Juli 2014
Infinity Sysmex Updates
In this issue…
Histogram RBC pada Kasus Thalassemia
Urinalisis untuk Mendeteksi Kelainan Ginjal Dini
Workshop Pemantapan Mutu & Seminar Ilmiah 2014 ILKI
POP QUIZ 1. Instrumen apa yang ditampilkan pada Infinity Online edisi April 2014? 2. Berapa cut off Ret -He pada penelitian Defisiensi Besi Anak Usia 6 Bulan- 5 Tahun pada Infinity Online edisi Mei 2014? 3. Reagensia apa yang dibahas di Infinity Online edisi Juni 2014? Kirimkan jawaban Anda ke:
[email protected]
Referensi: 1. Constantino, BT. The red cell histogram and the dimorphic red cell population. Labmedicine 2011;42(5):300 -8. 2. K Series. Histogram interpretation. 3.Clarke interpretation. 3.Clarke GM, Higgins TN. Laboratory investigation of hemoglobin pathies and thalassemias: Review and update. Clin Chem 2000;46(8):1284-90.
Histogram RBC pada Kasus Thalassemia T halassemia Sebuah parafrase mengatakan, “1 grafik histogram sel darah merah (RBC) mengandung ribuan informasi” yang mengandung arti betapa bermaknanya informasi yang mampu diperoleh dari pengetahuan tentang histogram RBC. Histogram RBC merupakan suatu grafik yang menggambarkan tentang penyebaran ukuran partikel RBC yang sekarang banyak digunakan dalam alat hematologi otomatik. Dengan adanya histogram tersebut maka kita mampu mengetahui seberapa lebar penyebaran partikel RBC (RDW) serta seberapa normal ukuran RBC yang terdeteksi. Parameter ini merupakan kunci utama dalam mengetahui berbagai variasi kondisi hematologi sehingga dengan demikian mampu digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan memantau kondisi kelainan sel 1 darah. Seperti diketahui bahwa teknik deteksi partikel RBC menggunakan prinsip hydrodynamic focusing detection method yaitu yaitu dengan mengalirkan sejumlah sel ke dalam suatu aperture aperture dengan tahanan yang ada. Ketika sel melewati tahanan yang berbeda muatan tersebut, ukuran dan jumlah sel akan terdeteksi. Kemudian denyut/ pulsa yang terdeteksi itu diterjemahkan dalam bentuk grafik histogram yang dinamakan sebagai histogram
RBC, jika yang dinilai adalah partikel RBC. Partikel RBC dideteksi dalam rentang ukuran 25-250 fL karena pada umumnya ukuran RBC berkisar antara 80-100 fL dengan aksis (X) menandakan ukuran dari partikel RBC sedangkan ordinat (Y) menandakan jumlah dari RBC.1,2 Umumnya alat hematologi otomatik mampu menghitung nilai RDW (Red Cells Distribution Width) namun sebaiknya terdapat dua nilai RDW yang dilaporkan yaitu RDW -CV dan RDW-SD. Istilah RDW -CV digunakan untuk menggambarkan ratio SD terhadap MCV jadi amat dipengaruhi oleh perubahan SD maupun MCV. Sebagai contoh: kondisi mikrositosis akan memperkecil nilai MCV sehingga tampak seolah-olah RDW-CV akan meningkat. Sebaliknya pada kondisi makrositosis bisa didapatkan RDW-CV yang menurun (relatif normal). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa RDW-CV amat baik digunakan dalam menentukan kondisi mikrositosis dibandingkan makrositosis. Sebaliknya RDW -SD tidak tergantung pada nilai MCV karena diperoleh dari nilai potong 20% hingga 100% terhadap ukuran penyebaran partikel RBC sehingga lebih mampu menggambarkan kondisi histogram yang abnormal. Namun sebaiknya kedua nilai RDW tersebut
dilaporkan sehingga bisa diperoleh suatu data yang komplit dan memiliki korelasi yang baik dengan kondisi penderita.1 Pada thalassemia umumnya ditemukan RBC yang mikrositik (kadang hingga <50 fL) dengan kurva histogram RBC yang condong ke kiri. Studi menunjukkan bahwa setiap individu dengan nilai MCV <72 fL wajib dilakukan pemeriksaan penapisan untuk thalassemia. Penderita thalassemia juga memiliki ukuran RBC yang kecil dan uniform sehingga hal ini tidak memperlihatkan variasi sebaran RBC yang besar dan malah cenderung memperlihatkan RDW yang relatif normal dan jauh berbeda dengan RDW pada penderita anemia karena defisiensi besi. Hal ini dilengkapi juga dengan data jumlah RBC yang relatif normal dan berbeda dengan penderita anemia defisiensi besi dimana jumlah RBC amat menurun, demikian juga dengan kadar hemoglobin.1,3 Jadi sebagai kesimpulan, informasi yang disajikan oleh histogram RBC sangat penting untuk memantau kondisi penderita, menginvestigasi penyebab potensial kesalahan instrumen, serta juga mampu digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Urinalisis untuk Mendeteksi Kelainan Ginjal Dini Prof. MA. Lisyani B. Suromo, dr., SpPK(K) Penyakit ginjal sering berjalan asimtomatik sampai kerusakan ginjal telah mencapai seluas 50% - 70%. Semua sistem organ tubuh mayor dipengaruhi oleh kondisi ginjal, oleh karena itu deteksi dini kelainan ginjal memiliki implikasi klinik penting untuk diagnosis penyakit dan terapi penderita. Clinical and Laboratory Standard Institute, mengemukakan bahwa salah satu manfaat urinalisis ialah untuk menyaring penyakit yang berjalan asimtomatik dalam suatu populasi. 1 Banyak guidelines mengemukakan bahwa kelainan ginjal dini terdeteksi dengan menemukan secara persisten (2–3 x positif dalam waktu 3 bulan): albuminuria rendah abnormal (30 -300 mg/24 jam), hematuria dan abnormalitas partikel sedimen urin lain. 2,3 Metode strip tests yang umum dipakai di banyak laboratorium tidak
dapat memberi hasil positif untuk kehandalan/ untuk kadar albumin interpretasi hasil rendah tersebut. Metode pemeriksaan mikroskopik mikroalbuminuria dengan sedimen urin. Metode strip memperhitungkan rasio tests menetapkan BJ dengan albumin/ kreatinin urin mengukur konsentrasi ion, menggunakan spesimen BJ akan menjadi rendah bila morning spot urine telah zat terlarut tidak terionisasi dibuktikan memberi hasil (a.l. glukosa, cairan 6 berkorelasi baik dengan kontras). Cara terbaik untuk kadar albumin atau protein menilai BJ urin ialah urin 24 jam. Cara menggunakan 8 penetapan ini refraktometer. Di samping direkomendasikan oleh itu keterampilan pembaca banyak guidelines untuk yang berbeda dan mendeteksi kelainan ginjal subjektivitas akan memberi dini. Hasil pemeriksaan perbedaan hasil antar 7,9 darah samar metode strip pembaca yang tinggi. test juga kurang tepat Dewasa ini, telah untuk menggambarkan diperkenalkan alat fully 3,4 hematuria mikroskopik. automated integrated urine Sejauh ini, hasil analyzer (UX-2000) yang pemeriksaan mikroskopik mencakup metode sedimen urin rutin pemeriksaan strip tests untuk menggunakan mikroskop biokimiawi urin dan cahaya biasa dipandang fluorescence flowcytometry sebagai baku emas untuk (FCM) untuk partikel mendeteksi kelainan ginjal. sedimen urin (eritrosit, Sedimen urin diperoleh leukosit, sel epitel skuamus, dengan memusingkan urin small round cells, silinder sebanyak 10-12 ml hialin dan patologis, kristal, dengan kecepatan 400 yeast -like cells, sperma, RCF (relative bakteri) secara kuantitatif, centrifugation force) atau terstandarisasi tanpa perlu 1500 rpm. Kecepatan memusing urin. 10 Alat UXpengendapan urin 2000 mengukur BJ urin dipengaruhi oleh RCF berdasarkan indeks refraksi maupun radius partikel. cahaya (refraktometri). Kadar Partikel berukuran kecil albumin/ protein dideteksi dengan berat jenis (BJ) dalam dua kondisi yaitu lebih rendah dari/ abnormal tinggi (>300 mg/24 mendekati BJ urin, akan jam) secara biokimiawi, dan mengendap lebih lambat. kadar lebih rendah Hasil penelitian menggunakan perhitungan melaporkan bahwa rasio albumin/ kreatinin urin. pemusingan Hasil biokimia darah samar memungkinkan kehilangan sekaligus dapat dinilai partikel yang bernilai berkombinasi dengan jumlah spesifik, karena cukup eritrosit (FCM). Di dalam banyak yang tertinggal di laporan hasil, ditambahkan bagian supernatan pula catatan kecurigaan (remnant ratio) dengan akan eritrosit dismorfik, dan urutan sebagai berikut : infeksi saluran kemih bakteri > eritrosit > leukosit berdasarkan jumlah leukosit > silinder > sel epitel. yang dikaitkan dengan Eritrosit, terutama dalam jumlah bakteri. Urinalisis bentuk dismorfik yang menggunakan UX-2000 menunjukkan asal dari memenuhi syarat untuk glomerulus, berada di mendeteksi kelainan ginjal bagian supernatan dini. eritrosit dismorfik, dan 5,6 sebanyak >30%, dan infeksi saluran kemih hanya sekitar 73% leukosit berdasarkan jumlah leukosit ditemukan dalam sedimen yang dikaitkan dengan 7 urin. BJ urin merupakan jumlah bakteri. Urinalisis prasyarat yang penting menggunakan UX-2000
memenuhi syarat untuk mendeteksi kelainan ginjal dini. Referensi: 1. Rabinovitch A, Arzoumainan L, Curcio KM, Dougherty B, Halim AB. Urinalysis; Approved Guideliness-3rd ed. CLSI Document GP16- A3. Wayne, PA: CLSI 2009;29(4): vii -4 2. NKF KDOQI Guidelines. Evaluation of laboratory measurements for clinical assessement of kidney disease. In: KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification, NKF Inc. 2002:p14 -6 3. Patel HP. The abnormal urinalysis. Pedr Clin N Am 2006;53:325-7 4. NKF KDOQI Guidelines. KDOQI Clinical Practice Guidelines and Clinical Practice Recommendations for Diabetes and Chronic Kidney Disease: guideline 1 2007. Available from: https://www.kidney.org/ professionals/kdoqi/ guideline_diabetes/guide1.htm. Cited: February 10, 2014 5. Ishii T, Hara T, Nakayama A, Matsumoto H. Examination of remaining cells by UF -100, fully automated urine cell analyzer in the supernatant after centrifugation. Sysmex J Int 2003;13(1):53-9 6. Lisyani BS. Makalah Lengkap disajikan pada Seminar Pemeriksaan Laboratorium Sebagai Penentu Diagnosis. Semarang, RS. Panti Wilasa ”Dr. Cipto”-PDS PatKlin Cabang Semarang, 16 Juli 2010 7. Haus O. Bringing urinalysis into the 21st century: From uroscopy to automated flow cytometry. Sysmex J Int 2008;18:38 -43 8. Stuempfle KJ, Drury DG. Comparison of 3 methods to assess urine specific gravity in collegiate wrestlers. J Athl Train 2003;38(4):315-9 9. Wald R, Bell CM, Nisenbaum R, Perrone S, Liangos O, Laupacis A, Jaber BL. Interobserver reliability of urine sediment interpretation. Clin J Am Soc Nephrol 2009;4(3):567-71
10.Miura M, Kondo T, Mizuno M, Morikawa T. The basic analytical performance of the fully automated integrated urine analyzer UX-2000 CHM Unit. 2003 Sysmex J Int 2013; 231: 1 8
Workshop Pemantapan Mutu & Seminar Ilmiah 2014 Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) Pada tanggal 3-5 Juni 2014 telah diadakan Workshop Pemantapan Mutu & Seminar Ilmiah 2014 oleh Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) dengan tema: “Bersama BPJS Kita Tingkatkan Kompetensi Petugas dan Kesiapan Laboratorium Klinik” di Harris Hotel & Conventions Festival CityLink
Bandung. Hari pertama dijalankan dengan tiga workshop yang berjalan paralel, yaitu: Morfologi Sel, Pemantapan Mutu (Round Table), dan Akreditasi Laboratorium Kesehatan. Hari kedua diisi dengan 3 seminar ilmiah (Manajemen Laboratorium, Endokrin Metabolik, Ginjal) dan hari ketiga juga dengan 3
seminar ilmiah (Hematologi, Mikrobiologi-Infeksi, Kardiovaskuler). Pada kesempatan ini, Sysmex Indonesia (dan SABA Indomedika) berpartisipasi dengan mendirikan satu buah booth. Antusiasme peserta cukup tinggi, baik dalam acara inti maupun dalam ruang pameran. Para pembicara yang sudah tidak asing bagi kita memaparkan
materi dengan jelas dan menambah pengetahuan para peserta. Sebagai aktivitas booth, survei umum dan kuis urinalisis dilakukan di booth Sysmex-SABA dengan angka partisipasi cukup besar. Semoga materi yang dibawakan dan aktivitas pameran yang dilakukan dalam acara ini dapat berguna bagi kita semua. Sampai jumpa pada acara selanjutnya.
Upcoming Events:
The 6th Continuing Professional Development on Clinical Pathology and Laboratory Medicine (CPD CPLM) Joglosemar & Medical Equipment Expo , 24 September 2014 di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta, dengan tema: “Pelayanan Patologi Klinik yang Efisien dan Bermutu”. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik (PBPK), 12-14 September 2014 di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan Jakarta, dengan tema: “Peningkatan Pengetahuan Bidang Laboratorium untuk Memberikan Pelayanan Terbaik bagi Pasien”.