BAB 9 SIFAT THERMAL
Untuk memahami struktur termal bumi, pengetahuan tentang sifat termal dari material merupakan bagian dari bumi yang sangat diperlukan (Ki-Iti Horai, Horai, 1971) Penyelidikan panas bumi berhubungan dengan banyak pertanyaan di geoscience, mulai dari studi tentang keadaan fisik bumi, tektonik, seismisitas (kegempaan), dan vulkanisme (gunung api) untuk masalah-masalah praktis di bidang pertambangan, sumber daya pengeboran, penelitian panas bumi,dan metode panas bumi yang digunakan dalam geofisika eksplorasi dan lingkungan. Ada tiga sifat termal yang mendasar menarik dalam investigasi-investigasi panas bumi: 1. kapasitas panas spesifik cp 2. konduktivitas termal λ; 3. termal difusivitas a. Kapasitas panas spesifik mencirikan kemampuan material untuk menyimpan panas. kapasitas panas spesifik diberikan dalam J kg-1 K -1 = m2 s2 K -1 dan didefinisikan sebagai perbandingan input panas Q untuk produk dari massa m dan menghasilkan kenaikan suhu ΔT
∆
(9.1)
dimana tanda p menunjukkan kapasitas panas spesifik pada tekanan konstan. konduktivitas termal mencirikan densitas aliran panas q sebagai h asil dari gradien suhu gradT (hukum Fourier)
.
(9.2)
Secara umum, konduktivitas termal adalah sebuah tensor dengan komponen λij dan Persamaan (9.2) adalah
(9.3)
di mana ij menunjuk pada arah Konduktivitas termal λ diberikan dalam W m-1 k -1 = m kg s-3 K -1. Thermal difusivitas α adalah ukuran dari penetrasi perubahan suhu menjadi bahan yang mengendalikan distribusi temperatur tergantung waktu. Difusivitas terhubung dengan kapasitas panas spesifik cp, kepadatan (densitas) ρ, dan konduktivitas termal λ:
atau pada notasi tensor
λ
(9.4)
Difusivitas termal diberikan dengan m2 s-1. Tabel 9.1 memberikan unit dan konversi untuk sifat termal. Perpindahan panas diwujudkan dengan proses fisik konduksi, konveksi, dan radiasi. Carslaw dan Jaeger (1959) menulis dalam buku teks klasik mereka: "Ketika bagian yang berbeda pada tubuh/body berada pada temperatur yang berbeda, panas Akan mengalir dari bagian yang lebih panas ke lebih dingin. Ada tiga metode yang berbeda dengan yang pemindahan ini panas berlangsung: 1. Konduksi, di mana panas melewati substansi tubuh diri. 2. Konveksi, di mana panas ditransfer oleh gerakan relatif dari bagian-bagian tubuh dipanaskan.
3. Radiasi, di mana panas ditransfer langsung antara bagian yang jauh dari tubuh oleh radiasi elektromagnetik. "Radiasi biasanya diabaikan untuk proses di litosfer.
Dalam beberapa kasus, ekspansi termal (lihat Bagian 9.3.4) batuan juga dari menarik perhatian. perilaku ekspansi termal berbeda untuk mineral pembentuk batuan; ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur batu dan dapat mengakibatkan kerusakan struktural (Somerton, 1992). 9.2 SIFAT TERMAL MINERAL DAN ISI PORI 9.2.1 Sifat Thermal Mineral
Tabel 9.2 memberikan nilai dari berbagai referensi, sebagian besar dari koleksi Data Clark (1966), Horai (1971), Horai dan Simmons (1969), Melnikov et al. (1975), Cermak dan Rybach (1982), Carmichael (1989), Brigaud et al. (1989, 1992), dan Clauser dan Huenges (1995). referensi lebih lanjut Misalnya, Dortman (1976), Kobranova (1989), dan Somerton (1992).
Di antara mineral pembentuk batuan, kuarsa memiliki konduktivitas termal yang tinggi. mineral bijih dan beberapa aksesoris-aksesoris (rutil, spinel) memiliki nilai konduktivitas termal sangat tinggi. Nilai yang rendah ditemukan di antara kelompok mineral mika (biotit), nepheline, dan polyhalite. Ini berasal ketergantungan konduktivitas termal pada komposisi mineral batuan (lihat Bagian 9.3.2). Griffith et al. (1992) dan Rzhewski dan Novik (1971) mencatat bahwa ada perbedaan nilai konduktivitas antara monocrystal, polycrystal , dan fused (menyatu) mineral. Untuk kuarsa khususnya, mereka mendapatkan variasi nilai maksimum antara 11,7 W M-1 K -1 (monocrystalline), melalui 3,6 W M-1 K -1 ( Polikristalin), untuk 1,39 W M-1 K -1 ( fused ). Perbedaan antara mono dan polikristalin menghasilkan efek kontak antar butir. Situasi di karbonat adalah sebanding: untuk studi model, Clauser et al. (2007) merekomendasikan 2,8 W M-1 K -1 untuk kalsit dan 3,9 W M-1 K -1 untuk dolomit, yang jelas lebih rendah sebagai nilai-nilai "kristal" di Tabel 9.2. Konduktivitas termal mempunyai sifat yang bergantung pada suhu. Ketergantungan ini dikendalikan oleh struktur materi:
Material crystalline padat dengan konduktivitas kisi ditandai dengan penurunan konduktivitas dengan suhu berdasarkan teori Debye.
Material amorf (seperti glasses) dan juga feldspars ditandai dengan peningkatan konduktivitas termal dengan meningkatnya suhu.
Hal ini dapat ditunjukkan oleh perilaku kuarsa (Cermak dan Rybach, 1982):
.+...
kristal kuarsa (00C -1200C)
(9.5)
1.3230.00193. 0.67.10−.−
fused (campuran) kuarsa (-1500C – 600C) (9.6)
9.2.2 Sifat Thermal Cairan
Tabel 9.3 menunjukkan sifat termal dari beberapa cairan pori. Ada perbedaan yang besar antara air, minyak, dan gas. Tabel tersebut juga menunjukkan pengaruh suhu pada sifat termal. Kaye dan Laby (1968) (lihat Griffiths et al., 1992) diperoleh berikut Hubun gan konduktivitas termal air:
0.560.002. 1.01.10−. 6.71.10−.
(9.7)
di mana konduktivitastermal λ adalah di W M-1 K -1 dan suhu T dalam OC. Pengaruh tekanan pada sifat termal cairan relative kecil dibandingkan dengan pengaruh suhu
9.3 Sifat Termal Batuan-Data Eksperimen 9.3.1 Ringkasan
Ada banyak variabel yang berpengaruh terhadap sifat-sifat fisika batuan, hal tersebut sesuai dengan heterogenitas, perbedaan isi mineral dan tekstur batuan, serta konten fluida. Salah satu sifat fisika yang terpengaruh adalah nilai konduktivitas batuan. Perhatikan konduktivitas termal fluida dan mineral pada gambar 9.1
Gambar 9.1 Distrubusi konduktivitas termal dari fluida dan mineral pembentuk batuan
Pada gmbar 9.1 menunjukkan rata-rata nilai konduktivitas termal untuk mineral dan material pengisi mineral. 1. Nilai konduktivitas termal menunjukkan perbedaan antara matrix material (mineral) dan material-material pengisi por (udara, air dan minyak). Konduktivitas termal akan menurun seiring dengan meningkatnya porositas, dan rekahan dapat diekpektasikan. 2. Nilai konduktivitas termal juga dipengaruhi oleh perbedaan sifat masingmasing material pengisi pori-pori. Sehingga nilai konduktivitas termal yang lebih tinggi untuk batuan jenuh air dan konduktivitas panas yang rendah untuk batuan gas-bearing atau batuan berpori kering dapat ditentukan Kuarsa merupakan mineral pembentuk batuan dengan nilai konduktivitas yang paling tinggi (tabel 9.2). Sehingga kita dapat memperkirakan tinggi atau rendahnya nilai konduktivitas termal berdasarkan kandungan kuarsa dalam suatu batuan.
Contohnya di dalam batuan beku, nilai konduktivitas termal tinggi untuk felsis (terang) dan acid sedangkan nilai konduktivitas termal yang rendah mafic (gelap) dan basic. Kapasitas panas ditentukan oleh komposisi batuan dan mengikuti persamaan berikut
, ∑ ., ,
Dimana
(9.8)
merupakan kapasitas panas spesifik dari komponen batuan dan
sesuai dengan fraksi volume.
Seperti halnya konduktivitas, nilai kapasitas panas spesifik pada batuan bergantung terhadap material yang mengisi pori. Sebagai contoh pada batuan sedimen memiliki nilai kapasitas panas spesifik yang lebih besar daripada batuan metamorf, hal ini karena adanya kontribusi pori air dengan kapasitas panas yang relatif lebih tinggi yaitu 4kJkg-1K -1.
Vosteen dan Schellscmidt (2003) mengumpulkan sifat termal batuan magmatik, metamorf dan sedimen di Kerak alpen sebelah timur, lalu memperoleh grafik di bawah ini
Gambar 9.2 Nilai rata-rata dan rentang variasi kapasitas panas spisifik sebagai fungi temperatur.
9.3.2 Batuan Magmatik dan Metamorf
Faktor yang mempengaruhi sifat termal batuan magma dan metamorf dikontrol oleh dua hal 1. Komposisi Mineral 2. Pengaruh retakan Pengaruh komposisi mineral bisa dilihat dari kandungan kuarsa. Dari data dapat dikofirmasi bahwa konduktivitas termal cenderung meningkat dengan meningkatnya mineral kuarsa. Roy et al (1981) memperoleh korelasi antara konduktivitas termal dengan kandungan kuarsa dari 100 granit dan sampel kuarsa monzonite:
2.592.45. −−
Dimana λ=
dan
(9.9) merupakan fraksi volum kuarsa.
Pada kebanyakan tipe batuan, konduktivitas termal akan menurun dengan meningkatnya temperatur (hasil dari sifat-sifat dominan kristal), penjelasan ini merupakan karakteristik dari penjelasan empiris. Clauser dan Huengens (1995) dan Zoth dan Hanel (1988) memperoleh persamaan
350 Dimana λ(T) merupakan konduktivitas termal dalam
(9.10)
−−
merupakan temperatur dalam oC, parameter empiris A,B diberikan pada tabel 9.5
, T
Seipold (2001) memberikan persamaan empiris untuk konduktivitas termal batuan λ sebagai fungsi temperatur (dalam K) sebagai tipe batuan magmatik. Granit Gneiss
0.1565.45.10−−.−− 0.763.10−−. 0.1915.25.10 . − 0.−670.10 . − 0.3153.04.10− .− 0.326.10− . 42.9 0.389.10 . 0.072.10 .
(9.11) (9.12)
Amphibolite
(9.13)
Peridodite
(9.14)
Di dalam batuan yang mengalami retakan dan rekahan, konduktivitas termal juga dipengaruhi oleh sifat material pengisi retakan, porositas, geometri dan distribusi. Retakan suatu batuan bergantung terhadap tekanan. Meningkatnya tekanan akan meningkatkan konduktivitas termal yang tidak linear dengan penutupan rekahan serta akan meningkatkan kondisi kontak (pada bulir-bilir dan batas-batas rekahan). Ketidaklinieran antara konduktivitas termal dengan penutupan rekahan dapat terlihat pada gambar 9.3, pada Gneisis.
Gambar 9.3 Konduktivitas termal sampel dari KTB borehole, Sampel Gneiss: Sampel Gneiss dari kedalaman 1793 m, sedangkan amphibolite dari kedalaman 147 m. (A) Konduktivitas termal sebagai tekanan uniaxial , diukur pada suhu T=54 oC. (B) Konduktivitas sebagai fungsi temperatur, diukur pada p=10Mpa, data dari Huengens et al (1990)
Amphiobolite batuan yang kebih padat daripada gneisis. Amphiobolite tidak menunjukkan terjadinya rekahan pada tekanan yang lebih rendah. Namun dalam gambar 9.3 amphiobolite justru menunjukkan nilai konduktivitas termal yang lebih rendah daripada gneisis. Di dalam batua beku, volcanite mempunyai porositas yang banyak. Meningkatnya porositas juga menurunkan konduktivitas termal batuan beku, seperti pada gambar 9.4.
Gambar 9.4 Konduktivitas Termal sebagai Fungsi porositas (basal kering dari Styria/Austria)
Salah satu karakteristik dari batuan metamorf seperti gneisis adalah adanya penjajaran sumbu mineral dan retakan dapat menghasilkan anisotropi seperti yang terrlihat dalam gambar 9.5.
Gambar 9.5 Anisotropi konduktivitas termal dari Gneiss (Stanzer Plattengneiss/Austria (umumnya berasal dari tekstur lapisan kuarsa tips (pada gambar berwarna putih);(Gegenhuber dan Schon, 2010)
Batuan metamorf terutama gneisis dan schists menunjukkan perbedaan nilai konduktivitas termal yang diukur sejajar dengan schistosity dengan tegak lurus schistosity. Schistosity merupakan susunan sejajar butur-butir kasar mineral yang terbentuk selama metamorfosa di bawah perubahan tekanan. Dalam tabel 9.4, tabel 9.6 dan gambar 9.5 memberikan informasi yang lebih mendetail jika pengukuran nilai konduktivitas termal bergantung arah pengukuran.
Perbedaan hasil pengukuran konduktivitas termal yang diukur sejajar dengan schistosity dan tegak lurus dengan schistosity. Konduktivitas termal termal Gneisses bernilai lebih besar untuk pengukuran sejajar schistosity. Konduktivitas temal pada arah horizontal lebih tinggi karena adann ya kontribusi lapisan kuarsa (pita putih). 9.3.3 Batuan Sedimen
9.3.3.1 Ringkasan Karakteristik batuan sedimen berdasarkan broad scatter atau papan hamburan dari sifat termal di dalam satu tipe litologi tunggal. Hal ini berasal dari pengaruh komposisi mineral, tekstur dan sementasi bulir, porositas dan fluida pori (Tabel 9.7)
Hanya batuan sedimen yang bebas pori memiliki variasi nilai konduktivitas termal yang kecil, karena tidak mempunyai pengaruh yang kuat porositas dan fluida pori. Namun batuan sedimen bervariasi hanya pada komposisi kimia dan pengotor. Contohnya adalah garam. Tabel 9.8 memperlihatkan nilai konduktivitas panas garam tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pada batuan sedimen nilai konduktivitas paling tinggi dimiliki oleh batuan anhydrite. Oleh karena itu pada garam Batuan Thrungia, adanya kandungan anhydrite akan meningkatkan nilai rata-rata konduktivitas termal.
9.3.3.2 Pengaruh porositas dan fluida pori Di dalam sedimen berpori, porositas dan kandungan air berpengaruh terhadap konduktivitas termal batuan (Kappelmeyer dan Haenel, 1974). Sifat termal terpengaruh kuat oleh perbedaan sifat termal mineral dan material pengisi pori (membandingkan kurva 9.6)
Gambar 9.6 Konduktivitas termal versus porositas untuk sand dan sandstone pada beberapa pori fluida
Pada dasarnya konduktivitas termal akan meningkat seiring dengan 1. Menurunnya porositas
2. Meningkatnya konduktivitas termal dari materi pengisi pori (misal dari gas ke minyak ke air) 3. Meningkatnya kandungan air 4. Meningkatnya konduktivitas termal mineral padat (kuarsa) 5. Meningkatnya interaksi bulir-bulir (sementasi) Pengaruh material pengisi pori dan sementasi terlihat dari hasil Woodside dan Messmer (1961) dalam gambar 9.6 dan 9.9
Korelasi antara porositas dan konduktivitas termal secara eksperimen, telah diidentifikasi oleh beberapa autor. Dari hasil identifikasi menunjukkan adanya pengaruh porositas dan sementasi (Woodside dan Messemer, 1961) dalam gambar 9.6 dan tabel 9.9. Pemisahan nilai konduktivitas termal metrial pengisi pori (udara, minyak dan air) dapat terlihat jelas pada sedimen urai pasir, dimana untuk batu pasir tersementasi, nilainya kadang-kadang mendekati. Hai ini karena bagian yang paling dominan dari tranfer panas melalui matrix skeleton tersementasi.
Rhzwski dan Novik (1971) mengidentifikasi pengaruh ukuran bulir terhadap konduktivitas termal. Menurunnya ukuran bulir akan meningktatkan jumlah kontak bulir per unit volume. Menurutnya konduktivitas termal yang pernah diamati 1. Dari kuarsa monokristalin pengurangannya 27% untuk ukuran bulir 0,10 mm 2. Dari kuarsan monokristalin pengurangannya 50% untuk ukuran bulir 0,05 mm Untuk material bergranula, sintesis mineral kuarsa pada sampel pasir membuktikan bahwa penurunan nilai konduktivitas termal seiring dengan penurunan ukuran bulir (Midtomme dan Roaldset, 1998). Kontak anta bulir dan sementasi mengontrol secara konduktivitas termal karena konduktor panas yang dominan adalah batu skeleton. Man et all (1977) mempublikasikan sifat tipe termal dari tipe semen (gambar 9.10)
Salah satu contoh konduktivitas termal karbonat ditunjukkan pada dua plot dalam gambar 9.7.
Gambar 9.7 Analisis sejumlah data sampel limestone Silurian (Gotland) kering dan tersaturasi air yang diteliti oeh Poulsen et al (1982). (A) Konduktivitas termal vs densitas (B) Konduktivitas panas vs porositas
Berdasarkan gambar: 1. Penurunan nilai konduktivitas termalseiring dengan peningkatan densitas 2. Nilai konduktivitas termal batuan tersaturasi air lebih tinggi daripada batuan kering Dalam grafik konduktivitas termal pada gambar 9.7, pada densitas paling rendah bernilai 2,521 kgm-3 atau porositas paling tinggi (0,11) posisi nila konduktivitas di luar pola yang saharusnya, hal ini sebagai kunci keberadaan persedaan komposisi mineral pada sampel tersebut. Korelasi antara nilai konduktivitas termal dan densitas sesuai persamaan berikut
.
(9.15)
Sedangkan korelasi antara nilai konduktivitas termal dan porositas sesuai persamaan berikut
.
(9.16)
Analisis data yang dilakukan oleh Poulesen et al (1982) pada gambar 9.7,
2520 22,0430,0093. 3,15314,15. 13,3430,0062. 3,43010,48.
kgm-1dan
memperkirakan bahwa nilai
0,100
, hasil pada regresi untuk
batu kering korelasi konduktivitas termal dan densitas
dengan R 2=0,77
(9.17)
Sedangkan untuk korelasi konduktivitas termal dan porositas dengan R 2=0,82
(9.18)
Untuk batu tersaturasi air
dengan R 2=0,64
dengan R 2=0,87
(9.19) (9.20)
Plewa (1976) memperoleh regresi di bawah ini untuk karbonat Jurrasic yang berasal dari Polandia (tersaturasi air)
4,129,82. Hartman et al (2005) menganalisis pengukuran core dari sumur di Basin Molase, Jerman. Regresi linear data ekserimen menghasilkan parameter dalam tabel 9.11
Berdasarkan model persamaan, Bailing et al (1981) dan Lovell (1985) (lihat Grifits et al, 1992) memperoleh persamaan korelasi tidak linear untuk konduktivitas panas-porositas, sebagai berikut:
.3,43− 0, 4 6 0,69.4,88− − 0,64 .8,58− 0,54.3,24
Clay, Claystone, shale
(9.22)
Sandstone
(9.23)
Quartsand
(9.24)
Carbonates
(9.25)
Dimana porositas merupakan fraksi dan konduktivitas termal dalam Wm-1K -1. Nilai konduktivitas termal bergantung terhadap porositas untuk litologi yang berbeda. Hal tersbut sesuai dengan grafik pada gambar 9.8 di bawah ini
Gambar 9.8 Konduktivitas termal sebagai fungsi porositas yang dihitung dengan persamaan untuk litologi yang berbeda setelah Griffith et al (1992)
Khususnya untuk clay dan claystone, teramati memiliki pola konduktivitas dan porositas yang berlawanan. Wapes dan Tirsgraad (2002) menuliskan: (Matrik vertikal, konduktivitas termal dari clays dan claystone di Onshore, Denmark menurun seiring menurunnya porositas, hal tersebut mungkin karena peningkatan orientasi dari
highly anisotropic clay platelets selama masa kompaksi. Hubungan diantara matrik
2,544.exp0,943.ϕ 2,749.exp0,637.ϕ vertikal
dan porositas untuk sejumlah data dapat dirumuskan sebagai berikut:
atau
(9.26)
Penghitungan bergantung pada metode statistik yang digunakan untuk analisis data. Dengan menggunakan persamaan pertama, konduktivitas metrik vertikal dari
4,−9Wm− −K− Wm K Wm−K−
clay Danish dan claystone diperoleh kira-kira tinggi, mengalami penurunan sampai 2,54
pada sedimen berpori
ketika porositas nol. Dengan
menggunakan persamaan kedua, nilai konduktivitas pada sedimen berporosita tinggi
Wm−K−
4,3
, menurun hingga sampai 2,75
pada saat porositas nol.
Variasi anisotropi nilai yang diasumsikan untuk persamaan pertama adalah dari 1,02 untuk porositas tinggi clays sampai 2,44 untuk porositas nol. Dan 1,87 untuk porositas nol menggunakan persamaan kedua. Nilai tersebut sesuai dengan data pengukuran. Fenomena ini bisa terjadi karena kemungkinan atau secara keseluruhan adanya sedimen clay yang berbulir halus. Hubungan spesifik lainnya adanya kemungkinan keberadaas clay yang banyak mengandung shale dan kandungan claystone murni yang berlebih. Nilai konduktivitas tanah sebenarnya terpengaruh oleh densitas, kandungan air (kelembapan) dan komposisi (terutama kandungan organik. Schuch (1980) menetapakan sifat-sifat umum tanah, Konduktivitas termal dari tanah kering kecil
Wm−−−K− Wm K Wm−K−
(0,2-0,8 atau 3
, mencapai maksimum oleh 20-30 wt% dari kandungan air (2
, menurun karena kandungan air yang lebih tinggi contohnya pada
rawa basah (wet bog ) menggambarkan nilai konduktivitas termal yang mendekati air (0,6
). Penurunan ini bisa terjadi karena meningkatnya porositas dan
berhubungan dengan menurunnya transfer panas oleh skeleton pada bagian tanah yang solid . Nilai konsudktivitas untuk beberapa jenis tanah dapat dilihat pada tabel 9.12.
Pada gambar 9.9 menunjukkan pola hubungan kondutivitas termal dan denisitas pada tanah.
Gambar 9.9 Konduktivitas termal tanah. (A) Konduktivitas termal sebagai fungsi densitas pada tiga kandungan air dalam % sand. (B) Konduktivitas termal sebagai fungsi densitas pada kandungan air dalam % (clay, loam). (C) Konduktivitas termal daro clay loam sebagai fungsi kandunngan persentase organik (data Abu-Hamdeh dan Reeder, 2000)
Dari gambar 9.9, menunjukkan bahwa kondutivitas termal: 1. Meningkat dengan meningkatnya densitas dan kandungan air 2. Menurun dari sand ke loam dan clay 3. Menurun karena adanya kandungan organik
9.3.3.3 Pengaruh Tekanan dan Temperatur Peningkatan tekaan efektif akan meningkatkan konduktivitas termal batuan sedimen karena faktor berikut ini 1. Meningkatnya tranport panas pada interaksi bulir-bulir 2. Meningkatnya transpor panas pada saat penutupan rekahan, mikorocracks dan cacat lainnya 3. Menurunnya porositas Jadi, variasi kondisi tekanan pada konduktivitas termal akan lebih jelas pada batuan yang dapat dikompresi (unconsolidated sediments, consolidated sediments dengan porositas yang tinggi) daripada batuan dengan compresibility yang bernilai nol contohnya karbonat padat, anhydrite). Ketergantungan konduktivitas termal pada deformasi menjelaskan fenomena nonlinieritas dan irreversibilitas (hysterisis) dari konduktivitas termal dan tekanan.
Gambar 9.10 Konduktivitas termal sebagai fungsi tekanan dan temperatur untuk batuan sedimen. A. Konduktivitas termal vs tekanan B. Konduktivitas termal vs temperatur.
Presentasi log log konduktivitas termal vs tekanan pada gambar 9.10A menunjukkan korelasi linier sebagai perkiraan awal. Hubungan sesuai dengan persamaan
Dimana komponen (Schon, 1996).
(9.27)
merupakan nilai empiris dan
merupakan tekanan
Gambar 9.10B menunjukkan contoh ketergantingan temperatur dengan konduktivitas termal. Meningkatnya temeperatur akan menurunkan konduktivitas termal untuk batuan sedimen, persamaan empiris diperoleh:
+ + / ,,
Zoth dan Haenel (1988)
Sass et al (1992)
Dimana A,B dan dalam oC,
(9.28)
(9.29)
merupakan konstanta empiris, T merupakan temperatur
merupakan konstanta konduktivitas termal pada suhu 25oC.
Clauser dan Koch pada tahun (2006) dan Clauser et al (2007) menggunakan persamaan Saas dan menemukan kecocokan sedimen Tertirary (Molasse/Jerman) dan memperoleh konstanta empiris.
0,960 0,007 0,014
dengan standar deviasi =0,011 dengan standar deviasi = 0,001 dengan standar deviasi = 0,003
9.3.4 Beberapa Catatan tentang Ekspansi Termal
Ekspansi termal mendiskripsikan perubahan volume dari material sebagai hasil dari kenaikan temperatur. Ekpansi termal dari mineral dan batuan umumnya relatif kecil, namun perbedaan ekspansi termal dapat menghasilkan perubahan struktur atau kerusakan struktur karena pemanasan (Somerton, 1992). Tabel 9.13 memberikan data
9.4 Teori dan Model
Beberapa model matematika telah dikemukakan untuk memprediksi konduktivitas batuan
dari
pengetahuan
tentang
komponennya.
Semua
bergantung
pada
pengetahuan dari konduktivitas mineral, sehingga semua dimulai dengan keadaan yang sama. Masing-masing pengerjaan formula matematika bertujuan untuk menghitung distribusi dari konduktivitas dalam matriks material. Jessop (1990)
9.4.1
Pendahuluan
Teori dan model untuk batuan sebagai penyusun material diarahkan pada kapasitas panas spesifik dan konduktivitas panas. Difusivitas panas dapat diturunkan menggunakan Persamaan (9.4). Kapasitas panas spesifik sebagai bentuk skalar dapat dideskripsikan sebagai hubungan rata-rata sederhana,
dimana
∑ ., =
,
adalah fraksi volum dari komponen dan
(9.30) adalah kapasitas panas
spesifik dari komponen . Hubungan tersebut sesuai untuk batuan yang terdiri dari komponen (mineral, pore fluid )
Konduktivitasi panas sebagai tensor bergantung tidak hanya pada fraksi volum dan konduktivitas panas dari komponen batuan, tetapi juga distribusinya, pada geometri dan struktur internal, dan bergantung pada kondisi perpindahan panas saat terjadi kontak diantaranya. Ciri yang kompleks ini membuat permasalahan dalam perlakuan teoritiknya menjadi lebih sulit. Tabel 9.14 menunjukkan gambaran beberapa konsep model untuk konduktivitas panas. Bagian selanjutnya dalam bahasan ini merupakan gambaran dari dua kelompok model yang berhubungan dengan konduktivitas panas:
1. Lapisan atau model yang berlapis, merupakan modifikasi dan perbandingan aturan pencampuran. 2. Model inklusi. Untuk perhitungan maju, persamaan model diberikan dalam bentuk lembaran excel pada website http://www.elsevierdirect.com/companion.jsp?ISBN=9780444537966 (File Panas).
9.4.2
Model Lapisan – Seri dan Paralel
Batuan yang terdiri dari
komponen dapat diasumsikan dalam bentuk ideal
pada kasus sederhana sebagai sebuah model lapisan yang menggunakan konsep Voigt dan Reuss (lihat Subbab 6.7). Lapisan-lapisan tersebut merepresentasikan komponen batuan individu. Ketebalan relatif setiap lapisan diberikan oleh fraksi volum dari komponen batuan (lihat Gambar 9.11)
Gambar 9.11 Model lapisan untuk perhitungan konduktivitas panas: kasus umum (A) dan batuan berpori sederhana (B).
Hasilnya dalam “model paralel” (aliran panas paralel terhadap batas antar komponen) dan “model seri” (aliran panas tegak lurus terhadap batas antar
∥ ∑ . = − ⊥ ∑ .− = ∥
komponen). Persamaan untuk kasus umum dari komponen adalah Model
paralel Model seri dimana
adalah fraksi volum dan
(9.31)
(9.32)
adalah konduktivitas panas pada komponen .
⊥
Kedua persamaan merepresentasikan batas atas ( ) dan batas bawah ( konduktivitas panas untuk batuan dari komposisi yang diberikan.
) dari
Untuk batuan berpori yang terdiri dari matriks (ma) dan pore fluid (fl), persamaannya menjadi: Model paralel Model seri
∥ 1 . ⊥ ⌈1− .− ⌉
(9.33) (9.34)
Ketergantungan porositas untuk model seri dan model paralel ditunjukan pada Gambar 9.12. Untuk ini dan kebanyakan plot lainnya, konduktivitas panas dari
7.5 W m−K− 4.5 W m−K− − − 0.6 W m K
matriks suatu material adalah sandstone) dan
fluid water diasumsikan dengan
(merepresentasikan quartz
(merepresentasikan carbonate), untuk the pore .
Gambar 9.12 Model lapisan-konduktivitas panas yang dihitung sebagai fungsi porositas. (A) Konduktivitas panas dari matriks suatu material (quartz) , konduktivitas panas dari pore fluid (air) . (B) Konduktivitas panas dari matriks suatu material (carbonate) , konduktivitas panas dari pore fluid (air) untuk melakukan penghitungan maka bisa mengunjungi website http://www.elsevierdirect.com/ companion.jsp?ISBN=9780444537966 dan referensi panas model lapisan).
7.5 W m−K−
−K− 0. 6 W m 4.5 W m−K−
9.4.3
0.6 W m−K−
Model Lapisan – Modifikasi dan Perbandingan Aturan Pencampuran
Data yang ditentukan dengan eksperimen terletak diantara dua batas yang diberikan oleh model seri dan model paralel. Terdapat perbedaan pengembangan teoritik untuk memperoleh pendekatan yang terbaik antara nilai perhitungan dan nilai pengukuran: 1. Kombinasi sederhana dari dua model fundamental adalah rata-rata aritmatikanya:
H ∥ 2 ⊥
2. Model
lainnya
dengan
ekspresi
matematika
(9.35)
sederhana
adalah
rata-rata
geometrinya:
) go ∏( = Pada kasus batuan berpori, Persamaan (9.36) menjadi:
(9.36)
go − .
(9.37)
Gambar 9.12 juga menunjukkan kedua nilai rata-rata tersebut. Hubungan fundamental untuk batas atas dan batas bawah (Persamaan (9.33) dan (9.34)) dapat juga dikombinasikan dengan cara yang berbeda sehingga jangkauan antara kurva pada batas atas dan batas bawah diisi dengan variasi parameter
tambahan ( ). Krischer dan Esdorn (1965) telah menggabungkan dua model fundamental sebagai berikut:
− 1 E ⊥ ∥
(9.38)
Gambar 9.13 menunjukkan perhitungan grafik dengan parameter sebagai kurva
0
parameter. Parameter
mendeskripsikan fraksi volum dari mode seri yang
berhubungan dengan keseluruhan model yang dikombinasikan. Dengan variasi dari nilai minimumnya
1
(identik dengan model paralel) dengan nilai maksimum
(identik dengan model seri), jangkauan antara dua perbedaan tersebut dijelaskan.
Penulis
mendeteksi
kecenderungan
untuk
parameter
ini
menurun
dengan
meningkatnya derajat kepadatan atau sementasi konstruksi material. Gambar 9.13 memberikan perbandingan dengan data eksperimen untuk sandstone dan marine clay. Secara jelas parameter
adalah sebuah pengukuran dari “sementasi” dari sedimen –
ini menurun dengan meningkatnya kontak sementasi. Cara lainnya adalah aplikasi dari penyederhanaan Licthenecker and Rother (1931)
(lihat Subbab 6.7) pada sifat panas. Untuk kasus umum komponen, hasilnya adalah
[∑= ]
(9.39)
Persamaan tersebut adalah generalisasi dari beberapa persamaan individu. Sebagai contoh, model paralel adalah Eksponen
1
dan model seri adalah
dapat diinterpretasikan sebagai “parameter tekstur.”
1
.
Untuk batuan berpori, hasilnya adalah
1u
(9.40)
Gambar 9.13 Aturan pencampuran setelah Krischer dan Esdorn (1956). Kurva dihitung dengan parameter dan parameter inputnya dan (untuk perhitungan, kunjungi website http://www.elsevierdirect.com/companion.jsp?ISBN=9780444537966 dan referensi panas. Model lapisan). Titik data eksperimen untuk clean sandstone/Viking Graben (Brigaud et al, 1992) dan marine red clay (Ratcliffee, 1960).
7.5 W m−K−
0.6 W m−K−
Gambar 9.14 menunjukkan contoh perhitungan konduktivitas panas dihitung
terhadap porositas untuk eksponen yang berbeda. Variasi dari berisi ruang antara kurva maksimum dan kurva minimum. Juga, untuk persamaan pencampurannya sebuah perbandingan dengan data eksperimen yang diberikan (Gambar 9.14).
0.0 0.5 Eksponen
pada kasus tersebut dikontrol oleh “sementasi”; untuk hasil sandstone , dan untuk marine clay
≈ 1.0 0.5
.
Gambar 9.14 Aturan pencampuran setelah tergeneralisasi Persamaan (9.40). Parameter kurva adalah
7.5 W m−K− 0.6 W m−K−
dan parameter input adalah dan . Titik data eksperimen untuk clean sandstone/Viking Graben (Brigaud et al., 1992) dan marine red clay (Ratcliffe 1960) (untuk mempermudah melakukan proses perhitungan, maka perlu mengunjungi website http://www.elsevierdirect.com/companion.jsp?ISBN=9780444537966 dan referensi panas. Model lapisan).
Sebagai contoh untuk aplikasi pada batu polymineralic, Tabel 9.15 menunjukkan perbandingan dari pengukuran dan perhitungan konduktivitas tiga sampel granite (Kirchberg granite/Saxonia-Germany). Data yang terukur (Seipold, 1990) dibandingkan dengan:
Perhitungan konduktivitas untuk model paralel dan model tegak lurus;
Persamaan Krishcer – Esdorn dengan parameter untuk pendekatan terbaik;
Secara umum persamaan Licthenecker dan Rother dengan eksponen
untuk
pendekatan terbaik (untuk mempermudah proses penghitungan, kunjungi website http://www.elsevierdirect.com/companion.jsp?ISBN=9780444537966dan rujukan panas. Model lapisan – 10 komponen).
Pengukuran konduktivitas adalah antara perhitungan ekstrim untuk model paralel dan tegak lurus. Secara umum persamaan Krischer – Esdorn dan Lichtenecker
– Rother sesuai dengan data yang diadaptasi dari parameter dan .
9.4.4
Model Inklusi – Inklusi Bola
Sebuah deskripsi sistematik dan diskusi dari berbagai pencampuran teori untuk sifat batuan diberikan oleh Berryman (1995). Pada bab ini, model inklusi akan didiskusikan dengan singkat.2 Studi awal dari model inklusi akan kembali ke Clausius
– Mossotti, Maxwell – Garnett dan lainnya; teori ditujukan pada perbedaan sifat (lihat Berryman, 1995; Parrott dan Stuckes, 1975). Untuk dua komponen komposit dengan inklusi bola (material 1) pada sebuah host material (material 2), hasil untuk konduktivitas panasnya adalah
CM 2. 2. CM
dimana
CM
(9.41)
adalah konduktivitas panas komposit (model Clausius – Mossotti)
adalah konduktivitas panas material inklusi adalah konduktivitas host material
adalah fraksi volum inklusi
Untuk batuan berpori yang terdiri dari substansi matriks sebagai host material
dan fluida sebagai inklusi pori bola, hasilnya adalah
dimana
CM 2. 2. CM
(9.42)
adalah konduktivitas pore fluid adalah konduktivitas dari panas matriks
adalah porositas
CM ma⁄fl 1 CM 2212. 1 1
Penyelesaian untuk
dengan
:
(9.43)
Asumsi butiran mineral bola yang tersuspensi pada fluida memberikan hubungan:
CM 2. 1 2. CM 2.11 CM 33
(9.44) (9.45)
2
Untuk detail studi tentang konsep teoritik dan model (teori medium efektif self-consistent,
pendekatan medium efektif penuruan), pembaca mungkin merujuk literatur khusus seperti Berryman (1994) dan Mavko dkk (1998).
Dengan anggapan bahwa tidak ada pengaruh atau distorsi dari medan panas suatu inluksi oleh beberapa inklusi disekitarnya, kita dapat menganggap bahwa:
Persamaan (9.43) berguna terutama untuk batuan dengan porositas yang relatif kecil;
Persamaan (9.45) berguna terutama untuk sedimen berpori tinggi (marine sediments). Gambar 9.15 menunjukkan perbandingan perhitungan konduktivitas panas
sebagai fungsi porositas dengan data eksperimen. Keterbatasan untuk kedua persamaan ditentukan oleh rasio (1976), Persamaan (9.43) diaplikasikan pada porositas sekitar
Pada kasus Gambar 9.15, rasio sekitar 12.5.
. Oleh Beck
0.15 ≥ 10 , jika
.
Gambar 9.15 Model inklusi bola. Parameter masukan untuk kurva yang dihitung adalah dan . Titik data eksperimen untuk clean sandstone/Viking Graben (Brigaud et al., 1992) dan marine red clay (Ratcliffe, 1960) (untuk perhitungan, kunjungi website d dan referensi panas. Model inklusi
7.5 W m−K− 0.6 W m−K−
Kemampuan model tidak terbatas untuk pencampuran material matriks padat dan komposisi fluid pore. Model ini juga digunakan untuk pencampuran dua komponen padat yang berbeda, seperti bola padat pada material padat lainnya atau semen. Pada kasus tersebut, porositas harus disubtitusi dengan fraksi volum dari material lain atau cement. Kobranova (1989) telah mengaplikasikan model inklusi secara berurutan untuk batu polymineralic. Matriks padat pada kasus tersebut terutama terdiri dari 70% quartz , 20% feldspar , dan 10% kaolinite. Pada tahap pertama, konduktivitas material padat dihitung untuk pencampuran quartz – feldspar . Selanjutnya, material padat tersebut dikombinasikan dengan kaolinite, dan tahap akhir, matriks tiga komponen tersebut dikombinasikan den gan material berpori.
Model Inklusi – Inklusi Nonspherical
9.4.5
Inklusi nonspherical digunakan untuk pemodelan pori-pori memanjang atau terutama rekahan dengan bentuk dasar dari elipsoid. Elipsoid sebagai bentuk membutuhkan implementasi dari eksponen depolarisasi
,,
dari elipsoid dengan kondisi:
1
,,
sepanjang arah
(9.46)
Inklusi elipsoid dapat mempunyai orientasi sumbu yang teratur, dan hasilnya anisotropi atau terdistribusi secara acak (isotropi).
Elipsoid Selaras
Elipsoid selaras dapat digunakan untuk memodelkan rekahan batuan dengan orientasi rekahan yang teratur. Untuk elipsoid selaras, Sen et al. (1981) menunjukkan bahwa diferensial efektif untuk estimasi medium dengan inklusi elipsoid pada host material adalah
dimana material,
DEM
DEM .DEM adalah konduktivitas panas batuan,
(9.47)
adalah konduktivitas host
adalah konduktivitas material inklusi, dan
adalah fraksi volum dari
host material . adalah eksponen depolarisasi dari inklusi. Eksponen
depolarisasi
mengimplementasikan
sebuah
ketergantungan
langsung dari model perhitungan konduktivitas panas karena berhubungan dengan sumbu elipsoid. Referensi untuk perhitungan eksak dari eksponen depolarisasi diberikan oleh, salah satunya, Beeryman (1995). Terdapat juga nilai dan pendekatan untuk beberapa bentuk ekstrim (lihat Tabel 9.17):
Bola
1⁄3 0 1
Jarum
dengan sumbu pendek)
Piringan panjang)
1⁄2 0
(untuk jarum dengan sumbu panjang);
(sepanjang sumbu pendek),
(untuk jarum
(sepanjang sumbu
Asumsi bahwa sistem rekahan mempunyai orientasi, konduktivitas panas harus diformulasikan sebagai tensor. Penyederhanaan tensor untuk kasus bahwa sumbu elipsoid bersesuaian dengan sumbu dari sistem koordinat Kartesian. Secara umum, tensor tersebut dapat ditransformasikan kedalam beberapa orientasi oleh transformasi koordinat.
Seperti kasus pertama, kasus tersebut diasumsikan bahwa terdapat rekahan berbentuk koin dengan sumbu elipsoid yang panjangnya a,b paralel dengan sumbu koordinat x,y. Kemudian, komponen konduktivitas panas adalah solusi dari persamaan berikut:
,r DEM, . 1 ,r DEM, , r DEM, . 1 ,r DEM,
Arah x dan y
Arah z
(9.48)
(9.49)
Maka, untuk beberapa aplikasi praktis, sebuah estimasi dari komponen depolarisasi diperlukan. Sen (1981) merekomendasikan pendekatan berikut untuk objek seperti lempeng (
dimana
⁄
≫
):
1 2 . 1 2
adalah rasio aspek.
Persamaan ini dapat diaplikasikan untuk estimasi hasilnya adalah
1 2 4
(9.50)
. Pada tahap kedua,
(9.51)
Tabel 9.16 memberikan beberapa data dan menunjukkan pendekatan untuk piringan dengan
→0
:
lim 0 dan l→im 1 →
Gambar 9.16 menunjukkan perhitungan untuk orientasi piringan dengan perbedaan rasio aspek.
Gambar 9.16 Konduktivitas panas terhadap porositas rekahan yang dihitung dengan model inklusi: untuk mempermudah melakukan proses perhitungan, maka perlu mengunjungi website http://www.elsevierdirect.com/companion.jsp?ISBN=9780444537966 dan referensi panas. Model inklusi. (A) Konduktivitas panas dari material matriks (quartz ) , konduktivitas panas dari pore fluid (air) . (B) Konduktivitas panas dari material matriks (carbonate) , konduktivitas panas dari pore fluid (air) . Dua kurva dihitung untuk perbedaan rasio aspek atau faktor depolarisasi: rasio aspek dan
−K− 7. 5 W m − − 4.5 W m−K− 0.6 W m K 0.60.W0m1−K − 0.008 dan 0.984 0.10 0.08 dan 0.840
Gambar 9.16 menunjukkan konduktivitas panas pada:
Arah z menurun tajam dengan penuruan dari rasio aspek;
Arah x dan y meningkat dengan penuruan rasio aspek, tetapi ini hanyalah efek kecil.
Inklusi dengan Susunan Acak
Inklusi dengan susunan acak menghasilkan efek isotropi dari inklusi. Untuk kasus ini, secara umum dari hubunan Calusius – Mossoti (Berryman, 1995; Mavko et al., 1998) dapat diaplikasikan:
dimana
CM 2. CM adalah konduktivitas panas dari host material ,
material inklusi, dan
adalah fraksi volum dari inklusi.
CM 12. . CM 1. ,, 1 19 =,∑, . 1
Penyelesaian untuk
dimana
(9.52)
adalah konduktivitas dari
, hasilnya adalah
adalah fungsi eksponen depolarisasi
Tabel 9.17 memberikan ekspresi dari parameter
(9.53)
:
untuk beberapa bentuk inklusi.
(9.54)