ISSN 2805 - 2754
GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV
(Telaah Pustaka)
Oleh
R. T. Handayani*)
*) Dosen Tetap Akademi Keperawatan Mamba'ul 'Ulum Surakarta
ABSTRAK
Human Imunodefisiensi Virus. HIV adalah virus yang membunuh SDP (CD4)
di dalam tubuh , SDP berfungsi membantu melawan infeksi dan penyakit yang
masuk kedalam tubuh. Kegiatan pelayanan Pencegahan Penularan HIV dari ibu
ke anak/Prevention of Mother to child HIV transmision/PMTCT merupakan
bagian dari pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan/CST bagi pasien
HIV/AIDS. Metode penularan utama di Indonesia adalah penggunaan narkotika
suntik yang tidak aman dan perilaku seksual beresiko.
A. Latar Belakang
Human Imunodefisiensi Virus. HIV adalah virus yang membunuh SDP (CD4)
di dalam tubuh , SDP berfungsi membantu melawan infeksi dan penyakit yang
masuk kedalam tubuh. Apa Itu AIDS Terjadi setelah virus HIV masuk ke dalam
tubuh seseorang dan menghancurkan sistem kekebalan tubuh Ketika sistem
kekebalan tubuh seseorang rusak,maka tubuh akan mudah terserang penyakit
Mengetahui status HIV secara dini waktu hamil sangat bermanfaat untuk
permpuan dan bayi. Kemampuan perempuan untuk mengawasi kesehatan dan
kehidupan sendiri perlu ditingkatkan bila dia mengetahui dirinya HIV-
positif, ibu dapat mencegah terjadinya penularan pada bayinya.
Kegiatan pelayanan Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke
anak/Prevention of Mother to child HIV transmision/PMTCT merupakan bagian
dari pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan/CST bagi pasien HIV/AIDS.
Pelayanan PMTCT semakin menjadi perhatian dikarenakan epidemi HIV/AIDS di
Indonesia meningkat dengan cepat (jumlah kasus AIDS pada akhir triwulan II
2008 adalah 12,686 kasus). Metode penularan utama di Indonesia adalah
penggunaan narkotika suntik yang tidak aman dan perilaku seksual beresiko.
Sebagian besar kasus HIV dan AIDS diderita oleh laki-laki (rasio 3,79 : 1),
namun kasus HIV dan AIDS pada perempuan usia reproduktif dan anak-anak juga
meningkat seiring dengan bergesernya epidemi dari kelompok berisiko menjadi
kelompok masyarakat umum.
B. Pengertian
Human Imunodefisiensi Virus. HIV adalah virus yang membunuh SDP (CD4)
di dalam tubuh , SDP berfungsi membantu melawan infeksi dan penyakit yang
masuk kedalam tubuh.
Apa Itu AIDS Terjadi setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh seseorang dan
menghancurkan sistem kekebalan tubuh Ketika sistem kekebalan tubuh
seseorang rusak,maka tubuh akan mudah terserang penyakit
C. Klasifikasi
1. Berdasar CD4:
a. CD4 > 500
b. CD4 > 200 – 499
c. CD4 < 200
2. Berdasar WHO:
a. Stadium I: asimtomatik,aktifitasN
b. Stadium II : Simtomatik, aktifitas N
c. Stadium III:simtomatik terbatas aktifitas >50%
d. Stad IV:simtomatik,aktifitas < 50%
D. Etiologi
Penyebab dari HIV adalah virus imunodevisiensi syndrom
E. Cara Penularan HIV /ADS
a. Lewat cairan darah:
Melalui transfusi darah / produk darah yg sudah tercemar HIV
Lewat pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai
bergantian tanpa disterilkan, misalnya pemakaian jarum suntik
dikalangan pengguna Narkotika Suntikan
Melalui pemakaian jarum suntik yang berulangkali dalam kegiatan lain,
misalnya : peyuntikan obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang
menembus kulit, misalnya alat tindik, tato, dan alat facial wajah
b. Lewat cairan sperma dan cairan vagina :
Melalui hubungan seks penetratif (penis masuk kedalam Vagina/Anus),
tanpa menggunakan kondom, sehingga memungkinkan tercampurnya cairan
sperma dengan cairan vagina (untuk hubungan seks lewat vagina) ; atau
tercampurnya cairan sperma dengan darah, yang mungkin terjadi dalam
hubungan seks lewat anus.
c. Lewat Air Susu Ibu :
Penularan ini dimungkinkan dari seorang ibu hamil yang HIV positif,
dan melahirkan lewat vagina; kemudian menyusui bayinya dengan ASI.
Kemungkinan penularan dari ibu ke bayi (Mother-to-Child Transmission)
ini berkisar hingga 30%, artinya dari setiap 10 kehamilan dari ibu HIV
positif kemungkinan ada 3 bayi yang lahir dengan HIV positif.
d. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus
itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat
menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin
dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
1. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria)
pada plasenta selama kehamilan.
2. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus
pada saat itu.
3. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
4. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
e. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh
karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section
caesaria.
f. Periode Post Partum
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI.
Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang
menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15%
dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI
tergantung dari:
1. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
2. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting
susu dan infeksi payudara lainnya.
3. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
4. Status gizi ibu yang buru
Secara langsung (transfusi darah, produk darah atau transplantasi
organ tubuh yang tercemar HIV) l Lewat alat-alat (jarum suntik, peralatan
dokter, jarum tato, tindik, dll) yang telah tercemar HIV karena baru
dipakai oleh orang yang terinfeksi HIV dan tidak disterilisasi terlebih
dahulu.
Karena HIV – dalam jumlah yang cukup untuk menginfeksi orang lain-
ditemukan dalam darah, air mani dan cairan vagina Odha. Melalui cairan-
cairan tubuh yang lain, tidak pernah dilaporkan kasus penularan HIV
(misalnya melalui: air mata, keringat, air liur/ludah, air kencing).
Melalui hubungan seksual dengan seseorang yang terinfeksi HIV tanpa
memakai kondom l Melalui transfusi darah l Melalui alat-alat tajam yang
telah tercemar HIV (jarum suntik, pisau cukur, tatto, dll) l Melalui ibu
hamil yang terinfeksi HIV kepada janin yang dikandungnya atau bayi yang
disusuinya.
Dalam satu kali hubungan seks secara tidak aman dengan orang yang
terinfeksi HIV dapat terjadi penularan. Walaupun secara statistik
kemungkinan ini antara 0,1% hingga 1% (jauh dibawah risiko penularan HIV
melalui transfusi darah) tetapi lebih dari 90% kasus penularan HIV/AIDS
terjadi melalui hubungan seks yang tidak aman. karena kegiatan sehari-hari
Odha tidak memungkinkan terjadinya pertukaran cairan tubuh yang menularkan
HIV. Kita tidak tertular HIV selama kita mencegah kontak darah dengan Odha
dan jika berhubungan seks, kita melakukannya secara aman dengan memakai
kondom
Seorang Odha kelihatan biasa, seperti halnya orang lain karena tidak
menunjukkan gejala klinis. Kondisi ini disebut "asimptomatik" yaitu tanpa
gejala. Pada orang dewasa sesudah 5-10 tahun mulai tampak gejala-gejala
AIDS.
Hubungan seksual secara anal (lewat dubur) paling berisiko menularkan HIV,
karena epitel mukosa anus relatif tipis dan lebih mudah terluka
dibandingkan epitel dinding vagina, sehingga HIV lebih mudah masuk ke
aliran darah. Dalam berhubungan seks vaginal, perempuan lebih besar
risikonya daripada pria karena selaput lendir vagina cukup rapuh. Disamping
itu karena cairan sperma akan menetap cukup lama di dalam vagina,
kesempatan HIV masuk ke aliran darah menjadi lebih tinggi. HIV di cairan
vagina atau darah tersebut, juga dapat masuk ke aliran darah melalui
saluran kencing pasangannya.
AIDS tidak ditularkan melalui :
a. Makan dan minum bersama, atau pemakaian alat makan minum bersama.
b. Pemakaian fasilitas umum bersama, seperti telepon umum, WC umum, dan
kolam renang.
c. Ciuman, senggolan, pelukan dan kegiatan sehari-hari lainnya.
d. Lewat keringat, atau gigitan nyamuk
F. Manifestasi Klinis
a. BB menurun – 10%
b. Diare kronis
c. Demam kronis
d. Batuk kronis
e. Dermatitis generalis
f. Herpes zoster/simplek
g. Kandidiasis
h. Limfadenopati
i. Infeksi jamur
j. Retinitis virus sitomegalo
G. Perkembangan HIV menjadi AIDS
a. Tertular
b. Periode jendela 3-6bln
c. HIV 3-10 thn
d. AIDS 1-2 thn
H. Penatalaksanaan
a. Belum ada
b. Obat antiretroviral hanya menghambat perkembangbiakan virus
c. Dalam waktu 6 bln minum obat maka virus tidak akan terdeteksi dalam
darah,tetapi virus masih ada dlm cairan tbh lain
d. Tujuan Therapi HIV Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas,
Memperbaiki kualitas hidup
Memelihara fungsi kekebalan, menekan replika virus.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik di bagi menjadi tiga, yaitu:
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Tes Antibody
3. Pelacakan H
yang terdiri dari:
a. Serologis : Tes Antibody Serum, Tes Western Blot, Sel T Limfosit,
Sel T4 Helper, T8 (sel supresor sitopatik), P24, Kadar Ig, Reaksi
Rantai Polimerasi dan Tes PHS
b. Neurologis : EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
c. Tes Lainnya : Sinar X Dada, Tes Fungsi Pulmonal, Scan Gallium,
Biopsi.
J. VCT (Voluntary conseling Test)
a. Voluntary
Pelayanan secara sukarela dan rahasia mendorong orang untuk dtang ke
tempat yang profesional dan dapat dipercaya
b. Counseling
Sebagai komunikasi interpersonal yang efektif utk perub tingkah
laku
c. Testing
Tes yang berkualitas dengan hasil cepat shingga dapat meningkatkan
kebutuhan orang untuk melakukan VCT
VCT
Penting dalam perubahan
Perilaku beresiko menuju ke perilaku sehat (aman)
Konseling Pre Test
a. Alasan untuk test HIV
b. Pengetahuan tentang HIV
c. Meluruskan pemahaman yang keliru
d. Kajian tingkat resiko individu
e. Diskusi berbagai kemungkinan hasil test
f. Kemamp mengatasi msl
g. Kebut dan dukungan
h. Memahami tingkat pengertiannya
i. Pemberian waktu untuk berfikir
j. Pembuatan keputusan: tes atau tidak
K. Fokus Pengkajian
1. Aktivitas /Istirahat:
2. Sirkulasi:
3. Integritas Ego:
4. Eliminasi
5. Makanan/Cairan:
6. Neurosensori:
7. Nyeri/Kenyamanan:
8. Pernapasan
9. Seksualitas:
L. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan manifestasi HIV,
ekskoriasi dan diare pada kulit
Intervensi: Kulit dan mukosa oral harus dinilai secara rutin dari
adanya infeksi dan kerusakan kulit. Pasien dianjurkan mempertahankan
keseimbangan antara istirahat dan mobilitas. Bantu mengubah posisi
pasien setiap 2 jam bagi yang imobilisasi. Pasien diminta untuk
tidak menggaruk dan menggunakan sabun nonabrasif, memakai pelembab
tanpa parfum untuk mencegah kekeringan kulit.
2. Diare yang berhubungan dengan kuman patogen usus dan/atau infeksi
HIV
Intervensi: Nilai pola defekasi, frekuensi defekasi, dan konsistensi
feses serta pasien yang melaporkan rasa sakit pada perut terkait
dengan defekasi. Kuantitas dan volume feses cair diukur untuk
mencatat kehilangan volume cairan. Kultur feses untuk menentukan
penyebab diare. Konseling untuk pengobatan dan asupan makanan yang
adekuat.
3. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan immunodefisiensi
Intervensi: Kepada pasien dan orang yang merawatnya diminta untuk
memantau tanda dan gejala infeksi, yaitu demam, mengigil, keringat
malam, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, napas pendek,
kesulitan bernapas, sakit/sulit menelan, bercak putih di rongga
mulut, penurunan BB yang tidak jelas penyebabnya, kelenjar limfe
membengkak, mual, muntah, diare persisten, sering berkemih, sulit
dan nyeri saat berkemih, sakit kepala, perubahan visual dan
penurunan daya ingat, kemerahan, keluar sekret pada luka, lesi
vaskuler pada wajah, bibir atau daerah perianal. Perawat harus
memantau hasil laboratorium, seperti hitung leukosit dan hitung
jenis. Penyuluhan mencakup higiene perorangan, rumah (seperti kamar,
dapur) harus bersih untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur.
Jika harus membersihkan kotoran, pasien harus memakai sarung tangan.
Pengidap AIDS dan pasangannya harus menghindari kontak dengan cairan
tubuh selama melakukan hubungan seksual dan selalu menggunakan
kondom pada segala bentuk hubungan seks. Pentingnya menghindari
rokok dan mempertahankan keseimbangan antara diet, istirahat, dan
latihan. Semua petugas kesehatan harus selalu mempertahankan
tindakan penjagaan universal dalam semua perawatan pasien.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keadaan mudah letih,
kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
dan hipoksia yang menyertai infeksi paru
Intervensi: Toleransi terhadap aktivitas dinilai dengan memantau
kemampuan pasien untuk bergerak (ambulasi) dan melaksanakan kegiatan
sehari-hari. Bantuan dalam menyusun rencana rutinitas harian untuk
menjaga keseimbangan antara aktivitas dan istirahat mungkin
diperlukan. Barang-barang pribadi yang sering digunakan harus
ditaruh pada tempat yang mudah dijangkau. Terapi relaksasi dapat
digunakan untuk mengurangi kecemasan yang turut menimbulkan
kelemahan dan keadaan mudah letih. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain mungkin diperlukan, seperti kelemahan akibat adanya anemia,
yang memerlukan terapi obat-obatan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
asupan oral
Intervensi: Status nutrisi dinilai melalui memantau BB, asupan
makanan, antropometri, kadar albumin, BUN, protein serta transferin
dalam serum. Pengendalian mual dan muntah dengan obat antiemetik
dapat meningkatkan asupan diet pasien. Menganjurkan pasien memakan
makanan yang mudah ditelan dan menghindari makanan kasar, pedas atau
lengket, serta terlalu panas atau dingin. Menganjurkan menjaga
higiene oral sebelum dan sesudah makan. Jadwal makan harus diatur
sehingga tidak jatuh pada saat pasien baru saja menjalani tindakan
yang menyebabkan nyeri dan dalam keadaan kelelahan. Konsultasi
dengan ahli diet untuk menentukan kebutuhan nutrisi. Penggunaan
suplemen yang khusus dirancang untuk pengidap AIDS dapat dianjurkan
pada pasien. Bila asupan oral tidak dapat dipertahankan, memerlukan
terapi nutrisi enteral atau parenteral. Perawat komunitas atau
perawatan di rumah (home care) dapat memberikan pelajaran tambahan
serta dukungan setelah pasien pulang dari rumah sakit.
6. Isolasi sosial berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri
dari sistem pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan bila dirinya
menulari orang lain
Intervensi: Isolasi sosial adalah pengalaman sendiri individu akibat
perlakuan orang lain dan dianggap sebagai hal yang negatif dan
mengancam status. Isolasi sosial dapat terjadi akibat adanya
penyakit yang menyeramkan, dan mengakibatkan kegelisahan di suatu
masyarakat, sehingga menyebabkan seseorang diasingkan, misalnya
penyakit tuberkulosis dan AIDS. Pengidap AIDS menarik diri baik
secara fisik maupun emosional dari kontak sosial, akibat
stigmatisasi ganda. Perawat berada dalam posisi kunci untuk
menciptakan suasana penerimaan dan pemahaman terhadap pengidap AIDS
dan keluarga serta pasangannya. Pasien dianjurkan untuk
mengekspresikan perasaan terisolasi, kesepiannya, dan perawat harus
menetramkannya dengan menjelaskan bahwa semua perasaan ini merupakan
hal yang lazim serta normal. Berikan informasi tentang cara
melindungi diri sendiri dan orang lain dapat membantu pasien agar
tidak menghindari kontak sosial. Menjelaskan kepada pasien, keluarga
dan sahabatnya bahwa penyakit AIDS tidak ditularkan melalui kontak
biasa. Pendidikan bagi petugas kesehatan untuk mengurangi faktor-
faktor yang membuat pasien merasa terisolasi.
7. Berduka diantisipasi berhubungan dengan perubahan gaya hidup serta
pernannya, dan dengan prognosis yang tidak menyenangkan
Intervensi: Membantu pasien untuk mengutarakan perasaannya dan
menggali serta mengenali sumber yang bisa memberikan dukungan dan
mekanisme untuk mengatasi persoalan tersebut. Mendorong pasien untuk
mempertahankan kontak dengan keluarga, sahabatnya dan memanfaatkan
kelompok pendukung. Pasien juga dianjurkan untuk meneruskan kegiatan
yang biasa mereka lakukan.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara-cara mencegah penularan
HIV dan perawatan mandiri
Intervensi: Pasien, keluarga, dan sahabatnya diberitahu mengenai
cara-cara penularan penyakit AIDS. Semua ketakutan dan
kesalahpahaman harus dibicarakan dengan seksama.
Daftar Pustaka
Doenges, Marilyn. E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Peremcanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2,
(Terjemahan), EGC, Jakarta
Green. W, 2005, HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan (Terjemahan), HIV i-
base http://www.i-base.info
Noer, Sjaefullah, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3, Jilid I,
FKUI, Jakarta.