2.2. Aliran Fluida Dalam Pipa Dasar persamaan aliran fluida di dalam pipa adalah persamaan energi yang menyatakan keseimbangan energi atau dapat dinyatakan bahwa energi fluida yang masuk ke dalam sistim ditambah dengan setiap perubahan energi terhadap waktu, harus sama dengan energi yang meninggalkan sistim. Keseimbangan energi tersebut dapat ditulis sebagai berikut : 2
2
mV1 mgZ1 mV2 mgZ2 U1 + P1V1 + + − q − Ws = U 2 + P2 V2 + + .... (2-1) 2g c gc 2g c gc dimana U
= energi dalam
PV
= energi ekspansi atau energi kompresi
mV 2 = energi kinetik 2g c mgZ = energi potensial gc
q
= energi panas yang masuk ke dalam fluida
Ws
= kerja yang dilakukan terhadap fluida.
Z
= ketinggian yang dihitung dari suatu datum tertentu.
Dengan membagi Persamaan (2-1) dengan m untuk mendapatkan energi per unit massa, maka dalam bentuk diferensial dapat ditulis sebagai : P vdv g dU + d ρ + gc + gc dZ − dq − dWs
..........................................
(2-2)
Persaman di atas masih dalam bentuk energi dalam, sehingga dalam bentuk energi mekanik dimana tidak ada kerja yang dilakukan baik terhadap maupun oleh fluida, didapat : dP Vdv gdZ + + + dL W = 0 ρ gc gc
..........................................................
(2-3)
untuk pipa miring dengan sudut kemiringan θ terhadap bidang horisontal dimana dZ=dL sin θ, maka : dP Vdv g + + dL sin θ + dL W = 0 ................................................... ρ gc gc
(2-4)
Bila persamaan (2-4) dikalikan dengan ρ/dL pada kondisi atau kemiringan tertentu, maka diperoleh : ρdL W dP ρvdv ρg + + sin θ + =0 dL gcdL gc dL
................................................
(2-5)
dimana dLW adalah kehilangan energi akibat proses irreversibilitas, misalnya oleh adanya gesekan. Persamaan (2-5) tersebut dapat digunakan untuk menghitung gradien tekanan dan dengan menganggap penurunan tekanan adalah positif dalam arah aliran, maka : dP ρvdv ρg dP = + sin θ + =0 dL gcdL gc dL f
...............................................
(2-6)
dimana : ρdL W dP = gradien tekanan yang disebabkan adanya gesekan. = dL dL f
Kehilangan tekanan untuk aliran di dalam pipa disebabkan oleh gesekan, perbedaan ketinggian serta adanya perubahan energi kinetik. Karena gesekan terjadi pada dinding pipa maka perbandingan antara shear stress (τw) dengan energi kinetik per satuan volume (ρv2/2gc) menunjukkan peran shear stress terhadap kehilangan tekanan secara keseluruhan. Perbandingan ini membentuk suatu kelompok tidak berdimensi yang dikenal sebagai faktor gesekan Fanning, sebagai berikut : f=
τw 2τ g = w 2 c ..................................................................... ρv / 2g c ρv 2
(2-7)
Gradien tekanan yang disebabkan oleh faktor gesekan dinyatakan dalam persamaan Fanning, yaitu : 2fρv 2 dP = gcd dL f
.............................................................................
(2-7)
Dalam bentuk faktor gesekan Moody (fm), dimana fm = 4f , sehingga persamaan (2-7) menjadi : f m ρv 2 dP = 2g c d dL f
...........................................................................
(2-8)
2.2.1. Aliran Fluida Satu Fasa Penentuan faktor gesekan untuk aliran fluida satu fasa tergantung tipe alirannya. Pada aliran satu fasa laminer, faktor gesekan ditentukan berdasarkan penggabungan persamaan (2-8) dan persamaan Hagen-Poiseuille, yaitu : d 2 g c dP ........................................................................... 32µ dL f 64µ 64 = = ........................................................................ ρvd N Re
v=
(2-9)
fm
(2-10)
Pendekatan untuk penentuan faktor gesekan aliran satu fasa turbulen dibuat berdasarkan kekasaran pipa. Untuk pipa halus korelasi yang dikembangkan berlaku untuk selang bilangan Reynold (NRe) yang berbeda-beda. Persamaan yang umum digunakan untuk selang harga NRe yang luas, yaitu 3000
(2-11)
Untuk pipa kasar dapat digunakan persamaan Colebrook dan White (1939) yang merupakan penyempurnaan persamaan Nikuradse, yaitu : 1 fc
2ε 18.7 =1.74 −2 log + d N fg Re
..........................................
(2-12)
dimana : fc = faktor gesekan sebagai hasil perhitungan fg = faktor gesekan yang dimisalkan
Persamaan gradien tekanan yang dapat digunakan untuk setiap fluida satu fasa yang mengalir pada sudut kemiringan pipa tertentu diperoleh dengan menggabungkan persamaan (2-6) dan (2-8), sebagai berikut : dP g fρv 2 ρvdv = ρ sin θ + + dL g c 2g c d g c dZ
.....................................................
(2-13)
Secara umum persamaan gradien tekanan total dapat dinyatakan dalam tiga komponen, yaitu : (dP/dL)total = (dP/dL)el – (dP/dL)f - (dP/dL)acc ................................. dimana :
(2-14)
(dP/dL)el
= (g/gc) ρ sin θ, merupakan komponen yang ditimbulkan oleh adanya
perubahan
energi
potensial
atau
perubahan
ketinggian. (dP/dL)f
= (fρv2)/(2gcd), merupakan komponen yang ditimbulkan oleh adanya gesekan.
(dP/dL)acc
= (ρvdv)/(gcdz), merupakan komponen yang ditimbulkan oleh adanya perubahan energi kinetik.
Tinjauan lebih luas mengenai aliran fluida satu fasa ini adalah sebagai berikut : 1.
Komponen Perubahan Ketinggian Komponen ini sama dengan nol untuk aliran horisontal dan mempunyai harga untuk aliran compressible atau incompressible atau transient, baik dalam aliran pipa vertikal maupun miring. Untuk aliran ke bawah harga sin θ berharga negatif dan tekanan hidrostatik akan bertambah pada arah aliran.
2.
Komponen Friction Loss Komponen ini berlaku untuk semua jenis aliran pada setiap sudut pipa dan
menyebabkan
penurunan
tekanan
dalam arah aliran. Pada aliran
laminer friction loss berbanding lurus dengan kecepatan fluida. Sedangkan pada aliran turbulen friction loss berbanding lurus dengan vn, dimana 1,7
Komponen percepatan Komponen ini berlaku untuk setiap kondisi aliran transient, berharga nol untuk luas penampang yang konstan dan aliran incompressible. Pada setiap
kondisi aliran dimana terjadi perubahan kecepatan, seperti dalam
aliran kompressibel, penurunan tekanan terjadi dalam arah pertambahan kecepatan.
2.2.2. Aliran Fluida Dua Fasa Perhitungan gradient tekanan untuk aliran dua fasa memerlukan harga-harga kondisi aliran seperti kecepatan aliran dan sifat-sifat fisik fluida (berat jenis, viskositas dan dalam beberapa hal tegangan permukaan). Apabila harga-harga tersebut telah dapat ditentukan untuk masing-masing fasa yang mengalir, maka perlu dilakukan penggabungan-penggabungan. Untuk melakukan penggabungan sifat pada fasa yang mengalir dalam aliran dua fasa perlu digunakan suatu parameter yang disebut sebagai liquid hold-up dan no-slip liquid hold-up tergantung pada anggapan kondisi aliran yang terjadi.
2.2.2.1. Liquid Hold-Up dan No-Slip Liquid Hold-Up Liquid hold-up didefinisikan sebagai perbandingan antara bagian volume pipa yang diisi oleh cairan dengan volume keseluruhan pipa. Liquid hold-up merupakan fraksi yang berharga nol (untuk aliran yang seluruhnya adalah gas) sampai berharga satu (untuk aliran yang seluruhnya cairan). Bagian pipa yang berisi gas bila dibandingkan dengan volume pipa keseluruhan disebut sebagai gas hold-up. HL =
Volume cairan dalam pipa Volume Pipa
H g =1 − H L
..................................................
(2-15)
...................................................................................
(2-16)
dimana : HL = Liquid hold-up Hg = Gas hold-up No-slip liquid hold-up atau disebut juga dengan input liquid content, didefinisikan sebagai perbandingan antara volume cairan yang mengisi pipa dengan volume pipa keseluruhan, apabila gas dan cairan bergerak dengan kecepatan yang sama. Harga no-slip liquid hold-up (λL) dapat dihitung langsung dari harga laju aliran gas dan cairan, yaitu : λL =
qL qL + q g
...................................................................................
(2-17)
λg =
qg
....................................................................................
qL + qg
(2-18)
dimana : λL = No-slip liquid hold-up λg = No-slip gas hold-up = 1- λL =
qg qL + qg
qL = laju alir cairan qg = laju alir gas Berdasarkan kedua persamaan di atas maka penggabungan sifat fisik fasafasa yang mengalir bersama di dalam pipa dapat dilakukan. 2.2.2.2. Berat Jenis Berat jenis total antara cairan dan gas yang mengalir bersama-sama dalam pipa dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu : slip density (ρs), no-slip density (ρn), dan kinetic density (ρk). Masing-masing densitas tersebut dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut : ρs = ρ L H L + ρ g H g
.........................................................................
(2-19)
ρ n = ρ L λL + ρ g λg
..........................................................................
(2-20)
..........................................................................
(2-21)
ρk =
2 ρ L λ2L ρ g λ g + HL Hg
Bila cairan yang mengalir terdiri dari minyak dan air, maka densitas cairan merupakan penggabungan antara densitas minyak dan air, sesuai dengan kadar masing-masing dalam cairan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut : ρ L = ρo f o + ρw f w ..........................................................................
(2-22)
dimana : fo =
qo ..................................................................................... qo + qw
(2-23)
f w =1 − f o
.....................................................................................
(2-24)
2.2.2.3. Kecepatan Aliran Banyak perhitungan gradien tekanan aliran dua fasa didasarkan pada variabel kecepatan yang disebut superficial velocity. Superficial Velocity didefinisikan sebagai kecepatan suatu fasa jika mengalir melewati seluruh penampang pipa. v sg = q g A
vg = qg A H g
.................................................................................... (2-25) .................................................................................
(2-26)
v s L = q L A ..................................................................................... (2-27) v m = v sL + v sg
..................................................................................
(2-28)
dimana : vsg = superficial gas velocity vsL = superficial liquid velocity vg = kecepatan aliran gas vL = kecepatan aliran cairan vm = kecepatan aliran dua fasa A = luas penampang pipa Apabila terjadi perbedaan antara kecepatan gas sebenarnya dengan kecepatan aliran sebenarnya, maka : vs = v g − v L =
v sg Hg
−
v sL HL
..................................................................
(2-29)
Dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas, maka bentuk lain persamaan no-slip hold-up adalah : λL =
v sL vm
..........................................................................................
(2-30)
2.2.2.4. Viskositas Harga viskositas sangat diperlukan dalam perhitungan gradien tekanan aliran, terutama untuk menentukan bilangan Reynold atau pun untuk menentukan
gradien tekanan dari komponen gesekan. Viskositas campuran air dan minyak ditentukan dengan persamaan : µL = µo f o + µw f w
..........................................................................
(2-31)
dimana : fo
= fraksi aliran minyak
fw
= fraksi aliran air
Viskositas dua fasa (cairan dan gas) ditentukan sesuai dengan adanya slip atau tidak, yaitu : a. Viskositas dengan slip, µs
µ s = (µ L ) H L + (µg )
Hg
......................................................................
(2-32)
............................................................................
(2-33)
b. Viskositas tanpa slip, µn µn = µL λL + µg λg
2.2.2.5. Tegangan Permukaan Apabila fasa cair terdiri dari air dan minyak maka tegangan permukaan cairan (σL) ditentukan dengan : σL = σo f o + σw f w
.........................................................................
(2-34)
dimana : σo, σw = tegangan permukaan minyak, air Persamaan (2-13) merupakan persamaan gradien tekanan yang berlaku untuk setiap fluida yang mengalir dalam pipa dengan sudut kemiringan θ dari bidang horisontal. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk aliran dua fasa dengan menganggap bahwa campuran gas dan cairan merupakan campuran yang homogen untuk seluruh pipa dengan panjang tak terhingga. Karena sifat-sifat fisik yang mengalir untuk aliran fluida dua fasa telah berubah, maka komponen elevasi menjadi : g dP ρs sin θ = dL el g c
.......................................................................
(2-35)
dimana ρs adalah berat jenis gas-cairan dalam pipa dan harga ini dapat ditentukan dari persamaan (2-19).
Bentuk-bentuk persamaan untuk komponen friction loss adalah sebagai berikut : 2 f L ρL v sL dP = 2g c d dL f
..........................................................................
(2-36)
2 f g ρg v sg dP = 2g c d dL f
..........................................................................
(2-37)
f tp ρtp v tp dP = 2g c d dL f
.........................................................................
(2-38)
2
Tiap-tiap metoda penentuan gradien tekanan aliran akibat friction loss biasanya berbeda dalam hal penentuan faktor gesekan, dimana faktor gesekan dihubungkan dengan bilangan Reynold (NRe), yaitu : N Re =1488
ρvd µ
.............................................................................
(2-39)
dimana : ρ
= berat jenis, lb/ft3
µ
= viskositas, cp
d
= diameter dalam pipa, ft
v
= kecepatan, ft/s
Komponen percepatan, (dP/dL)acc biasanya diabaikan dalam perhitungan gradien tekanan.
2.2.3. Metode Beggs dan Brill Beggs dan Brill mengembangkan metode perhitungan kehilangan tekanan antara fluida dua fasa dalam pipa, berdasarkan pengukuran di laboratorium. Pengukuran kehilangan tekanan dilakukan di dalam pipa acrylic yang dapat diubah-ubah sudut kemiringannya. 2.2.3.1. Penentuan Pola Aliran Pola aliran merupakan suatu parameter korelasi dan tidak menyatakan tentang pola aliran sebenarnya, kecuali apabila pipa pada kedudukan horisontal. Pola-pola aliran yang dipertimbangkan dalam perhitungan ini, yaitu : segregated, transisi, intermitent dan distributed. Parameter-parameter yang diperlukan untuk menentukan pola aliran adalah sebagai berikut : NFR = (vm)2/(gd)
.........................................................................
(2-40)
λL
= vsL/vm
L1
= 316(λL)0,302 ............................................................................
(2-42)
L2
= 0,0009252(λL)-2,4684 .............................................................
(2-43)
L3
= 0,1(λL)4,4516 ..........................................................................
(2-44)
L4
= 0,5(λL)-6,738 ..........................................................................
(2-45)
...........................................................................................................................................
(2-41)
Dari variabel-variabel di atas, batasan untuk tiap pola aliran adalah sebagai berikut : 1. Pola aliran segregated : λL<0.01 dan NFR0,01 dan NFR0.01 dan L2L1
Gambar 2.6. Pola-Pola Aliran Horisontal 5)
Gambar 2.7. Peta Pola Aliran Horisontal 5)
2.2.3.2. Penentuan Liquid Hold-up Secara umum persamaan hold-up cairan pada pipa horisontal, sebagai berikut :
H L (o) = a λb N FR
c
........................................................................ (2-46)
dimana konstanta a, b dan c berbeda untuk setiap kondisi aliran, seperti terlihat pada Tabel II-1. Untuk mencari liquid hold-up pada pola aliran transisi digunakan interpolasi dari liquid hold-up aliran segregated dengan aliran intermittent,
dengan
persamaan : HL(transisi)=A HL(segregated) + B HL(intermittent)
......................
(2-47)
dimana : A=
L3 − N FR L3 − L2
B = 1− A Tabel II-1. Konstanta untuk Penentuan Liquid Hold-up 5) Flow Patttern Segregated Intermittent Distributed
A 0,98 0,845 1,065
b 0,4846 0,5351 0,5824
C 0,0868 0,0173 0,0609
Harga liquid hold-up pada sudut kemiringan tertentu merupakan koreksi dari harga pada pipa horisontal, yaitu : H L (α ) = H L (o)Φ
......................................................................
(2-48)
dimana : HL(α) = liquid-hold up pada sudut kemiringan pipa sebesar α HL(o) = Liquid hold-up pipa horisontal. Φ
= faktor koreksi terhadap pengaruh kemiringan pipa = 1 - C(Sin(1,8 α) - 0,333 sin3 (1,8 α)
α
= sudut kemiringan pipa sebenarnya terhadap bidang horisontal
C
= (1-λL)ln(d(λL)e(NFR)f(NFR)g
Dimana d, e, f, g merupakan konstanta yang besarnya tergantung dari pola aliran seperti tercantum pada Tabel II-2 berikut : Tabel II-2. Konstanta untuk Menghitung harga C 5) Pola Aliran Segregated flow up-hill Intermittent flow Semua pola aliran
d 0.011 2.965 4.700
e -3.7680 0.3050 -0.3692
f 3.5390 -0.4473 0.1244
g -1.6140 0.0978 -0.5056
Harga liquid hold-up pada sudut kemiringan pipa tertentu digunakan untuk menghitung densitas campuran yang diperlukan untuk menentukan gradien tekanan sebagai akibat perbedaan elevasi. 2.2.3.3. Korelasi Faktor Gesekan Beggs dan Brill juga mendefinisikan faktor gesekan dua fasa (f tp) dengan menggunakan diagram Moody untuk pipa halus seperti pada Gambar 2.3, atau dengan menggunakan persamaan berikut :
N Re n − 2 ............................... f n = 2 log 4,5223 log( N Re n ) − 3,8215
(2-49)
dimana : NRen = 1488
ρm v m d µn
µn = µL λL + µg λg
Harga ftp/fn dihitung dengan persamaan : f tp fn
= e S ...........................................................................................
dimana : S=
ln(Y ) − 0,0523 + 3,182 ln(Y ) − 0,8725(ln(Y )) 2 + 0,01853(ln(Y )) 4
(2-51)
Y=
λL [ H L (α ) ] 2
(2-50)
untuk harga 1
f tp fn
fn
....................................................................................
(2-52) Gradien tekanan sebagai akibat gesekan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
( dP / dZ) f
=
f tpρn ( v n ) 2
.................................................................
(2-53)
...........................................................................
(2-54)
2gc d
ρn = ρL λL + ρg λg
Sudut kemiringan pipa pada percobaan dari Beggs dan Brill diukur sesuai dengan arah aliran dan diukur dari bidang horisontal berlawanan dengan arah jarum jam.
Gambar 2.8. Diagram Moody untuk Faktor Gesekan 5)
2.2.4. Evaluasi Metoda Beggs and Brill Oleh Payne dan Palmer Payne dan Palmer telah melakukan sebuah eksperimen yang salah satunya ditujukan untuk mengevaluasi beberapa metoda yang ada untuk memprediksi holdup cairan dan kehilangan tekanan pada pipa miring menggunakan data yang didapatkan dari fasilitas tes. Evaluasi tersebut dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan dengan hasil pengukuran. 2.2.4.1. Evaluasi Holdup Cairan Holdup cairan telah diukur dari enam kemiringan, masing-masing 3 kemiringan ke atas (uphill) dan 3 kemiringan ke bawah (downhill). Untuk Korelasi Beggs and Brill, hasil analisa ditampilkan pada Gambar 2.9 untuk uphill dan 2.12 untuk downhill.
Gambar 2.9. Holdup uphill terukur vs Holdup uphill perhitungan dengan metode Beggs and Brill 9)
Pemeriksaan terhadap persen kesalahan untuk bagian uphill mengindikasikan bahwa Korelasi Beggs and Brill ini lebih akurat memprediksi holdup cairan yang terbentuk dibandingkan
dengan korelasi yang lain. Sebagai pembanding
diberikan contoh hasil analisa dengan Korelasi Flanigan dan Korelasi Guzhov. pada Gambar 2.10. dan 2.11.
Gambar 2.10. Holdup uphill terukur vs Holdup uphill perhitungan dengan metode Flanigan9)
Gambar 2.11. Holdup uphill terukur vs Holdup uphill perhitungan dengan metode Guzhov9)
Untuk aliran pada downhill, Pemeriksaan persen kesalahan antara harga holdup downhill terukur terhadap holdup downhill hasil perhitungan dengan Korelasi Guzhov et al. memberikan persen kesalahan rata-rata lebih kecil dibanding dengan Korelasi Beggs and Brill, sedangkan kombinasi antara Beggs and Brill-Guzhov memberikan hasil yang terbaik sebagaimana yang terlihat pada Gambar 2.12, 2.13 dan 2.14. Hasil dari pemeriksaan persen kesalahan holdup pada bagian uphill dan downhill dapat dilihat Tabel II-3, dimana bagian yang kosong menandakan tidak dilakukannya pemeriksaan. Tabel II-3. Statistik Dari Analisa Holdup9) Uphill Metode Beggs and Brill Flanigan Guzhov et al. Beggs and Brill-Guzhov
%E
9,2 16,3 14,3 -
Downhill S 15,0 30,1 19,5 -
%E
61,0 36,6 17,9
Gambar 2.12. Holdup downhill terukur vs Holdup downhill perhitungan dengan Metode Beggs and Brill 9)
S 80,8 57,4 48,7
Gambar 2.13. Holdup downhill terukur vs Holdup downhill perhitungan dengan Metode Guzhov et al 9)
Gambar 2.14. Holdup downhill terukur vs Holdup downhill perhitungan dengan Metode Beggs and BrillGuzhov et al 9)
2.2.4.2. Evaluasi Kehilangan Tekanan Dari analisa data holdup, Payne dan Palmer menemukan bahwa Korelasi Beggs and Brill terlalu besar dalam memperkirakan harga holdup untuk aliran pada bagian downhill. Akibat dari terlalu besarnya harga holdup tersebut membuat kehilangan tekanan yang diperhitungkan dengan Korelasi Beggs and Brill relatif lebih kecil dibandingkan hasil pengukuran, sebagaimana yang terlihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15. Kehilangan tekanan terukur vs perhitungan dengan Korelasi Beggs and Brill 9) Hal ini dapat disebabkan oleh adanya penambahan tekanan pada saat fluida mengalir turun (pada bagian downhill) dan karena Korelasi Beggs and Brill dibangun dari percobaan yang menggunakan pipa berbahan plastik maka komponen kekasaran tidak termasuk dalam parameter yang mempengaruhi faktor gesekan. Payne dan Palmer kemudian membandingkan kehilangan tekanan hasil pengukuran terhadap hasil perhitungan dengan normalisasi faktor gesekan, yaitu menggunakan persamaan faktor gesekan yang lebih representatif untuk pipa kasar seperti Persamaan Faktor Gesekan Jain berikut :
ε 21.25 1 = 1.14 − 2 log + 0.9 N Re f d
...................................................
(2-55)
dimana : f
= faktor gesekan
ε
= kekasaran pipa, ft
d
= diameter pipa, ft
NRe = Bilangan Reynold Hasil yang didapatkan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 2.16 ternyata memberikan persen kesalahan yang lebih kecil dibandingkan bila menggunakan faktor gesekan yang semula digunakan oleh Beggs and Brill.
Gambar 2.16. Kehilangan tekanan terukur vs perhitungan dengan Korelasi Beggs and Brill dengan normalisasi faktor gesekan. 9)
2.2.5. Penyelesaian Persamaan Kehilangan Tekanan dan Temperatur Secara Simultan Dengan anggapan bahwa aliran fluida di dalam pipa adalah steady state, perhitungan profil tekanan sepanjang pipa didasarkan pada persamaan kesetimbangan energi, yang secara eksplicit dapat ditulis sebagai berikut : Po − Pi +
0.0188 ∆L γ g Pavg sin θ Tz
+ 6.5 ×10 −5
fw 2 T z ∆L = 0 .... d 5 γg P
(2-56)
dimana : Po
= Tekanan keluar, psi
Pi
= Tekanan masuk, psi
L
= Panjang pipa, ft
γg
= Specific gravity gas
P
= Tekanan, psi
Pavg = Tekanan rata-rata, psi T
= Temperatur, oR
d
= diameter dalam pipa, in
z
= faktor kompresibilitas
Untuk perhitungan profil temperatur sepanjang pipa dapat dirumuskan sebagai berikut : To − Ti e −a i ∆L − (1 − e −al ∆L )(Ts +
η dP − a o sin θ) = 0 a i dL
..................
(2-57)
Persamaan (2-57) merupakan modifikasi persamaan Caulter-Bourdeon dengan memasukkan efek gaya gravitasi. Persamaan (2-56) dan (2-57)
membentuk
sebuah sistem persamaan dengan tekanan dan temperatur sebagai variabel utama. Secara umum dapat disederhanakan menjadi : E ( P, T ) F( P, T ) = ( E, G ) T = G ( P, T ) ...................................................
(2-58)
dimana E(P,T) adalah representasi persamaan (2-56) yang merupakan bentuk eksplicit dari persamaan profil tekanan dan G(P,T) adalah representasi persamaan (2-57) yang merupakan bentuk implicit dari persamaan profil temperatur.
Karena persamaan (2-56) dan (2-57) adalah non linear maka untuk menghitung tekanan dan temperatur secara simultan digunakan suatu teknik iterasi. Metode iterasi Newton-Raphson dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan (2-58). Dengan teknik ini penyelesaian persamaan dapat ditulis dalam bentuk umum : U n +1 = U n −
F( P, T ) J ( P, T )
....................................................................
(2-59)
dimana : F(P,T) = bentuk implicit dari sistem persamaan yang akan diselesaikan U
= variabel vektor untuk tekanan dan temperatur
n
= indikator level iterasi
J (P,T) = representasi dari Matrix Jacobian
δE = δP δG δP
δE δT δG δT
....................................................................
(2-60)
Komponen dari Matrix Jacobian pada persamaan (2-60) adalah turunan dari persamaan (2-56) dan (2-57) dengan perhatian pada tekanan dan temperatur. Persamaan (2-59) dapat dirubah kebentuk persamaan :
P T
n +1
P T
n +1
E ( P, T ) P G (P, T) = T δ E δE δ P δT δG δ G δ P δT n
δE P δP = T δG δP n
δE δT δG δT
...............................................
(2-61)
E ( P, T ) ............................ G ( P, T )
(3-62)
−1
Persamaan (2-62) adalah persamaan iterasi Newton-Raphson yang digunakan untuk menghitung tekanan dan temperatur secara simultan.
Secara garis besar dalam diagram alir perhitungan kehilangan tekanan dan temperatur secara simultan untuk satu segmen sebagaimana tersebut di atas dapat digambarkan dengan Gambar 2.17, sedangkan untuk detailnya dapat dilihat pada Lampiran A.
Input data P0, T0,
Pasumsi, Tasumsi i=1 Hitung −
−
P, T
Sifat fisik fluida pada −
−
P, T
i=i+1 P1,T1
Dengan iterasi didapat P1, T1
Tidak
? Passumsi-P1< є Tassumsi-T1< є
Ya
Selesai
Gambar 2.17. Bagan Alir Perhitungan Penurunan Tekanan dan Temperatur Secara Simultan