Agresi militer II dan penangkapan pimpinan negara Latar Belakang terjadinya agresi militer 2
Sebab atau latar belakang dari Agresi Militer Milit er Belanda 2 adalah karena Belanda masih ingin menguasai Indonesia dan mengingkari janji yang sudah disepakati antara kedua belah pihak pada Perjanjian Renville. Agresi kedua yang dilakukan oleh Belanda benar-benar membuat Indonesia kewalahan menghadapinya, pihak militer Belanda melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh penting Indonesia, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan beberapa tokoh lain. Kronologi Agresi Militer Belanda 2
Sebelum Belanda melakukan serangan, ternyata pasukan militer mereka telah dipersiapkan / latihan untuk menghancurkan dan memusnahkan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) selama dalam kurun waktu berbulan-bulan. Persiapan tersebut dilakukan oleh Jenderal Spoor, kemudian pada tanggal 18 Desember 1948 dini hari melakukan persiapan untuk menyerang pihak Indonesia setelah mendengar pidato lewat radio dari Jakarta oleh Dr. Beel.
Para pasukan penerjun telah melakukan persiapannya pada jam 2 dinihari dengan parasutnya, target utama pasukan ini yaitu Maguwo, Yogyakarta. Para pasukan penerjun ini berhasil mendarat di Bandar Udara Maguwo pada jam 6.45 pagi dengan menaiki pesawat sebelum menggunakan parasutnya. Setelah pasukan Belanda telah mendarat di Bandara Maguwo, pihak Belanda melalui radio menyatakan bahwa pemerintahannya sudah tidak terikat lagi dengan Perjanjian Renville.
Dari pernyataan tersebut, kemudian Belanda memulai serangannya terhadap Republik Indonesia. Serangan ini terkenal dengan nama "Agresi Militer Belanda 2", serangan dilakukan terhadap wilayah di Pulau Jawa dan Sumatera. Target serangan juga tertuju kepada kota Yogyakarta yang saat itu merupakan Ibu Kota Indonesia, dimana para tokoh-tokoh penting ada di dalam kota tersebut. Pihak Belanda menganggap menganggap serangan yang dilakukan dilakukan terhadap Indonesia merupakan "Aksi Polisionil", mereka menganggap seolah-olah Belanda masih menguasai Indonesia, padahal Republik Indonesia telah merdeka setelah tan ggal 17 Agustus 1945.
Bandara Maguwo di hancurkan oleh pesawat-pesawat tempur Belanda dengan dijatuhi beberapa bom, sementara itu dengan 150 150 anggota TNI yang berada di bandara tersebut berusaha melakukan perlawanan dengan peralatan seadanya dan dalam kondisi rusak. Pertempuran di bandara ini pun berlangsung hanya dalam waktu 25 menit, pasukan Bela nda berhasil menguasai Bandar Udara Maguwo. nSetelah seluruh pasukan pasukan Belanda berkumpul di Bandar Udara Maguwo, mereka kemudian melanjutkan serangan ke Yogyakarta. Pasukan Belanda saat itu berjumlah 2600, mereka memulai serangan ke Yogyakarta juga dengan pengeboman. Di daerah lain, ternyata serangan sudah lebih dahulu dilakukan, yakni pada pada tanggal 18 Desember malam.
Peran Jenderal Sudirman Dalam Agresi Militer Belanda 2
Serangan yang dilakukan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 kemudian terdengar oleh Panglima Jenderal Sudirman, ia kemudian pada pagi itu juga sekitar jam 8 mengeluarkan perintah kilat melalui radio, hal ini dilakukan karena pada saat itu beliau sedang dalam kondisi tidak sehat sepenuhnya. Langkah selanjutnya yang dilakukan Jenderal Sudirman kemudian melaporkan kejadian serangan tersebut kepada presiden Soekarno.
Dalam pelaporan tersebut, beliau masih harus didampingi oleh dokter pribadinya bernama dr. Suwondo. Tapi ternyata presiden sedang dalam ru ang sidang kabinet, Sudirman enggan untuk masuk karena ia tidak merasa di undang. Akhirnya ia menunggu diluar tempat sidang sampai sidang selesai pada siang harinya. Sudirman juga didampingi oleh beberapa komandan perang, setelah sidang selesai dan Sudirman menemui Soekarno, keputusan yang didapat adalah Pemerintah Indonesia tetap berada di dalam Ibukota.
Presiden kemudian membujuk Sudirman agar tetap tinggal didalam kota, karena kondisinya masih dalam keadaan sakit, tetapi usaha yang dilakukan Soekarno ditolak oleh Sudirman. Jenderal Sudirman akhirnya meninggalkan kota Yogyakarta untuk melakukan perang gerilya di beberapa daerah di Jawa Tengah. Pemerintah Darurat Republik Indonesia Keputusan yang dilakukan Jendral Sudirman ternyata benar-benar keputusan yang tepat, karena para pemimpin yang ada di dalam kota Yogyakarta berhasil di tangkap. Mereka kemudian diasingkan keluar pulau jawa pada tanggal 22 Desember 1948. Ternyata sebelum pengasingan tersebut presiden Soekarno telah melakukan rencana persiapan pembentukan pemerintahan sipil di Sumatera, tugas tersebut dilakukan oleh Dewan Siasat.
Presiden Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta telah membuat dan mengirim surat kuasa yang ditujukan kepada Menteri Kemakmuran yakni Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang sedang berada di Sumatera, tepatnya Bukit Tinggi. Surat tersebut bersisi mengenai pembentukan kabinet dan pembentukan pemerintah sementara menggantikan pemerintah pusat. Syarifuddin akhirnya berhasil menjalankan tugasnya, ia berhasil membentuk pemerintahan sementara RI di Bukittinggi.
Kembali lagi ke medan pertempuran, Jenderal Sudirman yang memilih untuk memimpin gerilya di luar Yogyakarta kemudian berhasil menempuh perjalanan lebih dari 1000 km. Ia memimpin perang gerilya selama 8 bulan di daerah Jawa Tengah sampai Jawa Timur dalam keadaan sedang sakita, ia pun kadang-kadang ditandu apabila sudah tidak kuat berjalan. Kemudian pada tanggal 10 Juli 1949 Jenderal Sudirman kembali ke Kota Yogyakarta.
Akhir Agresi Militer Belanda 2
Penguasaan kota Yogyakarta yang dilakukan oleh Belanda ak hirnya dapat tergoyahkan dengan serangan yang terkenal dengan nama "Serangan Umum 1 Maret 1949 Yogyakarta". Serangan yang dilakukan pasukan pimpinan kolonel Soeharto ini berhasil menduduki kota Yogyakarta walau hanya 6 jam saja. Dukungan kepada pasukan TNI pun diberikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, ia juga melakukan penolakan segala kerjasama dengan pemerintah Belanda. Dengan serangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda dan secara terang-terangan melanggar Perjanjian Renville, kemudian tindakan tersebut mendapat perhatian dari PBB. Perserikatan Bangsa Bangsa kemudian mengeluarkan resolusi agar kedua belah pihak yakni pemerintah Belanda dan Republik Indonesia Indonesia menghentikan segala permusuhan dan pertikaiannya. Resolusi tersebut dikeluarkan oleh PBB pada tanggal tanggal 24 Januari 1949. Pihak Belanda terpaksa melanjutkan permasalahan ke meja perundingan, hal ini karena adanya tekanan dari Amerika Serikat. Apabila Belanda tidak mau mengadakan perundingan maka tidak akan pernah mendapat bantuan ekonomi dari AS. Setelah Belanda mau diajak kembali ke meja perundingan, maka Agresi Militer Belanda 2 telah berakhir. Agresi Militer Belanda 2 menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap Indonesia. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah banyaknya korban nyawa yang berja tuhan dalam peperangan yang telah berlangsung, kemudian peperangan tersebut membuat ekonomi Indonesia cenderung menurun karena fokus dalam peperangan. Dampak positifn ya adalah menunjukan kepada dunia bahwa kekuatan TNI / Militer Indonesia masih ada dan menunjukan eksistensinya untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah berlangsung.
Peran PDRI penjaga eksistensi RI
Pada saat terjadi agresi militer m iliter Belanda II, Presiden Sukarno telah membuat mandat kepada Syafruddin Prawiranegara yang ketika itu berada ber ada di Bukittinggi untuk membentuk pemerintah darurat. Sukarno mengirimkan mandat serupa kepada Mr. Maramis dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di New Delhi, India apabila pembentukan PDRI di Sumatra mengalami kegagalan. Namun, Syafruddin berhasil berhasil mendeklarasi berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 19 Desember 1948. Susunan pemerintahannya antara lain sebagai berikut:
Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai ketua merangkap Perdana Menteri, Menteri Pertahanan dan Menteri Penerangan. Mr. T.M. Hassan sebagai wakil ketua merangkap Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan, dan Menteri Agama. Ir. S.M. Rasyid sebagai Menteri Keamanan merangkap Menteri Sosial, Pembangunan dan Pemuda. Mr. Lukman Hakim sebagai Menteri Keuangan merangkap Menteri Kehakiman. Ir. Sitompul sebagai Menteri Pekerjaan Umum merangkap Menteri Kesehatan. Maryono Danubroto sebagai Sekretaris PDRI. Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar Tentara Kolonel A.H. Nasution sebagai Panglima Tentara Teritorial Jawa. Kolonel Hidayat sebagai Panglima Tentara Teritorial Sumatra.
PDRI yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara ternyata berhasil memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan dan menegakkan pemerintah RI. Peranan PDRI antara lain sebagai berikut. PDRI dapat berfungsi sebagai mandataris kekuasaan pemerintah RI dan berperan sebagai pemerintah pusat. PDRI juga berperan sebagai kunci dalam mengatur arus informasi, sehingga mata rantai komunikasi tidak terputus dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Radiogram mengenai masih berdirinya PDRI dikirimkan kepada Ketua Konferensi Asia, Pandit Jawaharlal Nehru oleh Radio Rimba Raya yang berada di Aceh Tengah pada tanggal 23 Januari 1948. PDRI berhasil menjalin hubungan dan berbagi tugas dengan perwakilan RI di India. Dari India informasi-informasi tentang keberadaan dan perjuangan bangsa dan negara Indonesia dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru. Terbukalah mata dunia mengenai keadaan RI yang sesungguhnya. di Aceh Tengah pada tanggal 23 Januari 1948. PDRI juga berhasil menjalin hubungan dan berbagi tugas dengan perwakilan RI di India. India. Dari India informasi-informasi tentang keberadaan dan perjuangan bangsa dan negara RI dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru. Terbukalah mata dunia mengenai keadaan RI yang sesungguhnya. Konflik antara Indonesia dengan Belanda masih terus berlanjut. Namun semakin terbukanya mata dunia terkait dengan konflik itu, menempatkan posisi Indonesia semakin menguntungkan. Untuk mempercepat penyelesaikan konflik ini maka oleh DK PBB
dibentuklah UNCI (United ( United Nations Commission for Indonesia) Indonesia ) atau Komisi PBB untuk Indonesia sebagai pengganti KTN. UNCI ini memiliki kekuasaan yang lebih besar dibanding KTN. UNCI berhak mengambil keputusan yang mengikat atas dasar suara mayoritas. UNCI memiliki tugas dan kekuasaan sebagai berikut: 1. Memberi rekomendasi kepada DK PBB dan pihak-pihak yang bersengketa (Indonesia dan Belanda). 2. Membantu mereka yang bersengketa untuk mengambil keputusan dan melaksanakan resolusi DK PBB. 3. Mengajukan saran kepada DK PBB mengenai cara-cara yang dianggap terbaik untuk mengalihkan kekuasaan di Indonesia berlangsung secara aman dan tenteram. d. Membantu memulihkan kekuasaan pemerintah RI dengan segera. 4. Mengajukan rekomendasi kepada DK PBB mengenai bantuan yang dapat diberikan untuk membantu keadaan ekonomi penduduk di daerah-daerah yang diserahkan kembali kepada RI. 5. Memberikan saran tentang pemakaian tentara Belanda di daerah-daerah yang dianggap perlu demi ketenteraman rakyat. 6. Mengawasi pemilihan umum, bila di wilayah Indonesia diadakan pemilihan. Ketika Presidan, Wakil presiden dan pembesar-pembesar Republik ditawan Belanda di Bangka, delegasi BFO ( Bijzonder Federaal Overleg ) mengunjungi mereka dan mengadakan perundingan. UNCI mengumumkan mengumumkan bahwa delegasi-delegasi Republik, Belanda dan BFO BFO telah mecapai persetujuan pendapat mengenai akan diselenggarakannya KMB. UNCI juga berhasil menjadi mediator dalam KMB. Bahkan peranan itu juga tampak sampai penyerahan dan pemulihan kekuasaan kekuasaan Pemerintah RI di Indonesia.
Konferensi Konferensi meja bundar
Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian KMB merupakan merupakan sebuah pertemuan (konferensi) yang bertempat di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus sampai 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di kepulauan Indonesia. Sebelum konferensi ini berlangsung, sebenarnya Indonesia dan Belanda telah melakukan tiga perjanjian besar, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan dan Perjanjian Roem-Royen (1949). Konferensi ini berakhir dengan setujunya Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat. Latar Belakang Terjadinya Konferensi Meja Bundar
Usaha untuk menggagalkan kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasa n berakhir dengan kegagalan. Dunia international mengutuk perbuatan Belanda tersebut. Belanda dan Indonesia lalu mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perjanjian Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan (PBB) Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer yang dilakukan Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintahan Republik Indonesia. Lalu diaturlah kelanjutan perundingan untuk menemukan solusi damai antara dua belah pihak. Pada tanggal 11 Agustus 1949, dibentuk perwakilan Republik Indonesia untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda. Tujuan Diadakannya Konferensi Meja Bundar
1. Perjanjian ini dilakukan untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik Indonesia dengan Belanda. Khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat. 2. Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat. Perwakilan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar
Pada Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Denhaag Pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949, Indonesia diwakili oleh: 1. 2. 3. 4. 5.
Drs. Hatta (ketua) Nir. Moh. Roem Prof Dr. Mr. Supomo Dr. J. Leitnena Mr. Ali Sastroamicijojo
6. Ir. Djuanda 7. Dr. Sukiman 8. Mr. Suyono Hadinoto 9. Dr. Sumitro Djojohadikusumo 10. Mr. Abdul Karim Pringgodigdo 11. Kolonel T.B. Simatupang 12. Mr. Muwardi Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley. Isi dari Konferensi Meja Bundar
1. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang merdeka. 2. Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun, sesudah pengakuan kedaulatan. 3. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk bekerja sama dengan status sukarela dan sederajat. 4. Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda. 5. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang dari tahun 1942. Sementara itu, pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan pengesahan dan tanda tangan bersama piagam persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Indonesia Serikat antara Republik Indonesia dan BFO. Di samping itu, hasil keputusan Konferensi Meja Bundar disampaikan kepada Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya, KNIP KNIP melakukan sidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil dari KMB. Pembahasan hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara pemungutan suara dari para peserta, hasil akhir yang dicapainya adalah 226 suara setuju, 62 suara menolak, dan 31 suara meninggalkan ruang sidang. Dengan demikian, KNIP resmi menerima hasil KMB. Lalu pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat(RIS) dengan caIon tunggal Ir. Soekarno yang akhirnya terpilih sebagai presiden. Kemudian Ir. Soekarno dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949. Kabinet RIS di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta. Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai perdana menteri oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20 Desember 1949. Setelahnya pada tanggal 23 Desember 1949 perwakilan RIS berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani akta penyerahan kedaulatan. Pada tanggal 27 Desember 1949, pada kedua negara, Indonesia dan negeri Belanda dilaksanakan upacara penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.
Dampak dari Konferensi Meja Bundar
Penyerahan kedaulatan Indonesia yang dilakukan di negeri Belanda bertempat di ruangan takhta Amsterdam. Ratu Juliana, Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sasseu, Perdana Menteri Dr. Wil lem Drees dan Drs. Moh. Hatta adalah tokoh yang terlibat dalam melakukan penandatanganan akta penyerahan kedaulatan. Pada saat yang bersamaan di Jakarta, Sri Sr i Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink menandatangani naskah penyerahan kedaualatan dalam suatu upacara di Istana Merdeka. Penyerahan kedaulatan itu berarti Belanda telah mengakui berdirinya Republik Indonesia Serikat dan mengakui kekuasaan Indonesia di seluruh bekas wilayah jajahan Hindia – Belanda secara formal kecuali Irian Barat. Irian barat diserahkan oleh Belanda setahun seta hun kemudian. Sebulan kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Januari J anuari 1950, Jenderal Besar Sudirman yang telah banyak berjuang terutama pada perang gerilya ketika a gresi militer Belanda akhirnya wafat pada usia 34 tahun. Beliau merupakan panutan bagi para anggota TNI.
Latar Belakang Terbentuknya Republik Indonesia Serikat
Perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia diselesaikan dengan perundingan di Den Haag pada paruh kedua tahun 1949. Perkembangan dalam perundingan-perundingan ini memperlihatkan langkah-langkah lebih progresif dari gagasan-gagasan van Mook sebelumnya, yang telah dipecat dari jabatannya sebagai penguasa tertinggi di Bijeenkomst voor Federaale Overleg (Musyawarah (Musyawarah Negara-Negara Federal atau biasa disingkat BFO). Sebelum melangkah ke forum internasional, wakil-wakil RI berunding dua kali dengan wakilwakil BFO di Yogyakata (22 Juli 1949), dan Jakarta (1 Agustus 1949). Mereka sepakat mengenai aspek-aspek terpenting dalam usaha menciptakan suatu sistem politik baru. Perundingan itu kemudian dilanjutkan ke Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, KMB digelar pada 23 Agustus 1949, ketika itu delegasi Indonesia dipimpin oleh Mohammad Hatta, sementara BFO dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung. Pada Pada konferensi tersebut, dibentuk komisi-komisi yang membahas berbagai aspek dalam rangka serah terima dari Belanda pada Republik Indonesia Serikat, serta persiapan pembentukan Uni Indonesia Belanda. Ketika KMB berlangsung, Konferensi Inter-Indonesia juga dilangsungkan di Belanda untuk merumuskan konstitusi Republik Indonesia Serikat, sebagai tindak lanjut perundingan di Yogyakata, dan Jakarta. Tanggal 29 Oktober 1949, piagam persatuan RIS berhasil ditandatangi di Scheveningen oleh 16 perwakilan masng-masing wakil negara bagian dan daerah otonom. Akhirnya, setelah perundingan alot selama lebih dari dua bulan, KMB berakhir pada 2 November 1949. Dengan disetujuinya KMB pada tanggal 2 November 1949 di Den Haag, maka terbentuklah negara Republik Indonesia Serikat. Hasil KMB salah satunya menyebutkan kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia yang sepenuhnya kepada RIS dengan tidak bersyarat lagi dengan tidak dapat dicabut, dan karena itu mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Dari hasil tersebut, banyak kalangan menilai, hasil KMB sangat menyimpang dari gerakan kebangsaan dan semangat proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang tidak menginginkan kemerdekaan sebagai hadiah. Yang dituntut sebenarnya adalah pengakuan atas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, bukan penyerahan kedaulatan. Hal ini diperparah dengan kewajiban Indonesia membayar hutang Hindia-Belanda sebesar 6, 5 milyar gulden, sebelum akhirnya disepakati menjadi 4, 5 milyar gulden. Terbentuknya Pemerintahan Pemerintahan Republik Indonesia Serikat
Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri dari 7 negara bagian dan 9 daerah otonom dengan masing-masing mempunyai luas daerah dan jumlah penduduk yang berbeda. Di antara negaranegara bagian yang terpenting, selain Republik Indonesia yang memiliki luas daerah dan jumlah penduduk terbanyak, ialah Negara Sumatra Timur, Negara Sumatra Selatan, Negara Pasundan, dan Negara Indonesia Timur. Tangggal 14 November 1949, rombongan delegasi Indonesia di bawah pimpinan Mohammad Hatta tiba kembali di Yogyakarta. Hasil dari KMB perlu diratifikasi oleh semua negara dan daerah otonom yang menjadi anggota RIS, dalam hal ini oleh pemerintah Indonesia Indonesia, dan semua negara-negara federal bentukan van Mook.
Pada tanggal 14 November 1949 di Jakarta, wakil dari semua anggota BFO dan pemerintah Indonesia menandatangani konstitusi RIS. Sementara itu, sejak awal Desember 1949 di Yogyakarta KNIP mulai membahas hasil KMB. Ketika sidang pleno KNIP, banyak anggota yang sadar pembentukan RIS sebenarnya adalah penyelewengan terbesar proklamasi kemerdekaan. Meskipun demikian, KNIP KNIP menyadari menyadari tidak ada jalan lain, selain menerima segala naskah yang dibuat oleh KMB di Den Haag. Ditambah naskah kontitusi RIS, yang tidak dapat dirubah sediki pun. Sehingga mereka hanya harus menerima dan mengesahkan saja. KNIP juga harus memilih seorang wakil bagi setiap 12 anggota KNIP, untuk duduk dalam dewan perwakilan RIS. Setelah satu minggu bersidang, diambil pemungutan suara untuk pengesahan seluruh hasil KMB dengan hasil, 236 suara menerima, dan 62 suara menolak hasil KMB. Taggal 15 Desember 1949, KNIP meratifikasi hasil-hasil KMB. Selain menunjuk wakil-wakil untuk duduk di Senat RIS, KNIP juga menunjuk wakil-wakil Indonesia untuk duduk di Dewan Perwakilan Rakyat RIS. Sama halnya dengan negara-negara anggota BFO, yang mengirim wakil untuk duduk di Senat dan DPR RIS. Pada tanggal 16 Desember 1949 di Yogyakarta, Panitia Pemilihan Nasional RIS memilih Soekarno menjadi presiden Indonesia Serikat pertama, dan peresmiannya dilakukan tanggal 17 Desemer 1949. KNIP kemudian mengangkat Mr. Assaat Datuk Mudo, ketua KNIP, sebagai pemangku jabatan Presiden Indonesia. Dengan demikian, MR. Assaat de facto presiden Indonesia kedua yang memegang jabatan ini hingga dibubarkannya RIS pada tanggal 17 Agustus 1950. DPR RIS kemudian memilih empat orang menjadi formatur kabinet, yaitu Mohammad Hatta, Anak Agung Gde Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Sultan Hamid II. Pada 19 Agustus 1949 terbentuk lah kabinet RIS dengan sus unan: Perdana Menteri
: Mohammad Hatta
Menteri Luar Negeri
: Mohammad Hatta
Menteri Pertahanan
: Hamengku Buwono IX
Menter Dalam Negeri
: Ide Anak Agung Gde Agung
Menteri Keuangan
: Syafruddin Prawiranegara
Menteri Perekonomian Perekonomian : Ir. Juanda Menteri Perhubungan dan Pekerjaan Umum: Ir. H. Laoh Menteri Kehakiman
: Prof. Dr. Mr. Soepomo
Menteri P dan K
: dr. Abu Hanifah
Menteri Kesehatan
: dr. Josef Leimena
Menteri Perburuhan
: Mr. Wilopo
Menteri Sosial
: Mr. Kosasih Purwanegara
Menteri Agama
: K. H. Wahid Hasyim
Menteri Penerangan
: Arnold Mononutu
Menteri Negara
: Sultan Hamid Alkadrie II
Mr. Mohammad Roem Dr. Suparno Kabinet ini merupakan Zaken merupakan Zaken Kabinet (mengutamakan (mengutamakan keahlian dari anggota-anggotanya), dan bukan kabinet koalisasi yang bersandar pada kekuatan kekuatan partai-partai politik. Upacara penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah Indonesia Serikat berlangsung bersamaan di dua tempat. Pada 27 Desember 1949 di Paleis op de Dam di Amsterdam, Belanda. Perdana menteri RIS Mohammad Hatta atas nama pemerintah RIS, menerima kedaulatan dari Ratu Juliana, dan di Jakarta, Wakil Perdana Menteri RIS, Hamengku Buwono IX menerima kedaulatan RIS dari wakil tinggi mahkota Belanda, A. H. J. Lovink. Permasalahan-Permasalahan Permasalaha n-Permasalahan yang Dihadapi Republik Indonesia Serikat
Pada masa sistem pemerintahan federal ini, kabinet Hatta disibukkan dengan permasalahan permasalahan yang muncul muncul akibat perang kemerdekaan maupun masalah-masalah yang intern dengan kehidupan suatu negara muda. Sebagai akibat dari perang kemerdekaan banyak prasarana yang hancur, keadaan ekonomi yang buruk, dan terdapat pula kerusakan mental di masyarakat. Di bidang ekonomi sendiri masalah utama adalah munculnya inflasi dan defisit dalam anggaran belanja. Untuk mengatasi masalah inflasi, pemerintah menjalankan suatu kebijakan dalam bidang keuangan yaitu mengeluarkan peraturan pemotongan uang pada tanggal 19 Maret 1950, yang dikenal dengan kebijakan gunting Syafruddin. Peraturan ini menentukan bahwa uang yang bernilai 2, 50 gulden atau Rp. 5 ke atas dipotong menjadi dua, sehingga nilainya tinggal setengah. Meskipun banyak pemilik uang yang terkena dampak peraturan ini, tetapi pemerintah mulai dapat mengendalikan inflasi agar tidak cepat meningkat. Di samping soal keuangan ini, ekonomi juga dapat diperbaiki, karena dengan melet usnya Perang Korea, perdagangan ke luar negeri meningkat, terutama untuk bahan mentah seperti karet. Dengan meningkatnya ekspor, maka pendapatan negara juga ikut meningkat. Masalah utama lain terdapat di bidang kepegawaian, baik sipil maupun militer. Setelah selesainya perang, jumlah pasukan harus dikurangi karena keuangan negara yang tidak mendukung. Mereka perlu mendapat penampungan bila pemerintah ingin melakukan program rasionalisasi. Untuk itu pemerintah membuka kesempatan utuk melanjutkan pelajarannya dalam pusat latihan yang memberi pendidikan keahlian untuk memberi mereka kesempatan
menempuh karier sipil profesional. Selain itu usaha transmigrasi juga dilakukan, meskipun demikian masalah kepegawaian belum dapat diselesaikan pemerintah RIS. Dalam pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) intinya diambil dari TNI, sedangkan lainnya dari kalangan bekas anggota KNIL. Personil KNL yang akan dilebur ke dalam APRIS meliputi 33.000 orang dengan 30 perwira. Pembentukan APRIS menimbulkan kegoncangan psikologis bagi TNI. Di satu pihak TNI keberatan untuk bekerjasama dengan bekas musuh. Sebaliknya dari pihak KNIL terdapat tuntutan untuk ditetapkan sebagai aparat negara bagian, dan menolak masuknya TNI di negara tersebut. Gejala semacam ini tentunya menimbulkan konflik baru di dalam negeri, contohnya di Bandung berupa gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang mengirimkan ultimatum kepada Pemerintah RIS, dan Negara Pasundan serta menuntut diakui sebagai tentara Pasundan dan menolak pembubaran negara tu. Sementara itu, di Kalimantan Barat Sultan Hamid menolak masuknya TNI serta menolak untuk mengakui menteri pertahahan RIS dan menyatakan bahwa dia yang berkuasa di daerah tersebut. Di Makassar muncul gerakan Andi Aziz di Ambon, dengan nama gerakan Republik Maluku Selatan (RMS). Keadaan ini sengaja diwariskan oleh kekuatan reaksioner Belanda, dengan tujuan mempertahankan kepentingan dan membuat kondisi RIS kacau. Jika usaha ini berhasil, maka dunia Internasional akan menganggap RIS tidak mampu memelihara keamanan dan ketertiban di wilayahnya. Selain disibukkan dengan suasana nasional yang tidak stabil akibat bom waktu yang sengaja ditinggalkan pihak kolonialis, pemerintah masih harus menghadapi pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo. Kembali ke Bentuk Negara Kesatuan
Wacana kembali ke dalam bentuk negara kesatuan dimulai oleh keinginan Negara Indonesia Timur (NIT), dan pemerintah Negara Sumatra Timur (NST), yang menyatakan keinginannya untuk bergabung kembali ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada 8 April 1950 diadakan konferensi segitiga antara RIS-NIT-NST. Akhirnya, tanggal 12 Mei 1950 Kedua negara bagian tersebut memberikan mandatnya kepada perdana menteri RIS, Mohammad Hatta, untuk mengadakan pembicaraan mengenai pembentukan negara kesatuan dengan pemerintah RI. Sementara itu, rakyat di negara-negara bagian umumnya juga menuntut agar wilayahnya dikembalikan kepada Republik Indonesia, seperti yang dilakukan rakyat Jawa Barat pada 8 Maret 1950. Mereka berbondong-bondong melakukan demonstrasi di Bandung menuntut pembubaran Negara Pasundan, dan seluruh wilayahnya dikembalikan ke dalam RI. Kesepakatan antara RIS dan RI (sebagai negara bagian) untuk membentuk negara kesatuan tercapai pada tanggal 19 Mei 1950. Setelah Setelah dua bulan bekerja, Panitia Gabungan RIS dan dan RI yang bertugas merancang UUD Negara Kesatuan berhasil menyelesaikan tugasnya pada tanggal 19 Mei 1950.
Setelah itu diadakan pembahasan di masing-masing DPR, rancangan UUD negara kesatuan itu pun diterima dengan baik oleh Senat, Parlemen RIS, dan KNIP. Tanggal 17 Agustus 1950, bertepatan dengan momen kemerdekaan, presiden presiden Soekarno menandatangani rancangan UUD tersebut yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (UUDS 1950). UUDS sendiri mengandung unsur-unsur dari UUD 1945 dan undang-undang dari konstitusi RIS. Menurut UUDS 1950, kekuasaan legislatif dipegang oleh presiden, kabinet, dan DPR. Pemerintah mempunyai hak untuk mengeluarkan undang-undang darurat atau peraturan pemerintah, meskipun pada perkembangannya harus disahkan terlebih dahulu oleh DPR. Selain itu kabinet secara keseluruhan atau perseorangan, masih bertanggung jawab kepada DPR, yang mempunyai hak untuk menjatuhkan kabinet atau memberhentikan menteri. Dengan ditandanganinya rancangan UUDS, maka pada tanggal 17 Agustus 1950 secara resmi RIS dibubarkan, dan dibentuk kembali negara kesatuan yang diberi nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).