BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG
Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Faktor gizi memegang peranan penting dalam mencapai SDM berkualitas (Depkes RI, 2005). Gizi yang baik akan menghasilkan SDM yang berkualitas yaitu sehat, cerdas dan memiliki fisik yang tangguh serta produktif. Perbaikan gizi diperlukan pada seluruh siklus kehidupan, mulai sejak masa kehamilan, bayi dan anak balita, pra sekolah, anak SD dan MI, remaja dan dewasa sampai usia lanjut (Heath et al., 2005). Upaya peningkatan status gizi untuk pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin, salah satunya anak usia sekolah. Anak sekolah dasar merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi masyarakat (Calderón, 2002; Choi et al., 2008). Hal ini menjadi penting karena anak sekolah merupakan generasi penerus tumpuan bangsa sehingga perlu dipersiapkan dengan baik kualitasnya, anak sekolah sedang mengalami pertumbuhan secara fisik dan mental yang sangat diperlukan guna menunjang kehidupannya di masa mendatang, guna mendukung keadaan tersebut di atas anak sekolah memerlukan kondisi tubuh yang optimal dan bugar, sehingga memerlukan status gizi yang baik (Depkes RI, 2005; Joshi, 2011). Pertumbuhan fisik sering dijadikan indikator untuk mengukur status gizi baik individu maupun populasi. Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya (Bryan et al., 2004). Tetapi pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan zat gizi akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola standar. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa sekolah akan mengalami proses percepatan pada umur 10-12 tahun, dimana pertambahan berat badan per tahunnya sampai 2,5kg. Aktivitas pada anak usia sekolah semakin tinggi dan memperkuat kemampuan motoriknya (Taras, 2005). Pertumbuhan jaringan limfatik pada usia ini akan semakin besar bahkan melebihi orang dewasa. Kemampuan kemandirian anak akan semakin dirasakan dimana lingkungan luar rumah, dalam hal ini sekolah cukup besar, 3
sehingga beberapa masalah sudah mampu diatasi dengan lingkungan yang ada, rasa tanggungjawab, dan percaya diri dalam tugas sudah mulai terwujud, sehingga dalam menghadapi kegagalan maka anak sering kali dijumpai reaksi kemarahan atau kegelisahan, perkembangan kognitif, psikososial, interpersonal, psikoseksual, moral, dan spiritual sudah mulai menunjukkan kematangan pada usia ini . Berdasarkan laporan kasus gizi buruk Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2006, terdapat 15.582 anak di Jawa Tengah mengalami kasus gizi buruk. 5.964 sembuh, 48 meninggal dunia dan 9.570 lainnya masih dalam kondisi memprihatinkan. Data sekunder yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan kesehatan berkala dan penjaringan kesehatan tahun 2007 oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang menunjukkan bahwa dari 48.216 anak SD dan MI yang diperiksa, sebanyak 813 anak mengalami gizi kurang. Hasil lain dari studi pendahuluan pada bulan Mei 2010, di SD Negeri Ngesrep 02 Kecamatan Banyumanik Kota Semarang dengan menggunakan indikator BB/U hasil yang didapat yaitu, dari 62 anak SD kelas 4, 5 dan 6 hanya 11 anak yang bergizi baik (17,7%), 15 anak (24,2%) bergizi sedang, dan anak yang bergizi kurang sebanyak 36 anak (58,1%). Pada anak-anak, KEP dapat berdampak dalam menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah (Supariasa, et al ., 2002). Faktor penyebab langsung terjadinya kekurangan gizi adalah ketidakseimbangan gizi dalam makanan yang dikonsumsi dan terjangkitnya penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak dan pelayanan kesehatan. Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga serta tingkat pendapatan keluarga (Supariasa, et al ., 2002; Mukherjee et al ., 2008). Faktor ibu memegang peranan penting dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi dalam keluarga, sehingga berpengaruh terhadap status gizi anak (Lazzeri et al., 2006; Rina, 2008).
4
BAB II PEMBAHASAN 1. ASKEP ANAK DENGAN OBESITAS A. Pengertian Obesitas
Obesitas adalah suatu kondisi penyakit kronis dengan karakteristik kelebihan dari jaringan adipose pada tubuh. Dalam penilaian ukuran dan tingkat kegemukan, obesitas didefinisikan apabila body mass index (BMI) 27,8 atau lebih dari pada pria dan 27,3 atau lebih pada wanita yang kemudian dinilai juga terjadi peningkatan 20% atau lebih dari berat badan ideal.
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Walaupun dengan kemajuan daan penelitian modern, sampai saat ini penyebab pasti dari obesitas belum diketauhi secara pasti. Secara patofisiologis kondisi obesitas berhubungan dengan beberapa factor, yaitu factor genetic dan fisiologi, factor lingkungan, factor sosioekonomi dan factor psikokultural (Camdem, 2009).
Faktor Genetik dan Fisiologi Predisposisi genetic menjadi factor penting sejak ditemukannya gen obesitas pada tahun 1994 (Oeser,1999). Gen obesitas diidentifikasi sebagai leptin protein yang diproduksi oleh jaringan adipose.
Faktor Lingkungan Pengaruh lingkungan adalah factor yang secara signifikan meningkatkan resiko obesitas.
Situasi lingkungan memberikan pengaruh penting terhadap pola
kebiasaan makan dan penurunan akrivitas fisik. Pola hidup yang kurang gerak memfasilitasi peningkatana resiko obesitas.
Faktor Sosioekonomi
Faktor psikokultural
5
C. Tanda dan gejala / manifestasi klinis
Obesitas dapat menjadi jelas pada setiap umur, tetapi obesitas tampak paling sering pada usia 1 tahun pertama, pada usia 5-6 tahun, dan selama remaja.
Anak yang obesitasnya karena masukan kalori tinggi secara berlebihan biasanya tidak hanya lebih berat daripada yang lain pada kelompoknya sendiri tetapi juga lebih tinggi; dan umur tulang lebih tua.
Tanda-tanda muka tampak sering sangat tidak sepadan.
Adipositas di daerah dada laki-laki sering berkesan tumbuh payudara dan karenanya, mungkin merupakan tanda yang memalukan.
Abdomen cenderung menggantung, dan sering ada striae putih atau merah lembayung.
Genitalia ekterna anak laki-laki tampak kecil tidak sepadan tetapi sebenarnya paling sering berukuran rata-rata; penis sering terbungkus dalam lemak pubis.
Pubertas dapat terjadi awal dengan akibat bahwa akhirnya ketinggian anak gemuk mungkin kurang dari pada tinggi akhir dari seba yanya yang dewasa lebih lambat.
Perkembangan genitalia ekterna normal pada kebanyakan wanita, dan menarche biasanya tidak tertunda dan mungkin maju.
Pada obesitas, ektremitas biasanya lebih besar di lengan atas dan paha dan kadangkadang terbatas padanya. Tangan mungkin relative kecil dan jari sedikit demi sedikit mengecil. Sering ada lutut bengkok (genu valgum).
6
D. Patofisiologi Obesitas Faktor predisposisi
Faktor predisposisi lin kun an
Penurunan kadar le tin di sirkulasi
Pola kebiasaan makan dan penurunan aktivitas fisik
Akumulasi lemak pada jaringan adiposa Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
Respon psikologi
Perubaha n bentuk badan tampak gemuk
Gangguan konsep diri (gambara n diri rendah)
Penurunan pergerakan Resiko osteoratritis
Peningkatan berat badan Akumulasi lemak pada bagian tubuh
Hambatan mobilitas fisik
Obesitas
Peningkatan aliran darah, peningkatan kebutuhan metabolisme jaringan. Kerja jantung meningkat, peningkatan tekanan arteri sistemik Resiko gagal jantung kongestif Tercetusnya aktivasi, re-entry dan otomatisasi
Ketidakadekuatan program pengobatan
Salah persepsi, sumber informasi, penurunan motivasi
Kelebihan cairan, peningkatan tekanan arteri pulmoner, elevasi tekanan intra abdominal, menekan volume pernapasan, dan menurunkan daya tahan otot-otot pernapasan Pola napas tidak efektif Risiko edema paru
Gangguan elastisitas kulit Gangguan sirkulasi integritas kulit Keterlambatan penyembuhan luka, dermatitis, dan iritasi integritas jaringan
Risiko dekubitus (ulkus tekan) Risiko gangguan integritas jaringan kulit
Risiko gagal napas Aritmia Kematian mendadak
7
E. Pemeriksaan Penunjang
F. Penatalaksanaan Medis
G. Rencana Asuhan Keperawatan pada Remaja Obesitas
A. Pengkajian 1. Lakukan pengkajian fisik 2. Observasi adanya manifestasi kegemukan a. Anak tampak kelebihan berat badan b. Berat badan diatas standar c. Ketebalan lipatan kulit lebih dari standar d. Lemak tubuh diatas standar 3. Dapatkan riwayat obesitas pada keluarga dan kebiasaan diet serta makanan kesukaan 4. Dapatkan riwayat kesehatan termasuk analisa grafik berat badan, kebiasaan makan dengan aktivitas fisik 5. Wawancarai anak dan keluarga untuk mengetahui faktor psikologis yang mungkin berperan pada obesitas- standar budaya, penggunaan makanan untuk penenangan, hubungan sebaya dan interpersonal sosial keluarga, penggunaan makanan sebagai penghargaan B. Diagnosa keperawatan 1. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfungsi pola makan, faktor herediter 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gaya hidup monoton, fisik yang besar 3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak adanya atau kurangnya olahraga, gizi bruk, kerentanan individu
8
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan persepsi penampilan fisik, internalisasi dengan umpan balik negatif 5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penatalaksanaan remaja obesitas C. Intervensi keperawatan/rasional 1. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfungsi pola makan, faktor herediter Sasaran pasien/keluarga 1 : Pasien (keluarga) mengidentifikasi pola dan
perilaku makan
Intervensi : a. Bimbing remaja dan kadang-kadang keluarga untuk; 1) Membuat catatan tentang segala sesuatu yang dimakan, temasuk: a) Waktu makan b) Jumlah yang dimakan c) Dimana makanan tersebut dikonsumsi d) Aktivitas yang dilakukan selama makan e) Dengan siapa makanan itu dimakan atau di makan sendiri f) Perasaan pada saat makanan tersebut dimakan (mis marah, depresi, kesepian , gembira) 2) Identifikasi stimulus makanan karena hal ini sering berperan dalam obesitas a) Rasa lapar b) Iklan televisi c) Mencium atau melihat makanan 3) Kaji lingkungan makan untuk menentukan kemungkinan efek pada obesitas a) Dimana makanan itu dimakan b) Dengan siapa makanan itu di makan atau dimakan sendiri c) Perasaan pada saat makan d) Aktivitas yang dilakukan sambil makan 4) Analisa data sebelumnya untuk pola makan dan hubungan faktor lain sebagai dasar untuk membuat penlaian
9
Sasaran pasien 2 : pasien mendemonstrasikan bagaimana caranya
untuk mengendalikan stimulus makanan Intervensi keperawatan/rasional: a. Dorong remaja melakukan hal-hal berikut untuk menurunkan godaan untuk makan berlebihan 1) Pisahkan aktivitas makan dan aktivitas lain 2) Minimalkan isyarat adanya makanan 3) Jangan mengonsumsi junk food 4) Siapkan dan sajikan makanan hanya dengan jumlah yang akan dimakan 5) Tempatkan kudapan diluar pandangan b. Jangan membeli makanan yang bermasalah seperti “fast food” c. Hidangkan makanan dari pemanggang atau tempat lain diluar jangkauan dai tempat makan yang ditetapkan Sasaran pasien 3: pasien mengubah pola makan
Intervensi keperawatan/rasional a. Dorong remaja untuk melakukan hal-hal berikut karena perubahan pada pola makan dapat mengurangi resiko makan berlebihan 1) Makan di tempat khusus yang dipesan hanya untuk makan 2) Makan makanan yang dipesan dengan waktu yang teratur 3) Gunakan piring yang lebih kecil untuk membuat jumlah makanan tampak lebih besar 4) Makan dengan perlahan 5) Tinggalkan sedikit makanan diatas piring 6) Jangan makan ketika menonton televisi 7) Ganti kudapan “junk food” dengan kudapan sehat seperti sayuran mentah 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gaya hidup monoton, fisik yang besar Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam, klien dapat meningkatkan aktivitas fisik Sasaran pasien 1: pasien meningkatkan aktivitas fisik
10
Intervensi keperawatan/ rasional a. Kaji pola aktivitas dan minat remaja b. Atur aktivitas terprogram seperti lari, renang, bersepeda, aerobik, atau olahraga setelah sekolah c. Dorong aktivitas rutin seperti berjalan, memanjat tangga d. Dorong aktivitas yang menekan perbaikan diri bukan kompetisi untuk menghindari perasaan ditolak 3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak adanya atau kurangnya olahraga, gizi bruk, kerentanan individu Sasaran pasien 1: pasien mendapatkan dukungan yang adekuat
Intervensi keperawatan/rasional a. Implementasikan program penurunan berat badan di sekolah untuk mendorong pencapaian sasaran 1) Terapkan sistem buddy 2) Gunakan teman sebaya sebagai sponsor dan pemberi penguat positif 3) Lakukan tindakan penimbangan berat badan sebelum melakukan latihan dengan melibatkan orang dewasa, perawat, guru, instruktur pendidikan 4) Berikan penguatan untuk perubahan berat badan sosial---pujian b. Buat grafik perubahan berat badan yang psoitif dan tunjukan grafik tersebut di mana orang-orang lain yang tergabung program ini dapat melihatnya c. Berikan pendidikan tentang nutrisi d. Izinkan anggota keluarga untuk bertindak sebagai pemantau dirumah untuk membantu kemajuan ke arah sasaran dan untuk mendorong remaja dengan pernyataan yang positif setiap hari 4. Gangguan harga diri berhubungan dengan persepsi penampilan fisik, internalisasi dengan umpan balik negatif Sasaran pasien 1: pasien mempunyai kesempatan untuk mendiskusikan
perasaan dan kekhawatirannya Intervensi keperawatan/rasional a. Dorong remaja untuk mendiskusikan perasaan dan kekhawatirannya karena hal ini dapat memfasilitasi koping 11
b. Kuatkan pencapaian sehingga anak tidak berkecil hati dalam mencapai tujuan Sasaran pasien 2: pasien mengenali cara-cara untuk memperbaiki
penampilan Intervensi keperawatan/rasional a. Anjurkan remaja untuk berdandan, hygine, dan postur
untuk
meningkatkan penampilan dan meningkatkan harga diri b. Bantu dengan menggali aspek positif dari penampilan dan cara-cara untuk meningkatkan aspek-aspek tersebut Sasaran pasien 3: pasien menunjukan tanda-tanda perbaikan harga diri
Intervensi keperawatan/rasional: a. Anggap remaja sebagai individu yang penting dan berguna karena hal ini akan mendorong perkembangan harga diri remaja b. Dorong remaja untuk menetapkan tujuan kecil yang dapat dicapai c. Dorong dan dukung remaja untuk berpikir positif (individu dengan berat badan berlebih sering mempunyai pikiran yang negatif) untuk meningkatkan harga diri d. Dorong untuk beraktivitas untuk mengurangi kebosanan e. Dorong utnuk berinteraksi dengan teman sebaya karena isolaso dan perasaan ditolak dapat menurunkan harga diri 5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penatalaksanaan remaja obesitas Sasaran pasien/keluarga 1 : pasien (keluarga) terlibat dalam program
penurunan berat badan remaja Intervensi keperawatan/rasional a. Didik keluarga mengenai program penurunan berat badan, termasuk nutrisi, hubungan masukan makanan dan latihan, dukungan psikologis b. Dorong keluarga untuk melakukan hal-hal berikut: 1) Gunakan penguatan yang tepat 2) Ubah makanan dan lingkungan makan 3) Pertahankan sikap yang tepat berkaitan dengan program
12
4) Bantu untul memantau perilaku makan, masukan makanan, aktivitas fisik, perubahan berat badan 5) Hilangkan makanan sebagai penghargaan karena makanan dapat menyebabkan obesitas 6) Dorong remaja dengan pernyataan positif untuk meningkatkan harga diri
13
2.
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KKP A. Pengertian KKP
Manusia membutuhkan makan untuk bertahan hidup. Selain untuk bertahan hidup, makanan juga berfungsi memenuhi kebutuhan-kebutuhan tubuh akan zat-zat seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan zat-z at lain. Namun, di zaman yang sudah modern ini justru banyak orang yang tidak dapat memenuhi zat-zat tersebut. Pada kali ini akan membahas secara khusus mengenai kekurangan kalori protein. Protein yang berasal dari kata protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Kita memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Jika kita tidak mendapat asupan protein yang cukup dari makanan tersebut, maka kita akan mengalami kondisi malnutrisi energi protein. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Beragam masalah malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak. Secara umum, kurang gizi adalah salah satu istilah dari penyakit KKP, yaitu penyakit yag diakibatkan kekurangan energi dan protein. KKP dapat juga diartikan sebagai keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Bergantung pada derajat kekurangan energy protein yang terjadi, maka manifestasi penyakitnya pun berbeda beda. Penyakit KKP ringan sering diistilahkan dengan kurang gizi. Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-negara berkembang. Gejala kurang gizi ringan relative tidak jelas, hanya terlihatbahwa berat badananak tersebut lebih rendah disbanding anak seusianya. Kira-kira berat badannya hanya sekitar 60% sampai 80% dari berat badan ideal.
14
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup serta kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu, karena kelainan metabolik, atau malformasi congenital. Pada bayi dapat terjadi karena tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Secara umum, masalah KKP disebabkan oleh beberapa faktor, yang paling dominan adalah tanggung jawab negara terhadap rakyatnya karena bagaimana pun KKP tidak akan terjadi bila kesejahteraan rakyat terpenuhi. Berikut beberapa faktor penyebabnya : 1. Faktor sosial. Yang dimaksud faktor sosial adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makana bergizi bagi pertumbuhan anak, sehingga banyak balita tidak mendapatkan makanan yang bergizi seimbang hanya diberi makan seadan ya atau asal kenyang. Selain itu, hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan berlangsung turun-temurun dapat menjad hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor. 2. Kemiskinan. Kemiskinan sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di negaranegara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyababkan kebutuhan paling mendasar, yaitu pangan pun sering kali tidak biasa terpenuhi apalagi tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya. 3. Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersedian bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. 4. Infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada gilirannya akan mempermudah masuknya beragam penyakit. Tindakan pencegahan otomatis sudah dilakukan bila faktor-faktor penyebabnya dapat dihindari. Misalnya, ketersediaan pangan yang 15
tercukupi, daya beli masyarakat untuk dapat membeli bahan pangan, dan pentingnya sosialisasi makanan bergizi bagi balita serta faktor infeksi dan penyakit lain. 5. Pola makan. Protein adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein atau asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan ibunya. Namun, bayi yang tidak memperoleh ASI protein dari suber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu, dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya kwashiorkor terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI. 6. Tingkat pendidikan orang tua khususnya ibu mempengaruhi pola pengasuhan balita. Para ibu kurang mengerti makanan apa saja yang seharusnya menjadi asupan untuk anak-anak mereka. 7. Kurangnya pelayanan kesehatan, terutama imunisasi. Imunisasi yang merupakan bagian dari system imun mempengaruhi tingkat kesehatan bayi dan anak-anak.
C. Tanda dan gejala / manifestasi klinis
Secara klinis KKP terdapat dalam 3 tipe yaitu : 1.
Kwashiorkor Kwashiorkor adalah bentuk gizi buruk yang terjadi pada anak-anak. Kwashiorkor umum terjadi di daerah yang dilanda kelaparan, kurang persedian makanan, atau rendahnya tingkat pendidikan (ketika orang tidak mengerti bagaimana untuk makan diet yang baik). Kwashiorkor disebabkan oleh rendahnya protein. Hal ini juga dapat disebabkan oleh infeksi, parasit atau kondisi lain yang mengganggu penyerapan protein pada saluran pencernaan. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat te rjadi di seluruh tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut
dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot
16
mengecil, bercak
merah kecoklatan di kulit dan mudah terkelupas, sering disertai
penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia 2.
Marasmus berasal dari kata Yunani yang berarti wasting merusak . Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot.Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. Marasmus umumnya merupakan penyakit pada bayi (12 bulan pertama), karena terlambat diberi makanan tambahan.Hal ini dapat t erjadi karena penyapihan mendadak, formula pengganti ASI terlalu encer dan tidak higienis atau sering terkena infeksi.Marasmus berpengaruh dalam waku yang panjang terhadap mental dan fisik yang sukar diperbaiki.
Penyebab utama marasmus
adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat atau karena kelainan metabolik dan malformasi kongenital. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada, perut cekung, sering disertai penyakit infeksi dan diare; 3.
Edema (oedema) atau sembab adalah meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan).Edema dapat bersifat setempat (lokal) dan umum (general). Edema yang bersifat lokal seperti terjadi hanya di dalam rongga perut,rongga dada (hydrothorax), di bawah kulit, pericardium jantung atau di dalam paru-paru. Sedangkan edema yang ditandai dengan terjadinya pengumpulan cairan edema di banyak tempat dinamakan edema umum (general edema). Penyebab edema yaitu : a. Adanya Kongesti Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intra vaskula (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula 17
oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi edema). b. Obstruksi Limfatik Apabila
terjadi
gangguan
aliran
limfe
pada
suatu
daerah
(obstruksi/penyumbatan), maka cairan tubuh yang berasal dari plasma darah dan hasil metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe akan tertimbun c. Permeabilitas Kapiler yang Bertambah Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit secara bebas, sedangkan protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit atau terbatas.Tekanan osmotic darah lebih besar dari pada limfe. d. Hipoproteinemia Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan rendahnya daya ikat air protein plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar vaskula sebagai cairan edema. e. Tekanan Osmotic Koloid Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali, sehingga tidak dapat melawan tekanan osmotic yang terdapat dalam darah.Tetapi pada keadaan tertentu jumlah protein dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas kapiler bertambah.Dalam hal ini maka tekanan osmotic jaringan dapat menyebabkan edema. Filtrasi cairan plasma juga mendapat perlawanan dari tekanan jaringan. Tekanan ini berbeda-beda pada berbagai jaringan.Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata, tekanan sangat rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema. f. Retensi Natrium dan Air Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada yang masuk (intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni. Hipertoni menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler bertambah.Akibatnya terjadi edema.
18
D.
Patofisiologi KKP(Kekurangan Kalori-Protein)
Gangguan perkembangan, gangguan kognitif atau gangguan psikologis, perubahan respons imun
Beban peningkatan respons inflamasi dan peningkatan kebutuhan metabolik dengan meningkatnya
Tidak adekuatnya intake makanan
Penyakit kronis, seperti penyakit hati dan gastrointestinal memberikan dampak yang merugikan pada status nutrisi oleh karena gangguan pada fungsi
Tidak adekuatnya sanitasi lingkungan Ketidakseimbangan antara asupan nutrien dan kalori dengan kebutuhan tubuh untuk pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi spesifik
Malnutrisi
Salah persepsi, sumber informasi, penurunan motivasi
Penurunan intake makanan tinggi serat, imobilitas
Ketidakade kuatan program en obatan
Konstipasi
Peningkatan risiko infeksi gastrointestin al
Asupan cairan tidak seimbang kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak
Risiko ketidakseimbangan cairan
Penurunan kekuatan, cepat letih, perubahan tingkat kesadaran Defisit aktivitas Gangguan cairan tidak dapat dikoreksi
Gangguan elastisitas kulit. Gangguan sirkulasi integritas kulit, keterlambatan penyembuhan luka, dan iritasi integritas jaringan Risiko gangguan integritas jaringan kulit Syok hipovolemik irreversibel
Kematian
Diare
19
E. Pemeriksaan Penunjang
F. Penatalaksanaan Medis
G. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Malnutrisi (KKP) A. Pengkajian
Identitas klien Nama, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang kebudayaan, agama pendidikan dan alamat.
Riwayat pemenuhan Kebutuhan nutrisi anak
Faktor predisposisi malnutisi seperti:
Riwayat prenatal, natal dan postnatal
Dampak hospitalisasi
Perubahan peran keluarga
Riwayat pembedahan
Alergi
Pola kebiasaan
Tumbuh-kembang
Imunisasi
Psikososial dan psikoseksual
Kemampuan interaksi anak
Riwayat Keluarga seperti:
Mengidentifikasi komposisi keluarga
Fungsi dan hubungan anggota keluarga
Kultur dan kepercayaan
Perilaku yang dapat memengaruhi kesehatan
Persepsi keluarga tentang penyakit pasien.
20
Pengkajian Klinik
Defisiensi Mikronutrien
Manifestasi Gejala
Besi
Lemah dan cepat lelah Anemia Penurunan fungsi kognitif Sakit kepala Perubahan pada kuku
Iodin
Keterlambatan Perkembangan Penyakit Goiter Retardasi Mental
Vitamin D
Keterlambatan Pertumbuhan Penyakit Riketsia Hipokalemi
Vitamin A
Buta Malam Xeroftalmi Keterlambatan Pertumbuhan Perubahan Rambut
Asam Folat
Anemia
Zinc
Anemia Cebol (dwarfisme) Hepatosplenomegali Hiperpigmentasi Hipogonadisme Penyembuhan Luka Terlambat
21
Pengkajian Diagnostik Laboratorium Darah lengkap, urine lengkap, feses lengkap, protein serum (albumin, globulin), elektrolit serum, transferin, feritin, profil lemak, fptp toraks dan EKG.
I.
Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. tidak adekuatnya intake makanan, anoreksia 2) Risiko ketidakseimbangan cairan b.d. intake cairan tidak seimbang dengan pemakaian tubuh, adanya diare. 3) Defisit aktivitas b.d penurunan kekuatan, cepat letih dan perubahan kesadaran. 4) Konstipasi b.d. pola makan yang kurang, imobilitas, efek pengobatan. 5) Risiko gangguan integritas jaringan kulit b.d. gangguan elastisitas kulit, gangguan sirkulasi integritas kulit sekunder dari penurunan status nutrisi tubuh. 6) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d. intake kalori dan protein yang tidak adekuat. 7) Risiko ketidakadekuatan program pengobatan b.d. salah persepsi, sumber informasi, penurunan motivasi.
II.
Rencana Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. tidak adekuat intake makanan, anoreksia .
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Keperawatan selama 2x24 jam diharapkan status nutrisi pasien terpenuhi. Dengan kriteria hasil:
Pasien mendapatkan status nutrisi yang adekuat.
Keluarga pasien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami pasien, kebutuhan nutrisi pemulihan, dan pengolahan makanan sehat seimbang.
Pernyataan motivasi kuat dari keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
22
Intervensi
Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, berat badan, derajat pemurunan berat badan, integritas mukosa, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan diare
Rasional: Memvalidasi dan nmenmetapkan derajat masalah untuk menetapkan
pilihan intervensi yang tepat.
Evaluasi adanya alergi dan kontraindikasi makanan.
Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang disukai ( sesuai indikasi).
Rasional: Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake
nutrisi.
Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik (seminggu sekali)
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
Rasional: Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik pasien.
2) Risiko ketidakseimbangan cairan b.d. intake cairan tidak seimbang dengan pemakaian tubuh, adanya diare.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolirt klien dapat terpenuhi. Dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembap, turgor kulit normal
Ttv normal, CRT<3 detik, urine>600 ml/hari.
Hasil pemeriksaan Lab: Nilai elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein serum meningkat. BUN/kreatinin menurun.
Intervensi
23
Monitor status cairan (turgor kulit, membran mukosa, urione output).
Pemeriksaan tekanan darah
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaforesis secara teratur.
Rasional: Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer.
Lakukan observasi pemberian cairan per infus sesuai program rehidrasi.
Kolaborasi: pertahankan pemberian cairan secara intravena.
3) Defisit aktivitas b.d penurunan kekuatan, cepat letih dan perubahan kesadaran.\
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri. Dengan kriteria Hasil:
Pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
Intervensi
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk melakukan ADL.
Berikan permainan dan aktivitas sesuai dengan usia.
Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluyarga pasien.
4) Konstipasi b.d. pola makan yang kurang, imobilitas, efek pengobatan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan keadaan kinstipasi dapat ditoleransi. Dengan kriteria hasil:
BAB normal sekali sehari, feses lembek berbentuk.
Intervensi
Observasi kondisi gastrointestinal, auskultasi bising usus secara periodik.
Monitor konsistensi feses.
24
Apabila anak mendapatkan intake melalui jalur makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya
5) Risiko gangguan integritas jaringan kulit b.d. gangguan elastisitas kulit, gangguan sirkulasi integritas kulit sekunder dari penurunan status nutrisi tubuh.
Tujuan: Setelahj dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan sudah tidak terjadi gangguan integritas kulit. Dengan kriteria hasil:
Tidak terdapat lesi akibat gangguan integritas kulit.
Terjadi peningkatan turgor kulit, kulit tidak kering tidak bersisik, elastisitas normal.
Intervensi
Monitor kemerahan, pucat, ekskoriasi. Rasional: mendeteksi adanya gangguan pada sistem integumen yang rentan mengalami gangguan akibat adanya kondisi malnutrisi.
Berikan alas tempat tidur yang lembut. Ganti segera pakaian yang lembap atau basah. Hindari penggunaan sabun yang dapat mengiritasi kulit. Rasional: Menurunkan stimulus kerusakan integritas kulit.
Dorong mandi 2x sehari dan gunakan lotion setelah mandi
Lakukan perubahan posisi baring.
6) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d. intake kalori dan protein yang tidak adekuat.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia. Dengan kriteria hasil:
Keluarga mengetahui pertumbuhan fisik sesuai standar usia
Mampu mengidentifikasi perkembangan motorik, bahasa/kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.
Intervensi
25
Bina hubungan saling percaya dan keterbukaan
Ajarkan kepada orangtua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.
Lakukan pemberian makanan/minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia anak.
Beri dukungan psikologis.
7) Risiko ketidakadekuatan program pengobatan b.d. salah persepsi, sumber informasi, penurunan motivasi . Tujuan; Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
terjadi peningkatan perilaku dan pengetahuan pasien dan keluarga bertambah. Dengan kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup, mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi
III.
Tentukan tingkat pengetahuan orang tua pasien.
Kaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan intake cairan adekuat.
Berikan informasi tertulis untuk orang tua pasien.
Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang diharapkan ada pada pasien dengan malnutrisi setelah dilakukan asuhan keperawatan adalah: 1) Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat. 2) Risiko ketidakseimbangan cairan tidak terjadi 3) Terjadi peningkatan aktivitas perawatan diri. 4) Konstipasi tidak terjadi dan frekuensi BAB dalam batas normal. 5) Pasien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia. 6) Peningkatan perilaku dan pengetahuan keluarga dan pasien bertambah
26
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSAKA BUKU :
Arif Muttaqin, Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta.Salemba Medika 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 4. EGC Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol 1 edisi 15. Jakarta EGC
JURNAL :
Andriani Elisa Pahlevi. 2012. DETERMINAN STATUS GIZI PADA SISWA SEKOLAH DASAR
ISSN 1858-1196. Semarang
27