1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan berbagai macam organisme di alam saling berinteraksi dengan sesama organisme atau dengan lingkungannya membentuk ekosistem. Hubungan interaksi tersebut dapat bersifat mengguntungkan atau merugikan pada salah satu pihak. Sebagai contoh interaksi yang merugikan salah satu pihak adalah adanya organisme pengganggu tanaman, terutama tanaman budidaya. Keberadaan organisme penggangu tanaman pada lahan budidaya bisa disebabkan oleh adanya hama, penyakit, maupun gulma. Penyakit yang terjadi pada tumbuhan dapat disebabkan oleh mikroorganime dari berbagai jenis yang tidak bisa kita lihat dengan menggunakan mata telanjang. Dampak dari serangan penyakit berbeda-beda setiap jenis tumbuhan yang diseranggnya. Mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya penyakit pada tumbuhan seperti Jamur, Bakteri, Virus dan Nematoda. Tumbuhan dikatakan sehat atau normal, apabila tumbuhan tersebut dapat melaksanakan fungsi-fungsi fisiologisnya sesuai dengan potensial genetik terbaik yang dimilikinya. Tumbuhan menjadi sakit apabila tumbuhan tersebut diserang oleh patogen atau dipengaruhi oleh agensia abiotik. Penyakit tumbuhan akan muncul bila terjadi kontak dan terjadi interaksi antara dua komponen yaitu tumbuhan dan patogen. Untuk mendukung perkembangan penyakit maka harus adanya interaksi adanya tiga komponen yaitu patogen yang virulen, tanaman yang rentan dan lingkungan yang mendukung. Interaksi ketiga komponen tersebut umum disebut sebagai penyakit (disease triangle). Kondisi ketiga komponen tersebut yang dapat menentukkan terserangnya tanaman oleh suatu penyakit. Penyakit pada tanaman dapat menyebar secara cepat ketika kondisi lingkungan mendukung dan tanaman pada kondisi rentan. Siklus hidup patogen dimulai dari tumbuh sampai menghasilkan alat reproduksi. Siklus penyakit meliputi perubahan perubahan patogen di dalam tubuh tanaman dan rangkaian perubahan tanaman inang
1
2
serta keberadaan patogen di dalamnya dalam rentang waktu tertentu selama masa pertumbuhan tanaman. Jenis patogen sering menyerang tanaman diantaranya adalah dari golongan kapang. Kapang ini akan bersifat parasit terhadap tanaman inangnya tersebut. Kapang dapat menyerang hampir semua bagian tumbuhan, mulai dari akar, batang, ranting, daun, bunga, hingga buahnya. Bagian yang terserang tersebut akan rusak dengan menunjukkan beberapa gejala seperti adanya bercak-bercak pada daun, buah yang membusuk, tanaman menjadi layu, dan sebagainya. Sesuai yang telah sedikit diungkapkan di atas, gejala penyakit ini akan menyebar dengan cepat menginfeksi tanaman yang lain jika kondisi mendukung bibit penyakit ini untuk menyebar. Berbagai jenis kapang memiliki mekanisme tersendiri dalam menginfeksi tumbuhan lain atau sel inang. Menurut Gafur (2003) dalam interaksi yang sesuai, kapang nekrotrof secara cepat membunuh sel-sel inang dengan racun dan/atau enzim penghancur dinding sel (EPDS), kemudian mereka mengambil nutrisi dari sel yang telah mati. Sebaliknya, selama fase-fase awal patogenesis, jamur parasit biotrof mempertahankan integritas sel dan jaringan inang, dan mereka menyerap nutrisi dari sel inang yang masih hidup. Seperti penjelasan di atas, adanya infeksi kapang pada tanaman dapat mengganggu proses fisiologis tanaman inang tersebut. Hal ini terjadi karena infeksi kapang tersebut dapat merusak sel-sel inang atau mengambil nutrisi dari tumbuhan inang. Terganggunya proses fisiologis ini dapat menurunkan produksi dari tanaman, terutama pada tanaman budidaya seperti menurunnya jumlah panen, menurunnya kualitas buah dan sayur, berkurangnya daya tarik pembeli terhadap buah dan sayur tersebut, dan sebagainya. Dari segi ekonomi hal ini tentunya sangat merugikan karena menurunkan pendapatan para petani. Berdasarkan uraian di atas, maka kajian terhadap aktivitas kapang perusak tanaman perlu dilakukan untuk dapat mencegah penyakit yang disebabkan oleh aktivitas kapang dan menghindari kerugian dari segi ekonomi dari pihak petani.
2
serta keberadaan patogen di dalamnya dalam rentang waktu tertentu selama masa pertumbuhan tanaman. Jenis patogen sering menyerang tanaman diantaranya adalah dari golongan kapang. Kapang ini akan bersifat parasit terhadap tanaman inangnya tersebut. Kapang dapat menyerang hampir semua bagian tumbuhan, mulai dari akar, batang, ranting, daun, bunga, hingga buahnya. Bagian yang terserang tersebut akan rusak dengan menunjukkan beberapa gejala seperti adanya bercak-bercak pada daun, buah yang membusuk, tanaman menjadi layu, dan sebagainya. Sesuai yang telah sedikit diungkapkan di atas, gejala penyakit ini akan menyebar dengan cepat menginfeksi tanaman yang lain jika kondisi mendukung bibit penyakit ini untuk menyebar. Berbagai jenis kapang memiliki mekanisme tersendiri dalam menginfeksi tumbuhan lain atau sel inang. Menurut Gafur (2003) dalam interaksi yang sesuai, kapang nekrotrof secara cepat membunuh sel-sel inang dengan racun dan/atau enzim penghancur dinding sel (EPDS), kemudian mereka mengambil nutrisi dari sel yang telah mati. Sebaliknya, selama fase-fase awal patogenesis, jamur parasit biotrof mempertahankan integritas sel dan jaringan inang, dan mereka menyerap nutrisi dari sel inang yang masih hidup. Seperti penjelasan di atas, adanya infeksi kapang pada tanaman dapat mengganggu proses fisiologis tanaman inang tersebut. Hal ini terjadi karena infeksi kapang tersebut dapat merusak sel-sel inang atau mengambil nutrisi dari tumbuhan inang. Terganggunya proses fisiologis ini dapat menurunkan produksi dari tanaman, terutama pada tanaman budidaya seperti menurunnya jumlah panen, menurunnya kualitas buah dan sayur, berkurangnya daya tarik pembeli terhadap buah dan sayur tersebut, dan sebagainya. Dari segi ekonomi hal ini tentunya sangat merugikan karena menurunkan pendapatan para petani. Berdasarkan uraian di atas, maka kajian terhadap aktivitas kapang perusak tanaman perlu dilakukan untuk dapat mencegah penyakit yang disebabkan oleh aktivitas kapang dan menghindari kerugian dari segi ekonomi dari pihak petani.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1) Apa saja jenis-jenis kapang perusak tanaman dan bagaimana cara isolasi dan identifikasinya? 2) Apa saja jenis-jenis kerusakan pada tanaman akibat kapang parasit? 3) Apa saja faktor-faktor biotik dan abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan kapang parasit? 4) Bagaimana mekanisme infeksi kapang parasite pada tanaman? 1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui jenis-jenis kapang perusak tanaman dan cara isolasi dan identifikasinya. 2) Untuk mengetahui jenis-jenis kerusakan pada tanaman akibat kapang parasit. 3) Untuk
mengetahui
faktor-faktor
biotik
dan
abiotik
yang
pertumbuhan kapang parasit. 4) Untuk mengetahui mekanisme infeksi kapang parasit pada tanaman.
mempengaruhi
4
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Kapang/Jamur Patogenik Perusak Tanaman
Semua jenis kapang bersifat heterotrof. Kapang memperoleh makanan dengan menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Pertumbuhan kapang bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat tersebut diperoleh dari lingkungannya (Sumarsih, 2003). Berbagai spesies kapang dapat menimbulkan penyakit pada tumbuhan. Spesiesspesies kapang yang dapat menyebabkan penyakit tumbuhan disebut jamur patogenik. Jamur patogenik menyebabkan penyakit tumbuhan melalui proses infeksi. Perubahan yang tampak pada tumbuhan sebagai akibat dari terjadinya infeksi disebut gejala penyakit (disease symptoms), symptoms), sedangkan pertumbuhan patogen yang tampak pada permukaan jaringan sakit disebut tanda penyakit (disease (disease signs) signs) (Ahmad, 2009). 2.1.1. Isolasidan Identifikasi Kapang/Jamur Patogen Perusak Tanaman Eksplorasi untuk mengungkap keanekaragaman hayati mikoflora kapang tidak
lepas dari cara mengisolasi kapang dari substrat alaminya. Karena tiap jenis kapang memiliki relung habitat, sifat-sifat, ciri dan karakter yang berbeda, maka kapang membutuhkan cara dan metode pengisolasian yang berbeda pula. Secara umum isolasi kapang dari habitat alaminya dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu metode isolasi langsung dan tidak langsung (Booth, 1971; Kirby et al., al., 1990: 621-626). Metode isolasi yang digunakan akan sangat menentukan jenis kapang yang akan diperoleh. Kapang yang berhasil diisolasi dari substrat alaminya lebih lanjut membutuhkan serangkaian penanganan, pemeliharaan, dan penyimpanan untuk ditelaah lebih lanjut aktifitas maupun potensinya. Isolasi kapang/jamur patogen pada tanaman dapat diambil dari sampel tanah rizosfir pada tanaman di lahan pertanian. Alat-alat yang digunakan untuk proses isolasi meliputi (1) autoklaf ; (2) cello tipe; tipe; (3) cork borer ; (4) cover glass; glass; (5) incubator ; (6)
5
jangka sorong; (7) kertas saring Whatman No. 1; (8) kamera digital; (9) laminar air flow cabinet ; (10) mikropipet; (11) mikroskop; (12) objek gelas; (13) oven listrik; (14) sentrifuse; (15) shaker incubator ; (16) timbangan digital; (17) dan vortex (Kristiana, 2015). Prosedur untuk pengambilan sampel tanah yakni (1) sampel tanah diambil di daerah rizosfer pada kedalaman 10-15 cm pada tanaman yang diduga terjangkit penyakit di lahan pertanian pada 15 titik sampling secara acak dengan total tanah 1000 g; (2) sampel tanah kemudian dicampur menjadi satu dan dikering-anginkan pada suhu 27°C -29°C selama 3-5 hari; (3) sampel tanah yang sudah kering dihaluskan dan disaring dengan penyaring tepung untuk menghomogenkan dan memisahkan pengotor berukuran besar. Untuk mempertahankan keanekaragaman jenis mikroorganisme yang hidup, sampel diusahakan untuk tidak disimpan dalam lemari pendingin (Ilyas, 2007). Setelah pengambilan dan penyaringan sampel tanah, maka dilakukan isolasi kapang/jamur patogen pada tanaman dengan metode pengenceran sampel (Ando et al., 2003). Metode pengenceran sampel tanah dilakukan dengan (1) sebanyak 10 g sampel tanah disuspensikan dalam 90 ml akuades steril (10-1) dan dishaker selama 30 menit; (2) dibuat pengenceran dengan cara memipet sebanyak 1 ml ke dalam tabung berisi 9 ml akuades steril (10-2) dan kemudian dishaker, demikian seterusnya hingga kelipatan pengenceran (10-5); (3) kemudian pengenceran (10-3) sampai (10-5) digunakan untuk mengisolasi kapang; (4) sebanyak 0,2 ml suspensi tanah dari masing-masing pengenceran disebarkan dengan batang kaca bengkok diatas media PDA dengan volume 15 ml yang telah diberi antibiotik kloramfenikol 200 mg/L; (5) biakan selanjutnya diinkubasi selama tiga hari pada suhu 27°-29° C; (6) masing-masing perlakuan diulang 3 kali; dan (7) koloni tunggal pada masing-masing cawan petri diambil dan ditransfer ke media PDA dan diinkubasi selama 1-4 minggu (Kristiana, 2015) Isolasi kapang/jamur parasit pada tanaman juga dapat dilakukan dengan teknik pengisolasian tidak langsung yaitu dengan menggunakan metode pencucian sampel dan membran penyaring (Ando et al., 2003; Ilyas et al., 2006). Teknik ini dilakukan untuk sampel organ tumbuhan yang terjangkit penyakit kapang. Adapun teknik pengisolasian dengan menggunakan metode pencucian sampel dan membran penyaring dilakukan
6
dengan tahapan kerja sebagai berikut: (1) sampel tanaman dicuci di bawah air mengalir selama ± 10 menit; (2) sampel kemudian dibilas dengan akuades steril dan dipotong potong dengan cutter atau pisau bedah steril hingga berukuran 1 X 1 cm; (3) potongan sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml akuades steril kemudian divoteks selama 2 menit; (4) secara aseptik, potongan sampel diangkat dengan pinset steril, kemudian larutan akuades disaring dengan membran penyaring; (5) potongan sampel dan membran penyaring selanjutnya diletakkan di atas cawan Petri berdiameter 9 cm yang berisi media Rose Bengal Chloramphenicol; dan (6) kultur selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 3-7 hari (Ilyas, 2007). Setelah isolasi kapang/jamur patogen, selanjutnya dilakukan pemurnian koloni kapang. Koloni kapang yang tumbuh selama proses isolasi, dimurnikan dengan propagasi koloni yaitu memotong dan mentransfer secara aseptik sebagian miselium kapang ke dalam media kultur baru (Alexopoulos et al., 1996) dengan cara (1) isolat-isolat kapang yang tumbuh pada media isolasi dipilih dan ditransfer ke dalam cawan Petri berdiameter 6 cm berisi media Low Carbon Agar ( LCA) Chloramphenicol ; (2) koloni selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 3-7 hari hingga bersporulasi; (3) koloni yang telah murni dan tumbuh dengan baik selanjutnya dipilih dan ditanam kembali dalam tabung reaksi berisi agar miring ( slant ) Potato Dextrose Agar ( PDA) Chloramphenicol sebanyak dua kali ulangan; (4) selebihnya koloni kapang disimpan dengan menggunakan larutan gliserin 10% pada suhu -80 C dimana sebelumnya terlebih dahulu diinkubasi dalam pendingin pada suhu 4 C selama satu jam (Nakagiri, 2005; Ilyas, 2007). Isolat kapang yang telah murni kemudian diamati secara makroskopis dan mikroskopis untuk proses identifikasi (Ilyas, 2007:106). Isolat tunggal dari kapang kemudian diidentifikasi secara morfologi meliputi pengamatan makroskopis dan mikroskopis dapat mengacu pada buku panduan dari Barnett (1955); Ellis (1971); Domsch et al. (1980); Webster (1980); Samson et al. (1995); Barnett dan Hunter (1998); Gandjar et al. (1999). Pengamatan makroskopis yang dilakukan meliputi: (1) pemeriksaan warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin, warna balik koloni, ada atau tidak adanya tetes-tetes eksudat), (2) ada atau tidak adanya garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni, dan (3) ada atau tidak adanya lingkaran konsentris
7
(khususnya pada kapang Penicillium). Pengamatan mikroskopis kapang meliputi: (1) ada atau tidak adanya septum pada hifa, (2) pigmentasi hifa (tidak berwarna atau berwarna gelap), (3) bentuk hifa (seperti spiral, bernodul atau mempunyai rhizoid), dan (4) ukuran, warna, ornamen, serta bentuk spora atau konidia (Kristiana, 2015; Ilyas, 2007) 2.1.2. Jenis-Jenis Kapang/Jamur Patogenik Perusak Tanaman
Spesies jamur yang dapat menyebabkan penyakit sangat beranekaragam pada berbagai jenis tumbuhan, misalnya spesies jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman padi, jagung, cantel, ubi kayu, dan pisang. Tidak semua spesies jamur penyebab penyakit pada spesies tanaman tertentu dapat ditemukan di semua tempat (Ahmad, 2009:15-22). Beberapa spesies kapang patogen pada tumbuhan menurut The USDA ARS Systematic Mycology and Microbiology Laboratory Fungal Databases (SMML) dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 2. 1. Beberapa Spesies Kapang Patogen pada Tumbuhan menurut The USDA ARS Systematic Mycology and Mi crobiology Laboratory Fungal Databases ( SMML ) Marga Spesies Penyakit pada Tumbuhan Inang Crown wart of alfalfa Physoderma alfalfae Physoderma Brown spot of maize Physoderma maydis Potato wart disease, potato black wart Synchytrium endobioticum Synchytrium False rust of winged bean Synchytrium dolichi Virus vector Olpidium brassicae Olpidium Choanephora cucurbitarum Flower and fruit rot of cucurbits Choanephora Gilbertella fruit rot Gilbertella persicaria Gilbertella In soil and storage rot Mucor cir cinelloides Mucor Fruit storage rot Mucor racemosus Fruit storage rot Rhizopus stolonifer Rhizopus Fruit rot, tomato, peach, citrus Geotrichum candidum Geotrichum Stigmatomycosis of beans, citrus, mustard, Eremothecium E remothecium coryi tomato, and various nuts Stigmatomycosis, internal boll rot of E remothecium gossypii cotton Leaf spot, blister of oak Taphrina caerulescens Taphrina Peach leaf curl Taphrina deformans Yellow leaf blister of cottonwood, poplar Taphrina populina Canker, stem blight, dieback, fruit rot on Botryosphaeria dothidea Botryosphaeria diverse hosts Dieback and canker of oak Diplodia mutila Diplodia Sphaeropsis tip blight, diplodia tip blight Diplodia sapinea Canker diseases of woody plants Dothiorella sarmentorum Dothiorella Cankers, dieback, and several other Lasiodiplodia theobromae Lasiodiplodia diseases. Also, a human pathogen. Root rot, charcoal rot of various hosts Macrophomina phaseolina Macrophomina
8
Marga Melanops Neofusicoccum
Melanops tulasnei Neofusicoccum mangiferae
Neoscytalidium
Neoscytalidium dimidiatum
Phyllosticta Stenocarpella
Spesies
Phyllosticta ampelicida Phyllosticta citri carpa Stenocarpella maydis
Capnodium Cladosporium
Capnodium salicinum Cladosporium alli i-cepae Cladosporium cladosporioides
Acrodontium Beniowskia Cercospora
Acrodontium simplex
Dothistroma Mycocentrospor a Passalora sp.
Phaeocryptopus Polythrincium Pseudocercospor a Pseudocercospor a Zymoseptoria Schizothyrium Caliciopsis Aureobasidium
Dothiora Kabatina Rhizosphaera Sydowia Thyrostroma carpophilum Lahmia Elsinoe
Beniowski a sphaeroidea Cercospora apii Cercospora beticola Cercospora brassicicola Cercospora zeae-maydis Dothistroma pini H ulbary Dothistroma septosporum Mycocentrospora aceri na
Penyakit pada Tumbuhan Inang
Foliage, fruit spots/blights, citrus black spot, black rot of grapevine Gummosis, dieback, branch wilt, decline, leaf spot, tip rot, canker. Also on human nails and skin. Black spot of grapevine Citrus black spot Stalk rot, white ear rot, and seedling blight of maize. Sooty mould Leaf blotch of onion Leaf spot and blight, secondary pathogen Leaf speckle disease of banana Leaf spot, blight of grasses Leaf spot on many plant hosts Leaf spot of chenopodiaceae Leaf spot of Brassicaceae Gray leaf spot of corn Red band needle blight Red band needle blight Leaf blight, root rot, various hosts
Leaf spot of grasses Passalora fusimaculans Leaf spot of sunflower Passalora helianthi Narrow brown leaf spot of rice Passalora janseana Phaeocryptopus gaeumannii Swiss needle cast of douglas fir Sooty blotch of clover Polythrincium trifolii Black sigatoke of banana, black leaf streak Pseudocercospora fijiensis
Pseudocercospora musae Septocyta ruborum Zymoseptori a passeri nii Zymoseptori a tri tici Schizothyri um pomi Caliciopsis pinea
Yellow sigatoke of banana
Cane blotch of blackberry Speckled leaf blotch of barley Speckles leaf blotch of wheat Sooty blotch and fly speck Canker of pine Aureobasidium caulivorum Clover leaf scorch Aureobasidium microstictum Daylily leaf streak Leaf spots and blights Aureobasidium pullulans Aureobasidium zeae Eyespot of maize Foliage & shoot blight of taxus, canker Dothiora taxicola Kabatina thujae Foliage blight of cedar Needle blight of pinaceae Rhizosphaera kalkhoffii Needle blight of pinaceae Rhizosphaera pini Shoot dieback and canker of conifers Sydowia polyspora Shot hole disease of rosaceae, peach shot Thyrostroma carpophilum hole Lahmia kunzei Rough bark disease of aspen, poplar Anthracnose, bird's-eye rot of grapes E lsinoe ampelina Sweet orange scab E lsinoe australis
9
Marga
Spesies
E lsinoe fawcettii Rhytidiella baranyayi Acrocalymma medicaginis Ascochyta pisi Ascochyta syri ngae Didymella fabae Didymella Pleiochaeta Pleiochaeta setosa Plenodomus lingam Plenodomus Setophoma terr estri s Setophoma Parastagonospor Parastagonospora nodorum
Penyakit pada Tumbuhan Inang Sour orange scab, common scab Corky rough bark disease of aspen Acrocalymma root and crown rot of alfalfa Ascochyta blight of pea Leaf spot, blight of syringa Leaf spot of bean Leaf spot of legumes Blackleg of brassica Pink rot of allium Glume blotch of wheat and other grasses.
a Herpotrichia
Snow blight of conifers
Rhytidiella Acrocalymma Ascochyta
Diplodia Alternaria
Bipolaris Exserohilum Hapalosphaeria Leptosphaerulin a Pyrenophora Seifertia Apiosporina Protoventuria Venturia Xenomeris Aspergillus
Penicillium Atropellis Blumeriella
Herpotrichia herpotrichoides Diplodia tumefaciens Alternaria alternate Alternaria tomato Alternariaster helianthi Bipolaris maydis E xserohilum rostratum H apalosphaeria deformans Leptosphaerulina trifolii Pyrenophora tri tici-repentis Seifertia azaleae Apiospori na morbosa Protoventuria barriae Venturia carpophila Venturi a inaequalis Xenomeri s abietis Aspergillus Penicillium
Atropellis pinicola Blumeriella jaapii
Cadophora
Cadophora gregata
Dermea Diplocarpon Pilidium
Dermea abietinum Diplocarpon fragariae Diplocarpon mespili Pi lidium lythri
Drepanopeziza Leptotrochila
Drepanopeziza populi-albae Leptotrochila medicaginis
Neofabraea Pezicula
Neofabraea malicortici s Pezicula cinnamomea Pyrenopeziza brassicae
Pyrenopeziza
Rhynchosporium Rhynchospori um secalis Ascocalyx berenice Ascocalyx
Diplodia gall of aspen, cottonwood Leaf spot, rots Nailhead spot of tomato Leaf spot of sunflower Southern corn leaf blight of maize Leaf spots and blights of cereals Stamen blight Leaf spot/blight of legumes Yellow leaf spot and blight of cereals, turf grass Azalea leaf, bud blight Black knot of cherry Reddened leaf spot of cranberry Shoot and leaf blight of rosaceae Apple scab Dieback of douglas-fir, hemlock Rot of peanuts, aflatoxins, food spoliage, black mold of onion Storage rots, garlic blue mold Canker of conifers Cherry leaf spot, shot hole disease of prunus Brown stem rot of soybean and other legumes Canker of conifers Leaf scorch of strawberry Black spot of roses Fruit rot of strawberry, stem rot of rubus, canker of eucalyptus Leaf and shoot blights Yellow leaf blotch of alfalfa, leaf blight of clover Canker of poplar, other woody hosts Postarvest rot, apple canker Light leaf spot of winter oilseed rape (brassica) Leaf blotch of cereals Canker, branch dieback of pine
10
Marga berenice Crumenulopsis Godronia Gremmeniella Grovesiella Mastigosporium Pragmopora Rhabdocline Lachnellula Gremmenia Botrytis
Spesies
Crumenulopsis sororia Godronia cassandrae Gremmeniella abietina Grovesiella abieticola Mastigospori um album Pragmopora pithya Rhabdocline pseudotsugae
Lachnellula willkommii Gremmenia abietis
Botrytis aclada Botrytis cinerea Botrytis fabae Botrytis porr i
Ciboria Ciborinia Encoelia Gloeotinia Monilinia
Ovulinia Sclerotinia Septotinia Medeolaria Ascodichaena Bifusella Cyclaneusma Darkera Davisomycella Elytroderma Fabrella Hypodermella Isthmiella Lirula Lophodermella Lophodermium Meloderma Ploioderma Phacidiopycnis Rhytisma Strasseria Therrya
Ciboria carunculoides
Ciborinia camelliae E ncoelia fascicularis Gloeotinia temulenta Monilinia fructigena Monilinia laxa Monilinia oxycocci Monilinia vacciniicorymbosi Ovulinia azaleae Sclerotinia sclerotiorum Septotinia populiperda Medeolari a farlowii Ascodichaena rugosa Bifusella linearis Cyclaneusma minus Darkera parca Davisomycella ampla E lytroderma deformans F abrella tsugae H ypodermella laricis I sthmiella abietis Lirula nervisequa Lophodermella sulcigena Lophodermium seditiosum Meloderma desmazieri Ploioderma lethale Phacidiopycnis pyri Rhytisma acerinum Rhytisma punctatum Strasseri a geniculata Therrya fuckelii
Penyakit pada Tumbuhan Inang
Canker of pine, dieback Canker of blueberry, cranberry fruit rot Branch dieback of pine, scleroderris canker of conifers Canker, branch dieback of fir Leaf spots of grasses, purple eyespot Canker of conifers Needle casts of douglas-fir, larch Larch canker Snow blight of conifers Neck rot of onions Botrytis rot, grey mould, stem rot, seedling wilt, fruit rot Chocolate leaf spot, grey mould, shoot blight. Neck rot of allium Popcorn disease of morus Lpetal blight of camellia Sooty bark canker of aspen Blind seed disease of grasses Brown rot of apple, pear, cherry Wilt, blight, canker, brown fruit rot. Overwinters in mummified fruits. Hard rot of cranberry. Leaf and shoot blight; mummified fruits. Blight of azalea, kalmia White mold of many hosts Leaf blotch of poplar Causes deformity of medeola liliaceae Black bark scab of beech Bifusella blight, tar spot needle cast, needle blight of 5-needle pines Needle necrosis, premature defoliation of pine Needle blight, needle cast Needle cast of pine Dieback and witches’ broom of hard pines Needlecast, blight Needle blight of larch Needle blight of true fir Needle blight of true fir, spruce Lophodermella needle casts of pine Needlecast on pine Needle blight of soft pines Needle cast of southern pine Canker and fruit storage rot Tar spot of maple Punctate tar spot of maple Black rot of apple On branches of conifers
11
Marga Caloscypha
Spesies
Caloscypha fulgens
Phymatotrichops Phymatotrichopsis omnivora is Rhizina undulata Rhizina Ur nula craterium Urnula Amphilogia Amphilogia gyrosa Cryphonectria parasitica Cryphonectria Diaporthe citri Diaporthe
Diaporthe helianthi Diaporthe phaseolorum Diaporthe vaccinii Anisogramma Apiognomonia
Discula Ophiognomonia
Plagiostoma Sirococcus
Tubakia Cytospora
Diaporthe vexans Anisogramma anomala Apiognomonia err abunda Discula destructiva
Ophiognomonia clavigignenti juglandacearum Ophiognomonia leptostyla Plagiostoma ari dum Plagiostoma populinum Sirococcus conigenus Sirococcus piceicola Sirococcus tsugae Tubaki a dryina Cytospora leucostoma Cytospora abietis
Colletotrichum
Colletotrichum acutatum Colletotrichum trifolii
Plectosphaerella Verticillium Clonostachys
Plectosphaerella melonis Verticillium albo-atrum Verticillium dahliae Clonostachys rosea
Geosmithia Nectriella Balansia
Geosmithia morbida Nectriella pironii Balansia claviceps Balansia oryzae
Claviceps Epichloe Trichoderma
Claviceps purpurea E pichloe typhina Tr ichoderma vir ide
Penyakit pada Tumbuhan Inang Conifer seed rot, preemergence damping off Root rot
Rhizina root disease of conifers Canker of oak Canker of oaks and other hardwoods Chestnut blight Canker disease of citrus Canker disease of sunflower Stem canker, blight, and pod rot of soybeans and other legumes Stem and twig blight, canker, leaf spot, fruit rot of blueberry and cranberry. Tipover disease of eggplant Canker of hazel Anthracnose of ash, oak, sycamore, dogwood Dogwood anthracnose Butternut canker
Walnut canker Ash anthracnose Dieback and canker of poplar Foliage and shoot blight of conifers Shoot blight of spruce Shoot blight of hemlock Leaf spot of fagaceae Wound pathogen, causing mass wilting of branches and dieback of young trees, canker. Canker, dieback of cupressaceae and pinaceae. Anthracnose, fruit rots, numerous diseases of many food crops Anthracnose Melon rot Vascular wilt diseases. Vascular wilt diseases. Dieback, pod rot, crown and root rot, saprobic and endophytic, also used in biological control of fungal diseases. Thousant canker disease of walnut Leaf and stem gall, stem canker Choke disease of pooid grasses Black choke, incense rod, false ergot, udbatta disease of rice. Ergot Choke disease of pooid grasses Dieback, root rot, post harvest fruit rot, also used in biological control of fungal
12
Marga Calonectria
Spesies
Calonectria ilicicola Calonectria pseudonaviculata
Fusarium Ilyonectria Nectria Thyronectria Neonectria
Fusarium rigidiuscula
I lyonectri a destructans Nectria cinnabarina Thyronectria austroamericana Neonectria coccinea Neonectria ditissima Neonectria faginata Myrothecium roridum
Pseudonectria Gaeumannomyce s
Pseudonectri a buxi Gaeumannomyces gr aminis Gaeumannomyces cylindrosporus Gaeumannomyces radicicola
Pyricularia Ceratocystis Ceratocystis
Pyricularia oryzae Ceratocystis fagacearum Ceratocystis fimbriata
Thielaviopsis Ophiostoma
Ceratocystis paradoxa Ceratocystis radicicola Thielaviopsis basicola Ophiostoma ambrosium Ophiostoma piceae Ophiostoma ulmi
Raffaelea Phyllachora Chaetomium Monosporascus Microdochium Monographella Seimatosporium Seiridium Pestalotiopsis Eutypella Kretzschmaria Nemania Rosellinia
Raffaelea lauricola Phyllachora graminis Chaetomium globosum Monosporascus cannonballus Mi crodochium panattonianum Monographella nivalis Seimatospori um berckmansii Seir idium cupressi Pestalotiopsis disseminata
E utypella quaternata Kretzschmaria deusta Nemania serpens Rosellinia aquila Rosellinia bunodes Rosellinia herpotrichoides
Penyakit pada Tumbuhan Inang diseases. Blight, crown rot, damping off, leaf spot, peanut peg, pod, and root necrosis Boxwood blight
Numerous diseases of many food crops Root rot, wilt on various hosts Coral spot of hardwoods Canker of honey locust European beech canker Canker, crown dieback and fruit rot of apple and pear. American beech bark canker Necrosis of foliage, stems, fruit, cotton, coffee, cucurbits, tomato Canker and dieback of boxwood Take all of cereals, grasses Summer patch disease of turf Root rot-stalk rot of grasses Rice blast, cereal diseases Oak wilt of north america Gummosis, wilting, cankers, chlorosis, root rot, necrosis Leaf and fruit rot. Wilt and root rot of palms (arecaceae). Black root rot Sapstain of birch Sapstain of pinaceae Dutch elm disease, black stain, blue stain Laurel wilt disease Black leaf spot of grasses Food spoilage in storage Vine decline of cucurbits Lettuce ring rot, lettuce anthracnose Pink snow mold of turf grasses Foliage blight of arborvitae Canker of cupressaceae Leaf spots and blights Canker and dieback of oak and other hardwoods Root and butt rot of various woody hosts Sapwood rot of woody hosts Root and stem diseases on several hosts Black root rot Twig and leaf disease of hemlock
13
Marga Hymenula Coprinopsis
H ymenula cerealis E llis
Armillaria
Armillaria mellea
Gymnopus Marasmiellus Moniliophthora
Mycena
Grifola Schizophyllum Chondrostereum Typhula Athelia
Spesies
Coprinopsis psychromorbida
Gymnopus stenophyllus
Marasmiellus inoderma Moniliophthora perniciosa Moniliophthora roreri Mycena citri color Grifola frondosa Schizophyllum commune Chondrostereum purpureum Typhula ishikariensis
Athelia arachnoidea Athelia Di rolfisii
Heterobasidion Echinodontium Amylostereum
Heterobasidion annosum Echinodontium tinctorium Amylostereum areolatum
Cystostereum Xylobolus Erythricium
Cystostereum murrayi Xylobolus frustulatus
E rythricium salmonicolor
Meripilus Rigidoporus
Meripilus giganteus
Ganoderma Burgoa Phellinus Inonotus Ceratorhiza
Ganoderma lucidum Burgoa Phellinus weirii Inonotus tomentosus Ceratorhiza
Rhizoctonia
Rhizoctonia solani
Waitea Chrysomyxa Coleosporium Cronartium
Waitea circinata Chrysomyxa ledi Coleosporium ipomoeae
Melampsora Phakopsora Kuehneola Phragmidium
Melampsora epitea Phakopsora pachyrhizi Kuehneola uredinis Phragmidium tuberculatum Phragmidium violaceum
Gymnosporangiu
Gymnosporangi um sabinae
Rigidoporus microporus
Cronartium flaccidum
Penyakit pada Tumbuhan Inang Cephalosporium stripe of grasses Fruit storage rot
Root pathogens of various forest and fruit trees, also caneberries, grape Root rot of sugarcane Root rot of maize Witches’ broom and pod rot of cacao Frosty pod rot, 'mancha', 'helada', watery pod rot of cacao. Thread blight, iron spot, rooster eye spot of coffee, other diseases of tropical hosts Root rot of oak Sapwood rot Silver leaf disease Snow mold of cereals, turf grass Crater rot of carrots in cold storage Blights and rots of various hosts, soybean, storage rots Root rot, heart rot of conifers Heart rot of conifers Sapwood decay of conifers, vectored by woodwasp Wound decays, canker rot of hardwoods Heart rot of oak, white pocket rot Pink thread, limb blight disease of tropical plants Root rot of beech, oak White root rot, white pocket rot of various hosts Root rot, sapwood and heart rot Sapwood rot of hardwoods Root rots, sapwood rots, heart rots Root rot, sapwood rot, heart rot Root rot, seedling blight, damping off, web blight Root rots, scab, damping off, leaf blight, vascular streak dieback Blight, damping off of cereals, turf grass Spruce-rhododendron rust Sweet potato rust, pine needle rust Scotch pine blister rust; resin canker. Heteroecious rust. Infection through foliage or stem wounds. Host: aecial host: pinus spp.; telial host: asclepiadaceae, paeoniaceae, scrophulariaceae. Poplar-conifer rusts Soybean rust Blackberry stem and leaf rust Rust of blackberry, rose, rosaceous hosts Blackberry rust Incense cedar-pear rust, juniper gall rust,
14
Marga
Spesies
m
Penyakit pada Tumbuhan Inang pear trellis rust
Gymnosporangium juniperivirginianae Gymnosporangium yamadae Uromyces
Ur omyces gladioli Uromyces graminicola
Tranzschelia
Tranzschelia discolor
Hemileia Exobasidium
Hemileia vastatrix Exobasidium vaccinii
Tilletia Urocystis
Tilletia barclayana Urocystis agropyri
Ur ocystis gladiolicola Ustilago Albugo
Pustula Pustula Wilsonia na Bremia Hyaloperonsopora
Peronosclerospora
Peronospora
Ustilago avenae Albugo candida Albugo laibachii Albugo sp. Albugo occidentalis Pustula helianthicola Pustula centaurii Wilsoniana amaranthi Wilsoniana platensis Bremia lactucae Hyaloperonsopora arabidopsidis Hyaloperonospora brassicae Hyaloperonospora parasitica Peronosclerospora australiensis Peronosclerospora maydis Peronosclerospora noblei Personosclerospora philippinensis Peronosclerospora sacchari Peronosclerospora sorghi Peronosclerospora spontanea Peronospora arborescens Peronospora belbahrii Thines Peronospora destructor Peronospora effusa Peronospora mecanopsidis
Rusts of iridaceae Rust. Aecial stage on euphorbiaceae, uredinial and telial stages on panicum spp. (poaceae). Peach rust; rust of stone fruit; rust of florists' anemone. Aecial state on anemone spp. (ranunculaceae), uredinial and telial states on prunus spp. (rosaceae). Coffee rust Leaf, bud, flower galls of ericaceous hosts, also camellia Bunt of cereals Smuts of cereals, onion Smut of iridaceae, especially gladiolus Smut of cereals, maize White blister rust of various crucifers White blister rust of arabidopsis thaliana White blister rust of sweet potato White blister rust of spinach White blister rust of sunflower White blister rust of lysianthus White blister rust of recurved amaranth White blister rust of boerhaavia Downy mildew of lettuce Downy mildew of arabidopsis thaliana Downy mildew of brassica Downy mildew of capsella bursa-pastoris Australian downy mildew of wild sorghum and maize. Maize downy mildew Maize downy mildew Philippine downy mildew of maize Downy mildew of sugar cane Downy mildew of sorghum millet and maize Downy mildew of sugar cane and maize Downy mildew of vcoomon poppy Downy mildew of basil Downy mildew of onion Downy mildew of spinach Downy mildew of mecanopsis and opium poppy
15
Marga
Spesies Peronospora pisi Syd. Peronospora radii de Bary
Peronospora schachtii Fuckel Peronospora salviaeofficinalis Peronospora somiferi Peronospora sparsa Peronospora tabacina Peronospora valerianellae Peronospora variabilis Peronospora viloae Plasmospora Plasmospora halstedii Plasmopara muralis Thines Plasmospora obducens Plasmopara petroselini Plasmospora viticola Pseudoperonospor Pseudoperonospora cubensi a Pseudoperonospora humuli Sclerophthora Sclerophthora macrospora Sclerophthora rayssiae Peronophythora
Peronophythora litchii
Phytophthra
Phytophthra alni Phytophthora cactorum
Phytophthora cambivora Phytophthora Phytophthora Phytophthora Phytophthora cryptogaea Phytophthora drechsleri Phytophthora infestans
Phytophthora nicotianae
Phytopythium Pythium
Phytophthora parasitica Phytophthora ramorum Phytopythium vexans Pythium aphanidermatum Pythium ultimum
Aphanomyces Pachymetra
Aphanomyces euteiches Pachymetra chaunorhiza
Penyakit pada Tumbuhan Inang Downy mildew of pea Downy mildew of chrysamthemum flowers Downy mildew of sugar beet and swiss chard Downy mildew of mediterranean sage
Downy mildew of opium poppy Rose downy mildew Downy mildew of tobacco Downy mildew of lamb’s lettuce Downy mildew of quinoa Downy mildew of viola spp. Downy mildew of sunflower Downy mildew of boston ivy Downy mildew of balsamines Downy mildew of parsley Downy mildew of grape Downy mildew of curcubits Downy mildew of hops Crazy top of maize, wheat and other cereals Crazy top and brown stripe downy mildews of maize Blossom blight and fruit rot of litchi chinensis Alder dieback Cactus dieback, pathogen of apples, strawberries and various other angiosperms Ink disease of european chestnut Pepper and cucurbit blight Phytophthora dieback of various trees and shrubs Taro leaf blight Phytophthora rot of various ornamentals Phytopthora dieback of various hosts Potato, tomato late blight; many important species causing root rot, damping off, foliage and bud blight, fruit rot Phytophthora blight on various hosts, reports include onion and strawberry Phytophthora blight of various vegetables Sudden oak death Citrus rot Damping-off of various crops and ornamentals Seed rots, damping-off, seedling blights, watery rots, fruit rots, and root rots Root rots of alflafa, beet, pea Root disease of sugarcane
16
Marga Polymyxa
Spesies Polymyxa betae
Penyakit pada Tumbuhan Inang Root diseases of grasses, beets, virus vectors (Sumber: Arzanlou et al., 2008:19-37; Barnes et al., 2004:551-565; Braun et al. 2014:203-390; Braun et al., 2015:25-97; Kabir et al., 2015:190-202)
Adapun beberapa jenis-jenis kapang/jamur pathogen yang biasa ditemukan di kawasan pertanian Indonesia meliputi. 2.1.1. Kapang/Jamur Patogen Aspergillus flavus
Inang A. flavus utamanya adalah jagung namun dapat menjangkit sekitar 25 jenis tanaman lainnya, seperti padi, kacang tanah, kapas, sorgum, dan kacang tunggak. A. flavus ditemukan pada fase vegetatif dan generatif tanaman, serta saat pascapanen jagung. Penyakit yang terjadi pada daun, kemudian menular pada biji dan tongkol jagung diidentifikasi sebagai flavus (Pitt dan Samson, 2000). Infeksi dan konidia Aspergillus flavus dapat dilihat pada Gambar 1.
(a) (b) Gambar 2.1. Aspergillus flavus (a) yang Menginfeksi Biji Jagung; (b) dalam Pengamatan Mikroskopis yang Menunjukkan Bentuk Konidia (sumber: Pitt dan Samson, 2000)
Konidia A. flavus dapat ditemukan pada lahan pertanian. Pada areal pertanaman kapas, A. flavus ditemukan lebih dari 3.400 koloni/g tanah kering, dan pada area lahan pertanaman jagung 1.231 koloni/g tanah kering. Bentuk konidia bulat sampai agak bulat umumnya menggumpal pada ujung hifa berdiameter 3-6 µm, sklerotia gelap hitam dan kemerahan, berdiameter 400-700 µm. Perkembangan sklerotia dari tanah sampai mencapai rambut jagung hanya dalam tempo 8 hari (Pitt dan Samson, 2000).
17
2.1.2. Kapang/Jamur Patogen Pyricularia oryzae
Pyricularia oryzae menyerap nutrisi tanaman padi untuk memperbanyak diri dan mempertahankan hidup. Penyakit yang ditimbulkan oleh kapang parasit ini disebut sebagai penyakit blas. Pada lahan yang gulmanya tidak dikendalikan, serangan blas lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang bebas gulma, karena gulma merupakan salah satu inang tempat berkembangnya jamur Pyricularia oryzae. Budidaya padi dengan menggunakan benih yang sebelumnya pernah terserang blas, bisa menyebabkan berkembangnya serangan blas karena jamur ini bisa bertahan beberapa tahun didalam benih padi. Kapang/jamur patogen Pyricularia oryzae secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2.2. Pengamatan Mikroskopis Pyricularia oryzae (Sumber: Ahmad, 2009:15-22)
Penyakit blas menginfeksi tanaman pada fase pertumbuhan, stadia kritis tanaman terjadi mulai umur 1 bulan (padi gogo), anakan maksimum, bunting dan awal berbunga. Pembentukan konidia selama 14 hari, puncaknya pada 3-8 hari setelah bercak muncul. Pembentukan spora pada kelembaban 89-90%. Spora dapat bertahan pada sisa jerami dan gabah ± 1 tahun dan miselia 3 tahun pada suhu kamar (Ahmad, 2009). 2.1.3. Kapang/Jamur Patogen Phytophthora sp.
Salah satu patogen yang menimbulkan penyakit dengan kerugian yang besar adalah Phytophthora sp. Lebih dari 66% dari semua penyakit akar dan lebih dari 90% penyakit busuk pangkal batang pada tanaman berkayu disebabkan oleh Phytophthora sp. Berdasarkan beberapa literatur jenis Phytophthora sp. yang biasa menyerang tanaman pada tanaman jeruk di banyak negara antara lain Phytophthora hibernalis, Phytophthora boehmeriae, Phytophthora cactorum, Phytophthora cinnamomic, Phytophthora citricola,
18
Phytophthora
citrophthora, Phytophthora
Phytophthora
palmivora,
Phytophthora
drechsleri, Phytophthora parasitica
( Phytophthora
megasperma, nicotianae),
Phytophthora capsica, dan Phytophthora arecae. Sedangkan yang menyerang tanaman anggur adalah Phytophthora citricola; tanaman strowberi adalah jenis Phytophthora fragariae; dan pada tanaman apel adalah Phytophthora cactorum, Phytophthora drechsleri, Phytophthora cryptogea, Phytophthora citricola, Phytophthora cambivora, dan Phytophthora arecae (Yurdun et al., 2001). Contoh Phytophthora fibernalis dan infeksinya pada tanaman inang dapat dilihat pada Gambar 3.
(a) (b) Gambar 2.3 Phytophthora Fibernalis (a) yang Menginfeksi Tanaman; (b) dalam Pengamatan Mikroskopik (Sumber: Yurdun et al., 2001:1851-1853)
Jamur ini dapat bertahan dalam tanah dan mengadakan infeksinya terutama melalui tanah dan disini dapat membentuk sporangium dan spora kembara. Jamur terutama dipencarkan oleh air hujan dan air pengairan yang mengalir di atas permukaan tanah. Infeksi ke pangkal batang dibantu oleh adanya luka, misalnya yang disebabkan oleh alatalat pertanian. Di dalam kebun Phytophthora cactorum dapat terbawa oleh aliran air bersama-sama dengan tanah. Selain itu jamur dapat terangkut jauh karena terbawa oleh bibit (okulasi) dan tanah yang menyertai bibit (Yurdun et al., 2001). 2.1.4. Kapang/Jamur Patogen Fusarium sp.
Kapang Fusarium sp. dikenal sebagai salah satu kapang parasit pada tumbuhan tingkat tinggi karena dapat menyebabkan pembusukan pada banyak jenis tumbuhan (Styler dan Cantlife, 1984; Sivan dan Chet, 1993; Barnett dan Hunter, 1998). Kapang ini merupakan patogen tanah ( soil inhabitant ), dan dapat bertahan hidup dalam tanah lebih
19
dari 10 tahun tanpa tanaman inang, dalam bentuk klamidospora. Toksin dan enzim yang dihasilkan oleh jamur ini dapat mengganggu fermeabilitas membran plasma sel tanaman dan merusak dinding sel pembuluh kayu akibatnya fungsi pembuluh kayu menjadi terganggu. Fusarium oxysporum merupakan salah satu jenis jamur/kapang yang dapat menyebabkan layu pada tanaman. Tanaman yang biasa diserang adalah tomat, cabai, ketimun dan lain-lain. (Semangun, 2002). Spora Fusarium oxysporum secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 2.4. Koloni dan Konidia Fusarium oxysporum (Sumber: Semangun, 2002)
Fusarium oxysporum menghasilkan spora untuk berkembangbiak. Sporanya ada dua macam, yaitu mikrokonidia dan makrokonidia. Mikrokonidianya bersel satu, tidak berwarna, bentuk lonjong atau bulat telur. Makrokonidianya berbentuk bulat sabit, tidak berwarna, bersekat dua atau tiga. Biasanya di bagian pangkal batang bawah akan terlihat miselium jamur berwarna putih. (Semangun, 2002). Fusarium oxyporum jika dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 2.5. Mikrokonidium Fusarium oxysporum microconidium (Sumber: Di Pietro et al., 2001).
20
Infeksi Fusarium oxysporum f.sp cubense ( FOC ) pada tanaman pisang, akan menganggu proses penyerapan, transportasi air dan zat makanan di dalam tanah, sehingga tanaman menjadi layu dan akhirnya mati (Maimunah,1999). FOC dapat memproduksi asam fusarat, toksin ini mempengaruhi mitokondria, menghambat enzim katalase serta mempengaruhi sel yang mengakibatkan kebocoran ion dan kematian sel (Semangun, 1996). Tanah yang sudah terinfeksi sukar dibebaskan kembali dari jamur ini. Cendawan masuk ke dalam jaringan akar atau bat ang melalui luka-luka karena pemindahan bibit, karena pembumbunan atau luka karena serangga atau nematoda, selain itu juga dapat masuk melalui ujung akar. Jamur berkembang sebentar dalam jaringan parenkim, lalu menetap dan berkembang dalam berkas pembuluh. Cendawan dapat disebarkan oleh percikan-percikan air hujan, air irigasi yang membawa tanah terinfeksi dan benih terinfeksi (Semangun, 2002).
2.2 Jenis-jenis Kerusakan Akibat Kapang Parasit Pada Tanaman
Secara umum kapang (fungi) sebagian besar merupakan kelompok patogen pada tanaman. Hal ini dapat dilihat dalam hal jumlah spesies kapang yang dapat menimbulkan penyakit pada tanaman dan kerugian yang ditimbulkannya. Selain karena termasuk kelompok patogen, jamur juga perlu dipahami lebih dalam mengenai kerusakan yang ditimbulkan
terhadap tumbuhan. Berikut beberapa kerusakan yang diakibatkan oleh
kapang parasit, antara lain: Tabel.2.2 Jenis-jenis Kerusakan Tanaman Akibat Kapang Parasit
NO
KERUSAKAN
PENYEBAB
TANAMAN
GEJALA
1
Blas
Pyricularia oryzae
Padi
Membentuk bercak pada daun padi, buku batang, leher malai, cabang malai, bulir padi, dan kolar daun. Bentuk khas dan bercak blas daun adalah belah ketupat (Ou, 1985).
2
Bercak Coklat
Helminthosporium
Padi
Bercak berwarna coklat tua,
21
oryzae
berbentuk oval sampai bulat, berukuran sebesar biji wijen, pada permukaan daun, pada pelepah atau pada gabah. (Harahap & Tjahjono, 1997)
3
Bulai
Perenosclerospora
Jagung
maydis
Terlihat adanya warna putih sampai kekuningan pada permukaan daun, diikuti oleh garis-garis klorotik, daun berbentuk kaku, tegak dan menyempit, bentuk tongkol tidak normal.
4
Bercak Coklat
Cercosporidium
Ubi Kayu
henningsii
Gejala penyakit terdapat pada daun-daun di batang bagian bawah (daun tua), Gejala awal penyakit ini berupa bercak kecil berwarna putih hingga coklat muda terlihat jelas pada sisi atas daun.
5
Bercak Daun
Cercosporidium personantum
Kacang Tanah
Gejala bercak daun awal menurut CMI (1974) dan Sri Hardaningsih et al. (1988) adalah berupa bercak-bercak berbentuk bulat kadangkadang tidak teratur dengan diameter 1 – 10 mm, berwarna coklat tua sampai hitam pada permukaan bawah daun dan coklat
22
kemerahan sampai hitam pada permukaan atas, selalu terdapat halo berwarna kuning yang jelas 6
Karat
Phakopsora pachyrhizi
Kedelai
Bintik-bintik kecil yang kemudian berubah menjadi bercak-bercak berwarna coklat pada bagian bawah daun, yaitu uredium penghasil uredospora. Serangan berat menyebabkan daun gugur dan polong hampa.
7
Busuk Daun
Phytophthora infestan
Kentang
(Hawar Daun)
Gejala awal bercak pada bagian tepid an ujung daun, bercak melebar dan terbentuk daerah nekrotik yang berwarna coklat. Bercak dikelilingi oleh massa sporangium yang berwarna putih dengan belakang hijau kelabu. Serangan dapat menyebar ke batang, tangkai dan umbi.
8
Akar Pekuk
Plasmodiophora
(Akar Gada)
brassica
Kubis
Pembesaran akar halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk gadanya melebar di tengah dan menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat menyerap nutrisi dan air dari tanah sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu.
9
Tepung
Erysiphe cichoracearum
Labu
Gejala yang ditimbulkan
23
oleh penyakit ini adalah permukaan daun dan batang muda terdapat lapisan putih bertepung, yang terdiri atas miselium, konidiofor dan konidium cendawan penyebab penyakit. Jika penyakit berat, daun dan batang muda dapat mati. Jika semua daun pada tanaman bersangkutan terinfeksi, tanaman menjadi lemah, pertumbuhan terhambat, dan buahnya dapat terbakar matahari, atau masak sebelum waktunya. 10
Layu Fusarium
Fusarium oxysporum
Tomat
Gejala awal pada ini adalah menjadi pucatnya tulang tulang daun, terutama daun daun atas, kemudian diikuti dengan menggulungnya daun yang lebih tua (efinasti) karena merunduknya tangkai daun, dan akhirnya tanaman menjadi layu secara keseluruhan. Kadang kadang kelayuan didahului dengan menguningnya daun.
11
Sigatoka (Becak
Mycospherella musicola
Pisang
Berupa bercak kecil
Daun
berwarna kuning pucat.
Cercospora)
Bercak atau garis-garis ini makin lama makin membesar dan memanjang sehingga membentuk bercak
24
bulat telur dengan pusat mengering berwarna abuabu.
12
Blendok
Phytophthora sp.
Jeruk
Jika terserang diplodia basah, batang, cabang atau ranting tanaman jeruk yang terinfeksi akan mengeluarkan blendok/gumosis berupa cairan berwarna kuning keemasan (Dwiastuti et.al., 2004). Jika tanaman jeruk terserang diplodia kering, batang, cabang atau ranting tanaman yang terserang akan mengering tanpa mengeluarkan blendok, kulit tanaman pecah-pecah, serta pada celah kulit terlihat adanya spora jamur berwarna putih yang pada akhirnya menjadi hitam (Cahyani et.al., 2013).
13
Busuk Hati dan Busuk Akar
Phytophthora sp.
Nenas
Tanaman muda yang terserang busuk hati mempunyai daun yang nekrorotis dengan ujung nekrosis. Daun daun muda mudah dicabut dan pangkanya busuk. Bagian daun yang busuk mempunyai batas berwarna
25
coklat. Selain busuk hati jamur juga menyebabkan pembusukan pada bagian besar sistem perakaran. 14
Bercak Coklat
Alternaria solani
Tomat
Tibul bercak coklat dan berair pada permukaan daun dan buah. Garis tengah bercak mencapai 2 mm. dapat juga menyebabkan daun menggulung, kering, dan rontok.
15
Becak Ungu
Alternaria porri
Bawang
Terjadinya becak kecil, melekuk, berwarna putih sampai kelabu. Jika membesar, becak tampak bercincin, dan warnanya agak keunguan. Bisa menginfeksi sampai umbi lapis yang mengalami pembusukan mulai leher, dan mudah dikenali dari warnanya kuning sampai merah kecoklatan.
16
Antraknosa
Colletotrichum capsici
Cabai
Terdpat bercak melingkar, cekung berwarna coklat, bercak ini menyebabkan pembusukan.
17
Antraknosa
Colletotrichum
Anggrek
Pada daun timbul bercak
26
gloeoporiodes
coklat berwarna kuning atau hijau muda. Pada stadia serangan lanjut dapat terlihat lingkaran-lingkaran coklat yang meluas, ditandai dengan adanya lingkarang berwarna kuning kecoklatan pada bagian luar serangan.
18
Becak Hitam
Diplocarpon rosae
Mawar
Bercak hitam terdapat pada bagian daun. Bercak ini lama kelamaan akan membesar sehingga jaringan didekatnya berbah warna menjadi kuning.
19
Karat Daun
Hemileia vastatrix
Kopi
Ecara khas penyakit ini dikenal seperti luka berwarna kuning yang ditutupi bedak atau noda yang tampak pada permukaan bagian bawah daun. Pada luka yang masih muda tampak noda kuning pucat dengan sporulasi yang jelas.
20
Cacar Teh
Exobasidium vexans
Teh
Gejala awal, cacar tampak seperti bercak kecil hijau pucat tembus cahaya pada daun muda, kemudian bercak melebar bercak berubah warna menjadi putih dan mengandung spora. Gejala serangan lanjut, pusat berwarna coklat tua, mati dan daun berlubang.
21
Busuk Pangkal
Phytophthora capsica
Lada
Tanaman menjadi layu,
27
Batang
(P. palmivora)
kemudian batang berubah menjadi coklat hitam, dan daun akan gugur. Pangkal batang kemudian akan membusuk dan akan menimbulkan lendir
22
Cacar Daun
Phyllostica sp.
Cengkeh
Cengkeh
Bagian yang terinfeksi adalah daun, ranting muda, dan bunga. Daun muda yang berwarna merah apabila terinfeksi akan meluluh, melengkung ke atas, tetapi terkadang ke bawah. Bagian bercak yang melepuh biasanya terdapat titik-titik hitam. Gejala yang sama juga ditunjukkan pada daun yang terinfeksi sudah berwarna hijau.
23
Busuk Buah dan
Phytophthora palmivora
Coklat
Kanker Batang
Gejala serangan awal berupa bercak coklat pada permukaan buah, umumnya pada ujung atau pangkal buah yang lembab dan basah. Selanjutnya bercak membesar hingga menutupi semua bagian kulit buah.
24
Jamur Upas
Corticium salmonicolor
Coklat
Adanya benang-benang halus yang mirip dengan
28
benang laba-laba pada bagian cabang yang diserang, selanjutnya patogen membentuk kumpulan-kumpulan hypha yang dilanjutkan dengan pembentukan kerak yang berwarna merah jambu (salmon). Pada tahap tersebut kulit dan kayu yang ada di bawahnya telah membusuk. 25
Embun Jelaga
Capnidium
Kopi, Coklat, Jeruk
Pada permukaan daun terdapat lapisan berwarna hitam yang merupakan koloni jamur root-down. Daun-daun tersebut biasanya terdapat banyak semut hitam yang berkumpul.
26
Busuk Batang
Fusarium oxysporum
Vanili
Pada batang terjadi bercak bercak berwarna hitam yang akan meluas dan melingkar dengan cepat. Batang terserang akan keriput, berwarna coklat dan akhirnya kering.
27
Akar/Batang Putih
Rigidoporus microporus
Karet
Akar menjadi busuk dan apabila perakaran dibuka maka pada permukaan akar terdapat semacam benang benang berwarna putih kekuningan dan pipih menyerupai akar rambut yang menempel kuat dan sulit dilepas.
29
28
Busuk Pangkal
Ganoderma sp.
Kelapa Sawit
Batang
Daun berwarna hijau pucat, janur (daun muda) yang terbentuk sedikit, daun tua menjadi layu dan kemudian patah, serta dari tempat yang terinfeksi mengeluarkan getah dan pembusukan terutama pada bagian pangkal batang.
29
Lanas
Phytophthora
Tembakau
nicotianae
Daun masih hijau mendadak terkulai layu dan akhirnya mati, pangkal batang dekat permukaan tanah busuk berwarna coklat dan apabila dibelah empulur tanaman bersekat-sekat.
Sumber: Ginting (2013)
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Kapang
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kapang dibedakan menjadi dua kategori, yaitu faktor fisik dan faktor kimia. Faktor fisik yaitu: air, suhu, pH dan tekanan osmotik. Sedangkan faktor kimia termasuk sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, oksigen, dan faktor zat tumbuh organik. 2.3.1 Faktor Fisik
30
1.
Air dan Tekanan Osmotik Pada umumnya kebanyakan kapang membutuhkan air minimal untuk pertumbuhan
lebih rendah dibandingkan dengan khamir dan bakteri. Kadar air bahan pangan kurang dari 14-15%, misalnya pada beras dan serealia, dapat menghambat atau memperlambat pertumbuhan kebanyakan kapang. Ahli mikrobiologi menjelaskan efek dari kadar air lingkungan pada mikroba sebagai water activity (a.w.). Water activity adalah rasio dari tekanan uap air pada larutan dengan tekanan uap pada air murni pada temperatur dan tekanan yang sama. Larutan yang homogen mempunyai rasio mendekati 1. Kebanyakan spesies bakteri, yeast dan kapang membutuhkan nilai a.w. 0.9 – 1 untuk dapat hidup. Tetapi ada juga yang dapat hidup pada kondisi a.w 0.6 – 0.7. Mikroba termasuk kapang mendapatkan makanannya di dalam larutan yang penuh dengan air, sehingga kapang membutuh kan air untuk tumbuh. Tubuh kapang banyak terkandung air, tekanan osmotik yang tinggi mengakibatkan perpindahan cairan dalam sel kapang menuju ke luar sel. Ketika cairan di luar sel memiliki konsenterasi zat terlarut yang lebih tinggi dari pada di dalam sel (linkungan hipertonik), maka air dalam sel akan keluar melalui membran plasma menuju lingkungan tersebut hal ini dinamakan plasmolisis. Ketika tekanan osmotik di lingkungan rendah, maka akan mengakibatkan air di lingkungan akan masuk ke dalam sel kapang. Beberapa jenis kapang yang memiliki dinding sel yang lemah maka juga akan mengalami lisis.
Gambar.2.6 Plasmolisis (Tortora, 2010)
31
2.
Suhu Kebanyakan kapang bersifat mesofilik (menyukai suhu pertengahan) yaitu tumbuh
baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-30oC tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37oC atau lebih tinggi. Beberapa kapang bersifat psikrofilik (menyukai suhu dingin) dan beberapa bersifat termofilik (menyukai suhu panas). Setiap kapang tumbuh pada suhu dimana kapang dapat tumbuh minimum, optimum, dan maksimum. Suhu tumbuh minimum adalah suhu paling rendah yang masih memungkinkan kapang untuk tumbuh meskipun sangat lambat. Suhu tumbuh optimal, yaitu suhu dimana kapang dapat tumbuh terbaik. Suhu tumbuhn maksimum yaitu suhu dimana kapang tidak mampu melakukan pertumbuhan. Hal in terjadi karena suhu tinggi membuat sistem enzim di dalam sel tidak aktif. Rentangan pertumbuhan maksimum pada kapang dengan sifat psikrofilik, mesofilik, dan termofilik tidak didefinisikan sebagai aturan yang kaku, sebagai contoh kapang yang bersifat psikrofilik tidak selalu harus tumbuh di bawah suhu 0oC tetapi adapula yang tumbuh dengan baik di suhu 15oC. Berikut grafik suhu pada mroba termasuk kapang.
Gambar.2.7 Pertumbuhan mikroba pada berbagai suhu (Tortora, 2010)
3. pH Pada umumnya pH optimal secara empiris ditentukan oleh masing-masig kapang. Hampir seluruh mikroorganisme termasuk kapang yang cenderung baik pada pH netral (neutrofil) tumbuh optimum pada pH 6,0-8,0. Sedangkan organisme (acidofil) tumbuh
32
optimum pada pH 3,0, dan lainnya (alkalifil) tumbuh optimum pada pH 10,5 (Brooks,2013). Kapang dapat hidup pada berbagai pH, pH optimum pada habitat kapang berkisar antara 2-8,5. Tetapi hampir kebanyakan spesies kapang dapat mengalami pertumbuhan optimal, jika habitat hidup memiliki pH rendah atau pada kondisi asam. Beberapa kapang juga mampu tumbuh pada pH 2,0 atau di bawahnya yaitu Aspergillus niger and Penicillium funiculosum. Mikroorganisme termasuk kapang mampu meregulasi pH internal melalui pompa protin ke dalam atau ke luar sel. Acidofil mampu mengatur pH internalnya sekitar 6,5 pada pH eksternal 1,0-5,0, neutrofil mampu mengatur pH internal sekitar 7,5 pada pH eksternal 5,5-8,5, dan alkalifil mampu mengatur pH internalnya sekitar pada 9,5 dimana pH eksternalnya 9,0-11,0. pH internal diregulasi oleh sekumpulan sistem transport proton pada membran sitoplasma. Termasuk di dalamnya mekanisme pompa protin oleh ATP, transport ion Na+ dan K + serta K + dan H+ semuanya bertujuan untuk meregulasi pH (Brooks,2013).
4.
Komponen penghambat Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang dapat menghambat organisme
lainnya. Komponen itu disebut antibiotik, misalnya penisilin yang diproduksi oleh Penicillium chrysogenum dan clavasin yang diproduksi oleh Aspergillus clavatus. Pertumbuhan kapang biasanya berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan khamir dan bakteri. Oleh karena itu jika kondisi pertumbuhan memungkinkan semua mikroorganisme untuk tumbuh, kapang biasanya kalah dalam kompetisi dengan khamir dan bakteri. Tetapi sekali kapang dapat mulai tumbuh, pertumbuhan yang ditandai dengan pembentukan miselium dapat berlangsung dengan cepat.
2.3.2
Faktor Kimia
1. Carbon Disamping air kebutuhan yang sangat penting untuk pertumbuhan kapang adalah carbon. Carbon adalah struktur utama penfukung pertumbuhan makhluk hidup. Carbon dibutuhkan dalam seluruh senyawa organik untuk mendukung sel hidup.
33
2. Nitrogen, Sulfur, Fosfor Mikroorganisme membutuhkan elemen-elemen lain untuk proses mensintesis material di dalam sel. Elemen-elemen lain tersebut adalah nitrogen, sulfur, dan fosfor. Nitrogen dibutuhkan untuk proses sintesis protein. Sulfur digunakan untuk mensintesis asam amino dan vitamin seperti thiamin dan biotin. Sumber alami sulfur adalah ion sulfat (SO42-) dan hidrogen sulfida. Sedangkan fosfor penting digunakan untuk mensintesis asam nuclead dan fosfolipid pada membran sel. Selain itu fosfor juga ditemukan pada ikatan energi ATP. Sumber fosfor adalah ion fosfat (PO43-), potasium, magnesium, dan calsium juga merupakan elemen-elemen yang dibutuhkan oleh mikroba sebagai cofaktor enzim (Tortora, 2010). 3. Elemen Mikro (Trace Element ) Kapang juga membutuhkan elemen-elemen dalam jumlah yang sangat kecil, seperti iron, zinc, Tembaga, dll. Keseluruhan biasanya sangat penting untuk proses enzimatik khususnya sebagai cofaktor. Biasanya elemen-elemen ini ditambahkan pada medium, namun juga dapat didapat langsung dari air. 4. Oksigen Mikroorganisme dapat diklasifikasikan dari kebutuhan oksigennya. Mikroba aerob membutuhkan oksigen, sedangkan anaerob tidak membutuhkan oksigen untuk proses pertumbuhannya. Khamir ( yeast)tumbuh dengan baik apabila terdapat cukup oksigen, tapi beberapa spesies dapat tumbuh pada kondisi tanpa oksigen. Kapang dapat tumbuh hanya jika terdapat oksigen, sehingga oksigen sangat diperlukan kapang untuk pertumbuhan nya.
2.4 Cara Mengendalikan Kapang Parasit 2.4.1 Bahan Kimia
Umumnya pengendalian penyebab penyakit tanaman yang disebabkan oleh kapang atau jamur dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia. Penggunaan bahan kimia untuk membasmi kapang maupun hama lain harus sesuai takaran penggunakan, karena apabila berlebihan dapat memberikan efek buruk kepada lingkungan. Penggunaan bahan kimia berupa pestisida atau fungisida yang berlebihan tidak saja berakibat buruk terhadap lingkungan pertanian
juga mengakibatkan matinya organisme, kebalnya hama atau
34
pathogen dan menghasilkan residu yang terbawa oleh tanaman sangat berbahaya. Pestisida atau fungisida akan menyebar luas karena terbawa oleh angin dan akan meracuni seluruh makhluk hidup yang berada di lingkungan sekitarnya. Akibat terburuknya adalah hama akan menjadi semakin meningkat karena rantai makanan mereka terganggu. Selain memberikan efek buruk pada lingkungan juga memberikan efek yang buruk bagi manusia. Ada beberapa jenis pestisida yang bisa merusak otak dan sel saraf. Pestisida ini mengandung zat yang bernama neurotoksin. Biasanya manusia yang sudah terpapar pestisida jenis ini di dalam tubuhnya adalah, terganggunya daya ingat seseorang terhadap suatu hal, sangat sulit untuk melakukan konsentrasi, perilaku atau pun kepribadian menjadi berubah, mulai mengalami kelumpuhan total, hilangnya tingkat kesadaran, sampai terjadi koma. Kemudian pestisida seringkali merusak bagian hati yang memang berfungsi sebagai penawar racun. Berarti pestisida memang mempunyai zat racun yang kadarnya cukup tinggi, sampai-sampai bagian hati saja bisa rusak. Kerusakan tersebut ditandai dengan terjangkitnya penyakit hepatitis. Ditemukan juga pestisida mengakibatkan gangguan yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Kadar pestisida yang digunakan dengan takaran berbeda-beda, ada yang membuat suatu reaksi penyebab alergi itu muncul. Dengan demikian secara tidak langsung pestisida akan melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga infeksi pun tidak bisa dihindari lagi. Selanjutnya tubuh manusia akan sangat mudah terinfeksi berbagai penyakit yang masuk ke dalam tubuh. 2.4.1 Menggunakan Prinsip Antagonisme
Prinsip penerapan daya antagonisme pada kapang dapat menggunakan jamur dan mikroba lain. Jamur antagonis didefinisikan sebagai kelompok jamur yang dapat menekan/menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen tanaman. Di alam, risosfer tanaman banyak dihuni oleh antagonis, sehingga aktivitas patogen di dalamnya dapat ditekan. Salah satu contoh jenis jamur yang dapat digunakan sebagai agen hayati pengendali kapang adalah Tricodherma Sp. Trichoderma sp.termasuk kedalam jenis jamur imperfekti (tak sempurna) dari Subdivisio Deuteromycotinae,
Klassis Hyphomycetes,
Ordo Moniliaceae.
Konidiofor
tegak, bercabang banyak, agak berbentuk kerucut, dapat membentuk klamidospora, pada
35
umumnya koloni dalam biakan tumbuh dengan cepat, berwarna putih sampai hijau. Beberapa spesies Trichoderma mampu menghasilkan metabolit gliotoksin dan viridin sebagai antibiotik dan beberapa spesies juga diketahui dapat mengeluarkan enzim b1,3 glukanase dan kitinase yang menyebabkan eksolisis pada hifa inangnya, namun proses yang terpenting yaitu kemampuan mikoparasit dan persaingannya yang kuat dengan patogen (Utami,2014). Mikoparasitisme dari Trichodermasp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri
dari
beberapa
tahap
dalam
menyerang
inangnya.
Interaksi
awal
dari Trichodermasp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya. Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik padaTrichodermasp. Karena adanya rangsangan dari hifa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juga terkadang memenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang (Rahmawati, 2016). Jamur ini selain bersifat hiperparasitik terhadap beberapa patogen. Mekanisme penekanan patogen oleh Trichoderma sp.terjadi melalui proses kompetisi, parasitisme, antibiosis, atau mekanisme lain yang merugikan bagi patogen. Selain itu, jamur ini mempunyai sifat-sifat mudah didapat, penyebarannya luas, toleran terhadap zat penghambat pertumbuhan, tumbuh cepat, kompetitif dan menghasilkan spora yang berlimpah, sehingga mempermudah penyediaan jamur sebagai bahan pengendali hayati dalam proses produksi massal. Jamur Trichoderma sp. mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar (lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan, seperti pada tanaman jagung dan tanaman hias.Trichoderma sp.merupakan jamur yang paling banyak terdapat di dalam tanah dan bersifat antagonistik terhadap jamur lain. Selain daya adaptasinya luas, Trichoderma sp. mempunyai daya antagonis tinggi dan dapat mengeluarkan racun, sehingga dapat menghambat bahkan
36
mematikam patogen lain. Beberapa jenis pathogen yang dapat dikendalikan oleh Trichoderma
sp
adalah
penyebab
rebah
kecambah Rhizoctania
solani,
busuk
batang Fusarium sp., akar gada Plasmodiophora brassicae, dan patogen Pythium yang merupakan patogen tular tanah yang dapat menyebabkan penyakit rebah kecambah ( Dumping off ) pada kacang-kacangan.
2.5 Mekanisme Infeksi Kapang Parasit pada Tanaman
Patogen menyerang tumbuhan inang dengan berbagai macam cara guna memperoleh zat makanan yang dibutuhkan oleh patogen yang ada pada inang. Untuk dapat masuk kedalam inang patogen mampu mematahkan reaksi pertahanan tumbuhan inang. Dalam menyerang tumbuhan, patogen mengeluarkan sekresi zat kimia yang akan berpengaruh terhadap komponen tertentu dari tumbuhan dan juga berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme tumbuhan inang. Beberapa cara patogen untuk dapat masuk kedalam inang diantaranya dengan cara mekanis dan cara kimia. (Cook et al , 1983). 2.5.1 Secara Mekanis Pada jamur dan tumbuhan tingkat tinggi parasit, dalam melakukan penetrasi sebelumnya diameter sebagian hifa atau radikel yang kontak dengan inang tersebut membesar dan membentuk semacam gelembung pipih yang biasa disebut dengan appresorium yang akhirnya dapat masuk ke dalam lapisan kutikula dan dinding sel (Cook et al , 1983).
Gambar 2.8. Skema penetrasi jamur patogen terhadap dinding sel tanaman (Cook et al , 1983)
37
2.5.2 Secara Kimia Pengaruh jamur patogen terhadap tumbuhan inang hampir seluruhnya karena proses biokimia akibat dari senyawa kimia yang dikeluarkan patogen atau karena adanya senyawa kimia yang diproduksi tumbuhan akibat adanya serangan patogen (Semangun, 1996). Substansi kimia yang dikeluarkan patogen diantaranya enzim, toksin, zat tumbuh dan polisakarida. Dari keempat substansi kimia tersebut memiliki peranan yang berbeda beda terhadap kerusakan inang. Misalnya saja, enzim sangat berperan terhadap timbulnya gejala busuk basah, sedang zat tumbuh sangat berperan pada terjadinya bengkak akar atau batang. Selain itu toksin berpengaruh terhadap terjadinya hawar tanaman (Cook et al , 1983). a. Enzim Secara umum, enzim dari patogen berperan dalam memecah struktur komponen sel inang, merusak substansi makanan dalam sel dan merusak fungsi protoplas. Enzim oleh sebagian besar jenis patogen dikeluarkan setelah kontak dengan tumbuhan inang. Tempat terjadinya kontak antara patogen dengan permukaan tumbuhan adalah dinding sel epidermis yang terdiri dari beberapa lapisan substansi kimia. Degradasi setiap lapisan tersebut melibatkan satu atau beberapa enzim yang dikeluarkan pathogen. (Gandjar, 1999).
Gambar.2.9 bagian tanaman yang telah rusak akibat adanya enzim dari patogen tanaman (Gandjar, 1999). b. Toksin
38
Toksin merupakan substansi yang sangat beracun dan efektif pada konsentrasi yang sangat rendah. Toksin dapat menyebabkan kerusakan pada sel inang dengan merubah permeabilitas membran sel, inaktivasi atau menghambat kerja enzim sehingga dapat menghentikan reaksi-reaksi enzimatis. Toksin tertentu juga bertindak sebagai antimetabolit yang mengakibatkan defisiensi faktor pertumbuhan esensial. Toksin yang dikeluarkan oleh patogen dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu patotoksin, vivotoksin dan fitotoksin (Departemen Pertanian, 2010). Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Patotoksin
Patotoksin ialah toksin yang sangat berperan dalam menentukan tingkat keparahan penyakit. Berdasarkan luas kisaran inangnya patotoksin digolongkan menjadi dua, yaitu spesifik dan non-spesifik. Vivotoksin dan fitotoksin umumnya bersifat non-spesifik (Cook et al , 1983). 2) Vivotoksin
Vivotoksin ialah substansi kimia yang diproduksi oleh patogen dalam tumbuhan inang dan/atau oleh inang itu sendiri yang ada kaitanya dengan terjadinya penyakit, tetapi toksin ini bukan agen yang memulai terjadinya penyakit. Beberapa kriteria yang ditunjukkan oleh vivotoksin diantaranya: dapat dipisahkan dari tumbuhan inang sakit, dapat dipurifikasi dan karakterisasi kimia, menyebabkan dari sebagian gejala kerusakan pada tumbuhan sehat, dan dapat diproduksi oleh organisme penyebab penyakit (Cook et al , 1983). 3)
Fitotoksin Fitotoksin adalah toksin yang diproduksi oleh parasit yang dapat menyebabkan sebagian kecil atau tidak sama sekali gejala kerusakan pada tumbuhan inang oleh pathogen. Tidak ada hubungan antara produksi toksin oleh patogen dengan patogenesitas penyebab penyakit (Cook et al , 1983).
c. Zat Tumbuh Zat tumbuh yang terpenting yaitu auksin, giberellin dan sitokinin, selain itu etilen dan penghambat tumbuh juga memegang peranan penting dalam kehidupan tumbuhan. Patogen tumbuhan dapat memproduksi beberapa macam zat tumbuh atau zat penghambat yang sama dengan yang diproduksi oleh tumbuhan, dapat memproduksi zat tumbuh lain
39
atau zat penghambat yang berbeda dengan yang ada dalam tumbuhan, atau dapat memproduksi substansi yang merangsang atau menghambat produksi zat tumbuh atau zat penghambat oleh tumbuhan (Departemen Pertanian, 2010). Patogen seringkali menyebabkan ketidak seimbangan sistem hormonal pada tumbuhan dan mengakibatkan pertumbuhan yang abnormal sehingga pada tumbuhan yang terinfeksi oleh patogen tersebut akan timbul gejala kerdil, pertumbuhan berlebihan, terlalu banyaknya akar-akar cabang dan berubahnya bentuk batang. Seperti yang telah ditunjukkan gambar 3 (Gandjar, 1999).
Gambar 2.10. gejala pembengkakan pada akar tanaman (Gandjar, 1999).
d. Polisakarida Beberapa
pathogen
mungkin
dapat
mengeluarkan
substansi
lender
yang
menyelubungi tubuh pathogen tersebut untuk melindungi diri dari factor lingkungan luar yang tidak menguntungkan. Peranan polisakarida pada penyakit tumbuhan hanya terbatas pada layu. Pada vaskuler, polisakarida dalam jumlah yang cukup banyak akan terakumulasi pada xilem yang akan menyumbat aliran air pada tanaman (Horiuchi, 2000). Tanaman dikatakan sakit jika terdapat perubahan pada seluruh atau sebagian organorgan tanaman yang menyebabkan gangguan kegiatan secara fisiologis. Penyakit dapat tumbuh dan berkembang pada tumbuhan, dimulai dari kontak (hubungan) antara spora kapang dengan organ tumbuhan, kemudian menempel pada permukaan organ tumbuhan dan diakhiri dengan fase infeksi dalam tubuh tanaman inang. Kapang terlebih dahulu harus dapat menembus lapisan protektif luar dari tumbuhan inang, yaitu lapisan epidermis untuk dapat mengambil makanan serta agar hubungan parasit dapat dikembangkan (Pracaya, 2006).
40
Proses dimulai saat spora kapang menempel (melakukan kontak langsung dengan tumbuhan inang). Selanjutnya apabila kondisi lingkungan sesuai dan menguntungkan, spora
kapang
akan
berkecambah
dan
terus
mengadakan
pertumbuhan
dengan
menghasilkan hifa penetrasi. Kapang atau patogen lain dapat masuk dengan berbagai cara. Ada yang langsung dapat menembus permukaan epidermis yang melapisi inang atau juga melalui bagian tanaman inang yang kurang dipertahankan, yaitu stomata. Adapula yang masuk melalui luka yang diakibatkan aktifitas manusia, serangga serta bahan kimia (Pracaya, 2006) Proses infeksi kapang yang parasit dan menyebabkan penyakit pada tumbuhan (patogen), merupakan suatu siklus yang meliputi: inokulasi (penularan), penetrasi (masuk tubuh), infeksi (pemanfaatan nutrien inang), invasi (perluasan serangan ke jaringan lain), penyebaran ke tempat lain. Menurut Ginting (2013) infeksi kapang patogen pada tanaman adalah sebagai berikut. 1. Inokulasi atau penularan Inokulasi merupakan terjadinya kontak pertama kali antara patogen dengan tanaman. Bagian dari patogen atau patogen yang terbawa agen tertentu yang mengadakan kontak dengan tanaman disebut inokulum atau penular. Dengan demikian inokulum merupakan bagian dari patogen atau patogen itu sendiri yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman. Pada kapang atau cendawan, inokulum dapat berupa miselium, spora, atau sklerotium. Langkah-langkah yang terjadi pada proses inokulasi, dimulai dari: inokulum kapang sampai ke permukaan tubuh tanaman inang melalui perantaraan angin, air, serangga dan sebagainya. Meskipun inokulum yang dihasilkan patogen banyak sekali tetapi yang dapat mencapai tanaman inang yang sesuai hanya sedikit sekali. Beberapa tipe inokulum yang terbawa tanah, seperti zoospora dapat mencapai tanaman inang yang sesuai melalui substansi yang dikeluarkan oleh akar tanaman. Semua patogen memulai melakukan serangan pada tingkat pertumbuhan vegetatif. Dengan demikian,
spora
jamur
harus
berkecambah
terlebih
dahulu.
Untuk
melakukan
perkecambahan diperlukan suhu yang sesuai dan kelembaban dalam bentuk lapisan air pada permukaan tanaman. Keadaan basah atau bentuk lapisan air ini harus berlangsung cukup lama sampai patogen mampu masuk atau melakukan penetrasi ke dalam sel atau
41
jaringan. Jika hanya berlangsung sebentar maka patogen akan kekeringan dan mati, sehingga gagal melakukan serangan. 2. Penetrasi Penetrasi merupakan proses masuknya patogen atau bagian dari patogen ke dalam sel, jaringan atau tubuh tanaman inang. Kapang patogen melakukan penetrasi dari permukaan tanaman ke dalam sel, jaringan atau tubuh tanaman inang secara langsung menembus permukaan tubuh tanaman, melalui lubang-lubang alami, dan melalui luka. Sering patogen melakukan penetrasi terhadap sel-sel tanaman yang tidak rentan sehingga patogen tidak mampu melakukan proses selanjutnya atau bahkan patogen mati tanpa menyebabkan tanaman menjadi sakit. Kebanyakan jamur parasit melakukan penetrasi pada jaringan tanaman dengan secara langsung. Spora jamur yang berkecambah akan membentuk buluh kecambah yang dapat digunakan untuk melakukan penetrasi, baik langsung menembus permukaan maupun melalui lubang alami dan luka. 3. Infeksi Infeksi merupakan suatu proses dimulainya patogen memanfaatkan nutrien (sari makanan) dari inang. Proses ini terjadi setelah patogen melakukan kontak dengan sel-sel atau jaringan rentan dan mendapatkan nutrien dari sel-sel atau jaringan tersebut. Selama proses infeksi, kapang patogen akan tumbuh dan berkembang di dalam jaringan tanaman. Infeksi yang terjadi pada tanaman inang, akan menghasilkan gejala penyakit yang tampak dari luar seperti: menguning, berubah bentuk (malformasi), atau bercak (nekrotik). Beberapa proses infeksi dapat bersifat laten atau tidak menimbulkan gejala yang tampak mata, akan tetapi pada saat keadaan lingkungan lebih sesuai untuk pertumbuhan patogen atau pada tingkat pertumbuhan tanaman selanjutnya, patogen akan melanjutkan pertumbuhannya, sehingga tanaman menampakan gejala sakit. 4. Invasi Invasi merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan patogen setelah terjadi infeksi. Kapang umumnya melakukan invasi pada tanaman dimulai sejak proses infeksi dengan cara tumbuh dalam jaringan tanaman inang, sehingga tanaman inang selain kehilangan nutrien, sel-selnya atau jaringan juga rusak karenanya. Kapang melakukan perkembangbiakan dengan membentuk spora, baik spora seksual maupun spora aseksual.
42
5. Penyebaran Penyebaran patogen berarti proses berpindahnya patogen atau inokulum dari sumbernya ke tempat lain. Penyebaran kapang patogen dapat terjadi secara pasif. Penyebaran pasif yang berperan besar dalam menimbulkan penyakit, yaitu dengan perantaraan angin, air, hewan (terutama serangga), dan manusia.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan
yang
sudah
dilakukan
maka
terdapat
beberapa
kesimpulan yang diperoleh, antara lain: 3.1.1
Contoh kapang parasit pada tanaman adalah Aspergillus flavus, Pyricularia oryzae, Sclerospora graminicola, Phytophthora sp, serta Infeksi Foc.
43
3.1.2
Beberapa spesies jamur dapat memberikan kerusakan yang sangat parah pada daun, batang, akar, bunga, dan buah tumbuhan. Bagian tumbuhan yang diserang oleh jamur dijadikan tempat tinggal sekaligus sumber makanan bagi spesies jamur tersebut.
3.1.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kapang dibedakan menjadi dua kategori, yaitu faktor fisik dan faktor kimia. Faktor fisik yaitu: air, suhu, pH dan tekanan osmotik. Sedangkan faktor kimia termasuk sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, oksigen, dan faktor zat tumbuh organik.
3.1.4
Beberapa cara patogen untuk dapat masuk kedalam inang diantaranya dengan cara mekanis dan cara kimia. Secara mekanis dengan melakukan penetrasi sebelumnya diameter sebagian hifa atau radikel yang kontak dengan inang tersebut membesar dan membentuk semacam gelembung pipih yang biasa disebut dengan appresorium yang akhirnya dapat masuk ke dalam lapisan kutikula dan dinding sel. Secara kimia akibat dari senyawa kimia yang dikeluarkan patogen atau karena adanya senyawa kimia yang diproduksi tumbuhan akibat adanya serangan patogen.
3.2 Saran
Pada lingkungan tentunya terdapat banyak sekali kapang perusak tanaman, kapang perusak tanaman ini sangat merugikan tanaman dan juga manusia, terlebih lagi bagi petani. Untuk menghindari hal tersebut tentunya diperlukan upaya untuk mengatasinya. Salah satunya yaitu dengan cara mengetahui ciri-ciri dan mekanisme infeksinya. Dengan demikian para petani dapat melakukan cara untuk menghalangi infeksi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, R.Z. 2009. Cemaran Kapang pada Pakan dan Pengendaliannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 28(1):15-22. Barnes, I., Crous, P.W., Wingfield, B.D., & Wingfeld, M.J. 2004. Multigene Phylogenies Reveal that Red Band Needle Blight of Pinus is Caused by Two Distinct Species of Dothistroma, D. Septosporum and D. Pini. Stud. Mycology, 50:551-565. Alexopoulos, C.J., Mims, C.W., & Blackwell, W. 1996. Introductory Mycology. (4th Edition). Canada: John Wiley & Sons, Inc.
44
Ando, K., Nakhashima, C., Park, J-Y., & Otoguro, M. 2003. 2013. Isolation Methods of Microbes. Makalah disampaikan pada Workshop Biotechnology Center-NITE & Research and Development Center for Biotechnology-LIPI, Cibinong: 24-26 Juni 2003. Arzanlou, M., Groenewald, J.Z., Fullerton, R.A., Abeln, E.C.A., Carlier, J., Zapater, M.F., Buddenhagen, I.W., Viljoen, A., & Crous, P.W. 2008. Multiple Gene Genealogies and Phenotypic Characters Differentiate Several Novel Species of Mycosphaerella and Related Anamorphs on Banana. Persoonia, 20:19-37. Barnett, H.L. 1955. Illustrated Marga of Imperfect Fungi. (2nd Edition). Minneapolis: Burgess Publishing Company. Barnett, H.L., & Hunter, B.B. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. (4th Edition). USA: Prentice-Hall, Inc. Booth, C. 1971. Methods in Microbiology. (Volume 4). London: Academic Press. Braun, U., Crous, P.W., & Nakashima, C. 2014. Cercosporoid Fungi (Mycosphaerellaceae) 2. Species on Monocots (Acoraceae to Xyridaceae, excluding Poaceae). IMA Fungus, 5:203-390. Braun,
U., Crous, P.W., and Nakashima, C. 2015. Cercosporoid Fungi (Mycosphaerellaceae) 3. Species on Monocots (Poaceae, True Grasses). IMA Fungus, 6: 25-97. Brooks, Geo F., Carroll, Karen C., Butel,Janet S., Morse, Stephen A., Mietzner, Timothy A. 2013. Medical Microbiology 26 Edition. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc Cahyani R., Ami, Evy Oktavia, dan Nelly Saptayani. 2013. Pedoman Pengelolaan OPT Ramah Lingkungan pada Tanaman Jeruk . Jakarta: Direktorat Perlindungan Hortikultura. Cook, R. J & Baker, K. F. 1983. The Nature and Practice of Biological CoPlant Patogen. The American Phytopathological Soceity. USA Departemen Pertanian. 2010. Pengendalian Penyakit Layu pada Tanaman Pisang . (Online). http://www.deptan.go.id/teknologi/horti/tpisang2.htm. diakses tanggal 18 November 2017. Departemen Pertanian. 2010. Pengendalian Penyakit Layu pada Tanaman Pisang. (Online: http://www.deptan.go.id/teknologi/horti/tpisang2.htm). Diakses tanggal 20 September 2017.
45
Dwiastuti, Mutia Erti, Anang Triwiratno, Otto Endarto, Susi Wuryantini, dan Yunimar. 2004. Panduan Teknis Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk . Batu: Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Subtropik. Di Pietro, A., Garcia-Maceira, F.I., Meglecz, E., & Roncero, M.I. 2001. A MAP Kinase of The Vascular Wilt Fungus Fusarium Oxysporum is Essential for Root Penetration and Pathogenesis. Mol. Microbiol , 39:1140-1152. Domsch, K.H., Gams, W., & Anderson, T.H. 1980. Compendium of Soil Fungi. (Volume 1). London: Academic Press. Drusch, S., & Ragab. 2003. Mycotoxins in Fruits, Fruit Juices and Dried Fruits: Review. Journal of Food Protection, 66:1514-1527. Ellis, M.B. 1971. Dematiaceous Hyphomycetes. England: Commonwealth Mycological Institute. Gandjar, I., R.A., Samson, K. van den T-V., Oetari, A., & Santoso, I. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Ginting, Cipta. 2013. Ilmu Penyakit Tumbuhan, Teori dan Aplikasi. Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Harahap, IS., Tjahjono B. 1997. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Jakarta: Penebar Swadaya. Horiuchi, S. 2000. Soil Solarization for Supressing Soilborne Disease in Japan. Hirosima. Ilyas, M., Rahmansyah, M., & Kanti, A. 2006. Seri Panduan: Teknik Isolasi Fungi. Jakarta: LIPI-Press. Ilyas, M. 2007. Isolasi dan Identifikasi Mikoflora Kapang pada Sampel Serasah Daun Tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah. Biodiversitas, 8(2) :105-110 Kabir, M.S., Ganley, R.J., & Bradshaw, R.E. 2015. The Hemibiotrophic Lifestyle of the Fungal Pine Pathogen Dothistroma septosporum. Forest Pathology, 45:190-202. Kirby, J.J.H., Webster, J., & Baker, J.H. 1990. A Particle Plating Method for Analysis of Fungal Community Composition and Structure. Mycological Research. 94(5):621626. Kristiana, R. 2015. Keragaman Kapang pada Tanah Rizosfer Tanaman Tomat di Lahan Pertanian Konvensional. Faktor Exacta, 8(1):67-74.
46
Maimunah. 1999. Evaluasi Resistensi Lima Kultivar Pisang (Musa spp) terhadap Tiga Macam Isolate dan Differensiasi Isolate Fusarium oxysporum f. sp. cubens sebagai Penyebab Penyakit Layu. Tesis tidak diterbitkan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nakagiri, A. 2005. Preservation of Fungi and Freezing Methods. Artikel disampaikan dalam Workshop on Preservation of Microorganisms. Biotechnology Center NITE & Research and Development Center for Biotechnology-LIPI, Cibinong: 17-18 Oktober 2005. Ou, S.H. 1985. Rice Disease. 2 nd ed. England: Commonwealth Mycological Institute Kew, Surrey. Pitt, J.I., & Samson, R.A. 2000. Integration of Modern Taxonomic Methods for Peniciiiiumand Aspergiiius Classification. London: Hardwood Academic Publishers. Halaman 51-72. Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Sumber Swadaya. Rahmawati, Dwi., Hastuti, US., Prabaningtyas S., Kajian Daya Antagonisme Trichoderma Spp. Terhadap Colletotrichum Capsici Secara In Vitro Dan Mekanisme Antagonismenya. Jurnal Biologi: Universitas Negeri Malang Samson, R.A., Hoekstra, E.S., Frisvad, J.C., & Filtenborg, O. 1995. Introduction to Food Borne Fungi. (4th Edition). Netherlands: Ponsen & Looyen. Semangun, H. 2002, Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Semangun, H. 1996. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sivan, A., & Chet, I. 1993. Integrated Control of Fusarium Crown and Root of Tomato with Trichoderma harzianum in Combination with Methyl Bromide or Soil Solarization. Crop Protection, 12(5):380-386. Styler, R.C., & Cantlife, D.J. 1984. Infection of Two Endosperm of Sweet Corn by Fusarium moniliformae and its Effect on Seedling Vigor. Phytopathology, 74(2):189-194. Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar . Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional Veteran Press.