AKLIMATISASI ANGGREK
Oleh:
Nama : Desi Ariana Syahid
NIM : B1J012145
Rombongan : II
Kelompok : 5
Asisten : Risna Wahyuningsih
LAPORAN PRAKTIKUM ORCHIDOLOGI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, salah satunya adalah anggrek, diperkirakan sekitar 5000 jenis spesies anggrek tersebar di wilayah Indonesia, khususnya potensi genetis untuk menghasilkan anggrek silangan yang memiliki nilai komersial tinggi (Wardani et al., 2013). Anggrek merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang mempunyai peranan penting dalam pertanian, khususnya tanaman hias. Warna bunganya yang beragam, bentuk dan ukurannya yang unik serta vase life yang panjang membuat anggrek memiliki nilai estetika tinggi dan daya tarik tersendiri dibandingkan tanaman hias lainnya. Anggrek banyak diminati oleh konsumen baik dari dalam maupun luar negeri (Gustin, 2010).
Bibit anggrek yang dikembangkan menggunakan metode kultur jaringan telah banyak diproduksi dan dipasarkan dalam kemasan botol. Pemeliharaan bibit ini menjadi tanaman dewasa masih menemukan banyak permasalahan terutama pada fase aklimatisasi, yaitu pemindahan bibit dari lingkungan aseptik dalam botol ke lingkungan non aseptik. Disamping kemungkinan tanaman sangat sensitif terhadap serangan hama dan penyakit, tanaman ini masih memiliki aktifitas autotrofik yang masih rendah, sulit mensintesa senyawa organik dari unsur hara anorganik (Adiputra, 2007).
Planlet (tanaman hasil kultur) membutuhkan kondisi lingkungan yang hampir sama dengan lingkungan tumbuh sebelumnya yang telah tersedia hara lengkap dan kelembaban udara optimal. Perubahan lingkungan heterotrof (in vitro) menjadi autotrof (lapang) menyebabkan bibit harus mendapatkan karbohidrat melalui fotosintesis. Media yang cocok pada aklimatisasi akan mengurangi cekaman berat pada bibit saat dipindahkan ke lapang. Masa aklimatisasi ini memerlukan media beraerasi dan draenasi baik serta kelembaban yang cukup, bebas organisme pengganggu dan bahan berbahaya, cukup hara mineral dan memiliki bobot yang ringan (Pranata, 2005).
Tahap aklimatisasi sesudah dipindahkan dari botol, bibit sangat rentan sehingga memerlukan perlindungan dari kekeringan, temperatur yang kurang baik, dan serangan dari predator atau patogen. Perawatan dilakukan dengan baik selama beberapa minggu awal, bibit tersebut akan beradaptasi pada kondisi baru dan memperlihatkan ketegaran dan ketahanan yang lebih baik dibandingkan bibit yang diperbanyak secara vegetatif. Proses selanjutnya setelah aklimatisasi anggrek adalah compotting, seedling, overpot (pemindahan bibit), dan repotting (pengepotan ulang) (Wetherell, 1982).
Tujuan
Tujuan praktikum aklimatisasi adalah meningkatkan keterampilan melakukan aklimatisasi anggrek dan meningkatkan prosentase keberhasilan bibit anggrek yang jadi (tetap hidup) sampai dapat diperjualbelikan.
MATERI DAN METODE
Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah kawat, pinset, baskom, pot plastik, tray, label dan kamera.
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah bibit anggrek Dendrobium sp., fungisida, steriofom, dan moss.
Metode
Cara kerja dalam praktikum adalah:
Bibit anggrek spesies Dendrobium sp., larutan fungisida, moss dan steriofom disiapkan.
Bibit anggrek dikeluarkan dari botol kultur dengan menggunakan kawat kemudian dicuci di air mengalir.
Bibit anggrek direndam dalam larutan fungisida selama kurang lebih 2 menit.
Pot plastik diisi dengan steriofom sebanyak kurang lebih seperempat bagian.
Moss ditambahkan secukupnya kemudian bibit anggrek ditanam dalam pot.
Bibit yang telah ditanam diberi label dan didokumentasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Gambar 1. Hasil Aklimatisasi Dendrobium sp.
Pembahasan
Praktikum aklimatisasi anggrek ini menggunakan jenis anggrek Dendrobium sp. yang ditanam pada pot berukuran 2,5 inchi. Bibit anggrek tidak mati maupun tidak menunjukan pertumbuhan. Tahapan aklimatisasi yang dilakukan saat praktikum adalah tahapan aklimatisasi kedua, dimana seharusnya membutuhkan waktu lebih lama untuk bisa mengamati perubahan pada bibit anggrek. Bibit anggrek yang telah melalui tahap aklimatisasi pertama dipindahtanamkan secara individu pada pot tunggal berukuran diameter 5 cm dan tinggi 6 cm dengan media tanam sesuai dengan perlakuan. Aklimatisasi tahap dua ini berlangsung selama empat bulan yaitu ditandai dengan pertumbuhan plantlet yang lebih baik dan pertumbuhan akar yang telah maksimal, yaitu akar telah memenuhi ruangan dalam pot sehingga akar keluar melalui lubang drainase (Suradinata et al., 2012).
Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah pada kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi, disamping itu tanaman juga harus mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrof ke tanaman autotrof. Planlet dikelompokkan berdasarkan ukurannya dalam melakukan aklimatisasi untuk memperoleh bibit yang seragam. Planlet sebaiknya diseleksi dahulu berdasarkan kelengkapan organ, warna, ukuran pertumbuhan, dan ukuran sebelum ditanam. Planlet yang baik adalah yang organnya lengkap, mempunyai pucuk dan akar, warna pucuknya hijau mantap artinya tidak tembus pandang dan pertumbuhan akar bagus (Lesar et al., 2012). Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol (Widiastoety & Bahar, 1995).
Media tumbuh aklimatisasi berfungsi untuk tempat tumbuhnya tanaman, mempertahankan kelembaban dan tempat penyimpanan hara serta air yang diperlukan. Peranan lingkungan juga mempengaruhi fungsi media tumbuh aklimatisasi itu sendiri. Sesuai dengan fungsi dari media tumbuh aklimatisasi yang paling penting adalah untuk mempertahankan kelembaban karena planlet anggrek yang akan dipindahkan ke lingkungan eksternal membutuhkan kelembaban yang cukup tinggi, karena proses transpirasi berlangsung secara berlebihan yang disebabkan fungsi stomata pada planlet yang baru diaklimatisasi belum berfungsi secara sempurna yang dapat menyebabkan planlet tersebut mengalami kematian (Wardani et al., 2013).
Menurut Pranata (2005), selain moss spaghnum juga terdapat berbagai macam jenis media tanam anggrek yaitu :
Arang.
Arang yang digunakan haruslah arang yang telah mengalami pembakaran dengan sempurna dan harus berupa pecahan-pecahan kecil. Sifat arang adalah tidak mengikat air terlalu banyak, karena itu penyiraman harus lebih sering dilakukan. Arang memiliki banyak keuntungan diantaranya adalah arang tidak mudah lapuk sehingga penggantian media akan lebih lama dan arang mudah didapatkan dengan harga yang relatif murah.
Pakis.
Pakis yang digunakan adalah pakis yang tua. Ciri pakis tua adalah warnanya hitam, kering dan lebih ringan. Pakis lebih menyerap air dibandingkan dengan arang, maka frekuensi penyiraman dapat dikurangi. Kerugian menggunakan pakis adalah apabila terlalu sering disiram, pakis akan lapuk dan mudah mengundang cendawan.
Batu bata.
Batu bata mudah dijumpai dan harganya relatif murah. Batu bata yang dipergunakan dapat menggunakan batu bata tanah liat murni ataupun batu bata campuran. Batu bata sebaiknya digunakan bersama media lain karena beberapa sifat batu bata mendukung pertumbuhan anggrek, diantaranya adalah batu bata memiliki berat yang lebih dibandingkan media lain, estetika penggunaan batu bata sebagai media tunggal kurang, batu bata tidak mengalami pelapukan yang artinya tidak adanya pelepasan zat hara.
Sabut Kelapa.
Sabut kelapa banyak digunakan dalam penanaman bunga anggrek. Sabut kelapa yang digunakan adalah sabut kelapa tua yang dicirikan dengan warnanya yang telah coklat. Sifat sabut kelapa mudah busuk yang artinya harus lebih sering mengganti media tersebut. Pemakaian sabut kelapa di daerah yang curah hujan dan kelembabannya cukup tinggi tidak dianjurkan, karena sifatnya lebih menyerap air dan dapat menyebabkan kebusukan akar pada tanaman anggrek. Anggrek pada umumnya lebih menyukai media tumbuh yang berongga karena memberikan ruang respirasi yang bagus.
Menurut Widiastoety & Bahar (1995), media tumbuh yang baik untuk aklimatisasi harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak lekas melapuk, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan relatif murah harganya. Kemasaman media (pH) yang baik untuk pertumbuhan tanaman anggrek berkisar antara 5–6. Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi bunga optimal, sehingga perlu adanya suatu usaha mencari media tumbuh yang sesuai. Media tumbuh yang sering digunakan di Indonesia antara lain: moss, pakis, serutan kayu, potongan kayu, serabut kelapa, arang dan kulit pinus. Praktikum aklimatisasi ini menggunakan media moss. Media moss ini mengandung 2–3% unsur N dan mempunyai daya mengikat air yang baik, serta mempunyai aerasi dan drainase yang baik. Media yang lain yang biasanya dipakai untuk aklimatisasi adalah pakis, karena memiliki daya mengikat air, aerasi dan drainase yang baik, melapuk secara perlahan-lahan, serta mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan anggrek untuk pertumbuhannya.
Styrofoam merupakan bahan anorganik yang terbuat dari kopolimer
styren yang dapat dijadikan sebagai alternatif media tanam. Mulanya, styrofoam hanya digunakan sebagai media aklimatisasi (penyesuaian diri) bagi tanaman sebelum ditanam di lahan. Proses aklimatisasi tersebut hanya bersifat sementara. Styrofoam yang digunakan berbentuk kubus jengan ukuran (1 x 1 x 1) cm. Beberapa nursery menggunakan styrofoam sebagai campuran media tanam untuk meningkatkan porositas media tanam. Untuk keperluan ini, styrofoam yang digunakan dalam bentuk yang sudah dihancurkan sehingga menjadi bola-bola kecil, berukuran sebesar biji kedelai. Penambahan styrofoam ke dalam media tanam membuat media menjadi ringan. Namun, media tanam sering dijadikan sarang oleh semut (Pranata, 2005).
Bibit anggrek dari botol yang telah siap diaklimatisasikan dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan yang sifat pertumbuhannya sympodial tidak mengenal masa istirahat (rest period), sedangkan yang bersifat monopodial mengenal masa istirahat, sehingga trasplantingnya (pindah tanam) harus didasarkan atas kenyataan adanya masa istirahat itu. Anggrek monopodial saat yang tepat untuk mengeluarkan bibit dari dalam botol adalah, waktu tanaman memperlihatkan pertumbuhan yang kuat, cepat, dan segar, misalnya:
Quarter terete vanda : akar-akarnya agak besar, panjang lebih kurang 5 cm.
Semi terete vanda : akar-akarnya langsing, panjang lebih kurang 3 cm.
Vanda sabuk : tidak memperlihatkan banyak akar
Anggrek sympodial, memperlihatkan adanya umbi (bulb), paling tidak umbi kedua, misalnya:
Cattleya sp. : memperlihatkan akar-akar yang panjang dan daunnya lebar-lebar.
Dendrobium sp. : akarnya banyak, halus, dan panjang-panjang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa:
Aklimatisasi yaitu proses penyesuaian hidup anggrek pasca pengeluaran planlet dari botol kultur dan dikembangkan di lingkungan luar.
Aklimatisasi dilakukan dengan menanam bibit hasil perkembangbiakan in vitro yang telah direndam larutan fungisida ke dalam pot berisi media steriofom dan moss.
Saran
Saran yang dapat diberikan dalam melakukan praktikum aklimatisasi anggrek adalah dalam mengisi pot aklimatisasi dengan media steriofom dan moss harus diperhatikan perbandingannya, yaitu steriofom sebanyak seperempat bagian dan sisanya moss.
DAFTAR REFERENSI
Adiputra I G.K., AA. Suardana, I Md Sumarya, I. Sitepu, P. Sudiartawan. 2007. Perubahan Biosintesis Sukrosa Sebelum Pertumbuhan Kuncup Ketiak pada Pan (Vanilla planifolia). Laporan hibah bersaing I, Program studi Biologi, Fak MIPA, Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.
Gustin, Agus Purwito, Dewi Sukma. 2010. Budidaya Anggrek Phalaenopsis: Produksi Anggrek Phalaenopsis untuk Ekspor Di PT Ekakarya Graha Flora, Cikampek, Jawa Barat. Makalah Seminar. Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.
Lesar, Helena,. B, Hlebec,. N, Ceranic,. D, Damijana, & Z, luthar,. 2012. Acclimatization of Terrestrial Orchid Bletilla striata Rchb.f. (Orchidaceae) Propagated Under in vitro Conditions. Acta agriculturae Slovenica, 99 (1):69 – 75.
Pranata, A. S. 2005. Panduan Budi Daya dan Perawatan Anggrek. Agro Media. Jakarta.
Suradinata, Y. R., Anne, N., dan Ari, S. 2012. Pengaruh Kombinasi Media Tanam dan Konsentrasi Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan Tanaman Anggrek Dendrobium sp. pada Tahap Aklimatisasi. J. Agrivigor 11(2): 104-116.
Wardani, Sri., H. Setiadodan, & S. Ilyas. 2013. Pengaruh Media Tanam dan Pupuk Daun terhadap Aklimatisasi Anggrek Dendrobium (Dendrobium sp.). Jurnal Ilmu Pertanian KULTIVAR: 11-18.
Wetherell, W. F. 1982. Introduction In Vitro Propagation. Avery Publishing Group. New Jersey.
Widiastoety, D. & F. A. Bahar. 1995. Pengaruh Berbagai Sumber dan Karbohidrat terhadap Plantet Anggrek Dendrobium. Jurnal Hortikultura 5 (3): 76-80.