ALUR PENGAKAN DIAGNOSIS
Pada anamnesis ditanyakan apakah ada kontak berupa gigitan atau jilatan (jilatan daerah dengan luka terbuka) dengan jenis hewan tertentu, seperti anjing, anjing, rubah, serigala, kucing, kalong, dan kera. Tanyakan tentang kapan digigit binatang untuk mengetahui masa inkubasi dari virus bila dicurigai rabies, serta lokasi gigitan karena pada lokasi-lokasi tertentu dapat menyebakan onset yang lebih cepat. Apabila digigit olehbinatang peliharaan sendiri, tanyakan apakah binatang peliharaan tersebut telah atau pernah diberi vaksin atau tidak, selain otu majikannnya apakah juga mendapatkan vaksin atau tidak. Dengan anamnesis yang baik sudah dapat diambil tindakan untuk untuk mencegah timbulnya rabies.1
Untuk pemeriksaan fisik, dapat dilakukan pemeriksaan umum sepeti vital sign, sign, inspeksi, palpasi, auskultasi. Pada Identifikasi luka gigitan (status lokalis) amati bentuk
dada
pasien,
bagaimana
gerak
pernapasan,frekwensinya,
irama,
kedalaman, adakah retraksi Intercostale. Selain itu lakukan pemeriksaan 12 nervus cranialis karena virus rabies merupakan virus Neurotropik Neurotropik dari genus Lyssavirus, dan family Rhabdoviridae yang akan menginvasi sistem saraf pusat. Pada palpasi, diperhatikan apakah terdapat kaku kuduk atau tidak, dan adanya distesia abdomen atau tidak. Untuk auskultasi, dengarkan apakah ada suara nafas tambahan, bagaimana keadaan frekuansi dan irama jantung, apakah bradikardi atau takikardi.1,2
Pemeriksaan labolatorium pada penyakit rabies tidak spesifikk. Pada awal penyakit, hemoglobin normal dan sedikit menurun pada perjalan penyakit. Leukosit antara 8000-13.000/mm 3 dengan 6-8% monosit atipkal, namun leukositosis 20.000-30.000/mm 3 sering dijumpai, trombosit biasanya normal. Pada urinalisis dijumpai albuminuria dengan peningkatan sel leukosit pada sedimen. Pada CSS dapat dijumpai gambaran encephalitis, peningkatan sel leukosit 70/mm3, tekanan CSS dapat normal/meningkat, protein dan glukosa normal. Selama minggu pertama perjalanan penyakit CSS normal pada 40%
penderita. Limfosit pleiositosis ringan biasanya terjadi dan protein total meningkatlebih dari 200 mg/dl. Pada EEG secara umum didapatkan gelombang lambat dengan penekanan aktivitas dan paroksismal spike. CT dan MRI pada otak normal.1,2,3
Gambar 1. Gambaran EEG pasien rabies dengan discharge luas pada hemisphere kanan
Isolasi virus sangat baik dilakukan pada minggu pertama dari bahan yang berasal dari saliva, hapusan tenggorokan, trakea, kornea, sampel biopsy kulit/otak, CSS, dan kadang urin. Isolasi virus kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari bahan-bahan tersebut setelah 10-14 hari sakit; hal ini berhubungan dengan adanya neutralizing antibodies.1,2
Deteksi neutralizing antibodies dalam serum penderita yang tidak divaksinasi dapat dipakai sebagai alat diagnosis. Terdapatnya antibody dalam CSS juga menegaskan diagnosis tetapi muncul 2-3 hari lebih lambat dibandingjkan dengan antibodi serum dan kurang bermanfaat pada awal penyakik, namun dipakai untuk mengevaluasi respon antibody serum dan CSS sesudah vaksinasi yang memberikan kadar tinggi. Pada kasus tertentu antibody dapat tidak terbentuk ampai
hari
ke-24.
Fluorescent
antibodies
test
(FAT)
dengan
cepat
mengidentifikasi antigen virus rabies di jaringan otak sediaan CSS, urin, bahkan
setelah teknik isolasi virus tidak berhasil. Sensitivitas tes ini 60-100%. FAT pada hapusan kornea pada hapusan kornea sangat tinggi sensitive untuk digunakan karena sering terjadi positif palsu. Pada awal penyakit FAT dari kulit dileher merupakan tes yang paling sensitive walaupun dapat terjadi negative palsu. Di AS tes standar adalah rapid fluorescent focus test (RFFIT) untuk mendeteksi antibody spesifik, dimana hasil diperoleh dapal 48 jam. 1,2
Pada 71-90% penderita rabies ditemukan negri bodies yang khas untuk penyakit rabies, yang bersifat asidofilik, berbentuk bulat, dan pada yang klasik terdapat butir-butr basofilik didalamnya. Negri bodies dapat dilihat melalui histopatologi biopsy jaringan otak penderita post-mortem dan jaringan otak hewan terinfeksi atau hewan yang diinokulasi dengan virus rabies. Deteksi RNA virus rabies seperti juga pada infeksi virus lainnya, dapat dilakukan melalui pemeriksaan reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR).1,2
Referensi: 1.
Harijanto PN, Gunawan CA. Rabies. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi, Alwi I, editors. Buku ajar Ilmu penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta: Interna Publising; 2009. h. 2924-2930.
2.
Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gadja Mada University Press; 2011.
3.
Gompf SG. Rabies. [Online]. 2011 Des 12 [cited 2015 Nop 28]; [14 screens].
Available
from
http://emedicine.medscape.com/article/220967-overview
URL: