PEWARNAAN ALIZARIN RED
Oleh : Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten
: Galih Aditya Raharjo : B1J008046 :V :1 : Farida Anita Sari
LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2009
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem rangka pada makhluk hidup sangat berfungsi sebagai alat pembentukan dan penyokong tubuh, yang terdiri dari berbagai jenis macam tulang (osteon) dengan ciri dan fungsi masing-masing. Pertumbuhan pada proses penulangan membutuhkan mineral penting, yaitu garam kalsium (Ca) dengan fungsinya untuk pengerasan dan pengokoh tulang, yang proses pengendapan garamgaramnya terjadi secara perlahan-lahan. Embrio ayam mengalami pembentukan sistem rangka pada inkubasi hari ke 5 ditandai dengan kondensasi mesenkim prekartilago. Kondrifikasi pada hari ke 8 ,sedangkan osifikasi dimulai hari ke 9. Proses pertulangan atau pembentukan tulang pada masa embrio terbagi menjadi dua cara, keduanya melibatkan transformasi jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang yang pada cara pertama yaitu osifikasi intramembran; konversi langsung dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang seperti pembentukan tulang pipih yang menyusun tengkorak. Cara kedua yaitu osifikasi endokondral, yaitu sel-sel mesenkim berdiferensisasi dulu menjadi kartilago (jaringan tulang rawan), kemudian mejadi jaringan tulang seperti proses pembentukan tulang panjang pada alat gerak tubuh, ruas tulang belakang dan pelvis. Proses klasifikasi pada tulang embrio, misalnya pada embrio ayam dapat dideteksi menggunakan alizarin red, maka akan berwarna merah tua. Hal ini disebabkan karena zat warna ini terikat pada kalsium matriks tulang. Pemberian alizarin red dapat dilakukan secara bertahap pada berbagai jenjang umur embrio. Tulang yang terbentuk secara intramembran mengalami osifikasi lebih cepat dibandingkan secara endokondral. B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah agar dapat mengerjakan prosedur pewarnaan alizarin red dan mengamati proses klasifikasi tulang pada embrio.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Primitif streak janin ayam adalah suatu daerah pembelahan sel yang sangat aktif. Di anterior primitif streak terdapat penebalan dari nodus Hensen. Badan ini hanya terdapat sementara dan kepentingannya belum diketahui. Setelah terbentuk primitif streak, blastoderm bertambah lonjong dan daerah dianteriornya bertambah lama bertambah gelap, ini merupakan daerah janin. Daerah ini akan membentuk janin sedangkan blastoderm di luar daerah ini adalah daerah ekstra embrional yang akan membentuk alat-alat dan struktur-struktur janin sementara yang pada waktu menetas sebagian besar menjadi hilang (Geneser, 1993). Matrik tulang mengandung unsur-unsur yang sama seperti jaringan penyambung lainnya, serat-serat dan bahan dasar. Pengendapan garam-garam kalsium dalam matrik ini disebut kalsifikasi, suatu proses yang terjadi secara normal pada tulang tetapi dapat terjadi patologis pembuluh darah. Jika kalsifikasi belum terjadi dalam matrik tulang disebut osteosit, selalu masih terdapat golongan tipis dari bahan ini yang mengelilingi osteoblas dan osteosit. Osifikasi bermembran (membranous) terutama terjadi dalam tulang-tulang tengkorak pipih dan klavikula (tulang selangka), sedangkan osifikasi endokondral bersifat khas untuk sebagian besar kerangka tubuh (Bevelender, 1988). Sel-sel mesenkim datang dari sklerotoma, berpindah ke sekeliling notokord dan bumbung neural, sel-sel mesenkim ini menyusun diri menjadi empat pasang, kiri dan kanan notokord, keping-keping tersebut disebut arkulaia. Arkulaia ini berupa prekartilago yang kemudian berubah menjadi kartilago dan akhirnya mengalami penulangan (Storer, 1989). Pada linea mediana, notokord dapat dilihat lewat ektoderm yang melapisinya. Notokord lebih luas di bagian kaudal dekat titik asalnya dari pada bagian sebaliknya. Namun tidak mudah diikuti ke daerah notokord tadi akan berakhir di ujung rostal kepala (Junquiera, 1995). Ektoderm menyelubungi ujung distal dari tunas sebagai bumbung apikal seperti tudung yang menjulur sepanjang tepi anterior dan posterior. Mesoderm dari tunas kaki berasal dari dua bagian yang berlainan dari somit di depan tabung neural dan meskipun keduanya tampak sama tetapi sel dari satu bagian sudah ditentukan
untuk membentuk otot kaki dorsal pada sayap. Jadi cangkokan tersebut telah diarahkan oleh isyarat baik dari posisi aslinya (Leeson, 1990). Bagian proksimal dan distal dari femur, humerus dan radii embrio ayam belum mengalami proses osifikasi. Rahang akan menjadi jelas bahwa tak satupun tulang yang ada di dalam bentuk akhirnya seperti masa embrio ke masa pengeraman, anak ayam tumbuh ke ukuran dewasa, semua tulang berubah panjang, bentuk dan ukurannya, kebutuhan memelihara struktur kekuatan dan stabilitas fisiologi, menjaga tulang aktif perubahan dan pertumbuhan jaringan hingga organisme mati. Tulang selalu terbentuk dalam kerangka jaringan penyambung yang telah ada sebelumnya. Perbedaan dalam perkembangan terjadi karena beberapa embrio dari tulang diendapkan dalam mesenkim yang belum berdiferensiasi (Geneser, 1993). Pewarnaan alizarin yang dilakukan secara berurutan pada berbagai unsur embrio memberikan informasi mengenai proses klasifikasi pada embrio yang bersangkutan. Pengamatan proses klasifikasi dapat dimulai dari umur inkubasi 9 hari pada embrio ayam, 14 hari pada embrio mencit. Embrio berkembang diluar tubuh induknya. Induk menyediakan cadangan makanan yang cukup untuk perkembangan embrio mulai dari awal perkembangan sampai embrio lengkap menjadi ankan ayam yang siap menetas. Komponen matriks eksternal utama yang berperan dalam pengerasan tulang adalah garam kalsium (Soeminto,2004)
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah delapan botol film, pinset, magkuk, gunting, penjepit, dan gelas arloji. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah embrio ayam yang telah diinkubasi selama 10-15 hari, larutan alkohol 96%, larutan pewarna alizarin red, larutan penjernih A,B,C, larutan KOH 2%, larutan gliserin murni dan garam fisiologis.
B. Metode
1. Telur ayam yang fertil umur inkubasi 12-15 hari dikeluarkan embrionya dari dalam cangkang dan diletakkan di atas gelas arloji atau petri dish. 2. Embrio atau fetus dibersihkan dari membran ekstra embrional. Bila fetus memiliki bulu maka bulu-bulu tersebut dibersihkan. 3. Setelah embrio bersih, dimasukan kedalam botol yang diisi larutan alkohol 70%. Larutan ini berfungsi sebagai fiksatif. Fetus direndam dengan larutan sekitar 12 jam. 4. Setelah 12 jam cairan alkohol 70 % dibuang dan diganti dengan larutan KOH 1% dan dibiarkan selama 3 jam. 5. Setelah jaringan otot menjadi transparan, fetus dalam botol diisi larutan pewarna alizarin red dan direndam selama 3 jam. 6. Selama 3 jam larutan pewrna alizarin red dibuang dan diganti dengan larutan KOH 2 % dan dibiarkan selama 30 menit agar jaringan otot menjadi transparan. 7. Setelah 30 menit larutan KOH 2% dibuang dan embrio atau fetus diisi dengan larutan penjernih A, B dan C secara berturut-turut, masing-masing selama1 jam. 8. Larutan itu diganti setelah 1 jam dan kemudian embrio diisi dengan larutan gliserin. Larutan gliserin berfungsi sebagai pengawet specimen.
9. Diamati bagian-bagian tulang yang telah terwarnai oleh alizarin red karena proses kalsifikasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Data Pengamatan Tulang Yang Terklasifikasi Rombongan V Kelompok Umur Inkubasi Tulang Yang Terwarnai 1 18 Orbit, tibio tarsus, tarso metatarsus, caudal vertebrae 2 15 Orbit, cervical vertebrae, mandible, metacarpals, ulna, radius, humerus, scapula, caudal, femur, tibiotarsus,tarso metatarsus 3 10 Orbit, mandibula, cervical vertebrae, scapula, keel, tibiotarsus, tarsometatarsus, caudal, vertebrae 4 13 Orbit, mandible, metacarpals, ulna, radius, cervical vertebrae, humerus, scapula, coracoid, thoracie vertebrae, femur, ribs, patella, sternum, tibio-tarsus, tarsometatarsus,jari-jari
B. Pembahasan
Alizarin red merupakan suatu metode untuk mengetahui pembentukan tulang pada embrio atau untuk mendeteksi proses klasifikasi pada tulang embrio. Tulang yang diwarnai oleh pewarna alizarin red akan berwarna merah tua, yang menandakan bahwa tulang tersebut telah mengalami klasifikasi. Warna merah tua terbentuk karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Proses klasifikasi pada embrio ayam dapat diamati ketika mulai umur ikubasi 9 hari (Jasin,1989) Embrio sebelum diberi larutan pewarna alizarin red terlebih dahulu direndam di dalam larutan alkohol 96% yang berfungsi sebagai fiksatif (untuk menjaga bentuk embrio). Embrio direndam selama kurang lebih 12 jam, larutan alkohol diganti dengan KOH 1% yang menyebabkan jaringan otot menjadi transparan dan skeleton terlihat jelas. Perendaman embrio ayam di dalam KOH 1% dilakukan selama 3 jam, kemudian larutan KOH 1% diganti dengan larutan alizarin red, embrio direndam dalam alizarin red selama 3 jam. Embrio kemudian direndam dalam larutan penjernih A,B,C secara berurutan masing-masing selama 1 jam. Hal ini dilakukan terutama untuk mengurangi kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot, sehingga otot menjadi tampak jernih dan transparan. Larutan-larutan yang digunakan dalam percobaan mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Larutan alkohol berfungsi sebagai fiksatif. Larutan KOH berfungsi agar otot menjadi transparan dan skeletonnya terlihat dengan jelas. Larutan pewarna alizarin berfungsi sebagai pewarna, sehingga skeleton berwarna merah tua atau ungu. Larutan penjernih A,B,C berfungsi untuk mengurangi kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi tampak lebih transparan, sedangkan larutan gliserin murni berfungsi sebagai pengawet spesimen (Sastroamidjoyo, 1971) Embrio ayam proses pembentukan sistem rangka dimulai pada inkubasi hari ke 5 ditandai kondensasi mesenkim prekartilago. Kondrifikasi dimilai pada hari ke 8 sedangkan osifikasi dimulainpada hari ke 9. menurut hasil percobaan, embrio ayam umur inkubasi 13 hari diperoleh hasil embrio ayam yang bagus dengan bulubulu yang menempel pada embrio hanya sedikit. Hal ini dimungkinkan karena pada saat menganti larutan praktikan sangat hati-hati menuangkannya sehingga embrio
tersebut tidak hancur. Teknik pewarnaan tulang dengan zat warna alizarin red bagian dalam proses osifikasi yang berwarna merah menurut Sukra(2000) adalah tulang dahi (frontal),tulang raham (mandible), radius, ulna, tulang ujung jari, skapula, tulang rusuk, femur dan tibio fibula. Berdasarkan hasil percoban didapatkan hasil orbit, tibio-tarsus, tarso metatarsus, dan caudal vertebrae,hasil ini kurang sesuai dengan pustaka tentang bagian tulang embrio ayam yang mengalami osifikasi dengan teknik pewarnaan alizarin red, hal ini dikarenakan embrio ayam yang digunakan sudah berumur lebih dari 15 hari. Jaringan tulang baik tulang rawan maupun tulang keras mempunyai endapan garam-garam kalsium yang bila diwarnai dengan zat pewarna yang disebut alizarin red akan berwarna orange atau kemerah-merahan. Proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tulang yang sangat tergantung pada mineralisasi matrik ekstrasel. Faktor-faktor yang mempengaruhi kalsifikasi yaitu komponen matrik ekstrasel utama yang berperan dalam proses pengerasan tulang yaitu garam kalsium. Embrio ayam, sumber kalsium adalah Ca-carbonat pada cangkang sedangkan pada embrio mamalia kalsium ditransfer dari tubuh induknya melalui plasenta. Proses pengendapan garam-garam kalsium terjadi secara berangsur-angsur. Umumnya tulang yang terbentuk secara intramembran mengalami osifikasi lebih cepat dibandingkan dengan tulang yang terbentuk secara endokondral (Gilbert, 1994). Vertebral colmn lebih stabil dan jika dipegang relatif besar dan derivat humerus dan berfungsi untuk bertahan hidup dari alat tambahan untuk otot yang seharusnya berada di wilayah thoracic. Sangat sulit untuk membuat seri otogenetik dari populaso liar. Proses osifikasi berlangsung sangat pendek di periode waktu (Prochel ,2007)
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan sebelumnya, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pewarnaan alizarin red dapat mendeteksi klasifikasi tulang embrio ayam. 2. Tulang yang terdeteksi mengalami osifikasi pada percobaan alizarin red pada embrio ayam umur 18 hari adalah orbit, tibio-tarsus, tarso metatarsus, dan caudal vertebrae.
VI. DAFTAR PUSTAKA Bevelender, G. 1988. Dasar-Dasar Histologi Edisi ke 8. Erlangga, Jakarta. Geneser, F. 1993. Text Book Histology. Munksgrand, Copenhagen. Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan Invertebrata dan Vertebrata. Sinar Wijaya. Surabaya. Junqueira, L. 1995. Basic Histology. Appeleton and Lange, New York. Lesson. 1990. Atlas of Histology. W. B. Sounders, London. Prochel , J , et al. 2007. Ossification Sequence in the Mole Talpa occidentalis (Eulipotyphla,Talpidae)
and
Comparison
With
Other
Mammals.
Zoologisches institut. German Storer, T. 1989. General Zoology. Mc Graw Hill Inc, New York. Sastro amidjojo, S. 1971. Peternakan Ayam. NV masa baru. Jakarta. Soeminto. 2004. Biologi Perkembangan I. UNSOED, Purwokerto. Sukra, Y. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio Benih Masa Depan. Depdiknas, Jakarta.