BAB III: SIFAT FISIK BATUAN (Versi 23 November 2004) Bab ini menjelaskan sifat fisik batuan dan interaksinya dengan fluida yang dikandungnya yang seringkali terlibat dalam perhitungan teknik reservoir. Pembahasan dalam bab ini tidak bertujuan untuk menjelaskan bagaimana mendapatkan sifat fisik batuan tersebut melainkan untuk menggambarkan bagaimana sifat fisik batuan tersebut harus dipahami dan digunakan serta perannya dalam mendeskripsikan reservoir. Sifat fisik batuan yang dibahas adalah porositas, kompresibilitas isotermal, permeabilitas, tekanan kapiler, dan permeabilitas relatif. Sifat fisik permeabilitas terkait sangat erat dengan karakteristik aliran fluida dalam reservoir. Oleh karena itu, pembahasan tentang permeabilitas pada bagian ini disampaikan dengan berbagai ilustrasi yang berkaitan dengan persamaan aliran. Selanjutnya, aplikasi persamaan aliran tersebut (equation of motion, hukum Darcy) pada perhitungan-perhitungan teknik reservoir disampaikan pada Bab V: Pengantar Persamaan Aliran.
Porositas Porositas didefinisikan sebagai a measure of the pore space available for the storage of fluids in rock. Secara matematis, porositas adalah volume pori batuan dibagi oleh volume bulk batuan, yang dituliskan sebagai berikut: φ=
Vp Vb
=
Vb − Vm Vb
dimana: φ = Porositas, dinyatakan dalam fraksi atau persen Vp = Volume pori (L3) Vb = Volume bulk (L3) = Vp + Vm Vm = Volume matriks (L3) Berdasarkan proses pembentukannnya, porositas dikelompokkan menjadi: 1. Porositas primer yaitu porositas yang terbentuk bersamaan dengan waktu proses pengendapan batuan. 2. Porositas sekunder yaitu porositas yang terbentuk kemudian setelah proses pengendapan sebagai akibat dari proses geologi.
Sifat Fisik Batuan, hal. 1
Sedangkan berdasarkan fungsinya, porositas dikelompokkan menjadi: 1. Porositas total: Vp
φt =
Vb
=
Vb − Vm Vb
2. Porositas efektif: φe =
Volume pori yang berhubungan Vb
Untuk clean sandstones berlaku φt = φe sedangkan untuk carbonate dan cemented sandstones berlaku φe < φt. Untuk batuan klastik, susunan butiran yang membentuk batuan sangat mempengaruhi besar porositas. Rentang harga porositas berdasarkan susunan butiran adalah: 1. Maksimum, harga porositas yang diperoleh jika butiran tersusun secara cubic packing, yaitu sebesar 0,476 2. Intermediate, untuk butiran seragam, porositas akan tergantung pada susunan butiran. 3. Minimum = 0 Jika r adalah jari-jari butiran pasir penyusun batuan, maka untuk susunan butiran yang berbentuk kubik (cubic packing): Vb = (2r)3 = 8r3 Vm = 8 (1/8 butir) = 1 butir = 4/3 πr3 φ=
V b − V m 8 r 3 − (4 / 3)π r 3 = = 1 − π / 6 = 0.476 8 r3 Vb
Cubic packing: Porositas = 47.6 %
Rhombohedral: Porositas = 25.96 %
Sifat Fisik Batuan, hal. 2
Jadi, untuk butiran pasir yang seragam, maka porositas merupakan fungsi dari packing. Untuk kedua jenis packing seperti digambarkan di atas, maka porositas untuk masing-masing packing tersebut adalah: •
Cubic packing, φ = 0.476
•
Rhombohedral, φ = 0.259
Selanjutnya, untuk butiran pasir yang tidak seragam, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harga porositas, diantaranya: 1. Bentuk (shape) butiran: porositas meningkat jika bentuk butir (angularity) meningkat. 2. Susunan (packing arrangement) butiran: porositas menurun jika kompaksi meningkat 3. Distribusi ukuran butiran: porositas menurun jika interval ukuran meningkat (ukuran makin tidak seragam) 4. Sementasi antar butiran: porositas menurun jika jumlah interstitial dan/atau cementing material meningkat. Interstitial sedikit pada cleanstones dan banyak pada shaly sand. 5. Rekahan (fractures) dan/atau gerowong (vugs): rekahan dan gerowong berkontribusi pada volume pori. Oleh karenanya, porositas makin besar dengan adanya rekahan. Namun, sistem rekahan umumnya bersifat lebih kompleks karena bukan hanya kemampuan penyimpanan (sifat storativity) saja yang harus diperhatikan, akan tetapi juga kemampuan mengalirkan fluida. Pengukuran porositas dapat dilakukan 1. Di laboraturium, yaitu dengan mengukur salah satu dari Vp, Vb, atau Vm dari core dengan menerapkan hukum Archimides. 2. Di lapangan, yaitu dengan log sumur (well logging).
Kompresibilitas Batuan Kompresibilitas batuan menyatakan ukuran perubahan volume batuan per satuan perubahan tekanan. Jika c = fraksi perubahan volume akibat perubahan tekanan, maka dapat ditulis:
⎛ ΔV ⎞ ⎜ ⎟ 1 ⎛ ∂V ⎞ ⎝ V ⎠T ⎟ =− c = − ⎜⎜ V ⎝ ∂p ⎟⎠ T Δp Terdapat 2 (dua) keadaan tekanan di dalam reservoir yang diperhitungan pada waktu menentukan kompresibilitas batuan yaitu reservoir yang bertekanan normal dan reservoir yang bertekanan abnormal.
Sifat Fisik Batuan, hal. 3
A. Reservoir dengan tekanan normal: Gaya-gaya yang bekerja di dalam reservoir yaitu gaya overburden akibat berat batuan diimbangi oleh gaya (tekanan) ke atas dari matrik batuan dan fluida, yaitu: Fo = Fm + Ff
Fo
Ff Fm
Sehingga, dapat dikatakan bahwa: po = pm + pf Perlu dicatat di sini bahwa persamaan ini tidak sepenuhnya benar namun cukup akurat. Dalam kaitan itu, biasanya digunakan po ≈ 1.0 psi/ft dan pf ≈ 0.465 psi/ft. Ketika fluida diproduksikan dari reservoir, maka tekanan fluida, pf, normalnya akan turun. Oleh karena itu, maka (a) gaya pada matrix akan meningkat, dan (b) menyebabkan penurunan bulk volume, dan menurunkan pore volume. Jenis-jenis Kompresibilitas: 1. Kompresibilitas matrik, cm ≈ 0 2. Kompresibilitas bulk, cb, bisanya digunakan dalam studi-studi subsidence 3. Kompresibilitas formasi, cf (disebut juga kompresibilitas volume pori), yang didefinisikan sebagai:
cf = −
1 ⎛⎜ ∂V p ⎞⎟ V p ⎜⎝ ∂p m ⎟⎠
Kompresibilitas formasi, cf, sangat penting diketahui karena ketika reservoir sedang diproduksikan terjadi hal-hal sebagai berikut: - fluida di dalam pori berkurang - gaya-gaya dan tekanan batuan internal berubah, yang mengakibatkan perubahan pada Vp, Vm, dan Vb. Karena tekanan overburden, po, relatif konstan, maka dpm = - dpf , sehingga:
Sifat Fisik Batuan, hal. 4
cf = −
1 ⎛⎜ ∂V p ⎞⎟ V p ⎜⎝ ∂p f ⎟⎠
dimana subskrip ”f” pada cf artinya “formasi” sedangkan pada pf artinya “fluid.” B. Reservoir dengan tekanan abnormal: Tekanan abnormal dapat diartikan bahwa tekanan fluida lebih besar dari (surnormal) atau lebih kecil dari (subnormal) tekanan hidrostatik fluida yang normalnya mempunyai gradient tekanan yang linier. Tekanan
subnormal Kedalaman surnormal
Contoh 1: Perhitungan Subsidence dari Kompresibilitas Suatu reservoir yang berukuran luas 160 acre dan ketebalan 100 ft mempunyai porositas 11%. Kompresibilitas pori diketahui 5.0x10-6 psi-1. Jika tekanan menurun sebesar 3000 psi, berapakah subsidence (dalam ft) yang terjadi? Penyelesaian: Konversi satuan luas dari acre ke ft2 A = 160 x 43,560 = 6,969,600 ft2 Hitung volume bulk dan volume pori: Vb = 100 x 6,969,600 = 696,960,000 ft3 Vp = φ x Vb = 0.11 x 696,960,000 = 76,665,600 ft3 Dengan menggunakan definisi kompresibilitas isotermal maka dapat dihitung perubahan volume akibat perubahan tekanan sebagai berikut:
Sifat Fisik Batuan, hal. 5
cp = −
1 ⎛ dV p ⎞ ⎜ ⎟ V p ⎜⎝ dp ⎟⎠
5.0x 10 − 6 (1 / psi) = −
⎛ dV p ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ 76,665,600 ft 3 ⎝ 3,000 psi ⎠ 1
dVp = 1.15x106 ft3 Sehingga: Δh = 1.15x 10 6 ft 3 ×
1 6,969,600 ft 2
= 0.165 ft
Permeabilitas
Pada tahun 1856, Henry Darcy, seorang inspektur jenderal (Inspector-General of Bridges and Highways) pada perusahaan air di kota Dijon (The Public Fountains of the City of Dijon), Perancis, melakukan percobaan mengalirkan air melalui media alir yang terbuat dari pasir. Tujuan percobaan Darcy sebenarnya adalah untuk mengembangkan dan mengaplikasikan prinsip-prinsip yang dapat digunakan serta persamaan yang dapat dipakai dalam rangka menjawab masalah distribusi air di kota Dijon. Dalam laporannya (diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh R. Allan Freeze dari University of British Columbia) yang berjudul “Determination of the Laws of the Flow of Water Through Sand,” secara skematis, percobaan Darcy tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
q h2
L
h1
A
Sifat Fisik Batuan, hal. 6
Darcy menemukan bahwa kecepatan alir air di dalam media pasir tersebut berbanding lurus dengan gradient tekanan dan karakteristik dari media pasir. Karakteristik media pasir tersebut dinyatakan dengan k, yang menggambarkan kemampuan media pasir tersebut untuk mengalirkan air seperti terlihat pada persamaan berikut. h −h v= k 1 2 L Jika menggunakan satuan Darcy, maka persamaan berikut berlaku: v= −
k ⎡ dp dz ⎤ ρg − ⎢ μ ⎣ dL 1.0133x10 6 dL ⎥⎦
Sedangkan jika menggunakan satuan lapangan, setelah dilakukan konversi, maka persamaan berikut berlaku: v = − 0.001127 dimana
k ⎡ dp ⎤ + 0.4335 γ sin θ⎥ ⎢ μ ⎣ dL ⎦
dp = gradien tekanan dan (0.4335 γ sin θ ) = gradient gravitasi. dL
Jika dinyatakan dalam laju alir, maka penemuan Darcy dapat pula dijabarkan sebagai berikut:
q∝
A ( h 1 − h 2) , L
di mana q = laju alir fluida, A = luas penampang media pasir, h adalah ketinggian masingmasing awal dan akhir dari aliran (menyatakan head), dan L = panjang media pasir. Jadi seharusnya berlaku: q=k
A ( h 1 − h 2) L
dimana k, seperti dinyatakan di atas, adalah konstanta yang akan tergantung pada karakteristik media pasir. Selanjutnya, k disebut dengan permeabilitas yang merupakan ukuran kemampuan media pasir untuk mengalirkan fluida. Persamaan yang bersifat empiris tersebut kemudian dikenal sebagai persamaan Darcy. Dalam percobaannya, Darcy menggunakan fluida air, sehingga untuk fluida selain air digunakan harga viskositas sehingga: q=k
A ( h 1 − h 2) μL
dimana μ adalah viskositas fluida. Selanjutnya, jika head dinyatakan dalam tekanan potensial, maka persamaan Darcy dapat ditulis sebagai berikut:
Sifat Fisik Batuan, hal. 7
q=k
Aρg(h1 − h 2) μL
sehingga secara umum dapat ditulis sebagai berikut: q=−
kA ⎡ dp dz ⎤ ρg − ⎢ μ ⎣ ds 1.0133x10 6 ds ⎥⎦
atau, karena v s = vs = −
q , maka A
k ⎡ dp dz ⎤ ρg − ⎢ 6 μ ⎣ ds 1.0133x10 ds ⎥⎦
yang disebut dengan persamaan gerak (equation of motion, EOM). Nomenklatur: vs = Kecepatan superficial (flux volume sepanjang s), cm/s vs/φ = Kecepatan interstitial (kecepatan rata-rata melalui pori), cm/s ρ
= Densitas fluida, gr/cm3
g
= Percepatan gravitasi = 980 cm/s2
dp = Gradien tekanan sepanjang s, atm/cm ds μ
= Viskositas, cp
k
= Permeabilitas, Darcy
A = Luas Penampang, cm2 Faktor konversi: dyne = gr-cm/sec2 = satuan gaya atm
= 1.01325 x 106 dyne/cm2
ρgh
= dyne/cm2 = satuan tekanan
poise = gr/cm sec = dyne sec/cm2. Dimensi dan satuan permeabilitas: L = panjang M = massa t
= waktu
vs = L/t
Sifat Fisik Batuan, hal. 8
μ = m/Lt ρ
= m/L3
p
= m/Lt2
g
= L/t2
Sehingga: vs = −
k ⎡ dp dz ⎤ ρg − ⎢ 6 μ ⎣ ds 1.0133x10 ds ⎥⎦
⎡ m ⎛ m ⎞⎛ L ⎞ ⎤ ⎢ 2 ⎜⎜ 3 ⎟⎟⎜⎜ 2 ⎟⎟(L ) ⎥ L k ⎢ Lt L t =− − ⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎥ ⎥ m⎢ L t L ⎢ ⎥ Lt ⎢ ⎥⎦ ⎣ k = L2 = cross-sectional area. Jadi dimensi permeabilitas adalah panjang kuadrat atau luas. Hal ini membantu kita untuk memandang aliran fluida dalam media pori dan sifat yang dikandungnya dalam hukum Darcy dimana seluruh jaringan pori-pori dan channel dianggap sebagai luas media alir. Makin besar luas (penampang) media alir makin besar laju alirnya. Untuk melihat lebih jauh tentang hal ini, tinjau persamaan Darcy dalam bentuk sebagai berikut: k=
qμ Δx A x Δp
maka dengan menggunakan satuan centimeter-gram-second (cgs), yaitu q = laju alir volumetrik, cm3 det-1 Ax = luas penampang, cm2 Δp = beda tekanan, atm μ = viskositas fluida, cp (1 cp = 1/100 g cm-1 det-1 = 1/100 poise) Δx = jarak kedua beda tekanan, cm dan berdasarkan definisi unit Darcy diperoleh k=
(1 cm 3 det −1)(1 cp)(1 cm) (1 cm 2)(1 atm)
= 1 darcy
Dengan demikian, dapat dihitung berapa cm2 dalam satu darcy. Untuk itu, gunakan faktor konversi berikut: 1 atm = 1.01325 x 106 dyne cm-2 1 dyne = 1 g cm det2 1 cp = 1 x 10-2 g cm-1 det-1 = 1 x 10-2 dyne cm-2 det
Sifat Fisik Batuan, hal. 9
sehingga 1 darcy =
(1 cm 3 det −1)(1 x 10 − 2 cp)(1 cm) (1 cm 2)(1.01325x 10 6 dyne cm − 2)
1 darcy = 9.86923 x 10-9 cm2 ≈ 10-8 cm2 Definisi Unit Darcy: Berdasarkan analisis dimensi di atas, maka satuan untuk permeabilitas dapat berupa ft2 dalam English system atau cm2 dalam cgs system. Namun keduanya terlalu besar untuk digunakan dalam media berpori. Oleh karena itu, digunakan satuan ”darcy” yang didefinisikan sebagai berikut: Suatu media berpori dikatakan mempunyai permeabilitas satu darcy jika satu fasa fluida dengan viskositas satu centipoise mengisi rongga pori-pori dan mengalir pada laju alir satu centimeter kubik per detik per satu centimeter kuadrat luas penampang di bawah tekanan atau gradien hidrolik satu atmosphere per centimeter, dan dapat dinyatakan menurut
hubungan: q=
k A Δp . μL
Konversi Satuan Darcy: Tabel berikut menunjukkan konversi satuan Darcy ke satuan lapangan dan/atau sebaliknya. Tabel: Konversi Satuan Darcy – Satuan Lapangan. Simbol
Darcy Units
Faktor konversi (x)
Field Units
q k
cc/detik darcy
1.841 1000.0
bbl/d md
A
cm2
0.001 076 391
ft2
h
cm
0.032 808 399
ft
p
atm
14.695 948 63
psia
L
cm
0.032 808 399
ft
μ
cp
1.0
cp
ρ
gr/cc
62.427 959 95
lb/cuft
Sifat Fisik Batuan, hal. 10
Jadi, karena: q, 1 cc/detik = 1.841 bbl/d k, 1 darcy = 1000 md Δp, 1 atm = 14.696 psia L, 1 cm = 0.0328 ft A, 1 cm2 = 0.001076391 ft2 maka, persamaan Darcy dapat ditulis dalam satuan lapangan sebagai: q=
0.001127 k A (p1 − p 2) μL
Persamaan tersebut di atas didapat dengan cara konversi seperti dijelaskan berikut ini: q= q
kA(p1 − p 2 ) dalam satuan Darcy μL
cc bbl ⎛ 5.615 cu.ft ⎞⎛ 1.728 cu.in ⎞⎛ 16.39 cc ⎞⎛ d ⎞⎛ hr ⎞ ⎟⎟ ⎟⎟⎜⎜ =q ⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎜⎜ sec d ⎝ bbl ⎠⎝ cu.ft ⎠⎝ cu.in ⎠⎝ 24 hr ⎠⎝ 3600 sec ⎠
cc bbl = 1.841 q sec d ⎛ darcy ⎞ k darcy = k md ⎜ ⎟ ⎝ 1.000md ⎠ k darcy = 0.001 k md ⎛ 929.0sqcm ⎞ A sq cm = ⎜⎜ sqft ⎟⎟A sq ft ⎝ ⎠ A sq cm = 929.0 A sq ft ⎞ ⎛ atm ⎟⎟ (p1 –p2) atm = (p1-p2) psia ⎜⎜ ⎝ 14.696psia ⎠ (p1 –p2) atm = 0.06805 (p1-p2) psia ⎛ 30.48 ⎞ L cm = L ft ⎜ ⎟ ⎝ ft ⎠ meter = 100 cm (0.001k )(929.0A)(0.06805(p1 − p 2 ) 1.841q = μ(30.48L) 0.001127kA(p1 − p 2 ) q= dalam oilfield units μL q
Aliran Fluida Dalam Sistem Reservoir Berlapis: Permeabilitas yang dijelaskan di atas adalah untuk system reservoir yang berupa lapisan tunggal. Untuk kasus reservoir dengan multi-lapisan maka penentuan permeabilitas ditentukan dengan menggunakan prinsip-prinsip berikut. Tinjau suatu sistem reservoir
Sifat Fisik Batuan, hal. 11
berlapisan A, B, dan C yang horizontal, linear, arah aliran fluida paralel terhadap pelapisan seperti digambarkan secara skematis berikut ini:
w h A q
B C L
Dalam system aliran tersebut berlaku: qt = qA + qB + qC h = hA + hB + hC Pertanyaannya adalah berapakah permeabilitas rata-rata,
k , yang menggambarkan
kemampuan system reservoir berlapis tersebut dalam mengalirkan fluida. Dengan menggunakan persamaan Darcy, maka: qt = qt = qt =
kA(p1 − p 2) μL kwh (p1 − p 2) μL k A w h A (p1 − p 2) k B w h B (p1 − p 2) k C w h C (p1 − p 2) + + μL μL μL
maka: kh = k A h A + k B h B + k C h C , sehingga n
k jh j j =1 h
k= ∑
Dengan demikian, dengan menggunakan cara yang sama maka diperoleh rumusan permeabilitas untuk sistem reservoir berlapis sebagai berikut: 1. Horizontal, linear, arah aliran fluida paralel terhadap pelapisan n
k jh j j =1 h
k= ∑
2. Horizontal, radial, arah aliran fluida paralel terhadap pelapisan
Sifat Fisik Batuan, hal. 12
n
k jh j j =1 h
k= ∑
3. Horizontal, linear, arah aliran fluida tegak lurus terhadap pelapisan L n Lj ∑ j =1 k j
k=
4. Horizontal, radial, arah aliran fluida tegak lurus terhadap pelapisan ln(r e / r w ) ln(r j / r j −1) ∑ kj j =1
k=
n
Aliran melalui channel dan rekahan: 1. Channel Tinjau aliran melalui channel dengan panjang L dan diameter konstan sebesar d, seperti ditunjukkan berikut ini: L d
Tinjau pula persamaan Poiseuille untuk aliran viscous melalui pipa kapiler: q=
πr4 (p − p ) 8μL 1 2
Sedangkan: A = πr2 sehingga q=
A r2 (p − p ) 8μL 1 2
Sekarang, tinjau persamaan Darcy untuk aliran liquid dalam system linier q=
kA (p − p ) μL 1 2
Dengan menganggap kedua persamaan mempunyai satuan yang konsisten, maka: A r2 kA (p1 − p 2) = (p − p ) 8μL μL 1 2 sehingga
Sifat Fisik Batuan, hal. 13
2 d2 k=r = 8 32
Jika d dalam inches, maka: k = 20 x 109 d2 md 2. Fracture Tinjau aliran melalui rekahan dengan lebar rekahan b seperti ditunjukkan skema berikut: b
Dalam system ini berlaku: v=
q b2 = (p − p ) A 12μL 1 2
atau q=
Ab 2 (p − p ) 12μL 1 2
Dengan menyamakan dengan persamaan Darcy, maka kA Ab 2 (p1 − p 2) = (p − p ) 12μL μL 1 2 Dengan demikian, k=
b2 dalam satuan Darcy. 12
Jika b dalam inches, k = 54 x 109 b2 md. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengukuran permeabilitas: 1. Jika ada rekahan --- pengukuran yang diperoleh di laboratorium adalah permeabilitas matrik yang biasanya lebih rendah dari permeabilitas in-situ. 2. Gas slippage --- molekul gas “slip“ sepanjang permukaan butiran yang terjadi jika diameter pori mendekati harga rata-rata jalur (mean free path) molekul gas – disebut
Sifat Fisik Batuan, hal. 14
dengan Klinkenberg effect. Kejadian ini membedakan dengan asumsi persamaan Darcy yang bersifat laminer dimana tidak terjadi slip.
laminer (Darcy)
Jika terjadi slippage
H2 N2 khitung CO2
1 p
khitung
1 p
Mean free path dari molekul gas akan tergantung pada ukuran molekul sehingga pengukuran permeabilitas akan tergantung pada gas yang digunakan. Telah diketahui pula bahwa mean free path merupakan fungsi dari tekanan sehingga Klinkenberg effect untuk gas slippage: •
Diabaikan pada tekanan tinggi (1/p → 0)
Sifat Fisik Batuan, hal. 15
•
Klinkenberg effect karena gas slippage lebih besar pada batuan dengan permeabilitas rendah karena permeabilitas merupakan fungsi dari capillary openings.
Efek dari gas slippage ini dapat dihilangkan dengan melakukan pengukuran pada berbagai tekanan rata-rata dan diekstrapolasi ke harga tekanan tinggi, yaitu ke harga 1/p → 0.
Tekanan Kapiler
Konsep tekanan kapiler berkenaan dengan fenomena berikut ini: 1. Adhesi–kohesi 2. Tegangan permukaan dan tegangan antar muka 3. Sifat kebasahan. Ketika dua fluida yang tidak saling tercampur, seperti minyak dan air, berada bersama-sama (saling kontak satu sama lain), maka situasinya dapat digambarkan seperti ditunjukkan oleh gambar skematik berikut. Sudut θ, yang diukur melalui air, disebut dengan sudut kontak. Jika θ < 90o batuan reservoir disebut sebagai water wet. Sedangkan jika θ > 90o batuan reservoir disebut sebagai oil wet. Oleh karenanya, sifat kebasahan (wettability), seperti didefinisikan oleh sudut θ tersebut, adalah ukuran fluida mana yang tertarik (adhesi) dengan batuan. σow minyak θ σos
air
σow
σ ws = σ os + σ ow cos θ A T = σ ws − σ os = σ ow cos θ
Dua situasi dinamik sehubungan dengan keberadaan minyak dan air tersebut ditunjukkan oleh gambar skematik berikut. Imbibisi adalah peristiwa dimana saturasi wetting phase bertambah sedangkan drainage sebaliknya, yaitu bila saturasi wetting phase berkurang. Telah dibuktikan secara eksperimental bahwa sudut kontak lebih besar pada peristiwa imbibisi dibandingkan dengan drainage. Perbedaan sudut kontak ini disebut dengan hysteresis. Berdasarkan besaran tegangan permukaan dan tegangan antar muka, maka dapat dikatakan sifat water wettability sebagai berikut:
Sifat Fisik Batuan, hal. 16
Water wet properties: σ ws ≥ σ os AT = positif cos θ = positif 0o ≤ θ ≤ 90o θ = 0o strongly water wet.
Fenomena hysteresis
σow minyak
air
σow
minyak
θ σos
σow
Wetting phase bertambah (imbibisi)
air
θ σos
σow Wetting phase berkurang (drainage)
Apakah reservoir umumnya bersifat water wet, oil wet, atau intermediate wettability (θ ≈ 90o) masih dalam tahap penelitian. Namun, diketahui bahwa semua reservoir pada mulanya tersaturasi oleh air (water wet), sebelum terjadi migrasi minyak dan terperangkap di reservoir, maka wettability ini seharusnya tetap demikian. Kenyataan bahwa minyak dan air tidak tercampur satu sama lain sangat penting dalam deskripsi dinamika reservoir. Ketika kedua fluida saling kontak, maka akan terlihat dengan jelas bidang antar muka (interface) antara keduanya. Molekul-molekul di dekat interface tertarik oleh molekul-molekul di sekelilingnya namun dengan gaya tarik yang tidak sama. Hal ini meningkatkan energi bebas per luas permukaan atau tegangan antar muka. Jika interface berbentuk lengkungan maka tekanan pada sisi concave akan melebih tekanan pada sisi convex. Perbedaan kedua tekanan tersebut disebut dengan tekanan kapiler. Persamaan umum untuk menghitung tekanan kapiler diberikan oleh persamaan Laplace berikut: ⎛1 1⎞ p c = p o − p w = σ⎜⎜ + ⎟⎟ ⎝ r1 r 2 ⎠
dimana pc = tekanan kapiler (unit absolut)
Sifat Fisik Batuan, hal. 17
σ = tegangan antar muka (interfacial tension) r = radius lengkungan pada interface minyak-air seperti ditunjukkan oleh gambar berikut.
Batuan Air r1 Minyak
•x r2
Gambar di atas menunjukkan sejumlah air yang berada di antara dua butiran batuan pada reservoir water wet. Untuk menghitung tekanan kapiler pada titik x pada interface, satu radius lengkungan, misalnya r1, yang diukur melalui minyak, adalah positif, sedangkan radius lengkungan lainnya, yaitu r2, yang diukur melalui air, adalah negatif. Namun karena r1 < r2, maka tekanan kapiler tetap positif. Terlihat pada gambar di atas juga bahwa volume (saturasi) air berkurang, radius berkurang, dan karenanya harus ada hubungan terbalik antara pc dengan Sw. Hubungan tekanan kapiler dengan saturasi air ini disebut dengan kurva tekanan kapiler dan umumnya terlihat seperti ditunjukkan oleh gambar berikut.
pc
B
Drainage
Imbibisi Swc
A C 1 - Sor 100%
Tinjau proses berikut yang dilakukan di laboratorium. Dimulai dari titik A dimana batuan (core) tersaturasi air 100%, air kemudian didesak oleh minyak. Proses ini adalah drainage.
Sifat Fisik Batuan, hal. 18
Jika perbedaan tekanan fasa (yaitu pressure differential) diplot sebagai fungsi dari saturasi air yang berkurang, hasilnya adalah kurva yang ditunjukkan oleh garis putus-putus. Pada harga saturasi connate water, titik B, terdapat diskontinuitas dimana saturasi air tidak dapat dikurangi lagi berapapun pressure differential yang diberikan. Proses sebaliknya dari proses di atas dimana air mendesak minyak, yaitu proses imbibisi, hasilnya adalah kurva dengan garis penuh. Kedua kurva berbeda satu sama lain karena efek hysteresis dalam sudut kontak. Ketika saturasi air mencapai harga maksimum pada Sw = 1 – Sor, harga tekanan kapiler adalah nol (titik C). Pada titik ini harga saturasi minyak (= Sor) tidak dapat berkurang lagi berapapun pressure differential yang diberikan (pc negatif). Hubungan pc dengan Sw yang dihasilkan dari laboratorium tersebut dipengaruhi oleh: 1. Permeabilitas 2. Porositas 3. Distribusi ukuran pori Secara ringkas, dua proses yang menggambarkan hubungan antara pc dan Sw tersebut dalam kaitannya dengan proses recovery di reservoir adalah: 1. Proses drainage yang artinya penggantian fluida yang membasahi oleh fluida yang tidak membasahi. Contoh: injeksi gas ke dalam resevoar minyak atau system tenaga dorong depletion drive. 2. Proses imbibition yang artinya penggantian fluida yang tidak membasahi oleh fluida yang membasahi. Contoh: injeksi air (waterflooding) ke dalam reservoar minyak. Proses drainage diindikasikan dengan fluida membasahi bergerak meninggalkan tempat dan proses imbibition diindikasikan dengan fluida membasahi datang. Jadi, seperti disebutkan di atas, tekanan kapiler didefinisikan sebagai perbedaan tekanan antara fasa tidak membasahi dan fasa membasahi (non-wetting phase dan wetting phase), atau pc = pnwp - pwp Sehingga tekanan kapiler untuk sistem udara-air:
pc =
Dan tekanan kapiler untuk sistem air-minyak:
pc =
2 σ gw cos θ r 2 σ ow cos θ r
Tekanan kapiler pada media berpori:
Sifat Fisik Batuan, hal. 19
p cow = p oil − p water =
h (ρ water − ρ oil ) 144
jadi, dari sini dapat diturunkan: h=
Pcow x144 ρ water − ρ oil
Hal ini dapat dijelaskan oleh hubungan tekanan kapiler dengan ketinggian sebagai berikut. Kurva tekanan kapiler dapat diinterpretasikan sebagai ketinggian dari bidang saturasi air konstan di atas titik di mana pc = 0. Analogi ini biasanya antara kenaikan kolom air karena kapileritas di reservoir dengan eksperimen di laboratorium menggunakan air dan minyak dengan air sebagai fasa yang membasahi. Hubungan tekanan kapiler dengan ketinggian di atas WOC dapat diilustrasikan secara skematis sebagai berikut:
po pw
θ
Minyak Air
po
pw
R r Ketinggian di atas WOC
H
pc
po = pw = p (pc = 0) Pipa kapiler
Pada WOC: po = pw, pc = 0
Pada interface, pc = 0 (menurut persamaan Laplace di atas, r1 = ∞, r2 = ∞) sehingga pada titik ini po = pw = p. Air akan naik di dalam pipa kapiler sampai mencapai ketinggian H di atas interface yaitu sampai terjadi kesetimbangan antara kapileritas dan gravitasi (hidrostatik). Jika po dan pw adalah masing-masing tekanan minyak dan air di dekat interface, maka: p o = ρ o gH = p dan p w = ρ w gH = p sehingga dengan mengurangkan persamaan kedua diperoleh: p o − p w = p c = ΔρgH
Sifat Fisik Batuan, hal. 20
Selanjutnya, dengan menggunakan geometri di sekitar interface yang naik di dalam pipa kapiler dimana R = radius lengkungan interface dan r = radius pipa kapiler sehingga r = Rcosθ, maka dengan memasukkan r1 = r2 = R yang berlaku untuk setiap titik pada interface ke dalam persamaan Laplace, diperoleh tekanan kapiler sebagai berikut. po − p w = pc =
2σ cos θ = ΔρgH r
Persamaan di atas dapat digunakan untuk menghubungkan hasil eksperimen tekanan kapiler di laboratorium dengan kejadian kapileritas di reservoir seperti dijelaskan berikut ini. Mengubah data Laboratorium (pclab) ke kondisi Reservoar (pcr) Dari definisi tekanan kapiler, dapat ditulis: Tekanan kapiler di laboratorium: p cL =
2σ L cos θ L r
atau
r=
2σ L cos θ L p cL
Tekanan kapiler di reservoir: p cR =
2σ R cos θ R r
atau
r=
2σ R cos θ R p cR
sehingga diperoleh: p cR =
2σ R cos θ R p cL 2σ L cos θ L
Contoh 2: Mengubah tekanan kapiler laboratorium ke reservoir Jika di laboratorium terukur σo = 50 dyne, θo = 0o, pc = 10 psi dan di reservoir terukur σo = 25 dyne, θo = 30o, hitung tekanan kapiler di reservoir. Penyelesaian: σ cos θR pcR = R pcL σ L cos θL =
(25)(cos 30) (10) = 4.33 psi (50)(cos 0)
Sifat Fisik Batuan, hal. 21
Perata-rataan tekanan kapiler: Menggunakan J–function untuk mentransform data pc ke kurva yang lebih umum (universal curve). Sesungguhnya, universal curve tidak mungkin dibuat karena perbedaan kapileritas di reservoir yang sangat besar. Namun, konsep ini (penggunaan J-function) sangat bermanfaat. J (Sw ) =
1/ 2
⎛k⎞ ⎜ ⎟ σ cos θ ⎜⎝ φ ⎟⎠ pc
Permeabilitas Relatif
Dalam penggunaan hukum Darcy yang dijelaskan di atas, secara implicit dianggap bahwa permeabilitas adalah sifat fisik batuan yang konstan, tidak terpengaruh oleh keadaan fluida yang sedang mengalir melewati pori-pori. Hal ini benar jika batuan tersebut sedang dialiri oleh satu fasa fluida. Dalam keadaan demikian, permeabilitas batuan yang ditunjukkan oleh hukum Darcy tersebut disebut dengan permeabilitas absolut. Jika terdapat dua fluida yang mengalir bersama-sama, misalnya minyak dan air, maka tiap fluida yang sedang mengalir tersebut mempunyai permeabilitas sendiri-sendiri, yang dalam hal ini disebut dengan permeabilitas efektif. Jumlah permeabilitas efektif selalu lebih kecil dari permeabilitas absolute. Permeabilitas efektif tergantung pada saturasi masing-masing fluida. Makin tinggi saturasi fluida makin tinggi pula permeabilitas efektif batuan terhadap fluida tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh gambar berikut. Gambar tersebut menunjukkan permeabilitas efektif minyak dan air sebagai fungsi saturasi air dengan catatan So = 1 – Sw. k
k •
1 kro*
1 •
• ko
0
• kw
0
• Swc
Sw
• 0 1- Sor 1
krw
kro
0
krw*
0
• Swc Sw
• 0 1- Sor 1
Tinjau kurva permeabilitas efektif untuk air. Dua titik pada kurva tersebut segera dikenali. Pada Sw = Swc, saturasi water connate atau saturasi air irreducible, air tidak mengalir dan kw =
Sifat Fisik Batuan, hal. 22
0 dan pada Sw = 1 batuan tersaturasi seluruhnya oleh air sehingga kw = k, yaitu permeabilitas absolute. Demikian pula untuk minyak. Pada Sw = 0 (So = 1) maka ko = k dan pada saat saturasi minyak menuruna ke Sor, saturasi minyak residual, maka ada minyak yang dapat mengalir sehingga ko = 0. Di antara kedua titik batas ini, maka mengalir minyak dan air dengan masing-masing ko dan kw tertentu. Bentuk kurva permeabilitas terhadap saturasi tersebut tergantung pada wettability yang akan menentukan fluida mana apakah minyak atau air yang lebih tertarik oleh batuan. Plot permeabilitas efektif dapat dinormalisasi dengan membaginya dengan permeabilitas absolut. Hasil pembagian ini disebut dengan permeabilitas relatif, yaitu: k ro (S w ) =
k o (S w ) k
dan
k rw (S w ) =
k w (S w ) k
Plot kro dan krw tersebut juga ditunjukkan di atas. Kurva permeabilitas relatif mempunyai bentuk yang sama persis dengan kurva permeabilitas efektif. Bedanya kurva permeabilitas relatif mempunyai interval dari 0 sampai 1. Secara matematis, permeabilitas relatif lebih sering digunakan dalam menggambarkan perbandingan permeabilitas efektif karena hubungan berikut: k o (S w ) k × k ro (S w ) k ro (S w ) = = k w (S w ) k × k rw (S w ) k rw (S w )
Dalam plot di atas, bagian kurva untuk saturasi di bawah Sw = Swc dan di atas Sw = 1 – Sor diplot dengan garis putus-putus karena walaupun bagian kurva ini dapat ditentukan di laboratorium tidak akan ditemui di reservoir. Secara praktis, saturasi air yang mungkin menggambarkan dinamika fluida di reservoir adalah dalam kisaran: S wc ≤ S w ≤ 1 − S or
Permabilitas relatif maksimum baik terhadap minyak maupun air yang secara alami dapat terjadi di reservoir disebut dengan end-point relative permeability, yang didefinisikan sebagai: k *ro = k ro pada S w = S wc k *rw = k rw pada S w = 1 − Sor
Seringkali, kurva permeabilitas efektif dinormalisasi dengan cara membaginya dengan harga permeabilitas efektif maksimum terhadap minyak, yaitu: k o (S w = S wc) = k × k *ro
sehingga Sifat Fisik Batuan, hal. 23
K ro (S w ) =
k o (S w ) k o (S w = S wc)
K rw (S w ) =
dan
k w (S w ) k o (S w = S wc)
Plot Kro dan Krw terhadap Sw tersebut ditunjukkan oleh gambar berikut. •
1
1
• Krw
Kro
0
0
• Swc
Sw
• 0 1- Sor 1
Dengan demikian, untuk menggambarkan aliran simultan minyak dan air di reservoir dengan menggunakan hukum Darcy, maka permeabilitas absolut k diganti dengan permeabilitas efektif ko (Sw) dan kw (Sw). Statistical Measures
Pada dasarnya, kita tidak dapat melakukan pengukuran sifat fisik batuan secara keseluruhan (yaitu kita tidak dapat melakukan penggalian seluruh batuan reservoir, kemudian mengukurnya). Yang dapat kita lakukan “hanya” mengambil contoh (sampel) dari populasi (batuan), kemudian mengukurnya dan menganggap sifat fisik yang terukur tersebut dapat mewakili sifat fisik batuan reservoir secara keseluruhan. Dalam hal ini, seringkali kita hanya menggunakan satu harga (porositas atau permeabilitas) dan menganggapnya mewakili keseluruhan reservoir. Namun, jika terdapat cukup sampel, sebenarnya kita dapat melakukan perkiraan sifat fisik reservoir (populasi) dengan menggunakan prinsip-prinsip statistik. Untuk keperluan analisis statistik tersebut, pertama-tama kita perlu mengelompokkan jenis data sampel sebagai berikut: 1. Classified (disusun dengan cara tertentu) 2. Unclassified (disusun secara acak)
Sifat Fisik Batuan, hal. 24
Klasifikasi data seperti ini seringkali dapat memberikan informasi tambahan untuk menjelaskan (mendeskripsikan) sifat fisik dari populasi. Metodologi statistika yang sering digunakan dalam analisis statistika sifat fisik batuan adalah: 1. Distribusi frekuensi. Data didistribusikan ke dalam kelas-kelas. Jumlah data dalam tiap kelas disebut dengan frekuensi kelas. Penyusunan data menurut kelas-kelas ini disebut dengan distibusi frekuensi atau tabel frekuensi. 2. Histogram. Histogram adalah representasi grafis dari distribusi frekuensi. Sumbu vertikal adalah jumlah data, yaitu frekuensi kelas pada tiap kelas, dan sumbu mendatar adalah interval kelas. 3. Distribusi frekuensi kumulatif. Ini diperoleh dengan menjumlahkan frekuensi relatif dan mem-plot-nya untuk membuat distribusi ”frekuensi kumulatif lebih kecil dari atau sama dengan.” Berkaitan dengan itu, tidak jarang juga diplot distribusi ”frekuensi kumulatif lebih besar dari atau sama dengan.” Contoh histogram (atau frekuensi relatif) dan distribusi ”frekuensi kumulatif lebih kecil dari atau sama dengan” ditunjukkan oleh gambar skematik berikut.
frekuensi
frekuensi kumulatif
φ
φ
Distribusi yang dihasilkan dapat berupa salah satu dari dua distribusi berikut: 1. Distribusi normal, yaitu distribusi probabilitas kontinu yang mempunyai bentuk simetris menyerupai sebuah bel. Distribusi ini sering disebut dengan distribusi Gaussian. 2. Distribusi log normal, yaitu distribusi probabilitas kontinu yang terlihat seperti distribusi normal dengan bentuk yang “skewed” terhadap satu sisi. Distribusi semacam ini disebut juga distribusi eksponensial. Contoh distribusi yang dapat dihasilkan adalah sebagai berikut:
Sifat Fisik Batuan, hal. 25
Positive skew Distribusi normal
Distribusi log normal Negative skew
Measures of Central Tendency Harga rata-rata adalah harga yang dapat merepresentasikan suatu set data. Ketika suatu set data disusun menurut besar-kecilnya harga data maka harga rata-rata akan cenderung untuk berada di tengah-tengah susunan data tersebut. Harga rata-rata tersebut dikatakan sebagai measure of central tendency. Besaran-besaran lain yang dihitung sebagai ukuran central tendency adalah: •
Arithmetic mean atau average atau expected value μ = E( z )
•
Sample estimate of population mean z=
•
1 N ∑ zi N i =1
Geometric mean 1/ N
⎛N ⎞ z g = ⎜⎜ ∏ z i ⎟⎟ ⎝ i =1 ⎠
Harga logaritmik dari geometric mean adalah arithmetic average dari logaritmik zi •
Median. Sample median adalah observasi pada set data sehingga setengah dari harga dalam set data tersebut berada dalam satu sisi (set data terbagi dua bagian). Population median berkaitan dengan the 50th percentile. μmed
∫ f ( z ) dz = 0.5
−∞ •
Mode. Mode adalah harga yang paling sering muncul atau terjadi atau harga yang paling mungkin. Population mode memberikan harga maksimum f(z). df (z) d 2 f (z) = 0 dan <0 dz d z2
Untuk z yang kontinu: N
Untuk z yang diskrit: Max f ( z i ) i =1
Sifat Fisik Batuan, hal. 26
Measures of Variability (Dispersion) •
Range: Yaitu perbedaan antara harga terbesar dan harga terkecil
•
Variance: Yaitu deviasi kuadrat rata-rata dari mean. Untuk populasi diskrit dengan ukuran n: 2
∑ ( z i −μ )
σ2 = i
n
Sample estimate of variance: 2
∑ ( zi −z )
s2 = i
n −1
Satuan dari variance adalah sama dengan satuan untuk z2.
•
Deviasi Standar dan Spreadness. Yaitu deviasi standar berkaitan dengan dimensionless measure of dispersion (measure of spreadness) yaitu koefisien variasi, Cv: Cv =
Sample Variance s = z Mean
dimana s disebut dengan deviasi standar. Contoh 3: Analisis statistik Contoh ini menggambarkan penggunaan metodologi analisis untuk suatu populasi harga porositas dan permeabilitas yang diambil dari lapangan (data nyata). Analisis dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi, yaitu dengan menentukan dan/atau menghitung: 1. Frekuensi kelas 2. Tabel frekuensi 3. Internal kelas 4. Nilai tengah setiap kelas untuk kemudian membuat plot distribusi frekuensi yang disebut dengan histogram, yaitu plot frekuensi vs. interval.
Sifat Fisik Batuan, hal. 27
Data porositas dan permeabilitas terhadap kedalaman ditunjukkan oleh table berikut. D 4805.5
Permeabilitas, Porositas, % md 0.0 7.5
D 4829.5
Permeabilitas, Porositas, % md 395 19.4
4806.5
0.0
12.3
4830.5
405
17.5
4807.5
2.5
17.0
4831.5
275
16.4
4808.8
59
20.7
4832.5
852
17.2
4809.5
221
19.1
4833.5
610
15.5
4810.5
211
20.4
4834.5
406
20.2
4811.5
275
23.3
4835.5
535
18.3
4812.5
384
24.0
4836.5
663
19.6
4813.5
108
23.3
4837.5
597
17.7
4814.5
147
16.1
4838.5
434
20.0
4815.5
290
17.2
4839.5
339
16.8
4816.5
170
15.3
4840.5
216
13.3
4817.5
278
15.9
4841.5
332
18.0
4818.5
238
18.6
4842.5
295
16.1
4819.5
167
16.2
4843.5
882
15.1
4820.5
304
20.0
4844.5
600
18.0
4821.5
98
16.9
4845.5
407
15.7
4822.5
191
18.1
4846.5
4823.5
266
20.3
4847.5
479
17.8
4824.5
40
15.3
4848.5
0.0
9.2
4825.5
260
15.1
4849.5
139
20.5
4826.5
179
14.0
4850.5
135
8.4
4827.5
312
15.6
4851.5
0.0
1.1
4828.5
272
15.5
Tidak ada data
Dua tebel berikut menunjukkan proses perhitungan untuk: 1. Mean dan deviasi standar 2. Frekuensi kumulatif untuk data porositas 3. Frekuensi kumulatif untuk data permeabilitas
Sifat Fisik Batuan, hal. 28
Tabel perhitungan mean dan deviasi standar untuk data porositas: i
Interval φ (%)
fi
xi
fi xi
(xi - μ)
(xi - μ)2
fi(xi - μ)2
1
7.0 ≤ φ < 10.0
1
8.5
8.5
–9.2
84.64
84.64
2
10.0 ≤ φ < 12.0
0
11.0
0
–6.7
44.89
0
3
12.0 ≤ φ < 14.0
1
13.0
13.0
–4.7
22.09
22.09
4
14.0 ≤ φ < 16.0
10
15.0
150.0
–2.7
7.29
72.90
5
16.0 ≤ φ < 18.0
12
17.0
204.0
–0.7
0.49
5.88
6
18.0 ≤ φ < 20.0
8
19.0
152.0
+1.3
1.69
13.52
7
20.0 ≤ φ < 22.0
7
21.0
147.0
+3.3
10.89
76.23
8
22.0 ≤ φ < 25.0
3
23.5
70.5
+5.8
33.64
100.92
Σ
μ=
42
745.0
376.18
∑ f i x i 745.0 =17.7% = 42 ∑f i ∑ f i ( x i − μ)
σ2 =
2
j
∑f i
=
376.18 = 8.96 42
j
σ = 8.96 = 2.99% Tabel perhitungan frekuensi kumulatif untuk data porositas Frekuansi kumulatif dinyatakan dalam persen
i
Interval φ (%)
fi
Frekuansi kumulatif lebih kecil atau sama dengan batas atas interval
1
7.0 ≤ φ < 10.0
1
1
2.4%
2
10.0 ≤ φ < 12.0
0
1
2.4%
3
12.0 ≤ φ < 14.0
1
2
4.8%
4
14.0 ≤ φ < 16.0
10
12
28.6%
5
16.0 ≤ φ < 18.0
12
24
57.1%
6
18.0 ≤ φ < 20.0
8
32
76.2%
7
20.0 ≤ φ < 22.0
7
39
92.9%
8
22.0 ≤ φ < 25.0
3
42
100%
Σ
42
Sifat Fisik Batuan, hal. 29
Grafik frekuensi kumulatif untuk data porositas diplot pada kertas probabilitas: 26 24
•
22
•
20
•
18
•
16
•
14
• •
12 10 8
2
10
20 30 40 50 60 70 80
90
98
Frekuensi Kumulatif, %
Pada 50th percentile φ = 17.7 % Pada 84th percentile φ + σ = 20.7 % → σ = 20.7 – 17.7 = 3%. Tabel perhitungan frekuensi kumulatif untuk data permeabilitas Frekuansi kumulatif dinyatakan dalam persen
i
Interval φ (%)
fi
Frekuansi kumulatif lebih kecil atau sama dengan batas atas interval
1
0 – 50
2
2
4.8%
2
51 – 100
2
4
9.5%
3
101 – 150
4
8
19.0%
4
151 – 200
4
12
28.6%
5
201 – 250
4
16
38.1%
6
251 – 300
8
24
57.1%
7
301 – 350
4
28
66.7%
8
351 – 400
2
30
71.4%
9
401 – 450
4
34
81.0%
10
451 – 500
1
35
83.3%
11
501 – 700
5
40
95.2%
12
701 – 1000
2
42
100%
Σ
42
Sifat Fisik Batuan, hal. 30
Grafik frekuensi kumulatif untuk data permeabilitas diplot pada kertas probabilitas: 1000 700 500 400 300 200
•
100 70
•
•
•
•
•• • • •
•
50 40 30 20 10
2
10
20 30 40 50 60 70 80
90
98
Frekuensi Kumulatif, %
Pada 50th percentile φ = 265 md.
Sifat Fisik Batuan, hal. 31