8 Area Perubahan Reformasi Birokrasi Oleh Kemal Ahmad Ridla, 1206254605
Selama sepuluh tahun terakhir reformasi birokrasi telah memperoleh perhatian yang sangat besar dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 disebutkan bahwa “Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, baik di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnya.” Selanjutnya, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan ditempatkan menjadi prioritas pertama pembangunan. Untuk lebih mengoperasionalkan kedua rencana jangka panjang dan menengah tersebut, pemerintah kemudian menetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Agar tidak terjadi hambatan terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi perlu diterapkan manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk memengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses tersebut (Potts dan LaMarsh, 2004:6 dalam Wibowo, 2005:175). Selain itu, manajemen perubahan berfungsi untuk mencapai tujuan reformasi birokrasi yaitu untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Dalam tujuan reformasi birokrasi inilah terdapat 8 area perubahan yang meliputi seluruh aspek manajemen pemerintahan. 8 area perubahan ini diimplemantasikan dalam bentuk program atau kegiatan dalam tingkat instansi (kementerian/lembaga dan pemda). Area perubahan tersebut adalah: pertama program penataan dan penguatan organisasi yang dilaksanakan dengan kegiatan restrukturisasi/penataan tugas memiliki sasaran (dan indikator) menciptakan organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing), tetapi dapat pula terjadi sebagai akibat dari right sizing dilakukan down sizing atau pengurangan struktur/ukuran. Downsizing dilakukan ketika sesudah dilakukan pemetaan peta tugas dan fungsi unit diperoleh
hasil bahwa terdapat unit (atau beberapa unit) yang tidak tepat fungsi sehingga perlu dilakukan ‘penghapusan/pengecilan’ ukuran organisasi. Yang kedua adalah penataan tatalaksana. Program penataan tatalaksana dilakukan untuk mendokumentasikan standar baku penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Standar baku ini tidak sekedar menuliskan langkah kerja yang ‘biasa’ dilakukan, namun harus didahului dengan analisis proses bisnis. Salah satu hasil analisis proses bisnis ini adalah standar baku pelaksanaan tugas dan fungsi instansi secara tepat, cepat, efisien dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Ketiga adalah penataan peraturan perundang-undangan yaitu regulasi yang tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif. Di dalam penataan peraturan perundang-undangan dimungkinkan tidak hanya satu kegiatan yaitu penataan berbagai peraturan perundangundangan saja tetapi kegiatan tambahan jika instansi siap untuk menyusun lebih dari satu kegiatan. Kegiatan tambahan disesuaikan dengan hasil yang diharapkan dari kegiatan Reformasi Birokrasi Nasional misalnya: deregulasi dan pengembangan regulasi sebagai tindak lanjut dari hasil identifikasi dan pemetaan. Jika tidak memungkinkan dalam bentuk penambahan kegiatan, karena muara penataan peraturan perundang-undangan adalah penataan peraturan maka kegiatan lain dapat diwadahi dalam tahapan kegiatan penataan itu sendiri. Misalnya Program dan kegiatannya adalah penataan berbagai peraturan perundang-undangan, maka dalam kegiatan ini disusun tahapan kegiatan yang terdiri atas pemetaan peraturan perundang-undangan, deregulasi dan pengembangan regulasi, sosialisasi, dan pengukuran dampak penataan perundang-undangan. Keempat adalah sumber daya manusia aparatur, ini menjadi salah satu program prioritas dalam reformasi birokrasi. Program ini diharapkan dapat menciptakan SDM yang profesional dan berkompetensi dengan dukungan rekrutmen dan promosi aparatur yang berbasis kompetensi dan transparan. Program ini dapat dilaksanakan kegiatan perbaikan sistem rekrutmen, analisis jabatan, evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi, assesmen individu dan sistem penilaian kinerja. Kelima adalah penguatan pengawasan. Dengan adanya program ini memungkinkan terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek KKN pada seluruh instansi pemerintah. Target dari program ini adalah meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan negara dan menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang dari masing-masing kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Kegiatan yang menjadi prioritas antara lain adalah penguatan kembali peran Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Cakupan kegiatan penerapan SPIP adalah berbagai kegiatan yang dilakukan organisasi dalam membangun sistem pengendalian yang integral
dalam pelaksanaan berbagai kegiatan di instansi masing-masing. Beberapa contoh cakupan kegiatan penerapan SPIP antara lain sosialisasi PP No. 60/2008 tentang SPIP, pemetaan dan pengembangan area of improvement penerapan SPIP, pembentukan dan pelatihan satgas SPIP, pembuatan petunjuk teknis, pemantauan dan pengukuran dampak penerapan SPIP. Keenam penguatan akuntabilitas, program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja dari instansi pemerintah dengan target akhir yang ingin dicapai adalah meningkatnya kinerja dan akuntabilitas pemerintah. Kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai target tersebut adalah kegiatan penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja dan penyusunan indikator kinerja utama (IKU). Ketujuh Pelayanan Publik menjadi salah satu indikator dalam reformasi birokrasi pemerintah. Program peningkatan kualitas pelayanan publik bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dari masing-masing instasi pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Kegiatan yang dapat mendukung program tersebut adalah dengan menetapkan Standar Pelayanan, Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam peningkatan kualitas pelayanan publik melalui pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat. Yang terakhir adalah pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) birokrat merupakan hakekat dari Reformasi Birokrasi. Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (cultureset) birokrat di lingkungan Kemnakertrans belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang efisien, efektif, dan produktif. Selain itu birokrat belum sepenuhnya memiliki pola pikir yang memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, belum mencapai kinerja yang baik, dan belum berorientasi pada hasil (outcomes). Dengan kata lain, birokrasi Kemnakertrans yang ada saat ini belum optimal bekerja secara profesional, belum dapat meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang ada dalam birokrasi tersebut, belum dapat bekerja berdasarkan aturan yang berlaku, dan belum sepenuhnya berorientasi kepada perubahan, serta belum sepenuhnya terbuka.
Referensi Peraturan Menteri Negara Pendayaguanaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 37 Tahun 2003 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Nugroho, Riant. 2013. Change Management untuk Birokrasi. PT Elex Media Komputindo Jakarta Wibowo. 2005. Manajemen Perubahan. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta