BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Uji tarik merupakan salah satu pengujian mekanik yang paling luas digunakan di industry dan di dunia pendidikan karena kemudahan dalam menganalisa data yang didapatkan dan memperoleh informasi mengenai sifat mekanik suatu material. Pada proses pengujian tarik ini, pembebanan berupa beban uniaxial dengan kecepatan pembebanan yang statis. Pengujian tarik hamper dapat dilakukan hamper semua material dari logam, keramik maupun polymer. I.2. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui standard an prosedur pengujian tarik dengan baik benar 2. Mengetahui besaran-besaran sifat mekanik yang diperoleh dari pengujian tarik 3. Mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi dari pengujian tarik 4. Mampu mengolah data dari hasil pengujian
BAB II TEORI DASAR
Uji tarik yang akan dilakukan pada praktikum ini sesuai dengan standar American Society for Testing Materials (ASTM). Untuk uji tarik dengan spesimen logam, sesuai dengan ASTM E mengenai panjang gage length yang 4 kali diameter spesimen. Spesimen uji tarik berbentuk silinder dengan ukuran adalah sebagai berikut:
Hasil pengujian tarik adalah kurva antara
Kemudian akan diubah diubah menjadi kurva ΔF dan Δl. Kemudian
engineering stress-strain, seperti gambar di bawah ini :
Untuk mendapatkan kurva engineering stress-strain dari kurva antara dengan persamaan:
ΔF dan Δl adaah
= =
…………………………………………….. (Persamaan 1)
o
∆
=
…………………………………………….. (Persamaan 2)
σ = Engineering Stress (N/mm2) F = Beban yang diberikan (N) 2
Ao = Luas penampang (mm ) e
= Strain (tidak bersatuan, dinyatakan dalam persentase)
Δl = Perubahan panjang (mm) l
= Panjang setelah pembebanan (mm)
lo = Panjang awal (mm) setelah didapatkan kurva Engineering Stress-Strain, kurva tersebut diubah menjadi kurva True Stress-Strain, dengan cara sebagai berikut:
Sesaat sebelum necking :
=
( + 1) = ( + 1) ………………………………………….. (Persamaan 3)
=
( + 1)
………………………………………….. (Persamaan 4)
Setelah terjadi necking :
t
=
t
=
………………………………………….. (Persamaan 5) o
………………………………………….. (Persamaan 6)
Untuk mendapatkan nilai K dan n dari persamaan Flow Stress maka kurva dari True StressStrain harus dilogaritmakan. Persamaan Flow Stress adalah:
=
………………………………………….. (Persamaan 7)
σ L
n LOG
e
BAB III
A. Dasar Pengujian Logam Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/ material dengan cara
memberikan beban gaya. Hasil yang
didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena menghasilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat. Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang dipergunakan pada material. Dimana spesimen uji yang telah distandarisasi, dilakukan pembebanan uniaxial sehingga spesimen uji mengalami peregangan dan bertambah panjang hingga akhirnya patah. Pengujian tarik relatif sederhana, murah dan sangat terstandarisasi dibanding pengujian lain. Hal – hal yang perlu diperhatikan agar pengujian menghasilkan nilai valid adalah bentuk dan dimensi spesimen uji, pemilihan grips dll. Beban tarikan adalah apabila pada suatu benda bekerja beberapa gaya yang arah garis kerja gaya berlawanan ( bertolak belakang ). Besarnya gaya tarik yang dapat ditahan batang bahan uji dengan ukuran dan penampang tertentu, dapat ditentukan dengan cara membebani batang tersebut dengan tarikan yang semakin tinggi dan mengukur besarnya gaya maksimum yang dapat ditahan oleh batang sebelum putus dan patah .
P
P
Gambar. 2.3. Kerja gaya tarik terhadap batang uji.
Apabila setap mm² penampang dari bahan menerima/ menahan beban yang sama besar sebelum bahan uji tarik putus, maka harga ini disebut kekuatan tarik.
B. Grip and Face Selection Face dan grip adalah faktor penting.dengan pemilihan setting yang tidak tepat, spesimen uji akan terjadi slip atau bahkan pecah dalam daerah grip ( jaw
break ). Ini akan menghasilkan hasil yang tidak valid. Face harus selalu tertutupi diseluruh permukaan yang kontak dengan grip. Agar spesimen uji tidak bergesekan langsung dengan face. Beban yang diberikan pada bahan yang diuji ditransmisikan pada pegangan bahan yang diuji. Dimensi dan ukuran pada benda uji disesuaikan dengan standar baku pengujian. Spesimen uji harus memenuhi standar dan spesifikasi dari ASTM E8 atau D638. Bentuk dari spesimen penting karena kita harus menghindari terjadinya patah atau retak pada daerah grip atau yang lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk spesimen uji dimaksudkan agar retak dan patahan terjadi didaerah gage length
C. Konsep Dasar Tegangan dan Regangan Proses pembentukan secara metalurgi merupakan proses deformasi plastis. Deformasi plastis artinya adalah apabila bahan mengalami pembebanan sewaktu terjadinnya proses pembentukan dimana setelah beban dilepaskan maka diharapkan pelat tidak kembali kekeadaan semula. Bahan yang mengalami proses embentukan ini mengalami peregangan atau penyusutan. Terbentuknya bahan inilah yang dikatakan sebagai deformasi plastis. Kondisi proses pembentukan dengan deformasi plastis ini mendekatkan teori pembentukan dengan teori plastisitas. Teori plastisitas membahas prilaku bahan pada regangan dimana pada kondisi tersebut hukum hook tidak berlaku lagi. Aspek – aspek deformasi plastis membuat formulasi matematis teori plastisitas lebih sulit dari pada perilaku benda pada elastis. Pada hasil uji tarik sebuah benda uji menunjukan grafik tegangan regangan yang terbentuk terdiri dari komponen elastis yang ditunjukan pada garis linier dan kondisi plastis ditunjukan pada garis parabola sampai mendekati putus. Deformasi elastis tergantung dari keadaan awal dan akhir tegangan serta regangan
– regangan plastis tergantung dari jalannya pembebanan yang
menyebabkan tercapainnya keadaan akhir. Gejalan pengerasan regang ( strain hardening ) sewaktu pelat mengalami proses pembentukan sulit diteliti dengan pendekatan teori plastisitas ini.
Gambar.2.4. Kurva Tegangan dan Regangan
Teori plastisitas telah menjadi salah satu bidang mekanika kontinum yang paling berkembang, dam suatu kemajuan untuk mengembangkan suatu teori dalam rekayasa yang penting. Analisis regangan plastis diperlukan dalam menangani proses pembentukan logam. Teori plastisitas ini didasari atas pengujian tarik, dimana pengujian tarik ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari suatu bahan.
Gambar 2.5. Benda Yang Diberi Gaya Tarik
Prinsip dasar pengujian tarik yang dilakukan ini adalah dengan melakukan penarikan terhadap suatu bahan sampai bahan tersebut putus/ patah. Gaya tarik
yang dikenakan pada spesimen benda uji sejajar dengan garis sumbu spesimen ( bahan uji ) dan tegak lurus terhadap penampang spesimen yang sudah ditentukan menurut BS, ISO, ASTM dan sebagainnya. Pengujian tarik merupakan pengujian terpenting dalam pengujian statis, secara skematis hasil pengujian tarik untuk logam diperlihatkan dibawah ini :
Gambar 2.6. Dimensi Spesimen Uji Tarik ( JIS Z2201 ).
D. Modulus Elastisitas Modulus Elastisitas adalah ukuran kekuatan suatu bahan akan ke elastisitasnya. Makin besar modulus, makin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemeberian tegangan Modulus elastisitas ditentukan oleh gaya ikat antar atom, karena gaya
– gaya ini tidak dapat dirubah tanpa terjadi
perubahan mendasar pada sifat bahannya. Sehingga modulus elastisitas salah satu sifat – sifat mekanik yang tidak dapat diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adannya penambahan panduan, perlakuan panas, atau pengerjaan dingin. Modulus elastic dapat ditulis Mo =
Dimana :
Tabel.2.1. Harga modulus elastisitas pada berbagai suhu. Modulus Elastisitas, psi x Bahan
Suhu
400º F
800º F
1000º F
1200º F
Kamar Baja Karbon
30.0
27.0
22.5
19.5
18.0
Baja
tahan
karat 28.0
25.5
23.0
22.5
Paduan titanium
16.5
14.0
10.7
10.1
Paduan aluminium
10.5
9.5
7.8
21.0
austenit
Gambar. 2.7. Kurva Uji Tarik Tegangan dan Regangan Apabila deformasi terjadi memanjang, terjadi pula deformasi penyusutan yang melintang. Kalau regangan melintang ( lateral strain ) r perbandingannya dengan e
( linier strain ) disebut juga perbandingan Poisson, dinyatakan dengan
Modulus elastik Bulk ( K ) jika
maka K = yang artinya dalam deformasi
elastik volume mengembang. Dalam hal geseran, regangan mempunyai hubungan dengan tegangan geser T yaitu : T = Gx, G disebut sebagai modulus geser ( modulus of rigidity ). Jika dilihat dari gambar grafik tegangan dan regangan memperlihatkan bahwa sesudah garis linier muncul daerah luluh dan selanjutnya garis membentuk lengkungan sampai putus. Garis melengkung inilah merupakan fungsi dari modulus elastisitas Bulk yang digunakan pada prinsip pembentukan.
Gambar . 2.8. Kurva Tegangan dan Regangan Di Daerah Elastik
E. Detail Profil Uji Tarik dan Sifat Mekanik Logam Untuk keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji tarik dapat digeneralisasi seperti pada gambar.
Gambar 2.9. Kurva Hasil Uji Tarik
Asumsi bahwa kita melakukan uji tarik mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar.
Batas elastisitas
.
Dalam gambar dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan
“nol” pada titik O .Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen ( permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini.
Batas proporsional Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.
Deformasi plastis ( plastis deformation ) Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada gambar diatas yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing .
Tegangan luluh atas ( upper yield stress ). Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.
Tegangan luluh bawah ) Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh ( yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
Regangan luluh yield strain ) Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis
Regangan elastis
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan plastis Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan total ( total strain )
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = ε e+ε p. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Tegangan tarik maksimum ( ultimate tensile strength )
Pada gambar ditunjukkan dengan titik C (σ β), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah ( breaking strength ) Pada gambar ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.
Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain.
Gambar 2.10. Penentuan Tegangan Luluh ( yield stress )Untuk Kurva Daerah Linier
2
satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal, N/m ) dan strain adalah besaran tanpa satuan.
Kelenturan (ductility)
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).
Derajat kelentingan ( resilience ) Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam
fase
perubahan
elastis.
Sering
disebut
dengan
Modulus
Kelentingan (Modulus of Resilience), dengan satuan strain energy per unit 3
volume (Joule/m atau Pa).
Derajat ketanguhan ( toughness ) Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut dengan Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam gambar 2.6., modulus ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD. Ketangguhan ( So) adalah perbandingan antara kekuatan dan keuletan .persamaan sebagai berikut :
Atau
Dimana :
Pengerasan regang ( strain hardening ). Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan setelah memasuki fase plastis.
Tegangan sejati, regangan sejati ( true stress, true strain ) Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang bahan secara real time.
Gambar.2.11. Regangan Sejati
Regangan sejati didefinisikan sebagai pertambahan panjang dL dibagi panjang bahan L. ∆
= ∫
= ln ( 1 +
)
= ln ( 1 +
)
=ln
= ln
Tegangan sejati
= =
=
Volume konstan AL =
F. Mesin Uji Tarik Dilihat dari cara pemberian beban atau gaya tarik pada batang uji maka mesin uji dapat dibedakan menjadi 2 ( dua ) yaitu : 1. Mesin uji tarik mekanik 2. Mesin uji tarik hidrolik Mesin uji tarik mekanik, pemberian gaya tarik diperoleh melalui sistem mekanik roda – roda gigi yang digerakan dengan tangan ataupun dengan motor listrik. Kapasitas mesin uji tarik mekanik ini biasanya realtif rendah dibandingkan dengan mesin hidrolik.
Gambar 2.12 Mesin uji tarik mekanik Mesin uji tarik hidrolik, gaya tarik dihasilkan oleh tekanan minyak didalam silindernya. Kapasitas mesin hidrolik relatif besar dan biasannya mesin ini universal sehingga dapat digunakan untuk melaksanakan beberapa macam pengujian diantarannya :
Pengujian tarik
Pengujian tekan
Pengujian geser
Pengujian lengkung
Gambar 2.13 Mesin Uji tarik hidrolik
G. Bentuk dan Ukuran Batang Uji. Bentu dan ukuran batang uji sudah dinormalisasikan dengan kata lain mengikuti standart – standart tertentu. Dilihat dari bentuk dapat digolongkan menjadi 2 ( dua ) yaitu : 1. Batang uji proporsional Yang dimaksud dengan batang uji proporsional adalah panjang batang uji ditentukan dengan menggunakan rumus :
Lo = k √Ao Dimana : Lo= Panjang batang uji K= Konstanta Ao= Luas penampang batang uji Konstanta ( k ) untuk baja dan baja tuang adalah 5.65 untuk logam bukan besi adalah 11.3 dan besi tuang mampu tempa adalah 3.39
a. Batang uji sistem Dp Untuk batang uji dengan penampang bulat diberlakukan juga sistem Dp yaitu perbandingan antara diameter dan batang uji sesuai dengan standar indonesia ( SNI ), sitem Dp yang dipakai adalah Dp 10, Dp 5 dan Dp 3, Dp 10 artinya bahwa panjang batang uji ( Lo ) adalah 10 x Diameter. Ukuran ini juga adalah pendekatan dari konstanta k = 11.3, DP 5 artinya bahwa panjang batang uji
( Lo ) 5 x Diameter. Ukuran ini juga adalah
pendekatan dari konstanta k = 5.65 dan Dp 3 artinya bahwa panjang batang uji ( Lo ) 3 x Diameter atau pendekatand ari konstantan k = 3.39
Gambar 2.14 Dimensi ukuran batang uji proporsional
Tabel 2.2. Standart ukuran batang uji untuk kepala rata/ lurus d
D ( min ) h ( min )
m
n
r
Batang uji dp 5 Lo
Batang uji dp 10
Lo + 2m Lt. Min
Lo
Lo+2m
Lt ( min )
6
8
25
3
2.5
3
30
36
91
60
66
121
8 10
10 12
30 35
4 5
3 3
4 5
40 50
48 60
114 136
80 100
80 110
154 186
12
15
40
6
4
6
60
72
160
120
132
220
14
17
45
7
4.5
7
70
84
183
140
154
255
16
20
50
8
5.5
8
80
96
207
160
176
280
18 20
22 24
55 60
9 10
6 6
8 10
90 100
108 120
230 252
180 200
198 220
320 352
25
30
70
12.5
7
12.5
125
150
305
260
275
439
Tabel 2.3. Standart ukuran batang uji dengan kepala bertingkat d
d1
D min
g min
h min
m
n
r
6
7.5
11
6
11
3
2
3
Batang uji dp 5 Lo 30
Lo + 2m Lt. Min 36
71
Batang uji dp 10 Lo 60
Lo+2m Lt ( min ) 66
104
8
10
14
8
13
4
3
4
40
48
96
80
88
136
10
12
18
10
15
5
3
5
50
60
116
100
110
166
12 14
14.5 17
21 25
12 14
17 19
6 7
4 4.5
6 7
60 70
72 84
138 159
120 140
132 154
198 229
16
19
28
16
21
8
5
8
80
96
180
160
176
260
18
22
31
18
23
9
6
8
90
108
202
180
198
292
20
24
35
20
25
10
6
10
100
120
222
200
220
322
25
30
44
25
30
12.5
7.5
12.5
125
150
275
260
275
400
2. Batang uji non proporsional Batang uji non proporsional adalah batang uji yang tidak mengikutirumus
Lo= k√Ao. Namun demikian masih tetap mempunyai ketentuan – ketentuan ukuran tertentu untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Batang uji non proporsional ini biasannya digunakan apabila menguji bahan – bahan :
Kawat
Plat yang tipis ( pipih )
Besi tuang
Gambar 2.15 Dimensi ukuran batang uji non proporsional
H. Pengukuran Batang Uji Setelah Putus Penentuan
panjang
ukur
setelah
putus
dapat
ditentukan
dengan
cara
menyambungkan kedua patahn batang uji yang sudah diuji. Dan mengukurnya pada batas panjang ukur asal ( Lo ) yang sudah diberi tanda sebelum batang uji di uji pada mesin. Apabila batang uji putus sekitar pertengahan panjang ukur batang uji atau tidak kuang dari 1/3 panjang ukur batang uji dengan Dp 5 dan 1/5 panjang ukur untuk batang uji Dp 10, maka panjang ukur dapat diukur langsung dari titik ujung yang satu ke titik ujung yang lainnya. Jika batang uji putus kurang dari 1/3 bagian dari batang ukur untuk batang uji Dp 5 dan 1/3 bagian panjang ukur untuk batang uji Dp 10, maka penentuan panjang ukur setelah batang uji putus dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Hubungkan kedua patahan batang uji putus
Tanda terdekat dengan bidang putus di beri tanda 0
Beri tanda 1.2 dan seterusnya pada bagian patahan yang terpendek sampai pada titik ujung panjang ukur.
Pada bagian patahan yang panjang beri tanda 1,2,3 dan seterusnya. Sampai setengah dari jumlah pembagian semula, yakni sampai pada 5 untuk 10 pembagian dan sampai 10 untuk 20 pembagian.
Gambar 2.16. Dimensi perubahan benda uji tarik tegangan
BAB III JURNAL PRAKTIKUM
A. Maksud dan Tujuan 1. Mahasiswa mampu melakukan uji tarik dengan alat uji tarik 2. Mahasiswa mampu mengamati fenomena fisik yang terjadi selama pen arikan. 3. Mahasiswa mampu membaca kurva uji tarik dari bend a uji.
B. Alat dan Bahan 1. Mistar sorong 2. Benda uji tarik 3. Mesin uji tarik 4. Kertas grafik 5. Spidol C. Langkah – Langkah Pengujian 1. Jepitlah batang uji pada kedua rahang penjepit, dan usahakan bahwa batang uji satu sumbu dengan batang penarik. 2. Atur jarum penunjuk beban pada posisi nol, dengan cara melonggarkan atau mengencangkan mur sensor beban yang terdapat pada batang penghubung jarum dengan beban. 3. Posisikan skala pengukuran disesuaikan dengan berat bandul ( dalam percobaan menggunakan 10 kg f ). 4. Pasang bandul pemberat disesuaikan dengan skala pengukuran yang digunakan dengan acuan 1 t = A ( bandul ), 2.5t = A + B, 5t = A + B + C, 10t = A + B + C + D 5. Pasang kertas grafik pada nol grafik untuk penggambaran diagram penarikan. 6. Periksa kembali semua bagian – bagian mesin uji untuk meyakinkan apakah mesin sudah siap untuk dilakukan pengujian. 7. Selam proses pengujian berlangsung perhatikan gerakan jarum penunjuk beban dan catatlah besarnya beban pada saat beban batang uji mulur dan pada saat beban maksimum hingga batang uji tersebut putus. Dan apabila pada batang uji terjadi batas ulur atas dan batas ulur bawah, catatlah kedua besarnya beban.
8. Disamping pengamatan beban tarik, perhatikan perubahan yang dialami oleh batang uji akibat pembebanan. 9. Setelah batang uji putus, ambil batang uji dan ukur perpanjangan dan pengecilan penampang batang uji. 10. Ambil kertas grafik dan sesuaikan analisa grafik tersebut apakah sesuai dengan besaran beban yang sudah dicatat pada saat pengujian berlangsung.
BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN SOAL
A. Data ukuran spesimen sebelum pengujian ( mm ) :
Lo
A
B
C
D
48
17.5
-
57
157
51
-
Daerah
Rata – rata do
do
1
12.7
2
12.9
3
13
4
13
5
12.8
12.88
B. Data Hasil Pengujian No
1
Lo
Lf
∆
Do
Df
( mm)
( mm)
( mm)
( %)
( mm)
( mm)
157
162
5
3.18
12.88
20
( Kgf) 12000
Py
Pf
( Kgf)
( Kgf)
( mpa)
( mpa)
10000
9000
188.3
225.76
C. Perhitungan Gaya 1. Yield strenght ( 10.000 kgf)
725,53
2. Tensile strength ( 12.000 kgf )
903,03 D. Pembahasan Soal 1. Apa yang dimaksud : a. Kekuatan adalah kemampuan bahan untuk menerima beban b. Keuletan adalah kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. c. Ketangguhan adalah kemampuan material bahan dalam menyerap energi hingga terjadinya perpatahan. d. Modulus elastisitas adalah ukuran kekakuan suatu material 2. Buatlah diagram/ kurva : a. Tengangan teknik – regangan teknik
b. Tengangan sebenarnya – regangan sebenarnya
3. Dari pengujian yang telah dilakukan, tentukan harga – harga sebagai berikut a. Modulus elastisitas ( E ) E =
= =
23664
b. Tegangan luluh
= Τy = = =
752, 53 Mpa
c. Tegangan tarik
Τts =
903,03 Mpa
d. Tegangan putus
Τf =
=
e. Regangan total (e
=
677,27 Mpa
=
е =
0,0318 mm
f. Reduksi penampang ( q)
Q= Q=
Q= 22%
4. Tentukan besarnya tegangan maksimum, tegangan putus dan regangan sebenarnya dari kurva
Tegangan maksimum
=
τu = 903,03 MPa
Tegangan Putus
=
τf = 627,27 Mpa
Regangan sebenarnya
= e = 0,0318 x 100% = 3,18 %
5. Bila hubungan antara tegangan sebenarnya dengan regangan sebenarnya dapat dinyatakan dengan persamaan, tentukan harga K dan n
Τu = K Τu = 903,03 Mpa
;
Kε =
= ∆
903,03 Mpa = ; n = 1, 358 Dimana, K ε = Konstanta Elastis
150,506
Dari pengujian tarik diperoleh data-data sebagai berikut : u
= 448,0977 N/mm2
y
= 337.488 N/mm2
K
= 1225.46
N
= 0.4223
% El
= 25.8 %
E
= 7569.8 MPa
Dari literatur diperoleh jenis data yang sama dari pengujian sebagai berikut : u
= 340-1900 MPa
y
= 280-1600 MPa
K
= 530-1000
N
= 0.26-0.5
% El
=
36.85 % E = 207 GPa Dari percobaan didapat nilai Modulus Young sebesar 7569.8 MPa. Nilai ini melenceng jauh dari nilai Modulus Young baja yaitu 207 Gpa (Dieter, hal. 282). Hal ini terjadi karena kuva yang digunakan dalam perhitungan adalah kurva pendekatan sehingga hasilnya tentu saja tidak tepat. Nilai yang didapat dari percobaan
bisa salah karena pada saat percobaan
letak patahan di luar batasan specimen yang diberi tanda oleh praktikan. Perubahan panjang yang terukur berasal dari perubahan panjang spesimen dan grip dari mesin Tarno Grocki yang digunakan. Akibatnya elongasi yang terukur tidak terlalu akurat
dari
yang
seharusnya
sehingga
nilai
elongasi
yang
didapat.
Nilai Modulus Young harusnya sama untuk semua jenis logam berdasarkan besi( ferrous alloy) karena pada daerah elastis pergerakan
struktur Kristal hanya
terjadi pada ikatan antar atom besi. Nilai Modulus of Elastisitas hanya ditentukan oleh kekuatan ikatan antar atom (Dieter, hal. 280). Nilai Modulus of Resilience ditentukan dengan menghitung luas daerah di bawah kurva daerah elastis. Modulus of Resilience menyatakan energi yang bisa diserap material pada daerah elastis. Nilai ini semakin besar pada material yang memiliki
yield
strength
besar
dan
Modulus Elastisitas kecil (Dieter hal. 282).
Toughness dapat ditentukan dengan menghitung luas kurva stress- strain. Nilai Toughness besar untuk material ulet. Nilai Tensile
strength
material
dari hasil percobaan
adalah
448,0977
N/mm2. Menurut literatur range Tensile Strength material adalah 340-1900 Mpa. Nilai yang didapat spesifik.
bisa saja tepat karena
Nilai yield strength
jenis ST 37 yang diberikan
yang didapat berbeda pada literature.
kurang Hal ini
disebabkan kurang spesifiknya jenis specimen yang dipakai. Setelah yield point, material mengalami strain hardening. Nilai
konstanta
kekuatan
material
pada
spesimen
adalah
sebesar
1225.46Mpa. Nilai ini melebihi nilai yang ada pada literatur. Hal ini terjadi karena kuva yang digunakan dalam perhitungan adalah kurva pendekatan sehingga hasilnya tentu saja tidak tepat. Koefisien pengerasan material sebesar 0.4223sudah cukup tepat karena menurut literatur range koefisien pengerasan logam ada pada range 0.1 sampai
0.5
(Dieter
hal.
287).
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
1. Sifat material yang didapatkan dari uji tarik antara lain: kekuatan, ketangguhan, keuletan, kekuatan luluh dan modulus elastisitas. 2. Pada saat pengujian, spesimen melewati 3 tahap sebelum patah yaitu tahap deformasi elastis, tahap deformasi plastis, dan tahap necking. 3. Nilai tegangan terus meningkat setelah batas ultimate point pada kurva regangantegangan yang sebenarnya karena dalam melakukan perhitungan terhadap kurva dimasukkan unsur perubahan diameter. 4. Bagian naik turun pada grafik tegangan regangan disebut fenomena luders band disebabkan karena specimen uji adalah baja karbon rendah (menurut literature) 5. Adanya peningkatan kekerasan specimen karena adanya strain hardening. 6. Pada pengujian tarik, spesimen mengalami strain hardening akibat penumpukan dislokasi – disokasi yang terhambat pergerakannya. .7. Hasil patahan spesimen yang berbentuk cup and cone menunjukkan bahwa sesimen mengalami patah ulet dan bersifat elastis. 8. Perbedaan teori dan pengujian diakibatkan karena fektor lingkungan, spesiemen, mesin uji tarik, dan human eror.
Saran
Saat praktikum hendaknya diberi penjelasan mengenai keterkaitan uji tarik dengan kehidupan sehari-hari.
BAB VI DAFTAR PUSTAKA
1. Callister, William D. Materials Science and Engineering An Introduction, Sixth Edition. New York: John Wiley & Sons. 2003. Halaman 117-132. 2. http://www.scribd.com/doc/115762597 pkl 09:00 28 desember 2013