D. ANALISIS KADAR AIR, KADAR LEMAK DAN NILAI ASAM
I.
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Dengan diketahui kadar lemak dari suatu bahan, maka dapat ditentukan bahwa bahan tersebut merupakan sumber lemak atau bukan sumber lemak. Selain itu, apabila diketahui kadar lemak dalam suatu bahan, maka dalam penyimpanan bahan tersebut perlu diperhatikan agar tidak terjadi proses hidrolis atau oksidasi terhadap lemak yang mengakibatkan menurunnya mutu bahan tersebut (Netti, et al, 2002). Kadar asam lemak yang tinggi berarti kualitas minyak tersebut semakin rendah. Penentuan kadar asam lemak bebas dalam minyak ini bertujuan untuk menentukan kualitas minyak. Penentuan kadar asam lemak bebas ini berdasarkan pada jenis asam lemak apa yang paling dominan dalam sampel minyak atau lemak yang digunakan. Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sampel.
92
Analisis kadar air, kadar lemak dan nilai asam pada produk mie di PT. Indofood CPB Sukses Makmur Tbk – Noodle Division – Cab. Manado – Bitung dilakukan untuk menjaga kualitas dari produk mie sehingga aman untuk dikonsumsi. I.2 Rumusan Masalah Bagaimana cara menganalisis kadar air, kadar lemak dan nilai asam pada produk mie? I.3 Tujuan Menganalisis kadar air, kadar lemak dan nilai asam pada produk mie.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Kadar Air (Moisture Content) Air merupakan kandungan penting dalam bahan pangan termasuk
makanan, semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbedabeda baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan berpolimer dan sebagainya (Dwijosepputro, 1994).
93
Kadar air ialah jumlah air yang terkandung dalam suatu bahan yang dinyatakan dalam satuan persen atau perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya
akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara
disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Kadar air juga merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Sugiyono et al., 2011). Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno, 2004). Menurut Haryanto (1992), air yang terdapat dalam suatu bahan makanan terdapat dalam tiga bentuk, yaitu : 1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan intergranular dan poripori yang terdapat pada bahan. 2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan koloid makromolekular seperti protein, pektin pati, selulosa. Selain itu air
94
juga terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada di dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan. Ikatan antara air dengan koloid tersebut merupakan ikatan hidrogen. 3. Air yang dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun pada suhu 0 ℉ . Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya tahan bahan itu sendiri. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau berasal dari bahan itu sendiri (Sediaoetama, 1987). Kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu berdasarkan bahan kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah (wet basis). Kadar air secara dry basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat keringnya. Bahan kering adalah berat bahan asal setelah dikurangi dengan berat airnya. Sedangkan kadar air secara wet basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan mentah (Almatsier, 2004). Metode oven biasa merupakan salah satu metode pemanasan langsung dalam penetapan kadar air suatu bahan pangan. Dalam metode ini bahan dipanaskan pada suhu tertentu sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah periode pemanasan tertentu. Kehilangan berat
95
bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang terkandung. Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap pemanasan yang agak tinggi, serta produk yang tidak atau rendah kandungan sukrosa dan glukosanya seperti tepung-tepungan dan serealia (AOAC, 1984). Metode oven dilakukan dengan cara pengeringan bahan pangan dalam oven. Berat sampel yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapatkan berat konstan, yaitu berat bahan yang tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat sampel setelah konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalam sampel. Setelah itu dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan (Crampton, 1959). Secara teknik, metode oven langsung dibagi menjadi dua yaitu, metode oven temperatur rendah dan metode oven temperatur tinggi. Metode oven temperatur rendah menggunakan suhu (103 + 2)˚C dengan periode pengeringan selama 17 ± 1 jam. Periode pengeringan dimulai pada saat oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Setelah pengeringan, contoh bahan beserta cawannya disimpan dalam desikator selama 30-45 menit untuk menyesuaikan suhu media yang digunakan dengan suhu lingkungan disekitarnya. Setelah itu bahan ditimbang beserta wadahnya. Selama penimbangan, kelembaban dalam ruang laboratorium harus kurang dari 70% (AOAC, 1984). Selanjutnya metode oven temperatur tinggi. Cara kerja metode ini sama dengan metode temperatur rendah,
96
hanya saja temperatur yang digunakan pada suhu 130-133˚C dan waktu yang digunakan relatif lebih rendah (Crampton, 1959). Metode oven biasa memiliki kelebihan yaitu suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur seuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi danhigiene
dapat
dikendalikan.
Selain
kelebihan
metode
ini
juga
memiliki kekurangan yaitu memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami, Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri, dan lain-lain (Syarief dan Irawati, 1998).
II.2 Kadar Lemak (Fat Content) Menurut Buckle (1987), pada suhu kamar lemak berwujud padat dan minyak berwujud cair, lemak padat berwarna putih kekuningan, dapat membentuk kristal lemak, tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, alkohol, aseton, khloroform, benzene. Lemak bersifat plastis, lipid jenuh (sedikit ikatan rangkap) memiliki titik lebur tinggi, lipid tidak jenuh (banyak ikatan rangkap) memiliki titik lebur rendah, dan dapat melarutkan beberapa jenis vitamin. Lemak tersusun atas rantai hidrokarbon panjang berantai lurus, bercabang, atau berbentuk siklis, terdiri atas ester asam lemak dengan gliserol atau dengan gugus senyawa lain, lemak banyak mengandung asam lemak jenuh (sedikit ikatan rangkap), minyak banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (banyak ikatan 97
rangkap), reaksi dengan alkali akan menghasilkan asam lemak dan gliserol, sehingga mudah teroksidasi (Buckle, 1987). Dengan diketahui kadar lemak dari suatu bahan, maka dapat ditentukan bahwa bahan tersebut merupakan sumber lemak atau bukan sumber lemak. Selain itu, apabila diketahui kadar lemak dalam suatu bahan, maka dalam penyimpanan bahan tersebut perlu diperhatikan agar tidak terjadi proses hidrolis atau oksidasi terhadap lemak yang mengakibatkan menurunnya mutu bahan tersebut (Netti, et al, 2002). Dalam analisis lemak, sulit untuk melakukan ekstraksi lemak secara murni. Penetapan kadar lemak dengan ektraksi menggunakan pelarut pada bahan merupakan analisis kadar lemak kasar karena tidak hanya lemak saja yang ikut terekstraksi, tetapi juga fosfolipid, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen larut lemak lainnya. Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau lemak bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan larutan asam, tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti nhexane, benzene, kloroform, dan petroleum eter (Sudarmadji, et al., 1996). Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lemak adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya semua bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lemak berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum (universal) untuk semua jenis lemak. Pelarut
98
yang digunakan harus bebas dari air agar bahan-bahan yang larut dalam air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak dan keaktifan pelarut tersebut menjadi berkurang (Sudarmadji, et al., 1996). Menurut Sudarmadji, et al (1996), ada dua kelompok umum untuk mengekstraksi lemak yaitu metode ekstraksi kering (ekstraksi soxhlet) dan metode ekstraksi basah. Metode kering pada ekstraksi lemak mempunyai prinsip bahwa mengeluarkan lemak dan zat yang terlarut dalam lemak tersebut dari sampel yang telah kering benar dengan menggunakan pelarut anhydrous. Keuntungan dari metode kering ini adalah praktikum menjadi amat sederhana, bersifat universal, dan mempunyai ketepatan yang baik. Kelemahan metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama, pelarut yang digunakan mudah terbakar dan adanya zat lain yang ikut terekstrak sebagai lemak. Selain itu, metode yang digunakan dalam analisis kadar lemak dapat menggunakan metode weibull. Prinsip kerja dari metode weibull adalah ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah sampel dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat (Harper, et al., 1979). Ekstraksi dengan menggunakan pelarut adalah cara yang paling efisien dalam menghasilkan minyak yang berkualitas. Pelarut yang ideal adalah yang mempunyai sifat-sifat seperti tidak toksik, tidak bersifat eksplosif, mempunyai interval titik didih yang sempit, daya melarutkan, mudah dan murah (Guenther,1990).
99
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000). Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul anti-bumping, still pot (wadah penyuling, bypass sidearm, thimble selulosa, extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out (Darmasih, 1997). Metode
soxhlet
termasuk
jenis
ekstraksi
menggunakan
pelarut
semikontinu. Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi selama 5 sampai dengan 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel kemudian kembali ke tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari sampel atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek perendaman sampel dan tidak menyebabkan penyaluran. Walaupun begitu, metode ini memerlukan waktu yang lebih lama daripada metode kontinu (Nielsen, 1998). Ekstraksi menggunakan soxhlet dengan pelarut cair merupakan salah satu metode yang paling baik. Cara ini memiliki beberapa kelebihan dibanding yang lain antara lain sampel kontak dengan pelarut yang murni secara berulang, kemampuan mengekstraksi sampel lebih tanpa tergantung jumlah pelarut yang banyak. Karena bagaimanapun, dengan alasan toksisitas, prosedur obat dan pengobatan harus menekan penggunaan pelarut dalam proses farmasetis.
100
Penggunaan pelarut juga dapat mempengaruhi kinetika kristalisasi dan morfologi kristal dari produk (Kolar et al., 2002; Rais, 2014).
II.3 Nilai Asam (Acid Value) Lemak dan minyak termasuk dalam golongan lipid lemak yang merupakan penghasil energi terbesar. Dalam setiap 1 gram lemak yang dioksidasi akan menghasilkan kurang lebih 9,3 kalori. Fungsi lemak yang lain adalah sebagai pelarut vitamin, pelindung alat-alat tubuh, penahan rasa lapar karena lemak membutuhkan waktu yang lama untuk dicerna dan sebagai penyedap makanan. Seperti
halnya
karbohidrat
lemak
tersusun
atas
unsur
karbon C, hidrogen (H), oksigen (O) dan kadangkala ditambah fosfor (P) serta nitrogen (N). Tidak seperti karbohidrat dan protein, lemak tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik (Girinda, 1986). Asam lemak dapat dibedakan berdasarkan ikatan atom C penyusunnya. Berdasarkan ikatan atom C penyusunnya pada asam lemaknya terdapat asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Didalam tubuh lemak mengalami metabolisme. Lemak akan dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol dengan bantuan enzim lipase. Jika dipecah (hidrolisis) lemak akan menghasilkan 3 molekul dan satu molekul gliserol, sehingga lemak juga dikenal sebagai trigliserida (Purnomo, 2003).
101
Stuktur lipid ditandai oleh relatif kurangnya mengandung oksigen. Lemak hampir semua terdiri dari karbon (C) dan hidrogen (H) yang menyebabkannya hidrofobik dan hampir semuanya tidak dapat bercampur dengan air. Lemak juga lebih banyak mengandung energy karena proses oksidasinya lebih jauh dari pada karbohidrat (Amwila, 1992). Menurut Poedjiadi (1994), asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester gliserida atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang. Asam lemak bebas berasal dari proses hidrolisa minyak ataupun dari kesalahan proses pengolahan. Kadar asam lemak yang tinggi berarti kualitas minyak tersebut semakin rendah. Penentuan kadar asam lemak bebas dalam minyak ini bertujuan untuk menentukan kualitas minyak. Penentuan kadar asam lemak bebas ini berdasarkan pada jenis asam lemak apa yang paling dominan dalam sampel minyak atau lemak yang digunakan. Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan. Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sampel semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik (Girinda, 1986).
102
Menurut Amwila (1992), asam lemak adalah asam lemah. Apabila larut dalam air molekul asam lemak akan terionisasi sebagian dan melepaskan ion H+. Dalam hal ini pH larutan tergantung pada konstanta keasaman dan derajat ionisasi masing-masing asam lemak. Rumus pH untuk asam lemah pada umumnya telah dikemukakan oleh Henderson-Hasselbach. −¿¿ A ¿ ¿ ¿ pH = pKa+ log ¿
Menurut Wirahadikusunmah (1985), asam lemak dapat bereaksi dengan basa, membentuk garam dengan reaksi sebagai berikut, RCOOH + NaOH → RCOONa + H2O Garam natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air dan dikenal sebagai sabun. Sabun kalium disebut sabun lunak dan digunakan untuk sabun bayi. Asam lemak yang digunakan pada sabun pada umumnya adalah asam palmitat atau stearat. Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan bantuan katalis Pt atau Ni, asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh, dan melalui proses penyabunan dengan basa NaOH atau KOH akan terbentuk sabun dan gliserol suatu asam lemak merupakan suatu rantai hidrokarbon dengan suatu gugusan karboksil terminal, telah
103
diidentifikasi lebih dari 70 asam lemak yang tersedia di alam. Walaupun asam lemak berantai pendek, contohnya, asam lemak berantai empat atau enam adalah lazim ditemukan, namun triasilgliserol utama ditemukan pada tumbuh-tumbuhan memiliki asam lemak dengan jumlah atom karbon genap, dengan panjang 14 hingga 22 karbon. Asam lemak jenuh tidak mengandung ikatan ganda C=C dalam strukturnya, sementara asam lemak tidak jenuh memiliki satu atau lebih ikatan ganda,
yang
kadang-kadang
berada
dalam
konfigurasi
geometris
cis
(Wirahadikusunmah, 1985).
III.
PELAKSANAAN PKL
III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat III.1.1.1 Kadar Air (Moisture Content) - Botol Timbang - Neraca Analitik - Oven 1050C - Desikator - Sudip - Penjepit Tabung III.1.1.2
Kadar Lemak (Fat Content) - Labu Gelas - Timbel - Seperangkat Alat Soxhlet - Oven - Neraca Analitik - Kapas
104
III.1.1.3
Sudip
Nilai Asam (Acid Value) - Erlenmeyer - Kertas Saring - Alat Titrasi Digital - Oven - Neraca Analitik
III.1.2 Bahan III.1.2.1 Kadar Air (Moisture Content) - Mie yang sudah dihaluskan III.1.2.2
Kadar Lemak (Fat Content) - Mie yang sudah dihaluskan - Petroleum Eter
III.1.2.3
Nilai Asam (Acid Value) - Mie yang sudah dihaluskan - Petroleum Eter - Propanol - Indikator PP 1% - KOH 0,0515 N
III.2 Prosedur Kerja III.2.1 Kadar Air (Moisture Content) 1. Disiapkan botol timbang lalu ditimbang dan dicatat sebagai W0. 2. Dimasukkan sampel mie yang sudah halus ke dalam botol timbang sebanyak ± 3 g (W1). 3. Dioven selama 3 jam pada suhu 1050C. 4. Sampel dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator ± 15 – 30 menit. 5. Ditimbang (W2) dan dicatat. Perhitungan : Kadar Air = Berat Sebelum (W0) – Berat Sesudah (W1) X 100 Berat Sampel (W) III.2.2 Kadar Lemak (Fat Content) 1. Disiapkan timbel dan labu, ditimbang (W0 = berat labu) dan dicatat. 2. Dimasukkan sampel mie yang sudah halus ke dalam timbel sebanyak ± 2 g (W) lalu ditutup dengan kapas.
105
3. Dimasukkan timbel berisi sampel ke dalam labu, kemudian disoxhlet menggunakan petroleum eter selama 2 jam. 4. Dioven selama 3 jam, didinginkan. Setelah dingin, ditimbang (W 1) dan dicatat. Perhitungan : Kadar Lemak = Berat Sampel Setelah (W1) – Berat Labu (W0) X 100 Berat Sampel (W) III.2.3 Nilai Asam (Acid Value) 1. Mie yang sudah halus dimasukkan ke dalam Erlenmeyer ± 3 – 5 g
-
(W). Direndam dengan petroleum eter sebanyak 100 ml selama 2 jam. Disaring dan dikeringan dengan oven selama 3 jam Setelah sampel kering, dilakukan titrasi : Dimasukkan 50 ml propanol ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan 2
-
tetes indicator PP 1%. Larutan tersebut dititrasi dengan KOH 0,0515 N 2 tetes dan
-
dicampur ke dalam sampel. Larutan sampel dititrasi dengan KOH 0,0515 N sampai berubah
2. 3. 4.
warna. Volume titrasi dicatat. Perhitungan : Nilai Asam (mg/g) = V KOH X N KOH X 56,1 Berat Sampel (W)
IV.
Hasil Pelaksanaan
IV.1Hasil IV.1.1 Kadar Air (Moisture Content) Tgl
Lin e
Flav
Berat Botol (g)
Berat Botol + Sampel (g)
Berat Sampe l (W)
Setelah Dioven (g) (W1)
Hasil (%)
Rata – Rata (%)
106
08.01.1 6
Ad n
11.01.16 1
Ad n
Mie
2
Ad n
Mie
15.01.1 6
3
Ad n
Mie
23,825 RBSD 7 23,035 1 20,580 4 23,334 7 22,063 5 22,525 3 SPST 20,502 S 6 22,373 7 SPST 20,586 S 5 21,743 4 SPST 23,032 S 1 23,045 8 23,127 RGAB 7 22,521 6 21,242 RGAB 3 22,759 8 SPST 21,738 S 5 19,432 6 SPST 22,061 S 4 20,192 9
(W0) 26,880 2 26,072 7 23,656 9 26,387 4 25,152 9 25,597 8 23,518 3 25,384 4 23,602 24,825 1 26,087 1 26,070 7 26,182 8 25,540 1 24,27 25,785 1 24,789 4
3,0545 3,0376 3,0765 3,0527 3,0894 3,0725 3,0157 3,0117 3,0155 3,0817 3,0550 3,0249 3,0551 3,0185 3,0277 3,0253 3,0509
22,4811 3,0485 25,078 5 23,215 4
3,0171 3,0225
25,885 2 25,096 5 23,561 6 26,294 5 25,048 7 25,494 9 22,515 3 24,383 6 23,549 2 24,774 0 26,029 7 26,018 1 25,210 9 24,582 9 24,243 3 25,758 7 23,785 1 21,484 2 25,014 2 23,152 9
32,574 8 32,137 7 3,1037
32,356
3,0745
3,0432 3,3728
3,3609
3,3490 33,259 2 33,241 4 1,7509
33,2503
1,7045
1,6581 1,8788
1,8088
1,7389 31,812 3
31,7617
31,7111 0,8818
0,8772
0,8726 32,918 1 32,701 3 2,1311
32,8097
2,09945
2,0678
107
SPST S
23,738 26,781 3,0427 3 20,282 23,286 3,0046 0 6 Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air Standar Kadar Air = - SPSTS = Maksimal 2,5 % - RBSD/ RGAB = Maksimal 3,5 % - Adonan = 31 – 35 %
26,720 1 23,228 8
2,0015
1,9626
1,9237
IV.1.2 Kadar Lemak (Fat Content)
Tgl
Lin e
15.01.1 6
III
Flav
Berat Timb el (g)
Berat Timbe l+ Samp el (g)
Berat Samp el (g) (W)
Berat Setelah Labu Dioven (g) (W0) (g) (W1)
SPST 104,205 4,4808 6,4812 2,0004 S 8 Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Lemak
104,532 6
Hasil
16,336 7
Standar Kadar Lemak SPSTS = Maksimal 15 – 18,5 % IV.1.3 Nilai Asam (Acid Value)
Tgl
08.01.1 6
Berat Botol + Sampel (g)
3,8251
108,4840
V KOH 0,051 5N (ml) 1,22
Shif t
Lin e
I
I
GKP
II
PMAJ
104,658 9 97,1237
4,7025
101,8262
0,84
III
SKKA
115,9691 4,1676
120,1367
1,00
IV
IGCB/ SPST
97,7362
101,6750
0,80
Flav
Berat Botol (g)
Berat Sampe l (g) (W)
3,9388
AV (%) 0,421 4 0,516 0 0,693 2 0,586 8 108
S Tabel 3. Hasil Analisis Nilai Asam Standar AV = Maksimal 1% IV.2Pembahasan IV.2.1 Kadar Air (Moisture Content) Kandungan air dalam suatu bahan perlu diketahui untuk menentukan zatzat gizi yang terkandung dalam bahan tersebut. Kadar air dalam suatu bahan dapat diketahui dengan melakukan pemanasan terhadap bahan yang ingin diketahui kandungan airnya. Dilakukan penentuan kadar air dengan metode oven dimana prinsipnya adalah dengan dilakukannya pemanasan sehingga menguapkan air yang ada pada sampel. Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakin cepat pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya masih ada. Hal yang dapat dilakukan untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah sekitar 105 ℃ dan tekanan vakum. Kadar air adalah perbedaan antara berat sampel sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Pada penetapan kadar air dengan metode oven terdapatnya selisih atau perbedaan sebelum dan sesudah pemanasan. Hal ini menunjukkan
109
bahwa saat dipanaskan, air pada sampel tersebut menguap, sehingga berat dari sampel berkurang. Berat sampel yang hilang saat pemanasan menunjukkan banyaknya jumlah air yang dikandung oleh sampel. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sampel adalah berat sampel awal. Semakin berat sampel awal maka akan kecil hasil yang diperoleh. Jenis bahan juga mempengaruhi besarnya nilai yang dihasilkan. Jika bahan yang digunakan mengandung kadar air yang tinggi maka nilai yang dihasilkan akan semakin kecil. Ketebalan bahan sangat mempengaruhi, untuk itu sampel mie yang digunakan digerus terlebih dahulu hingga halus. Selain itu lamanya pengeringan karena semakin tinggi suhu maka semakin kecil kadar air yang diperoleh.
IV.2.2 Kadar Lemak (Fat Content) Pada umumnya metode yang digunakan dalam instrumen ini adalah untuk mengekstrak senyawa yang kelarutannya terbatas dalam suatu pelarut namun jika suatu senyawa mempunyai kelarutan yang tinggi dalam suatu pelarut tertentu, maka biasanya metode filtrasi (penyaringan/pemisahan) dapat digunakan untuk memisahkan senyawa tersebut dari suatu sampel. Pelarut yang digunakan adalah petroleum eter. Pelarut ini bersifat mudah menguap dan merupakan pelarut yang dapat melarutkan minyak atau lemak dengan baik sehingga cocok digunakan untuk mengisolasi lemak atau minyak yang terkandung didalam mie instan.
110
IV.2.3 Nilai Asam (Acid Value) Penentuan asam lemak digunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sampel. Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sampel semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan Dalam menganalisis kadar air digunakan metode oven, untuk kadar lemak digunakan metode soxhletasi dan untuk nilai asam digunakan metode titrasi. 111
Ketiga parameter harus dianalisis untuk menjaga kualitas produk mie yang akan dikonsumsi. Dari hasil analisis semua parameter, didapatkan hasil yang baik karena tidak melebihi standar.
V.2 Saran Sebaiknya menggunakan alat pelindung diri dalam melakukan berbagai analisis dalam laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Amwila. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. California State University, Fulerton. Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia pustaka utama, Jakarta. AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry 14th Ed. AOC, Inc., Virginia. 112
Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta. Crampton, E.W. 1959. Fundamental of Nutrition. USA : Freeman and Company. Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet. Gramedia, Jakarta. Depkes. 2000. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan, Jakarta. Dwijosepputro.D.1994. Dasar-dasar mikrobiologi. Djambatan, Jakarta. Girindra,A. 1986. Biokimia I. Gramedia, Jakarta. Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid III. Universitas Indonesia, Jakarta. Harper, V.W. Rodwell, P.A. dan Mayes. 1979. Biokimia. EGC, Jakarta. Haryanto B. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta. Kolar, P., Shen, J. W., Tsuboi, A & Ishikawa, T. 2002. Solvent selection for pharmaceuticals, Fluid Phase Equilibria, 194 -197, 771-782. Netti,H. Ginting, H. 2002. Lemak dan Minyak. USU digital library, Sumatera Utara. Nielsen, S. S. 1998. Food Analysis Second Edition. Aspen Publishers, Inc., Indiana. Poedjiadi,A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI press, Jakarta. Purnomo. 2002. Struktur Komposisi Gizi. UGM, Yogyakarta. Rais, I.R. 2014. Ekstraksi Andrografolid Dari Andrographis paniculat (Burm.f.) Nees Menggunakan Ekstraktor Soxhlet. Pharmaçiana, 4(1) : 85-92. Sediaoetama, A. D. 1987. Ilmu Gizi Jilid 1. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Sudarmadji, S., et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Sugiyono. Setiawan,E. Syamsir,E. dan Sumekar, H. 2011. Pengembangan Produk Mi Kering Dari Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Dan Penentuan Umur
113
Simpannya Dengan Metode Isoterm Sorpsi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 22(2):164-170. Syarief, R dan Irawati, A. 1998. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka, Jakarta. Wirahadikusunmah, M. 1985. Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid. ITB, Bandung.
114