intestinal Ringan (Disentri Ameba Ringan) -
timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan
-
mengeluh perut kembung
-
nyeri perut ringan yang bersifat kejang
-
diare 4-5 kali/hari, tinja bau busuk
-
tinja bercampur darah dan lendir
-
sedikit nyeri tekan di sigmoid
- jarang nyeri tekan di epigastrium seperti ulkus peptik -
keadaan umum pasien baik
-
demam subfebril
-
kadang-kadang disertai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan
Amebiasis Intestinal Sedang (Disentri Ameba Sedang) -
keluhan dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari
-
tinja disertai darah dan lendir
- perut kram, demam, lemah badan -
hepatomegali yang nyeri ringan
Disentri Ameba Berat -
keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi
- penderita mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali/hari -
demam tinggi (40oC-40,5oC) disertai mual dan anemia
- pada saat ini tidak dianjurkan melakukan sigmoidoskopi karena dapat mengakibatkan perforasi usus Disentri Ameba Kronik -
gejala menyerupai gejala pada ameba ringan, serangan diare diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala
-
keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
- psien biasanya menunjukkan gejala neurastenia -
serangan diare biasanya muncul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Hasil dari pemeriksaan tinja yaitu bau busuk, bercampur darah dan lendir. Pada pemeriksaan mikroskopis, perlu tinja yang masih segar. Sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan. Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (tidak diare) perlu dicari bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kista bentuk bulat, berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromatid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedang inti tidak tampak. Untuk dapat menilai intinya dibuat sediaan dengan lugol. Sebaliknya badan-badan kromatid tidak tampak pada sediaan lugol. Di dalam tinja pasien akan ditemukan bentuk trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja yang masih segar. Apabila pemeriksaan ditunda beberapa jam maka tinja dapat disimpan di lemari pendingin (4oC) atau dicampur di dalam larutan polivinil alkohol. Sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang mengadung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak ame ba dengan eritrosit di dalamnya. Bentuk inti akan tampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin. Untuk membedakan dengan leukosit (makrofag), perlu dibuat sediaan dengan cat supravital misalnya buf-fered methylene blue. Dengan menggunakan mikrometer dapat disingkirkan kemungkinan E.hartmanni. Pemeriksaan rotoskopi, sigmoidoskopi dan kolonoskopi berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala disentri terutama bila ada pemeriksaan tinja tidak ditemukan ameba. Pemeriksaan ini tidak berguna pada carrier . Tampak ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Pemeriksaan
mikroskopis bahan eksudat atau bahan biopsi jaringan usus akan ditemukan trofozoit.
Foto kolon rontgen tidak banyak membantu karena ulkus sering tidak tampak. Kadang-kadang foto rontgen kolon dengan barium enema, ulkus akan tampak disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang mirip karsinoma. Pemeriksaan uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologik positif apabila ameba menembus jaringan (invasif). Sehingga uji akan positif pada abses hati dan disentri ameba. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis. Indirect pluores-cent antibody (IFA) dan enzyme linked immunosorbant assay (ELISA) merupakan uji yang paling sensitif. DIAGNOSIS Amebiasis intestinal kadang-kadang sukar dibedakan dari iritabel bowel sindrom (IBS), divertikulitis, enteritis regional dan hemoroid interna. Sedang disentri ameba sukar dibedakan dengan
disentri basiler (shigellosis) atau
salmonelosis, kolitis ulserosa dan skistosomiasis (terutama di daerah endemis). Pemeriksaan tinja sangat penting. Tinja penderita embiasis tidak banyak mengandung leukosit, tetapi banyak megandung bakteri. Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan apabila ditemukan ameba (trofozoit). Akan tetapi dengan ditemukannya ameba tidak berarti menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit lain karena amebiasis sering ditemukan pada pasien dengan karsinoma usus besar. Sehingga apabila pasien amebiasis yang telah mendapat pengobatan spesifik tetapi keluhan tetap ada maka lakukan endoskopi, foto barium enema dan biakan tinja. Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik, neoplasma dan kista hidatidosa. USG dapat membedakan dengan neoplasma. KOMPLIKASI Komplikasi amebiasis pada intestinal dan ekstrintestinal. Komplikasi Intestinal : a.
Perdarahan usus Terjadi akibat ameba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak pembuluh darah. Bila perdarahan hebat dapat berakibat fatal.
b.
Perforasi usus Terjadi apabila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortilitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat terjadi akibat abses hati ameba.
c.
Ameboma terjadi
akibat
infeksi
kronik
yang
mengakibatkan
reaksi
terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasa terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid, sukar dibedakan dengan karsinoma usus besar. Sering mengakibatkan ileus obstruktif. d.
Intususepsi Sering terjadi di daerah sekum.
e.
Penyempitan usus (striktura)
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma. Komplikasi Ekstraintestinal a.
Amabiasis hati
b.
Amebiais pleuropulmonal Dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hatu. Kira-kira 1020% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Dapat timbul cairan pleura, etelektasis, pneumonia atau abses paru. Abses paru dapat pula terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat terjadi fistel hepatobronkial, penderita batuk-batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.
c.
Abses otak, limpa dan organ lain Dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dan dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi.
d.
Amebiasis kulit Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar, dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau di dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal dari usus.
TERAPI