Sedimentologi
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya sehingga kami bisa menyelesaikan susunan Buku Panduan Praktikum Sedimentologi 2018. Dengan adanya fasilitas buku ini, praktikan diharapkan memperoleh mat eri dan ilmu mengenai Sedimentologi sehingga dapat menjadi pedoman untuk belajar keilmuan geologi pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam hal ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
Bapak Najib, ST, M.Eng., Ph.D, selaku Ketua Departemen S1- Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Ibu Anis Kurniasih, S,T., M.T. dan Bapak Redy Setiawan S.T., M.T. selaku dosen mata kuliah Sedimentologi dan Koordinator Praktikum Sedimentologi
Tim Asisten Sedimentologi tahun 2018 : Asri Wiguna, Naufal Fa’iq Ashim, Nohan Putra Nurhudha, Lestari Butar – Butar, Roynaldo Lumbanbatu, Rino Dwi Hutama, Nurus Syamsa Aulia, Dede Sationda Tarigan, Muhammad Ilham Fatkhurrahman, Miratul Izah
Semua pihak yang mendukung tersusunnya buku Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Kami menantikan saran dan kritik yang membangun agar bisa memperbaiki kekurangan yang ada di dalam buku ini sehingga kedepannya menjadi lebih baik dan berguna Semarang, 1 Februari 2018
Tim Asisten Praktikum Sedimentologi 2018
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
PENDAHULUAN SEDIMENTOLOGI
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
PENDAHULUAN SEDIMENTOLOGI
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
BAB I PENDAHULUAN SEDIMENTOLOGI 1.1 Latar Belakang
Permukanan muka bumi tersusun atas batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf yang terbentuk akibat proses geologi baik secara endogen maupun eksogen. Batuan yang terbanyak didapati sebagai singkapan di permukaan adalah batuan sedimen. Batuan tersebut terbentuk secara proses fisika, kimia, dan biologi yang terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan pengendapan dan terus berjalan hingga saat ini. Pembelajaran tentang batuan sedimen sangat besar kontribusinya terhadap penentuan dan pembelajaran batuan batuan sedimen purba atau yang berumur tua dalam skala waktu geologi. Banyak batuan sedimen purba yang diperkirakan sistem dan lingkungan pengendapannya dianalogikan dengan proses proses sedimentasi yang terjadi pada saat ini. Proses proses sedimentasi (fisika, kimia, biologi) sangat berhubungan erat dengan kompaksi, sementasi, rekristalisasi. Batuan sedimen terbentuk akibat faktor kimia, fisika dan biologi dan yang terpenting pada batuan ini ialah berhubungan erat dengan keberadaan energi fosil serta minyak dan gas bumi.
1.2 Pengertian 1.2.1 Sedimentologi
Oleh para ahli, pengertian sedimentologi mempunyai arti yang beraneka ragam. Pengertian sedimentologi tersebut antara lain adalah: a. Sedimentologi adalah studi tentang proses-proses pembentukan, transportasi, dan, pengendapan material yang terakumulasi sebagai sedimen di dalam lingkungan kontinen dan laut hingga membentuk batuan sedimen. b. Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari sedimen atau endapan (Wadell, 1932). Sedangkan sedimen atau endapan pada umumnya diartikan sebagai
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
hasil dari proses pelapukan terhadap suatu tubuh batuan, yang kemudian mengalami erosi, tertansportasi oleh air, angin, dan lain-lain, dan pada akhirnya terendapkan atau tersedimentasikan. c. Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari pembentukan lapisan batuan karena pengendapan batuan yang mengalami perpindahan dari tempat. d. Sedimentologi adalah salah satu cabang dari ilmu geologi yang membahas secara khusus batuan sedimen atau mempelajari batuan sedimen/endapanendapan dengan segala prosesnya Dalam sedimentologi, salah satu hal yang dipelajari adalah sedimentas i. Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Sedangkan batuan sedimen adalah suatu batuan yang terbentuk dari hasil proses sedimentasi, baik secara mekanik maupun secara kimia dan organik.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
GRANULOMETRI
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
BAB II GRANULOMETRI 2.1 Pendahuluan a. Maksud
a. Memisahkan fraksi butiran pasir pada ukuran (diameter) butir tertentu. b. Menentukan nilai koefisien sortasi, skewness dan kurtosis baik dengan cara grafis maupun cara matematis. c. Melakukan identifikasi distribusi ukuran sedimen b. Tujuan
a. Dapat memisahkan fraksi butiran sedimen pada ukuran (diameter) butir tertentu. b. Dapat menghitung dan menentukannilai dari median diameter, koefisien sortasi, skewness dan kurtosis baik dengan cara grafis maupun cara matematis . c. Dapat
mengetahui
proses-proses
geologi
yang
berperanan
terhadap
pembentukan dan deposisi sedimen tersebut berdasarkan variasi ukuran butirannya..
2.2 Dasar Teori 2.2.1 Pengertian Granulometri
Granulometri atau sering diterjemahkan dengan analisa besar butir adalah salah satu dari sekian banyak metoda yang sering dipakai untuk menganalisa batuan sedimen klastik. Dalam granulometri ini lebih mengutamakan bagaimana sebaran butiran batuan sedimen klastik tersebut. Metoda – metoda perhitungan secara statistik sering pula banyak dipakai, hal ini sebernarnya hanya untuk mengetahui apakah dengan metoda statistik tersebut kita dapat melihat adanya bentuk kurva yang sangat khas atau proses tertentu. Friedman ( 1979 ), mengatakan analisa besar butir dapat dipakai untuk mengetahui proses – proses selama sedimentasi dan dapat dipakai untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan dan bahkan analisa besar butir sama pentingnya dengan metode – metode yang lain.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
2.2.2 Proses Analisis Granulometri
Ukuran butir partikel sedimen penting dalam beberapa hal. Ukuran butir mencerminkan :
Resistensi partikel terhadap pelapukan, erosi dan abrasi. Partikel-partikel yang lunak seperti batugamping dan fragmen-fragmen batuan makin lama makin mengecil, bahkan partikel kuarsa yang besar dan resistensi akan terabrasi dan berubah ukurannya.
Proses transportasi dan deposisi seperti kemampuan air angin untuk menggerakakn dan mengendapkan partikel. Material-material yang diangkut oleh media pengangkut (air, angin)
akan terdistribusi menjadi berbagai macam ukuran butir seperti gravel (boulder , coble, dan pebble), pasir dan mud. Distribusi ukuran butir ini menunjukkan :
Terdapatnya bermacam-macam ukuran butir dari batuan induknya.
Proses yang terjadi selama sedimentasi terutama kompetensi (kemampuan arus untuk membawa suatu beban sesuia ukurannya. Jika ada beban yang lebih berat maka beban tersebut akan diendapkan). Dengan banyaknya variasi ukuran butir tersebut maka perlu diadakna
klasifikasi ukuran butir. Dikenal beberapa klasifikasi ukuran butir yang dibuat oleh bebrapa ahli. Tetapi skala penentuan ukuran butir yang diajukan oleh J.A Udden dan C.K Wentworth yang sering digunaka, selanjutnya disebut skala Udden-Wentworth sebagai skala geometri (1,2,4,8, .…..). pada perkembangan selanjutnya ditambah skala aritmetik (1,2,3,4,…) sebagai unit phi () oleh W.C Krumbein, dimana phi merupakan transformasi logaritma dari skala UddenWentworth, yaitu : = -log2 d, dengan d adalah ukuran butir dalam millimeter.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
Tabel 2.1 Skala Ukuran Butir Udden-Wenworth
Dalam acara ini akan dilakukan pemisahan ukuran butir dari suatu contoh pasir lepas. Seperti diketahui analisis ini untuk mengetahui koefisien sortasi, skewness dan kurtosis. Untuk mengetahui harga-harga tersebut dapat dilakukan dengan cara grafis dan matematis.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
1) Cara Grafis
Cara grafis ini prinsipnya adalah menggunakan data hasil pengayakan dan penimbangan yang diplot sebagai kurva kumulatif untuk mengetahui parameter-parameter statistiknya. Kurva kumulatif dibedakan menjadi dua, yaitu kurva kumulatif aritmetik (arithmetic ordinate) dan kurva kumulatif probabilitas (probability ordinate).Kurva kumulatif aritmetik digambarkan secara smooth melewati semua data (kurva berbentuk S), sehingga semua parameter statistic dapat terbaca. Sedang kurva probabilitas digambarkan dengan garis lurus untuk mengetahui probabilitas normalnya. Pada kurva ini memungkinkan untuk membaca parameter statistic lebih akurat karena mengurangi interpolasi dan ekstrapolasi dalam penggambaran. Tetapi yang sering digunakan adalah kurva kumulatif aritmetik karena lebih mencerminkan distribusi ukuran butirnya. Kurva kumulatif dibuat dengan absis ukuran butir dalam millimeter ( untuk kertas semilog) atau unit phi dan ordinat prosentase berat (skala 1 – 100%).
Gambar 2.1.A.Tabel data ukuran butir, B. Gambar histogram dan kurva frekuensi ukuran butiran dari pada tabel A, C. Kurva kumulatif aritmatik, D. Kurva kumulatif probabilitas
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
Setelah dilakukan pengayakan dan penimbangan hasilnya dapat disajikan dalam bentuk table. Dan untuk mengetahui distribusi tiap frekuensi dapat dibuat histogram. Harga-harga median diameter, koefisien sortasi, skewness dan kurtosis diturunkan dari kurva kumulatif.
Gambar 2.2 Kurva Hasil Perhitungan Metode Grafis
Dalam pembuatan kurva pada metode grafis kita menggunakan nilai tengah diameter (phi) sebagai sumbu x dan persentase kumulatif sebagai sumbu y (lihat contoh table perhitungan) sehingga menghasilkan kurva seperti diatas.Selanjutnya untuk memenuhi semua nilai phi yang ada pada seti ap rumus maka cari nilai diameter phi yang terkait (5, 16, 25, 50, 75, 84, dan 95). Nilai phi dicari dengan cara menarik garis mendatar dari sumbu y sesuai besaran nilai yang dicari, sentuhkan pada kurva yang telah dibuat. Selanjutnya pertemuan antara garis horizontal dan kurva, ditarik garis vertical hingga mendapatkan nilai diameter. Setelah didapatkan nilai diameter cari nilai phi dengan rumus Phi (x) =
− Log d(x) Log 2
Ket : (x) merupakan nilai phi yang dicari (5, 16, 25, 50, 75, 84, dan 95).
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
a. Koefisien Sortasi (So)
Folk menetukan koefisien sortasi sebagai defiasi standar grafis:
σG =
Ф84−Ф25 2
Kemudian disempurnakan sebagai deviasi standar grafis inklusif dengan rumus :
σ =
Ф84+Ф16
Ф95+Ф5
4
6,6
+
Tabel 2.2 Klasifikasi Koefisien Sortasi
< 0.35
Very well sorted
0.35 – 0.50
Well sorted
0.50 – 0.71
Moderetely well sorted
0.71 – 1.00
Moderetely sorted
1.00 – 2.00
Poorly sorted
2.00 – 4.00
Very poorly sorted
> 4.00
Extremely poorly sorted
b. Skewness (Sk)
Skewness menyatakan derajat ketidaksimetrian suatu kurva yang menyatakan persebaran dan kecenderungan nilai frekuensi yang dilihat berdasarkan ”ekor” atau bagaian kurva yang melandai. Bila Sk berharga positif maka sedimentyang bersangkutan mempunyai mode (kelas dg frekuensi terbanyak) butir halus dan sebaliknya jika berharga negative maka sediment tersebut mempunyai mode (kelas dg frekuensi terbanyak) butir kasar
Menurut Sam Bogg Jr, 2009 skewness dirumuskan sebagai:
Sk=
Ф84+Ф16−2(Ф50) 2(Ф84−Ф16)
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
+
Ф95+Ф5−2(Ф50) 2(Ф95−Ф5)
Sedimentologi
2018
Gambar 2.3 Ilustrasi Skewness (Sam Bogg jr, 2009)
Tabel 2.3 Klasifikasi Skewnessmenurut Skewnessmenurut Folk dan Ward (1957)
>+0.3
strongly fine skewed
+0.3 - +0.1
fine skewed
+0.1 - -0.1
near symmetrical
-0.1 - -0.3
coarse skewed
<-0.3
strongly coarse skewed
c. Kurtosis (K)
Kurtosis menunjukan harga perbandingan antara pemilahan bagian tengah terhadap bagian tepi dari suatu kurva. Untuk menentukan harga K digunakan rumus yang diajukan oleh Folk (1968), yaitu :
Sumber: Sam Bogg Jr, 2009
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
Tabel 2.4 Harga K menurut Folk dan Ward (1957) adalah :
< 0.67
very platy kurtic
0.67 - 0.90
platy kurtic
0.90 – 0.90 – 1.11 1.11
meso kurtic
1.11 – 1.11 – 1.50 1.50
lepto kurtic
1.50 – 1.50 – 3.00 3.00
very lepto kurtic
> 3.00
extremly lepto kurtic
Gambar 2.4 Ilustrasi Nilai Kurtosis ( Sumber: Sam Bogg Jr, 2009)
Gambar 2.5 Rumus Perhitungan Metode Grafis ( Sumber: Folk, R.L, and
W.C Ward, 1957)
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
2) Cara Matematis
Cara matematis dalam analisis ukuran butir akan memberikan gambaran yang lebih baik daripada cara grafis, karena dalam cara matematis semua harga ukuran butir dalam klas interval diikutsertakan dalam perhitungan. Kelemahan cara matematis ini adalah ruwetnya perhitungan dalam pengolahan data. Untuk memahami cara matematis ini adalah dengan memahami distribusi normal dari suatu kurva distribusi frekuensi yaitu kurva hasil pengeplotan ukuran butir (dalam skala phi) dengan frekuensi yang disajikan dalam beberapa klas interval. Perhitungan tersebut adalah perhitungan statistic. Ukuran butir diplot pada absis dan frekuensinya pada ordinat. Kurva normal akan berbentuk simetri. Dalam statistik distribusi normal ini disebut moment. Istilah moment dalam mekanika yaitu jarak dikalikan massanya. Jadi momen suatu benda terhadap suatu titik adalah besar massa tersebut dikalikan jarak terhadap titik tersebut. Dalam statistik massa digantikan dengan frekuensi suatu klas interval ukuran butir dan jarak yang dipakai adalah jarak terhadap titik tertentu (arbitrary point) yaitu suatu titik awal dari suatu kurva atau dapat juga titik rata-rata ukuran butir tersebut. Tiap klas interval dicari momennya, kemudian setelah momen masingmasing klas sudah dicari dijumlahkan dan dibagi total jumlah sample (jika frekuensi dalam % maka jumlahnya 100, hal ini memberikan harga momen per unit 1% frekuensi) yang dirumuskan sebagai:
Sumber: Sam Bogg Jr, 2009
Momen pertama ini identik dengan harga rata-rata ukuran butir (mean). Frekwensi (F) dalam prosen dan m adalah mid point tiap interval klas
dalam unit phi stelah diketahui harga Xmaka dapat dijadikan titik tumpu dimana jarak disebelah titik kanannya positif dan sebelah kirinya negative. Distribusi dikatakan normal dengan jika selisih jumlah kedua kelompok tersebut nol. Harga momen yang lebih besar dicari dengan titik tumpu menggunakan Xatau dengan kata lain jarak mθ m θ, jadi jaraknya (mθ (mθ-X).Momen kedua ini merupakan kuadrat dari standart deviasi (σθ ( σθ). ). Standar deviasi ini menunjukkan
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
besar kecilnya selisih dari harga X dan ini merupakan konsep sortasi, sehingga koefisien sortasi adalah
Sumber: Sam Bogg Jr, 2009
Karena harga (mθ-X) positif disebelah kanan X dan negative disebelah kirinya harga momen ketiga yang normal adalah nol. Jika harganya tidak nol maka kurvanya tidak simetris dan ini merupakan konsep dari skweness. Hal ini dapat menunjukkan apakah suatu sample kelebihan butir yang kasar atau yang halus. Harganya skweness dihitung dengan membagi momen ketiga dengan pangkat tiga dari standart deviasi (σθ). Skweness ini mencerminkan deviasi dari kesimetrian suatu kurva dan peka terhadap yang kasar atau halus dalam suatu populasi ukuran butir sedimen. Sehingga dapat digunakan untuk interpretasi pengendapan dari sediment tersebut.
Sk= Sumber: Sam Bogg Jr, 2009
Momen keempatdigunakan untuk menghitung tinggi rendahnya puncak suatu kurva distribusi (peakkedness) atau kurtosis. Kurtosis dicari dengan membagi momen keempat dengan pangkat empat dari standart deviasi.
Sumber: Sam Bogg Jr, 2009
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
Gambar 2.6 Rumus Perhitungan Metode Matematis ( Sumber: Folk, R.L,
and W.C Ward, 1957)
2.3 Aplikasi Granulometri
Penamaan batuan berdasarkan distribusi ukuran butir Untuk mengetahui proses selama sedimentasi Untuk mengetahui mekanisme pengendapan Untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2.3.1 Penamaan Batuan Berdasarkan Distribusi Ukuran Sedimen
2.3.2 Hubungan Distribusi Ukuran Butir dengan Mekanisme Pengendapan berdasarkan Kurva Semilog
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
2018
Sedimentologi
2018
Contoh :
2.3.3 Hubungan Distribusi Ukuran Sedimen dengan Pengaruh Dominan Lingkungan
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2.3.4 Menginterpretasikan Lingkungan Pengendapan
Contoh:
2.4 Alat dan Bahan
a. Bahan
: Sampel sedimen yang sudah dikeringkan
b. Alat
: 1. Ayakan dan penyering menurut skala Wentworth 2. Kuas 3. Kantong plastik 4. Timbangan 5. Kertas grafik dan Kertas Semi Log 6. Buku Catatan Lapangan 7. Sample Splitter
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
2018
Sedimentologi
2018
2.5 Cara Kerja a. Cara Kerja di Lapangan
Cara kerja di lapangan untuk mengambil pasir yang akan dianalisis, prinsipnya pasir diambil pada bagian tengah sungai (pada channel ), untuk sungai yang lurus, dengan anggapan bahwa pasir yang terambil tersebut adalah pasir yang berasal dari sumbernya, bukan berasal dari hasil rombakan tanah disekitarnya. b. Cara Kerja di Laboratorium
Analisis besar butir dikerjakan di laboratorium dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Sample splitting 2. Pengayakan 3. Penyusunan fraksi dan penimbangan 4. Pembuatan pagar, histogram dan grafik 5. Perhitungan harga : median, So, Sk, dan K
1. Sample Splitting Untuk mendapatkan contoh pasir yang representatif dan mewakili seluruh fraksi butir untuk analisis dilakukan splitting . Contoh yang diperoleh dari hasil disagregration dituangkan secara hati-hati
dalam
sample
splitter
secara
serempak
(uniform).
Lakukanlah splitting ini secara terus menerus sampai fraksi berat contoh untuk analisis sekitar 100 gram. Cara lain adalah dengan quatering yaitu dengan menggunakan karton yang disilangkan tegak lurus. contoh pasir dituangkan secara merata melalui corong yang diletakkan diatas persilangan karton, maka pasir akan terbagi menjadi empat bagian sesuai dengan kuadran dari persilangan karton tersebut sama banyak. Contoh pasir dari kuadran yang berlawanan dicampur menjadi satu. Bagian yang lain disisipkan. Misalkan kuadran I dicampur dengan kuadran III atau dari kuadran II dari IV. Salah satu pencampuran ini ditaburkan lagi melalui corong dan lakukan
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
pekerjaan yang sama sampai sample terakhir kira-kira seberat 1000 gram untuk dianalisis. 2. Pengayakan Sebelum pengayakan dilakukan semua saringan ayakan yang akan dipakai harus dibersihkan dahulu dari kororan-kotoran atau butir-butir yang menempel dari kawat saringan dengan kuas secara hati-hati, terutama ayakan dengan nomer mesh besar. Setelah dibersihkan susunlah ayakan tersebut secara berturut-turut dari bawah dengan nomer mesh yang terbesar sampai nomer terkecil pada bagian paling atas.pada bagian dasar dipakai bottom pam (panci) sebagai alas. Contoh pasir yang akan dianalaisis kemudian dimasukkan kedalam ayakan tersebut dari susunan tersebut kemudian dimasukkan kedalam mesin pengayak bagian atas ayakan ditutup dan mesin dihidupkan. Lama pengayakan 10 - 30 menit. 3. Penyusunan Fraksi dan Penimbangan Pengambilan fraksi butir dilakukan dari saringan terkasar sampai yang tertampung pada bottom pan. Pengambilan dilakukan denan menuangkan butiran yang tertampung ditiap saringan secara hati-hati dengan kuas yang halus. Usahakan agar tidak ada butiran yang tertinggal dalam saringan dan kehilangan berat tidak boleh lebih besar dari 5%. Setelah frasi butiran tiap-tiap ayakan dikeluarkan, lakukanlah penimbangan dari masing-masing fraksi tersebut dan disimpan dalam tabung (bekas film) atau kantong plastic ber-klip yang telah diberi nomer mesh sesuai nomor ayakan yang digunakan ukuran butirnya. 4. Pembuatan Tabel, Histogram dan Grafik Setelah selesai ditimbang hasilnya disajikan dalam bentuk tabel. Dari tabel ini selanjutnya dibuat histogram dengan kertas millimeter dan kertas kurva kumulatif dengan kertas semilog.
5. Perhitungan Harga : Md, So,Sk, dan K
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Sedimentologi
2018
Dari grafik kumulatif yang telah dibuat dapat ditentukan parameter-parameter statistic yang dibutuhkan (Q1,Q2,Q3, dan seterusnya). Hasil penghitungan tersebut kemudian dimasukkan kedalam rumus yang ada untuk menentukkan nilai Md, So, Sk, dan K. Sedangkan untuk cara matematis gunakan persamaan-persamaan momen dari tabel matematis yang telah dibuat.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Tabel 2.5 Perhitungan Metode Aritmatik
No. Klasifikasi Butir
1
Diameter Diameter (mm)
Phi (Ф )
2
-1
Pasir sangat kasar
Pasir kasar
(gr)
frekuensi
f.m
m-x (m-x)2 f.(m-x)2 (m-x)3 f.(m-x)3 (m-x)4 f.(m-x)4
1
Pasir sedang
1.5 2
Pasir halus
2.5 0.125
5
(m)
%
0.75
0.25 4
frekuensi
0
0.5 3
poin
0.5 1
2
Mid
3
Pasir sangat halus
3.5 0.0625
4 1000
100
Ket: kelas klasifikasiukuran butir diurutkan dari kasar ke halus.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Tabel 2.6 Perhitungan Metode Grafis
No.
Klasifikasi Butir
Diameter
Diameter Phi
Mid poin
frekuensi
(mm)
(Ф )
(mm)
(gr)
2
-1
% frekuensi
Pasir sangat 1
kasar
1.5 1
2
Pasir kasar
0.75 0.5
3
1
Pasir sedang
0.375 0.25
4
0
2
Pasir halus
0.1875 0.125
3
Pasir sangat 5
halus
0.09375 0.0625
4 1000
100
% Kumulatif
Tabel 2.6 Perhitungan Metode Grafis
No.
Klasifikasi Butir
Diameter
Diameter Phi
Mid poin
frekuensi
(mm)
(Ф )
(mm)
(gr)
2
-1
% frekuensi
Pasir sangat 1
kasar
1.5 1
2
Pasir kasar
0.75 0.5
3
1
Pasir sedang
0.375 0.25
4
0
2
Pasir halus
0.1875 0.125
3
Pasir sangat 5
halus
0.09375 0.0625
4 1000
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
100
% Kumulatif
ANALISIS MINERAL BERAT
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
BAB III ANALISIS MINERAL BERAT 3.1
Pendahuluan
a. Maksud Mengetahui variasi dan frekuensi mineral berat yang ada pada salah satu contoh batuan sedimen. b. Tujuan
Digunakan dalam studi provenans ( provenance) atau mengetahui batuan asal penyusun batuan sedimen hasil reworking
Data pendukung hasil korelasi fisik batuan dan studi paleogeofrafi
Interpretasi proses-proses yang terjadi selama dan setelah proses pengendapan.
3.2
a.
Dasar Teori Pengertian dan Macam Mineral Berat
Mineral berat (heavy mineral ) merupakan mineral yang memiliki berat jenis ( specific gravity) lebih besar dari 2,85 gr/cm 3. Kehadiran mineral berat yang umumnya bereaksi terhadap arus listrik dan cenderung untuk memberi pengaruh negatif terhadap interpretasi atas pembacaan log listrik. Sesuai dengan fungsi yang dimainkan log listrik dalam analisis log distorsi apapun yang terjadi pada pembacaan log listrik akan berakibat pada kesalahan interpretasi atas besaran petrofisik seperti saturasi air (S). Oleh sebab itu, sebuah metode yang dapat bekerja baik dalam meminimumkan efek negatif tersebut adalah sangat diperlukan. Mineral berat umumnya dikelompokkan kedalam 4 kelompok, yaitu: 1)
Mineral Opak Biasanya memiliki berat jenis yang sangat tinggi disebabkan kandungan unsur besinya. Magnetit
dan Ilmenit, Bernilai ekonomis sebagai endapan placer . Stabil
pada kondisi oksidasi, tapi mudah larut pada lingkungan reduksi. Magnetit dapat berubah menjadi hematit atau limonit, sedangkan untuk ilmenit
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
biasanya berubah menjadi leucoxen, sphene, anatase, atau mineral titanium.
2)
Pirit, berkembang pada kondisi asam.
Hematit dan limonit, terbentuk dari alterasi
Leucoxen
Mineral Mika Biasanya tidak diperhitungkan dalam studi mineral berat karena bentuknya yang sangat berbeda dan ternyata tidak tenggelam saat dilarutkan dengan bromoform.
3)
Kelompok Ultra-Stabil Zircon, turmalin, rutil memiliki sifat fisik sangat keras dan inert, serta bisa bertahan oleh beberapa kali reworking .
4)
Kelompok Meta-Stabil Merupakan kelompok mineral dalam tubuh batuan sedimen yang mempunyai batas resistensi tertentu sehingga tidak lama bertahan dalam proses reworking .
Olivin: hanya terjadi di daerah beriklim kering, mudah teralterasi dan melimpah pada batuan beku.
Apatit: stabilitas menengah, menunjukkan sumber dari batuan volkanik, tetapi bisa juga terdapat pada batuan plutonik asam dan basa.
Hornblende dan piroksen: berasal dari batuan beku dan batuan metamorf, tapi jika kelimpahannya sangat banyak menunjukkan batuan asal dari batuan metamorf atau volkanik. Oxyhornblende berasal dari batuan beku basaltik. Glaukopan dan tremolit dari batuan metamorf. Piroksen sangat mudah terlarut setelah sedimentasi sehingga jarang muncul pada batupasir yang porous.
Garnet: berasal dari plutonik, pegmatit dan batuan metamorf, jika melimpah berarti berasal dari batuan metamorf.
Epidot, Klinozoisit, dan Zoisit
Kyanit, silimanit, andalusit, stauroit : berasal dari batuan sumber metamorf.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Tabel 2.2.1 Golongan Mineral Opak Mineral
Ciri-ciri
1. Ilmenit
Hitam besi, pecahan concoidal
[FeTiO3]
Lempeng-lempeng masif atau pasiran
Warna coklat gelap
Hitam besi, isometrik dan tidak ada belahan
Granular dan masif, kilap metalik
Abu-abu baja hingga hitam besi
Hexagonal dan tanpa belahan.
Terdapat sisik-sisik atau seperti mika [mikaan]/ mendaun
4. Pirit
Kuning perunggu dan pucat
[FeS2]
Granular
Striasi antar bidang-bidang saling tegak lurus
2. Maganetit
3. Hematit [Fe2O3]
Aa Tabel 2.2.2 Golongan Mineral Ultrastabil Mineral
1. Zircon
2. Turmalin
Ciri-ciri
Jernih-kuning, Jernih-kuning, hijau atau kadang coklat asap atau biru
Kilap vitrous hingga andamantin/damar andamantin/damar
Prismatik, tetragonal, granular
Pecahan sub-concoidal sub-concoidal hingga tidak rata
Kuning anggur kecoklatan
Hexagonal, prismatik memanjang/meniang, ada striasi memanjang
3. Hematit
Kilap damar hingga vitreous
Ketembusan sedang, pecahan tidak rata hingga concoidal
Coklat atau coklat kemerahan
Panduan Praktikum Sedimentologi Sedimentologi 2018
Tetragonal bipiramidal, ramping, striasi memanjang memanjang prisma, kompak masif
Kilap andamantin hingga submetalik
Pecahan tidak rata
Tabel 2.2.3 Golongan Mineral Metastabil Mineral
1. Olivin
2. Piroksen
3. Garnet
4. Apatit
5. Epidot
6. Zoisit
7. Kyanit
Ciri-ciri
Hijau botol kekuningan. kekuningan.
Granular, rombik biparaminal.
Pecahan concoidal, kilap vitreous.
Hitam kehijauan, merah kecoklatan.
Prismatik, belahan 2 arah.
Kilap vitreus, pecahan tidak rata-subconcoidal.
Kuning madu atau coklat madu.
Granular, isometric, tanpa belahan.
Kilap vitreus hingga dammar, pecahan concoidal.
Putih jernih kadang biru.
Prismatik, ramping, panjang-panjang, granular.
Kilap vitreus hingga dammar, pecahan concoidal.
Belahan 1 arah, jelek.
Hijau kekuningan hingga hijau hij au kecoklatan/kehitaman. kecoklatan/kehitaman.
Prismatik seperti papan, berserat.
Kilap lemak hingga vitreus, belahan 1 arah.
Pecahan tidak rata hingga concoidal.
Kuning keabu-abuan. keabu-abuan.
Prismatik, striasi vertical, belahan 1 arah.
Kilap lemak hingga vitreus.
Pecahan tidak rata hingga subconcoidal.
Putih salju kekuningan.
Panduan Praktikum Sedimentologi Sedimentologi 2018
Tabular panjang-panjangdan merupakan agregat meniang, seratan, satu arah sempurna.
8. Andalusit
9. Silimanit
Kilap mutiara hingga vitreus, pecahan tidak rata.
Warna merah rose.
Prisma hampir persegi empat, tanpa t anpa belahan.
Kilap vitreus, pecahan rata hingga tidak rata.
Coklat, kilap buram, ramping-ramping, belahan 1 arah.
Pecahan tidak rata.
Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan variasi mineral berat :
Litologi daerah asal dan kelimpahan mineral pada batuan asal
Pengaruh iklim dan cuaca daerah di sekitar singkapan
Kondisi kimiawi lingkungan pengendapan
Proses fisis selama transportasi (butir mineral hilang/lepas)
Kestabilan diferensial mineral
Proses hidrolisis yang berlangsung selama proses transportasi dan sedimentasi
Abrasi yang berlangsung
Faktor yang berlangsung setelah pengendapan
Kesalahan prosedur laboratorium ketika menjalankan analisis
b. Batuan Asal (Provenance) Analisis mineral berat salah satu tujuan utamanya adalah menentukan jenis provenans dan variasi penyusun batuan sedimen. Menurut Pettijohn (1987) ( 1987) istilah provenance provenance (provenans) sendiri diturunkan dari bahasa Perancis provenir yang berarti asal-usul (origin) origin) atau kemunculan (to (to comeforth). comeforth). Pada penggunaanya mencakup seluruh proses yang berkaitan dengan produksi atau kelahiran sediment. Semua jenis batuan (batuan beku, batuan metamorf, batuan sedimen) bisa menjadi provenance untuk batuan sedimen. Analisis mineral berat dapat membantu dan mendukung teori rock cycle. cycle.
Panduan Praktikum Sedimentologi Sedimentologi 2018
Gambar 1. Rock Cycle
Dari pengertian ini maka provenans mencakup: 1) Apa jenis batuan sumber yang menghasilkan atau menurunkan sedimen 2) Bagaimana relief dan iklim (kondisi geografis) di daerah batuan sumber 3) Berapa jauh dan bagaimana arahnya dari daerah sumber berada 4) Dasar pemahaman korelasi data fisik batuan sedimen dengan komposisi mineralnya Provenans yang didominasi metamorf atau melange yang ditransportasi dalam jarak dekat, bukan oleh sistem sungai yang besar, lalu diendapkan tanpa pemilahan yang baik akan menghasilkan reservoir yang buruk. Provenans berupa batugamping akan menghasilkan batupasir yang gampingan. Provenans berupa batuan volkanik yang kurang tertransportasi jauh tanpa sungai yang besar akan menghasilkan kualitas reservoir yang buruk karena dominasi mineral lempung saat terjadi diagenesis. Berikut beberapa contoh provenans dengan mineral assosiasinya menurut Pettijohn tahun 1948: a) Reworked Sediment Mineral asosiasi: kuarsa, chert, leuxoxene, turmalin (membulat), zirkon (membulat). b) Low-Rank Metamorphic Mineral asosiasi: fragmen slate dan filit, kuarsa, fragmen kuarsit, turmalin (euhedral dengan inklusi karbon)
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
c) High-Rank Meramorphic Mineral asosiasi: garnet, hornblen, kianit, silimanit, staurolit, kuarsa, epidot, zoisit, magnetit d)
Batuan Beku Asam Mineral asosiasi: apatit, biotit, hornblen, zirkon (euhedral), kuarsa, mikroklin, magnetit
e)
Batuan Beku Basa Mineral asosiasi: augit, hipersten, ilmenit, rutil
f)
Pegmatit Mineral asosiasi: fluorit, turmalin, muskovit, albit.
Pendapat lain namun masih sejalan dengan Pettijohn dikemukakan oleh Mc Lane tahun 1995 tentang provenans dan mineral asosiasinya (Tabel 2.2.4).
Tabel 2.2.4 Asosiasi Mineral Berat dan Provenansnya (Mc. Lane, 1995) Provenans
Sedimen
Mineral Berat Asosiasi
Rounded zircon, tourmaline, rutile, sphene, magnetite
Low-grade Metamorphic,
Andalusite, staurolite, chondrodite,
Contact Metamorphic
corundum, topaz, tourmaline, vesuvianite, zoicite, wollastonite, chlorite, muscovite.
Higher-grade Metamorphic,
Garnet, epidot, zoicite, staurolite, kyanite,
Dynamothermal Metamorphic
sillimanite, andalusite, magnetite, sphene, zircon, biotite
Batuan Beku Asam
Monazite, sphene, zircon, tourmaline, rutile, magnetite, apatite, muscovite
Batuan Beku Basa
Ilmenite, magnetite, anatase, brookite, diopside, rutile, chromite, olivine
Pegmatitic
Tourmaline, beryl, topaz, monazite, cassiterite, muscovite
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
c. Analisis Mineral Berat Analisis mineral berat secara umum yaitu melakukan penelitian deskriptif dari mineral berat yang terkandung dalam sedimen menggunakan mikroskop binokuler ataupun SEM (Scan Electro Microscope). Selanjutnya dilakukan pengambilan data kuantitatif variasi jenis dari masing-masing sampel sedimen. Berdasarkan data kuantitatif tersebut dapat diketahui perkiraan jenis provenans berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan seperti Pettijohn, McLane, atau Tucker. Tipe analisis dapat secara konvensional, yaitu dengan menghitung kelimpahan mineral (menggunakan histogram dan Diagram Van Der Plas) atau yang lebih modern, misalnya secara X-Ray difraksi atau X-Ray pijar. Di samping itu ada metode cathodoluminescence serta metode Fission track analisys. Konsep dasar dari analisis mineral berat yaitu memisahkan mineral berat menggunakan cairan pemisah bromoform (CHBr 3) sebagai heavy liquid (larutan dengan berat jenis tinggi). Penggunaan bromoform dilakukan setelah penyaringan butir sedimen menggunakan mesh ukuran tertentu (125 - 634 mm). Butir sedimen yang masih lolos pada mesh terakhir baru diproses menggunakan bromoform. Pelarutan sampel butir dengan larutan bromoform akan membuat mineral berat terpisah dengan mineral ringan dan pengotor lain karena perbedaan berat jenis. Biasanya dilakukan pula pencucian menggunakan alkohol sebagai langkah pembersihan akhir. 1)
Cara Penentuan Komposisi Mineral Berat a) Sampel sedimen berukuran pasir (hasil hancuran batuan sedimen, disarankan bukan sedimen lepas) dibersihkan menggunakan air untuk menghilangkan partikel-partikel berukuran sangat halus dan pengotor. b) Dilakukan pengeringan secara keseluruhan. c) Sampel yang telah kering disiapkan dalam lempeng preparat yang kemudian diamati melalui mikroskop binokuler atau SEM. d) Dalam pengamatan mikroskopis dapat diidentifikasi dan separasi partikel kristal mineral berat dengan mineral lain atau pengotor. e) Setelah mineral berat terpisah, dilakukan identifikasi jenis/nama masingmasing mineral.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
f) Kemudian dilakukan penghitungan jumlah masing-masing jenis mineral berat pada tiap sampel. *Sebagai catatan, jumlah mineral berat pada suatu sampel dalam analisis mineral berat minimal sebanyak 300 butir. 2)
Pengolahan Data Dari hasil perhitungan frekuensi dan persentase mineral berat dapat disusun tabel jumlah mineral berat menurut jenis/nama serta lokasi pengambilannya. Sebagai langkah koreksi digunakan Diagram Van der Plas (Gambar 2.2.1) sehingga diketahui nilai simpangan baku dan nilai terkoreksi.
3)
Interpretasi Data Untuk mempermudah melakukan analisis dan interpretasi, maka dibuat histogram dari hasil persentase dan frekuensi mineral berat yang dijumpai sehingga dapat dibandingkan dengan table provenans menurut Pettijohn (1948) atau Mc Lane (1995) untuk mengetahui kemungkinan provenans.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 2.2.2 Contoh Kenampakan Butir Beberapa Mineral Berat (Tucker, 1991)
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
ANALISIS BENTUK BUTIR
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
BAB IV ANALISIS BENTUK BUTIR 4.1 Pendahuluan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk menentukan harga sphericity dan roundness dari mineral feldspar dan kuarsa, tujuannya untuk mengetahui pengaruh media dan mekanisme selama transportasi terhadap butir pasir. Berikut alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum ini: a. Alat 1) Erlemeyer 2) Gelas ukur 3) Kertas saring 4) Mikroskop 5) Kantong sampel 6) Alat tulis b. Bahan 1) Sampel Pasir (Pasir kuarsa dan pasir felspar) 2) Larutan Bromoform 3) Alkohol
4.2 Dasar Teori 4.2.1 Bentuk dan Proses Transportasi
Selama transportasi partikel, terjadi tumbukan antar partikel atau dengan batuan dasar, sehingga mengubah bentuk partikel yang menyudut menjadi membundar (Friedmen, 1978, h.59). Bentuk partikel diubah oleh abrasi selama transportasi. Abrasi selama transportasi partikel tergantung pada bentuk asalnya, komposisi mineral, kekerasan, tingkat kerapuhan, sifat asal mineral seperti pecahan, retakan, schisticity, dan belahan; ukuran, agen transport, jarak, dan energi transportasi. Tucker (1992, h.16) menambahkan bahwa korosi selama transportasi atau pelarutan selama diagenesis akan mempengaruhi morfologi partikel. Partikel partikel besar seperti kerikil, terabrasi lebih kuat selama transportasi dalam air
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
yang mengalir daripada partikel ukuran butir pasir, pasir halus, dan lanau. Abrasi oleh angin atau air pengaruhnya cenderung 0 untuk partikel lebih halus dari 0,05 mm (Kuenen, 1964, Vide Leeder, 1982, h.40). Bentuk adalah sifat komplek dari sebuah butiran (Blatt, Middleton, Murray, 1980, h.75). sulit untuk menggambarkan bentuk butir dengan tepat, kecuali, untuk ukuran butir yang mempunyai bentuk geometri teratur. Ahli-ahli sedimentologi umumnya membedakan aspek bentuk menjadi 4, yaitu tekstur permukaan, roundness (derajat kebolaan), Spherecity (derajat kebundaran), dan form (bentuk). Sedangkan Tucker (1991, h.15) membagi morfologi butir menjadi tiga, yaitu: a. Shape (bentuk) b. Spherecity (derajat kebundaran) c. Roundness (derajat kebolaan) Shape atau bentuk butiran ditentukan dengan rasio sumbu panjang,
menengah, dan pendek. Penggambarannya dibagi menjadi 4 g olongan, yaitu Oblate (tabular), Aquant (kubik atau steris), Prolate (balok), dan Bladed. Roundness adalah sifat bentuk partikel yang berhubungan dengan ketajaman
atau kelengkungan tepi dan pojok-pojoknya (Friedman, 1978, h.61). Roundness secara geometri tidak tergantung dari Spherecity . Definisi secara teoritis, Roundness (Rd = ρ) menyatakan hubungan antara radius tepi dan pojok butiran (r), jumlah pojok yang diukur (N), dan radius lingkaran maksimum yang digambarkan (R).
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Spherecity adalah ukuran yang menggambarkan kecenderungan suatu bentuk butir kearah bentuk membola (Tucker, 1991, h.15). Secara teoritis Friedman (1978, h.60) mendefinisikan Spherecity adalah perbandingan luas permukaan partikel (Ap) dan luas permukaan lengkung yang volumenya sama (As).
Dalam praktek, luas permukaan partikel tidak teratur, oleh karena itu tidak mungkin untuk diukur. Untuk mudahnya, dilakukan pengukuran volume dalam air, sehingga Sphericity menjadi:
Dalam praktek, Vp luas permukaan partikel dan Vcs adalah volume lengkung terkecil yang melingkungi partikel. Pengukuran Spherecity harus mempertimbangkan tingkah laku hidrolika yang mengontrol partikel. Partikel cenderung terorientasi menurut bidang sumbu panjang dan menengah yang dikenal dengan proyeksi maksimum Spherecity (ψp), diformulakan:
Dimana S = diameter pendek, L = diameter panjang, dan I = diameter menengah. Umumnya dalam praktek untuk mengestimasi roundness dan Spherecity dari suatu partikel digunakan dengan membandingkan butiran secara visual dengan gambar standart. Untuk roundness menggunakn gambar Power (1953), lihat gambar 1.3, sedangkan untuk sphericity menggunakan gambar Rittenhouse (1943), gambar 4.2.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 4.2 Komparator Visual Eneganai Sphericity (Ritnhouse, 1943)
Gambar 4.3 Komparator untuk Menganilas Roundness (Power, 1953)
2. Sifat Fisik Mineral
Kuarsa adalah mineral yang melimpah variasinya dan mempunyai perbedaan kejadian (Hurlbut & Switzer, 1979, h.149). Kuarsa ditemukan dalam batuan beku, sedimen, dan metamorf, sebab kekerasannya cukup tinggi, tidak
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
punya belahan, stabil terhadap proses kimia, dan berkomposisi SiO2. Kuarsa merupakan penciri kerikil bed stream dan butir pasir pantai. Mineral kuarsa termasuk ke dalam mineral yang klas simetrisnya rendah, tidak cukup mempunyai bidang simetri dan pusat simetri. Mineral tersebut biasanya prismatic dengan muka prisma striasi secara horizontal. Sifat fisik kuarsa antara lain; pecahannya konkoidal, belahan rhombohedral jarang, kekerasan 7, berat jenis 2,65, kilap kaca sampai lemak, transparan sampai translucent, dan tidak berwarna. Feldspar adalah mineral alumunium silikat yang umumnya dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kalium feldspar, orthoklas, dan mikroklin yang terdiri dari kalium; dan plagioklas feldspar yang terdiri dari kalsium. Orthoklas terbentuk pada temperature tinggi, sedangkan mikroklin terbentuk pada temperature rendah. Sistem kristal orthoklas adalah monoklin, sedangkan mikroklin bersistem triklin. Kristal-kristalnya mempunyai kenampakan sama begitu juga beberapa tipe kembaran umumnya (gambar 4.4).
Gambar 4.4 Kenampakan Sistem Kristal Felspar
Sifat fisik feldspar mempunyai belahan dua arah. Belahan orthoklas adalah menyudut kanan dan mikroklin dekat pada sudut kanan. Kekerasan 6, berat jenis 2,56, kilap kaca, transparent sampai translucent. Warna bervariasi, ada yang tidak berwarna, putih susu, merah, kuning, dan biru. Mikroklin kaya akan warna biru dan disebut dengan Amazonite. Feldspar plagioklas kadang-kadang dinamakan sebagai feldspar natrium karbonat. Feldspar membentuk urut-urutan larutan padatan lengkap dari albit yang
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
kaya natrium sampai anorthite yang kaya kalsium. Variasi subspacies feldspar yang berkomposisi intermediet, sebagai berikut: Tabel 4.1 Urutan Plagioklas Felspar
Sifat fisik feldspar plagioklas: belahan 2 arah, menyudut hampir kanan, kekerasannya 6, berat jenis 2,62 (albit) sampai 2,76 (anorthite), lihat gambar 6.8. Kilap kaca sampai mutiara, transparan sampai translucent, tidak berwarna, putih, jarang berwarna kemerahan, kebiruan, dan kekuningan.
3. Pengukuran Roundness dan Sphericity Tabel 4.2 Metode Pengukuran Butiran Batuan Sedimen (Bogs, Jr, 1983)
Type of sample
Sample
Method of analysis
grade Unconsolidated Boulders sediment
Manual measurement
Cobbles Pebbles Granules
Sieving or settling tube analysis
Sand Silt
Pipette analysis,photohydrometer,coulter
clay
counter
Lithified
Boulders
Manual mesurement
sedimentary
Cobbles
rock
pebbles
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Granules
Thin section measurement
Sand Silt clay
Electron microscope
Pemilihan metode pengukuran ditujukan untuk tujuan pembelajaran, rentang ukuran butir untuk diukur, dan derajat kekompakan sediment atau batuan sediment. Ukuran butir umumnya menandakan pada batas dimensi panjang atau menengah suatu partikel.
Tabel 4.3 Sphericity (Folk,1974)
Very elongated
0.0 – 0.6
Elongated
0.6 – 0.63
Subelongated
0.63 – 0.66
Intermediate shape
0.66 – 0.69
Subequant
0.69 – 0.72
Equant
0.72 – 0.75
Very equent
0.75 – 1.00
Tabel 4.4 Roundness ( Folk, 1974)
Very angular
0.0 – 0.15
Angular
0.15 – 0.25
Subangular
0.25 – 0.35
Subroundness
0.35 – 0.45
Roundness
0.45 – 0.7
Well roundness
0.7 – 1.00
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
ANALISIS BENTUK KERAKAL
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
BAB V ANALISIS BENTUK KERAKAL 5.1 Pendahuluan a. Maksud
Menentukan harga sphericity, roundness, flatness ratio, oblate prolate ratio dari suatu sampel kerakal.
Identifikasi bentuk fragmen
Menentukan dan mengukur panjang sumbu a, b dan c.
Menghitung debit sungai dan pengaruhnya terhadap bentuk fragmen.
b. Tujuan
Mengetahui parameter bentuk butir
Mengetahui mekanisme pengangkutan dan media pengangkut yang terjadi selama proses transportasi terhadap butir.
Mengetahui tingkat abrasi.
Mengetahui jarak dan lamanya transportasi.
Mengetahui tingkat resistensi.
5.2 Dasar Teori 5.2.1 Transportasi Sedimen
Proses transportasi adalah proses perpindahan/ pengangkutan material yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi. Sedimen dapat terangkut dalam beberapa cara : a. Suspensi ( suspended load ), umumnya terjadi pada sedimen – sedimen yang sangat kecil ukurannya (seperti lanau dan lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atu angin yang ada. b. Saltasi ( saltation), dalam bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akkhirnya karena gaya gravitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
c. Bed load, terjadi pada sedimen yang relatif besar (seperti pasir, kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Gerakan – gerakan sedimen tersebut bisa menggelundung (rolling ), menggeser ( sliding ), atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan yang lainnya.
5.2.2 Grains Morphology
Parameter morfologi (bentuk) butir mencakup 4 hal (Folk, 1968), yaitu bentuk
( shape/form),
derajat
kebolaan
( spehricity),
derajat
kebundaran
(roundness), dan kenampakan permukaan butir ( surface feature). Terdapat 4 metode dalam analisis morfologi butir, antara lain: 1. Visual Description, analisis morfologi berdasarkan observasi visual 2. Visual
Comparation,
analisis
morfologi
berdasarkan
perbandingan
kenampakan butir dengan referensi standar 3. Direct Measurement, analisis morfologi butir dengan mengukur dimensi sebenarnya dari butir partikelnya 4. Response Measurement, analisis morfologi butir dengan mengamati dan mengukur respon butir partikel sebenarnya terhadap serangkaian standar kondisi fisik.
5.2.3 Parameter Bentuk Butir a. Bentuk ( Shape/F orm)
Bentuk butir didefinisikan sebagai ruang geometris dari sebuah butir. T.Zingg, 1935 mendefinisikannya sebagai dimnsi relative dari sumbu paling panjang (L), sedang (I), dan pendek (S) dari partikel yang kemudian digunakan untuk memisahkannya kedalam 4 golongan, yaitu oblate (tabular) , equent (kubik), bladed dan prolate (berbentuk batang).
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 5.1 Klasifikasi Zingg dalam Bentuk Pebble
b. Sphericity (Ψ)
Spherecity adalah ukuran yang menggambarkan kecenderungan suatu bentuk butir kearah bentuk membola sehingga secara tiga dimensi ukuran sumbunya mendekati sama (Tucker, 1991, h.15). Ada beberapa persamaan untuk menentukan harga sphericity ini, antara lain :
Friedman dan Sanders (1978)
Mendefinisikan Spherecity adalah perbandingan luas permukaan partikel (Ap) dan luas permukaan lengkung yang volumenya sama (As).
=
Ap = luas permukaan partikel As = Luas permukaan bola yang volumenya = volume partikel
Menurut Krumbein (1958) : 1
ψp =
L. I .S 3 3 L
Keterangan:
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
L
= Long Intercept (a)
I
= Intermediet Intercept (b)
S
= Short Intercept
Menurut Folk (1958)
Dalam praktek, Vp luas permukaan partikel dan Vcs adalah volume lengkung terkecil yang melingkungi partikel. Pengukuran Spherecity harus mempertimbangkan tingkah laku hirdolika yang mengontrol partikel. Partikel cenderung terorientasi menurut bidang sumbu panjang dan menengah yang dikenal dengan proyeksi maksimum Spherecity (ψp), diformulakan: 1
S 3 L. I 2
ψ p = Keterangan: S
= diameter pendek
L
= diameter panjang
I
= diameter menengah.
Tabel 5.1 Skala Spheri city Menurut Folk 1968
Ukuran (mm)
Bentuk
< 0,6
Very Elongated
0,6 – 0,63
Elongated
0,63 – 0,66
Sub Elongated
0,66 – 0,69
Intermediate Shape
0,69 – 0,72
Sub Equent
0,72 – 0,75
Equent
0,75 <
Very Equent
Gambar 5.2 Sumbu-sumbu L (a), I (b) dan S (c) pada partikel sedimen
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Menurut Wedell (1935)
Dalam praktek, luas permukaan partikel tidak teratur, oleh karena itu tidak mungkin untuk diukur. Untuk mudahnya, dilakukan pengukuran volume dalam air, sehingga Sphericity menjadi: 1
ψо =
Vp 3 Vcs
Keterangan : Vp
= Volume partikel (diukur dengan Air)
Vcs
= Volume dari bola yang mencangkup volume partikel
(circumbing sphere)
c. Roundness (Rd)
Roundness adalah sifat bentuk partikel yang berhubungan dengan ketajaman atau kelengkungan tepi dan pojok-pojoknya (Friedman, 1978, h.61). Roundness secara geometri tidak tergantung dari Spherecity . Definisi secara teoritis, roundness (Rd = ρ) menyatakan hubungan antara radius tepi dan pojok butiran (r), jumlah pojok yang diukur (N), dan radius lingkaran maksimum yang digambarkan (R). Ada beberapa cara untuk menentukan harga roundness, yaitu: Menurut Wadell (1932)
Rw p
(r / R ) N
r R. N
Keterangan: r
= jari-jari tiap sudut
R
= jari-jari maksimum lingkaran dalam
N
= jumlah sudut
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 5.3 Diagram yang Menunjukkan Pengukuran Jari-Jari
Tester dan Bay Rd
AB'
AB' BC ' CD' DA' 4 AB
BC '
aa'
x 100 %
AB
BC bb'
%
BC
x 100 %, dst ...
Gambar 5.4 Pengukuran dengan Dial Caliper
Gambaran mengenai harga roundness dan sphericity telah dibuat oleh Power (1953) sebagai berikut:
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 5.5 Kategori Roundness dan spheri city
Tabel 5.2 Klasifikasi derajat kebundaran
Class Name
Powers (1949)
Pettijhon (1949)
Very Angular
0,12 – 0,17
Angular
0,17 – 0,25
0,00 – 0,15
1,00 – 2,00
Subangular
0,25 – 0,35
0,15 – 0,25
2,00 – 3,00
Subrounded
0,35 – 0,49
0,25 – 0,40
3,00 – 4,00
Rounded
0,49 – 0,70
0,40 – 0,60
4,00 – 5,00
Well rounded
0,70 – 1,00
0,60 – 1,00
5,00 – 6,00
0,00 – 1,00
d. F lattenes Ratio (Fr) Flattenes Ratio (Fr) yaitu derajat kepipihan suatu partikel. Menurut Wenworth (1919) Fr
A B C
, dimana :
2 C
A = panjang B = lebar C = ketebalan Menurut Cailleux (1947, 1952)
Fr
Folk (1955)
L l 2 E
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Keterangan : L = panjang l = lebar E = ketebalan terbesar
e. Oblate-Prolate (OP) Oblate-Prolate (OP) yaitu derajat kepipihan-kepanjangan suatu partikel. Menurut Dobkins dan Folk (1968) OP S .
L /( L
( L
S
I )
0,5)
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
STRUKTUR SEDIMEN
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
BAB VI STRUKTUR SEDIMEN 6.1 Definisi Struktur Sedimen
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses-proses pengendapan dan keadaan energi pembentuknya. Pembentukannya dapat terjadi pada waktu pengendapan maupun segera setelah proses pengendapan (Pettijohn dan Potter, 1964; Koesoemadinata, 1981). Dengan kata lain, struktur sedimen adalah kenampakan batuan sedimen dalam dimensi yang lebih besar. Studi struktur paling baik dilakukan di lapangan (Pettijohn, 1975). 6.2 Macam-macam Struktur Sedimen Menurut Maurice E. Tucker (1981), struktur sedimen dikelompokkan menjadi 4 yaitu: 6.2.1. Struktur sedimen erosional
a.
Sole mark terbagi menjadi:
Scour mark (turbulent mark ): obstacle scour, flute longitudinal scour, dan gutter cast. Struktur ini lebih diakibatkan karena adanya pengaruh benturan atau pembebanan dari batuan atau saltation endapan misalnya kerakal, sehingga berbentuk seperti lubang, ini diakibatkan karena pengendapan yang belum sempurna tersebut terbebani mineral endapan diatasnya sehingga endapan menjadi berlubag dan tidak rata.
Gambar 6.1 struktur scour mark
Tool mark (objects moved by current )
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Material-material pasir yang terbawa arus menggerus permukaan lumpur dan meninggalkan jejak yang menjadi tempat berkumpulnya material pasir tersebut dan gerakannya merupakan tonjolan lapisan pasir ke bwah. berdasarkan morfologinya terbagi menjadi 2: o
Fitur yang menerus (Continous): Groove: profilnya tajam, tidak teratur, dan ditemukan pada batupasir. Groove merupakan karakteristik dari pasir turbidit. Chevron: bentuk V, menutup ke arah down-current . objek yang bergerak tepat di atas permukaan sedimen, tidak menyentuh permukaan. Juga dikenal adanya bentuk chevron marks yang bentuk V nya menutup ke arah up current.
Gambar 6.2. Terbentuknya Groove Mark (Kanan) dan Chevron Marks (Kiri) o
Fitur yang tidak menerus ( Discontinous): Jika jejak yang terbentuk tunggal, maka disebut prod mark atau bounce mark . Jika jejak yang ditinggalkan berualang, maka disebut skip mark
b. Channels Merupakan struktur sedimen yang memiliki ciri erosional yang berkelok-kelok atau bercabang dan merupakan bagian Dari sistem trasnportasi terpadu akibat erosi permukaan dari media transportasi yang memiliki enargi penggerusan yang cukup besar.
Gambar 6.3 struktur channel
c. Low relief erosion surface
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Merupakan struktur sedimen yang membentuk relief rendah pada permukaan tubuh sedimen akibat proses erosi.
Gambar 6.4 struktur low relief erosion surface
6.2.2. Struktur sedimen saat pengendapan ( depositional sedimentary structure)
a. Perlapisan Struktur ini dikatakan perlapisan dikarenakan mempunyai jarak lapisan lebih dari 1 cm. Struktur ini terbentuk karena pengaruh endapan lapisan atau arus gelombang yang tenang dan pengendapan yang lama.90
Gambar 6.5 struktur perlapisan
b. laminasi Struktur ini hampir sama dengan perlapisan namun yang membedakannya adalah jarak perlapisan yang kurang dari 1 cm. Biasanya struktur ini diakibatkan oleh proses diagenesis sedimen yang cepat dengan media pengendapan yang tenang.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 6.6 struktur laminasi
c. Current ripple, dunes Struktur sedimen ini dibentuk oleh arus yang cukup besar dan kuat sehingga mempengaruhi struktur dalam suatu batuan sedimen. Biasa terjadi di batupasir.
Gambar 6.7 struktur ripple dunes
d. Cross lamination/cross bedding Perlapisan ini sering disebut dngan perlapisan silang-siur yaitu perlapisan yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan atas dan bawahnya, dibatasi oleh bidang erosi yang terbentuk akibat intensitas arus yang berubah-ubah.
- Cross lamination secara umum dipakai untuk lapisan miring dengan ketebalan kurang dari 5 cm dengan faraset ketebalannya lebih dari 5 cm, merupakan struktur sedimentasi tunggal yang terdiri dari urutan-urutan sistematik, perlapisan dalam disebut faraset bedding yang miring terhadap permukaan umum sedimentasi. Terbentuk karena perpindahan ripple/gelembur pori yang masing-masing urut berukuran kurang dari 5 cm.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 6.8 struktur cross lamination
- Cross bedding secara umum bentuk fisik dari cross bedding sama seperti cross lamination. Perbedaannya adalah ketebalannya yang kurang dari 5 cm. Cross bedding diakibatkan karena migrasi ripple yang cukup besar ataui gelombang-gelombang yang membawa pori di mana masing-masing lapisan berukuran lebih dari 5 cm.
Gambar 6.9 struktur cross bedding
e. Anti dunes dan perlapisan anti dunes
Gambar 6.10 Pembentukan struktur anti dunes
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
f. Ripple mark Struktur ini lebih diakibatkan gelombang yang mempengaruhi endapan tersebut sehingga bentukan sedimen ini berbentuk seperti gelombang air dan relatif pengendapan yang dilakukan akan bergantung pada energi gelombang tersebut
Gambar 6.11 struktur ripple mark
g. Hummocky
Gambar 6.12 struktur hummocky
h. Deformational Structure Terjadinya perubahan struktur batuan pada saat sedimen terendapkan karena adanya tekanan. Ada dua, yaitu:
Post depositional slump features, yaitu struktur luncuran yang terjadi akibat adanya desakan yang tinggi.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
a)
b)
Gambar 6.13 a) struktur post depositional slump features di lapangan; b) pembentukan post depositional slump features (Shanmugam, 1994)
Intraformatial conglomerate, yaitu struktur hancuran yang menyerupai konglomerat karena ada pergerakan pada sedimen sebelum mengalami litifikasi.
Gambar 6.14 gambar struktur intraformational conglomerate
i. Swash dan Riil mark Merupakan jejak binatang pada permukaan batuan saat batuan tersebut tersedimentasikan.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
j. Wind ripple, dunes, draas, dan eolian cross bedding Dune adalah suatu timbunan pasir yang dapat bergerak atau berpindah,
bentuknya tidak dipengaruhi oleh bentuk permukaan ataupun rintangan. Berdasarkan ukurannya, hasil proses pengendapan material pasir, yaitu ripples, dunes dan megadunes
Ripples lebar berukuran 5 cm - 2m dan tinggi 0,1 – 5 cm (a)
Dunes lebar 3 – 600 m dan tinggi 0,1 – 15 m (b)
Megadunes lebar 300 – 3 km dan tinggi 20 – 400 m (c)
Gambar 6.15 (a) ripples, (b) dunes, (c) megadunes
k. Perlapisan gradasi ( graded bedding ) Lapisan yang dicirikan oleh perubahan yang granular dari ukuran butir penyusunnya bila bagian bawah kasar dan ke atas semakin halus disebut normal grading atau fining upward . Bila sebaliknya disebut inverse grading atau coarsening upward . Normal graded bedding terbentuk karena pengendapan yang terjadi secara bertahap sesuai dengan penenangan energi transportasi. Inverse graded bedding dihasilkan karena pengendapan pada fase regresi.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 6.16 pembentukan gr aded bedding
Gambar 6.17 struktur gr aded bedding
l. Perlapisan massif (massive beds) Perlapisan massif merupakan perlapisan yang tidak menunjukkan struktur dalam (Pettijohn dan Potter, 1964) atau ketebalan lebih dari 120 cm (Mc.Kee dan Weir, 1953)
Gambar 6. 18 struktur perlapisan massif
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
m. Mud crack: desiccation dan syneresis Mud cracks adalah struktur sedimen yang berupa retakan-retakan pada tubuh sedimen bagian permukan, biasanya pada tubuh campuran yang berkembang sifat kohesinya. Hal ini akibat perubahan suhu (pengeringan) dan pengerutan.
Gambar 6. 19 struktur mud cracks
n. Rain spot/rain mark (rain drop print ) Struktur sedimen ini diakibatkan oleh air hujan yang membuat permukaan sedimen yang belum benar-benar sempurna akhirnya tidak rata dan membentuk lubang akibat air hujan.
Gambar 6.20 struktur rain spot/ rain mark
6.2.3. Struktur sedimen yang terbentuk segera setelah/pasca pengendapan ( post
depositional sedimenary structure) a. Slide convolute bedding dan laminasi Struktur ini merupakan struktur yang paling tidak terstruktur dikarenakan energi gelombang yang bolak-balik dan tidak menentu sehingga menghasilkan alur sedimenasi yang susah di prediksi. Convolute memiliki ketebalan yang relatif antara 2sampai 25 cm, atau coarse silt atau fine sand. Biasa terbentuk karena arus turbidit yang turbulen.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 6.21 struktur slide convolute bedding
Gambar 6.22 pembentukan struktur slide convolute bedding
b. Load cast Merupakan struktur sedimen yang terbentuk akibat tubuh sedimen yang mengalami pembebanan ileh material sedimen di atasnya.
Gambar 6.23 struktur load cast
c. Stylolite Merupakan struktu akibat proses kimia yang dihasilkan dari tekanan larutan yang sering terjadi pada batupasir namun kelimpahannya berkurang searah dengan adanya lempung.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 6.24 struktur styolite
d. Ball and pillow ( pseudonodule structure) Merupakan suatu struktur sedimen bentukan akibat gaya beban dari atas pada shale oleh batupasir yang mana shale tersebut belum mengeras. Bila bentukan tersebut masih menyambung disebut pillow, bila sudah lepas disebut ball structure.
Gambar 6.24 Struktur Ball and pillow
e. Flame structure Struktur sedimen yang berupa bentukan dari lumpur licin dan memisahkan ke bawah membesar dan membentuk load cast dari pasir pada kontak antara lempung dan pasir. Kenampakan struktur ini menyala pada cross section dari shale yang memasuki batupasir akibat tekanan lateral.
Gambar 6.26 struktur flame
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
f. Dish, pillar dan sheet dewatering Merupakan struktur sedimen yang berbentuk bantal dan mangkok yang terbentuk oleh sedimen pasir yang belum t erkonsolidasi lalu tertimbun sedimen lain di atasnya sehingga mengalami penekanan di bawah.
Gambar 6.27 struktur dish
6.2.4. Struktur biogenic
a. Trace fossil Trace fossil terbagi menjadi 2 kelompok yaitu: Trace fossil yang dibentuk oleh organisme epibentik pada permukaan sedimen (track dan trail).
Gambar 6.28 struktur trace fossil yang dibentuk oleh organisme epibentik
Trace fossil yang dibentuk oleh organisme endobentik di dalam sedimen (burrow). b. Fosil orientation Merupakan struktur sedimen yang menunjukkan orientasi tertentu dari kumpulan fosil yang menunjukkan arah sedimentasi yang diakibatkan oleh berkurangnya enegi trasnportasi, sedangkan fosilnya sendiri memiliki bentuk yang berorientasi.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
c. Bioherm Merupakan panggul bukit, lensa atau yang serupa yang memiliki persebaran terbatas, terdiri dari kerangka organisme yang belum tertrasnportasi dan dikelilingi oleh litologi yang berbeda (Cuming, 1932). d. Biostromes Menurut Link (1950), biostromes merupakan batugamping yang berlapis yang terdiri dari organisme yang merambat dan membentu lapisan yang keras.
6.2 Aplikasi Struktur Sedimen
Seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa pada hakikatnya struktur sedimen adalah bentuk kelainan dari perlapisan normal. Kelainan – kelainan ini disebabkan oleh berbagai ragam penyebab yang belum semuanya dapat dijelaskan. Dengan menafsirkan penyebab kelainan-kelainan inilah kita dapat mempelajari proses pengendapan batuan yangada struktur sedimen tersebut. Analisa struktur sedimen membutuhkan beberapa tahapan (Selley, 1988):
Pengukuran struktur sedimen di lapangan,
Pemilihan (deduksi) arus purba (palaeocurrent),
Manipulasi data arus purba dan
Pemilihan (deduksi) lereng purba (paleoslope). Ke dua pemilihan (butir b dan d) perlu diperhatikan.Pemilihan pertama,
beberapa jenis struktur sedimen tidak menunjukan arah arus yang sebenarnya.Silangsiur (foresets) sering membuat sudut atau bahkan tegak lurus dengan arus sebenarnya, bahkan antidune memberikan gambaran yang terbalik dengan arus sebenarnya. Sehingga sebelum diukur, struktur sedimen harus diperhatikan dengan saksama di lapangan untuk diketahui jenis dan penyebabnya. Sedangkan pemilahan terakhir (butir d) dimaksudkan pembototan pada setiap jenis struktur sedimen.Silang siur memberikan gambaran arus lokal dibandingkan dengan
dune yang lebih
regional.Akan tetapi dune lebih lokal dibandingkan struktur alur sungai (channel). Pemanfaatan struktur sedimen, terutama yang dibentuk oleh aktifitas organisme, sudah lama dipergunakan sebagai indikator penentuan lingkangan pengendapan batuan sedimen. Jejak binatang akan banyak ditemukan pada daerah yang sering terbuka (tidak dibawah air), sebali knya penggalian binatang akan banyak ditemukan di daerah yang sering atau selalu di bawah air. Daerah dimana energi
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
tinggi, galian akan cenderung mendatar; sebaiknya yang energinya relatif rendah binatang akan cenderung menggali tegak lurus dasar air. Aplikasi analisa struktur sedimen pada pencarian mineral adalah dalam analisa bentuk tubuh lapisan yang mengandung mineral ekonomis, emas misalnya.Dengan analisa arus purba (palaeocurrent) dapatlah direka penyebaran dan bentuk tiga demensi dari suatu tubuh lapisan yang berpotensi mengandung mineral ekonomis.
Gambar 6.30 Simbol Struktur Sedimen
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
BAB VII LINGKUNGAN PENGENDAPAN 8.1 Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan adalahtempat mengendapnyamaterial sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan
tertentu
(Gould,
1972).Sedangkanmenurut
SamBoggs
(1987)
lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses fisik, kimia, dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu j enis endapan sedimen tertentu. Nichols (1999) menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah proses yangberlangsungselamaprosespembentukan,transportasi,dan pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis ataupun dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah energi, kecepatan danarah pengendapan serta variasi angin, ombak, dan air. Interpretasi lingkungan pengendapan dapat ditentukan dari struktur sedimen yang terbentuk. Terjadinya struktur-struktur sedimen tersebut disebabkan oleh mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu. Beberapa aspek lingkungan sedimentasi purba yang dapat dievaluasi dari data struktur sedimen di antaranya adalah mekanisme transportasi sedimen, arah aliran arus purba, kedalaman air relatif, dan kecepatan arus relatif. Selain itu beberapa struktur sedimen dapat juga digunakan untuk menentukan atas dan bawah suatu lapisan. Boggs (1987) mengatakanbahwa dalam mempelajari lingkungan engendapan sangat penting untuk memahamidanmembedakandenganjelasantaralingkungan sedimentasi( sedimentaryenvironment )denganlingkunganfacies ( facies environment ). Lingkungan sedimentasi dicirikan oleh sifat fisik, kimia dan biologi yang khusus yang beroperasi menghasilkan tubuh batuanyangdicirikanolehtekstur,struktur,dankomposisiyang spesifik.Sedangkanfaciesmenunjukkepadaunitstratigrafiyang dibedakanolehlitologi,struktur,dankarakteristikorganikyang terlihat dilapangan. Lingkungan pengendapan merupakan keseluruhan dari kondisi fisik, kimia dan biologi pada tempat dimana material sedimen terakumulasi (Krumbein dan Sloss,
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
1963). Jadi, lingkungan pengendapan merupakan suatu lingkungan tempat terkumpulnya material sedimen yang dipengaruhi oleh aspek fisik, kimia dan biologi yang dapat mempengaruhi karakteristik sedimen yang dihasilkannya. Secara umum dikenal 3 lingkungan pengendapan yaitu lingkungan darat, lingkungan transisi, dan lingkungan laut seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 8.1 Ilustrasi pembagian lingkungan pengendapan
1. Lingkungan Darat
Pada lingkungan pengendapan darat ini terbagi lagi menjadi beberapa sistem lingkungan pengendapan yang lebih spesifik yakni sistem sungai, sistem danau, sistem gurun, dan sistem glasial. Pada umumnya, fasies endapan darat ini terdiri atas material silisiklastik dengan karakteristik memiliki kelangkaan kandungan fossil dan bahkan sama sekali tidak terdapat fosil-fosil laut.
Sistem Sungai
Bentang lahan fluvial merupakan bentang lahan yang terutama dihasilkan oleh aliran air sungai. Daerah fluvial merupakan daerah yang sangat kompleks, merupakan hasil transportasi dan deposisi bahan sedimen yang sifatnya berbeda-beda ke arah vertikal maupun horizontal. Pola tanah yang terbentuk mungkin dapat sangat sederhana pada daerah deposisi bagian bawah, atau sangat kompleks pada tempat yang dekat dengan aliran air, misalnya pada teras sungai (river terraces). Gambar dibawah ini merupakan ilustrasi dari lingkungan pengendapan sistem sungai yang terbagi menjadi
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
beberapa lingkungan yang lebih spesifik lagi seperti endapan utama, endapan pinggir sungai dan endapan banjir.
Gambar 8.2 Ilustrasi lingkungan pengendapan sistem sungai
Sistem Danau
Lingkungan pengendapan lakustrin adalah tubuh air yang dikelilingi oleh
daratan,
yang
mengisi
suatu
cekungan.
Lakustrinataudanau
adalahsuatulingkungantempat berkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar, dan salinitas yang berkisar dari airtawar hingga hipersaline. Lingkungan ini terbentuk dari proses tektonik, gerakan tanah, volkanik, dan fluvial, tetapi proses utama terjadi karena proses rifting artinya peretakan/bukaan akibat extension/tarikan oleh gaya tektonik. Lingkungan lakustrin terbentuk pada fase synrift yakni pada saat proses pengendapan sedimen berlangsung sebelum terbentuk cekungan (basin) atau sedimentasi bersamaan dengan aktifitas pembentukan basin atau sedimentasi pada basin yg belum stabil sampai dengan subsiden regional postrift yakni proses pengendapan sedimen berlangsung setelah terbentuk cekungan/basin atau sedimentasi pada basin yg sudah stabil, sebelum lingkungannya berubah menjadi delta atau marin seperti ilustrasi pada gambar dibawah ini.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 8.3 Ilustrasi mekanisme pengendapan dan jenis material endapan di lingkungan danau (Sam Boggs, 1987)
Sistem Eolian/Gurun
Bentang alam eolian merupakan bentang alam yang dibentuk karena aktivitas angin. Bentang alam ini banyak dijumpai pada daerah gurun pasir. Pelapukandigurunterjadisecaramekanisdankimiawi.
Pelapukan
mekanis
tergantung pada perubahan gradien temperatur oleh pemanasan pada siang hari dan pendinginan pada malam hari. Perbedaan temperatur permukaan batuan pada waktu siang dan malam dapat mencapai 50° C. Pada kondisi seperti ini batuansecara perlahan akanrekah dan pecah. Butiran tersebut akan terbawa oleh angin dan diendapkan sebagai bukit pasir. Bukit pasir dapat pulaterbentukdi mukapantai. Meskipun demikian hanya terjadi pada pantai pada daerah kering dimana vegetasi (tumbuhan) tidak ada. Angin kering yang kuat dengan arah tegak lurus pantai secara aktif memindahkan pasir menjadigundukan pasir. Hanya sedikit gugusan bukit pasir di muka pantai yang terjadi pada daerah curah hujan rendah. Selain itu, endapan angin dapat pula terjadi pada outwash plain dari arus air es glasial yang ditemukan pada daerah lintang tinggi. Mekanisme pembentukan bukit pasir tersebut tertera pada gambar dibawah ini.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 8.4 Ilustrasi dasar pembentukan Gumuk Pasir/ Sand Dune (Sam Boggs, 1987)
Sistem Glasial
Sistem glasial ini didominasi oleh proses glasiasi atau pencairan gletser atau salju. Gletsermerupakan massa es yang mampu bertahan lama dan mapu bergerak karena pengaruh gravitasi. Gletser terbentuk karena salju yang mengalami kompaksi dan rekristalisasi. Gletser dapat berkembang di suatu tempat setelah melewati beberapa periode tahun dimana es terakumulasi dan tidak melebur atau hilang. Pada saat proses pencairan dan pergerakan karena pengaruh gravitasi tersebutlah material-material sedimen ikut terbawa sebagai akibat dari proses erosi. Pembagian dari lingkungan pengendapan glacial ini diilustrasikan oleh Gambar dibawah ini.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 8.5 Ilustrasi sitem pengendapan glasial (Sam Boggs, 1987)
2. Lingkungan Transisi
Lingkungan pengendapan transisi dipengaruhi oleh dua pengaruh yakni proses pengaruh dari darat dan proses pengaruh dari laut. Lingkungan transisi ini terbagi menjadi beberapa sistem lingkungan pengendapan yaitu sistem pantai, sistem estuary, dan sistem delta.
Lingkungan Pantai Pantai adalah jalur atau bidang yang memanjang, tinggi serta lebarnya dipengaruhi oleh pasang surut dari air laut, yang terletak antara daratan dan lautan (Thornbury, 1969). Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk morfologi pantai tersebut antara lain adalah pengaruh diatropisme, tipe batuan, stuktur geologi, pengaruh perubahan naik turunnya muka air laut, serta pengendapan sediment asal daratan / sungai, erosi daratan dan angin.Pada daerah pantai yang masih mendapat pengaruh air laut dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu : a. Beach (daerah pantai), yaitu daerah yang langsung mendapat pengaruh air laut dan selalu dapat dicapai oleh pasang naik dan pasang surut.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
b. Shore Line (garis pantai), yaitu jalur pemisah yang relatif berbentuk baris dan relatif merupakan batas antara daerah yang dicapai air laut dan yang tidak bisa. c. Coast (pantai), yaitu daerah yang berdekatan dengan laut dan masih mendapat pengaruh air laut.
Ciri morfologi dari suatu pantai adalah berupa suatu foreshore dan backshore yang dipisahkan oleh suatu berm yang berada tepat diantara keduanya. Karakteristik lingkungan pengendapan pantai, diantaranya ialah: -litologi : berukuran pasir dan konglomerat -tekstur : sortasi baik, well rounded clast -struktur sedimen : low-angle stratification dan wave reworking
Lingkungan Estuari Estuari adalah suatu daerah dimana air tawar dari sungai dan air asin dari laut bertemu dan sebagai perairan semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut. Di estuari pasut (pasang surut) sangat dominan pengaruhnya dibandingkan dengan arus yg ditimbulkan oleh angin dan gelombang. Sehingga perilaku estuari sangat tergantung pada aksi pasut dan aliran sungai, dimana keduanya merupakan perubahan yang bebas. Menurut Dyer, K.R (1973) estuari dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu estuari positif dan estuari negatif. Estuari positif adalah suatu estuari dimana air tawar yang masuk dari sungai dan hujan lebih banyak dibandingkan dengan penguapan, sehingga salinitas permukaan lebih rendah daripada laut terbuka. Estuari negatif adalah kebalikannya, yaitu dimana penguapan lebih besar daripada aliran sungai dan hujan, karena itu akan terjadi keadaan hypersaline (asi n berlebih). Estuari merupakan area percampuran antara freshwater dan seawater. Dibagi menjadi 2, yaitu:
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
1. Wave-dominated estuarie 2. Tide-dominated estuarie Penciri pengendapan estuarie ialah pola pengendapan yang berupa agradasi yang dihasilkan dari proses drowning river channel , berbeda dengan delta yang berupa progradasi.
Lingkungan Delta Delta adalah endapan di muara sungai yang terletak di lautan terbuka, pantai, atau danau, sebagai akibat dari berkurangnya laju aliran air saat memasuki laut. Unsur-unsur delta meliputi : o
o
Sungai sebagai sarana pengangkut material Distributary plain merupakan bagian delta yang berada didaratan, umumnya merupakan rawa-rawa
o
Delta Front / Delta Slopemerupakan bagian delta yang berada didepan delta plain, dan merupakan laut dangkal
o
Pro Delta merupakan bagian terdepan dari delta yang menuju laut lepas
Pengendapan delta dapat dibagi menjadi 2 subenvironment, yaitu: 1.
Delta top (delta plain) yang merupakan bagian yang mengalami percabangan channel , overbank area, crevasse splays, dan floodplain.
2. Delta front, terdiri atas beberapa bagian seperti a.) delta slope (bagian yang memiliki kemiringan lereng sekitar 1o-2 o pada fine-grained deltas hingga 30 o pada coarse-grained delta); b.) prodelta (bagian terdepan dari delta yang hanya Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
mengendapkan material sedimen halus pada kondisi energi yang sangat rendah). Ciri utama yang dimiliki oleh hasil pengendapan delta adalah adanya proses shallowing-up dan pola coarsening upward sebagai akibat terjadinya progradasi. Karakteristik dari lingkungan pengendapan delta, diantaranya adalah: -litologi : konglomerat, batupasir, dan mudstone -struktur sedimen : cross-bedding dan laminasi pada delta-top serta mouth bar -fossil : asosiasi terrestrial plants dan fauna dari laut
Lingkungan Lagoon Bila suatu lagoon disuplai oleh suatu sungai maka lagoon ini akan menjadi
bagian dari sautu sistem estuari. Lagoon umumnya dangkal karena hanya sekitar beberapa meter saja kedalamannya. Dikarenakan lagoon merupakan bagian yang terisolasi dari laut terbuka, maka hal ini membuat lagoon memiliki tingkat salinitas yang bisa sangat tinggi atau justru sangat rendah. Karakteristik lingkungan pengendapan lagoon, diantaranya ialah: -litologi : dominasi mud dengan sedikit pasir -tekstur : ukuran butir halus, sortasi sedang hingga buruk -struktur sedimen : laminasi, wavy ripple
3. Lingkungan Laut
Pada lingkugan laut juga terbagi menjadi beberapa macam sistem lingkungan pengendapan yang lebih spesifik (berdasarkan kedalamannya) yakni zona neritik, bathyal, dan abysal. Pada Gambar 8.15 dibawah dapat dilihat b ahwa zona neritik merupakan daerah laut dangkal hingga pada kedalaman 200 m (600feets), zona bathyal merupakan laut dengan kedalaman 200m – 2000m dari dasar laut, dan sedangkan zona abysal memiliki kedalaman lebih dari 2000m.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 8.6 Skema penampang lingkungan pengendapan laut (Sam Boggs, 1987)
Heckel (1967) dalam Sam Boggs (1987) membagi lingkungan shelf atau zona neritik ini menjadi dua jenis, pericontinental (marginal) dan epicontinental (epeiric). Pericontinental shelfadalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati daerah di sekitar batas kontinen (transitionalcrust) shelf dengan laut dalam. Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada daerah kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa daratan.
Gambar 8.8 Pembagian lingkungan epicontinental dan p ericontinental (Heckel, 1967; dalam Sam Boggs, 1987)
Berdasarkan Morfologinya, lingkungan laut juga dapat terbagi menjadi beberapa sistem lingkungan pengendapan yakni continental shelf, continental slope,
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
continental rise dan deep ocean floor. Dapat dilihat pada gambar 8.17 dibawah ini pembagian lingkungan pengendapan pada lingkungan laut
Gambar 8.7 Pembagian lingkungan pengendapan laut berdasarkan morfologinya
a. Continental shelf Continental
shelf
Merupakan
lingkungan
terbuka
terhadappengaruh
gelombang maupun pasang surut serta memiliki permukaan yang relatif datar yakni slope <10o dan juga masih termasuk dangkal (kurang dari 200 meter ). Continental shelf juga disebut sebagai shallow marine (Laut dangkal). Karakteristik sedimen pada lingkungan ini dipengaruhi oleh aktivitas gelombang (wave), Input dari aliran sungai, Organisme terumbu, evaporasi, glasiasi dan juga volkanisme. Shallow marine sendiri terbagi menjadi dua lingkungan yaitu lingkungan laut dangkal siliklastik dan reef (Terumbu). Lingkungan laut dangkal siliklastik dicirikan dengan adanya pengendapan detritus pada kedalaman sedang yakni 10 – 200 meter atau dekat dengan daratan, yang mana sistem pengendapannya dipengaruhi oleh pasang surut ( Tidal ), gelombang (wave), angin ataupun badai yang mendominasi gaya gerak sedimen. Sedimen yang terendapkan termasuk berasal dari estuarin, daratan pasangsurut, endapan badai, pulau penghalang, dan garis pinggir pantai (Sat yana, 2005).
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Reef (terumbu) dapat dibagi menjadi beberapa fasi es menurut james N.P, 1983 yaitu fasies inti terumbu ( Reef core fecies), depan terumbu ( Fore reef facies) dan belakang terumbu( Back reef facies).
Gambar 8.9 Fasies terumbu (James, 1983)
b. Continental slope and Rise (Lembah dasar laut) Continental slope merupakan lembah yang menghubungkan continental crust dengan oceanic crust namun masih dianggap sebagai bagian dari continental crust, bermula dari continental break hingga mencapai oceanic basin sebagai continental rise. Ujung dari continental slope dengan topografi yang kembali landai menjelang oceanic basin tempat sedimen dari turbidity current terendapkan disebut sebagai continental rise. Sedimentasi yang terus menerus pada continental rise dapat membentuk submarine fan. Sedimentasi yang terjadi pada lingkungan laut dalam ini adalah debris flow dan turbidity currents. Sedimentasi yang berkembang pada lingkungan ini berupa submarine fan (Kipas bawah laut). Submarine fan adalah bentukan (morfologi) yang menyerupai kipas dan menyebar dari ngarai ngarai dan membentuk menyerupai kerucut (cone) pada lantai samudra. Submarine fan adalah suatu tubuh sedimen didasar laut yang diendapkan oleh mass-flow terutama proses turbidity current .
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 8.10 submari ne fan
Submarine fan channels dan levees Tipikal deposit pada channel berupa pasir dan kerikil yang cukup tebal dan sortasi yang buruk dan juga dapat memperlihatkan struktur Ta dan Tb dari Bouma Sequence dan juga dijumpai S 1-3 “Lowe-type” yang menunjukan model turbidity dengan densitas yang tinggi Tipikal deposit dari levees (tanggul) berupa bagian atas dari Bouma sequence (Tc-e dan Td-e) dan geometrinya membaji juga keterdapat bouma sequnce ini tipis, didominasi oleh sedimen berbutir halus (lanau- lempung).
Gambar 8.11 Submarine fan channels dan levees
Lobes
Pada ujung distal dari channel channel, arus turbidit menyebar dan membentuk lobe endapan turbidit yang menempati bagian permukaan kipas.
Suksesi yang terbentuk pada lobe berupa progradasi, yang idealnya adalah coarsening upward.
Pada daerah lobe ini sering ditemukan endapan bouma lengkap dari Ta hingga Te atau Tb hingga Te.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Turbidite Sheets Endapan ini tipis seperti lembaran, karakteristik turbiditnya endapan bouma Tc-e dan Td-e.
c. Ocean Deep Marien/abysal plain (Dasar Samudra) Abysal plain adalah permukaan dari oceanic crust yang datar akibat deposisi sedimen yang terus menerus menutupi relief dasar laut. Pada lingkungan pengendapan ini akan terbentuk biogenic sedimentary structures seperti trail, burrow, boring akibat aktivitas organisme benthic (organisme yang hidup didasar laut).
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
MEASURING STRATIGRAPHY
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
BAB VIII MEASURING STRATIGRAPHY 9.1 Pendahuluan a. Maksud
Memperoleh informasi tentang keterangan litologi tiap lapisan batuan
Mengetahui kedudukan dan ketebalan dari setiap litologi yang dijumpai
Mengetahui urutan dari semua litologi yang ada serta jenis hubungan dari dua litologi yang berdampingan
b. Tujuan
Dapat menentukan batas masing-masing satuan stratigrafi yang ada
Dapat menafsirkan lingkungan pengendapan satuan-satuan yang ada di kolom tersebut serta sejarah geologinya
Dapat mengkorelasi dengan kolom-kolom stratigrafi yang berbeda
Mampu menjelaskan proses pengendapan, umur geologi, dan proses-proses yang terjadi setelahnya.
9.2 Dasar Teori 9.2.1 Pengertian Kolom Stratigrafi Terukur
Penampang stratigrafi terukur adalah suatu penampang atau kolom yang menggambarkan kondisi stratigrafi suatu jalur, yang secara sengaja telah dipilih dan telah diukur untuk mewakili daerah dilakukannya pengukuran tersebut. Jalur yang diukur dapat melalui satu formasi batuan atau lebih. Semua informasi yang diperoleh dari pengukuran tersebut dilaporkan dalam bentuk kolom. Pada kolom tersebut ditunjukan gambaran utuh dari kondisi stratigrafi yang terdapat sepanjang jalur yang diukur, sesuai dengan apa yang ditemukan di lapangan
9.2.2 Prosedur Persiapan dan Penentuan Lokasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pengukuran jalur adalah:
Pada jalur yang akan di ukur harus dijumpai singkapan yang besar dan menerus sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengukuran.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Jalur tersebut tidak terganggu oleh struktur, terutama struktur sesar.
Singkapan yang dijumpai hendaknya terletak dilokasi yang mudah didatangi dan dilakukan pengukuran.
Jurus dan kemiringan lapisan yang akan di ukur hendaknya diperiksa dan diketahui betul karena akan mempengaruhi seluruh hasil pengukuran lapisan batuan.
Usahakan singkapan yang akan dilakukan pengukuran mempunyai lapisan kunci (key bed) misalnya saja: lapisan lignit, bentonit dsb. Sehingga berdasarkan keterangan di atas, maka tempat yang ideal untuk
dilakukan pengukuran jalur adalah:
Tebing bukit yang tidak terlalu curam dan mengalami erosi sehingga perlapisan batuannya tersingkap dengan baik
Sepanjang tebing sungai, terutama sungai yang konsekuen dan obsekuen, dimana aliran sungai tersebut memotong jurus dan perlapisan batuan.
Sepanjang bed rock (batuan dasar) sungai, terutama sungai yang dangkal sehingga pengukuran dapat dilakukan sepanjang sungai.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
MEASURING STRATIGRAPHY
Amati lokasi MS dari jauh secara keseluruhan lalu dekati
Lakukan observasi menyeluruh
Deskripsi pada saat MS dilakukan
terlebih dahulu (HUNTER) untuk
secara detail sesuai kebutuhan
mengetahui kondisi yang perlu
studi/penelitian.
diperhatikan pada saat melakukan Mengukur tebal lapisan batuan
MS
Menentukan deskripsi
litologi
petrologi
:
melalui struktur
Menentukan lapisan yang lebih
batuan, tekstur (ukuran butir,
tua dan yang lebih muda untuk
sortasi, kemas, semen,
menentukan arah MS. Tua – muda
butir
atau muda – tua.
komposisi.
Memperhatikan struktur yang ada
Mengamati struktur sedimen pada
(lipatan
lapisan dengan detail
atau
patahan)
untuk
dll),
tingkat
bentuk
pelapukan,
mensiasati pembuatan segmen lintasan MS agar tidak keliru
Mengamati
kandungan
fosil
berupa cangkang, mold, cast, Memilih lokasi pengukuran yang
track, trail, burrow, atau ichnofosil
paling representative, fresh, dan
pada lapisan batuan
memuat data yang cukup Mengambil foto dan sample tiap lapisan batuan dengan kode yang jelas Menggambar sketsa lintasan MS Melakukan prosedur MS seperti : mengukur
azimuth,
membentangkan tali ukur, dan
sesuai
kebutuhan
agar
lebih
mudah pada saat pengolahan data MS
mencatat deskripsi masing masing lapisan batuan
Menggambar sementara
kolom lengkap
MS dengan
keterangan litologi, deskripsi dan Lakukan tahapan tersebut
ketebalan masing masing lapisan
hingga selesai pengukuran
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
9.2.3 Metode Pengukuran
Dalam pengukuran penampang stratigrafi terdapat 2 metode yakni metode rentang tali dan metode tongkat Jacob (Jacob’s staff). 1. Metode Rentang Tali Metoda rentang tali atau yang dikenal juga dengan metode Brunton and Tape (Compton, 1985; Fritz & Moore, 1988) dilakukan dnegan dasar perentangan tali atau meteran panjang. Semua jarak dan ketebalan diperoleh berdasarkan rentangan tali tersebut. Pengukuran dengan metode ini akan menghasilkan ketebalan yang sesungguhnya hanya apabila : ▪
Arah rentangan tali tegak lurus pada jalur perlapisan
▪
Arah kelerengan dari tebing atau rentangan tali tegak lurus pada arah kemiringan
▪
Diantara 2 ujung rentangan tali tidak ada perubahan jurus ataupun kemiringan lapisan batuan.
2. Metode Tongkat Jacob Metode tongkat Jacob pada hakekatnya adalah metode yang mengacu pada ketepatan (efektifitas) dan kecepatan waktu (efisiensi) (Fritz & Moore, 1988). Metode ini dapat dilaksanakan dengan tongkat Jacob yang panjangnya 1,5m. Semua ketebalan di ukur berdasarkan tongkat tersebut. Oleh karena tongkat Jacob tidak terlalu panjang, maka ketebalan singkapan sesungguhnya dapat di ukur secara langsung tanpa harus melakukan koreksi terhadap perubahan kelerengan. a. Prosedur dan Metode Pelaksanaan
1)
Perlengkapan yang diperlukan a) Peralatan standart geologi (kompas, palu, dsb) b) Pita ukur c) Tongkat Jacob d) Peta Topografi lokasi pengukuran e) Form pengukuran jalur stratigrafi (rentang tali dan Jacob) f) Kalkulator g) Clipboard h) Kamera
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
b. Prosedur Pelaksanaan
Metode Rentang Tali a.
Lakukan orientasi medan
b.
Tentukan lapisan kunci/marker
c.
Ukur Strike dan Dip lapisan batuan secara umum
d.
Tentukan posisi Top dan Bottom lapisan batuan
e.
Mulailah pengukuran dari lapisan batuan tua-muda dengan cara membentangkan pita ukur dari titik 1 – titik 2, kemudian titik 2 – titik 3, dst.
f.
Apabila ditemukan struktur berupa sesar, maka pengukuran harus dihentikan dan dilanjutkan pada tempat lain setelah struktur sesar tersebut pada litologi yang sama.
g.
Lakukan pengamatan dengan mencatat deskripsi lengkap masingmasing lapisan batuan meliputi nama batuan, fragmen, ukuran butir, warna, kedudukan, struktur sedimen, dll.
h.
Pengukuran ketebalan (kelerengan mendekati 0˚) harus dilakukan dengan posisi tegak lurus terhadap lapisan batuan. Untuk mendapatkan ketebalan yang sesungghnya maka bergantung pada posisi lapisan sebagai berikut:
Apabila jarak terukur sudah merupakan jarak yang tegak lurus terhadap jurus maka ketebalan t langsung diperoleh dengan perhitungan t = d sinα dengan α = kemiringan perlapisan.
Apabila jarak terukur tidak tegak lurus jurus, perhitungan jarak dan ketebalan diperoleh dengan perhitungan t = d’ cosθ sinα dengan θ = sudut penyimpangan dari arah tegak lurus.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 9.1 Pengukuran Ketebalan Lapisan Miring pada Daerah Datar
i. Pengukuran ketebalan dengan sudut kelerengan tertentu. kemiringan lereng yang dimaksud adalah kemiringan lereng yang terukur tegak lurus jurus. j. Perhitungan ketebalan juga harus mempertimbangkan besarnya kemiringn lereng. Dalam perhitungan, yang dimaksud adalah kemiringan lereng yang terukur tegak lurus. Jika penyimpangan dari arah yang tegak lurus jurus pada jurus cukup besar, perlu dilakukan koreksi untuk mengembalikan besaran sudut kemiringan lereng pada arah yang tegak lurus jurus pada jurus pelapisan batuan. Koreksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan table untuk mengoreksi dip, misalnya dengan menggunakan busur Tangier Smith yang biasanya digunakan untuk pembuatan penampang struktur. Untuk itu, besar sudut lereng terukur dapat disamakan dengan “apparent dip” atau penyiku sudut antara jurus dan arah penampang.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 9.2 Pengukuran Ketebalan Lapisan Miring pada Daerah yang Mempunyai Kelerengan
Gambar 9.3 Diagram Busur Tamgier-Smith untuk Koreksi Kemiringan
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Pengukuran
ketebalan
pada
daerah
yang
berlereng
perlu
mempertimbangkan posisi/arah kemiringan perlapisan:
Kemiringan perlapisan searah dengan lereng a. Bila kemiringan lapisan lebih besar dari pada sudut lereng, perhitungan ketebalan adalah: t = d sin (dip – slope)
b. Bila kemiringan lapisan lebih kecil dari pada sudut lereng, perhitungan adalah: t = d sin (slope – dip)
Gambar 9.4 Pengukuran Ketebalan Perlapisan Batuan dengan Kemiringan Lebih Besar dari Kemiringan Lereng
Gambar 9.5 Pengukuran Ketebalan Perlapisan Batuan dengan Kemiringan Lebih Kecil dari Kemiringan Lereng
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan lereng. Apabila jumlah besaran lereng dan kemiringan adalah 90˚ atau lapisan terpotong tegak lurus oleh lereng, maka perhitungan ketebalan adalah t = d.
Gambar 9.6 Pengukuran Ketebalan Perlapisan Batuan dengan Arah Perlapisan Terpotong Tegak Lurus Oleh Lereng
Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng, maka perhitungan ketebalannya menjadi : t = d sin (90˚ - dip – slope)
Gambar 9.7 Pengukuran Ketebalan Perlapisan Batuan yang Membentuk Sudut Lancip dengan Lereng
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng, maka ketebalannya adalah : t = d sin (dip+lereng)
Gambar 9.8 Pengukuran Ketebalan Perlapisan Batuan yang Membentuk Sudut Tumpul dengan Lereng
Kemiringan lapisan mendatar atau tegak Pada lapisan yang mendatar, ketebalan didapatkan langsung dari perbedaan tinggi antara batas lapisan, sadangkan pada lapisan tegak, ketebalan merupakan jarak datar antara batas lapisan.
Gambar 9.9 Pengukuran Ketebalan untuk Perlapisan dengan Posisi Mendatar
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Gambar 9.10 Pengukuran Ketebalan untuk Perlapisan dengan Posisi Tegak
k. Selama pengukuran, lakukan penggambaran kolom litologi yang sesuai dengan yang ada di lapangan dengan ketebalan yang sesuai dengan pengukuran. l. Apabila pada pengukuran diketahui ada litologi yang meragukan atau ada kenampakan – kenampakan khas yang memerlukan penelaahan lebih lanjut, perlu dilakukan pengambilan contoh dari hal-hal yang khusus tadi. Posisi dan lokasi pengambilan contoh tadi perlu diberi nomor dengan urutan yang sistematis. m. Apabila titik terakhir telah tercapai, harus sudah dapat dipastikan bahwa: Formulir Sketsa
pengukuran sudah terisi seluruh data pengukuran.
kolom litologi sudah diselesaikan pada kolom yang
disediakan. Semua contoh sudah diberi nomor dan
lokasi/posisi pengambilan
sudah diplot pada kolom litologi di formulir pengukuran. n. Sebelum meninggalkan tempat pengukuran, sebaiknya dilakukan pengecekan sekali lagi dengan cara kembali ke titik awal untuk :
Mengecek apakah semua pencatatan baik di formulir maupun notes lapangan sudah lengkap.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Mengecek apakah sketsa kolom litologi sudah mengikuti keadaan sebenarnya.
2. Metode Tongkat Jacob
a. Ikuti prosedur no 1-4; 6-7; 16-19 dari metoda rentang tali. b. Untuk pengukuran yang dimulai dari bawah jalur, letakkan ujung bawah tongkat Jacob di titik terbawah jalur pada awal pengukuran. Sebut titik ini sebagai titik 0. c. Letakkan tongkat pada posisi tegak lurus kemiringan dengan menggunakan clinometers di ujung tongkat. Kemudian lakukan pembidikan lewat ujung atas tongkat dan tandai perpotongan garis pembidikan dengan permukaan singkapan batuan sebagai titik 1. Lebar singkapan antara titik 0 dan 1 memiliki ketebalan = tongkat Jacob (1,5 meter) (Lihat gambar 9.11).
Gambar 9.11 Pengukuran ketebalan dengan menggunakan tongkat Jacob (Compton, 1985)
d. Titik yang terletak 1,5 meter ketebalan sesungguhnya dari titik 0 disebut titik 1. Selamjutnya titik yang terletak 1,5 meter diatas titik 1 disebut titik 2, dan seterusnya. e. Pengukuran dilakukan hingga dijumpai perubahan litologi yang jelas, sesar, atau ketidakselarasan. Kemudian dilanjutkan kembali setelah hal-hal tersebut diatas. f. Kolom litologi yang digambar merupakan pencatatan lapangan dengan ketebalan sesungguhnya.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
g. Posisi hal-hal penting seperti sisipan tipis, lapisan bentonit, horizon fosil, lapisan sedimen, struktur sedimen khas, dan sebagainya hendaknya diukur secara tepat agar dapat digambarkan pada kolom atau penampang. h. Pemerian dan pencatatan litologi sebaiknya dilakukan secara cermat, menyeluruh, dan meliputi segala aspek dengan sistematika:
Nama batuan penyusun, fragmen utama, matriks, dan semennya serta kemungkinan batuan yang menyisip.
Warna batuan, baik dalam keadaan segar maupun lapuk.
Kedudukan litologi (jurus dan kemiringan).
Kisaran ukuran butir, kemas, komposisi mineral utama, dan kandungan fosil.
Struktur sedimen.
Hal-hal lain yang secara stratigrafis perlu dicatat.
Macam dan bentuk kontak antar litologi.
Apabila ditemukan litologi yang membingungkan atau adanya kenampakan khas yang diperlukan pemahaman lebih lanjut, maka perlu dilakukan pengambilan sampel. Lokasi pengambilan sampel harus ditentukan dengan tepat pada kolom atau penampang litolo gi.
i.
Contoh : Pendeskripsian untuk kolom stratigrafi terukur tersendiri, seperti pada umumnya memuat informasi sifat fisik batuan yang terlihat secara megaskopis maupun dengan bantuan lup seperti pada poin (h). Pendeskripsian pada umumnya dilakukan persatuan unit batuan, tidak dilakukan perlapisan batuan, sehingga dapat terlihat suksesi batuan dari lapisan tertua sampai dengan termuda, Selain itu, pendeksripsian perunit batuan dapat mengefisienkan waktu para geolog dan memudahkan untuk menginterpretasikan
hasil
dari
kolom
strtatigrafi.
Adapun
untuk
penyajiannya, informasi mengenai sifat fisik batuan tersebut dapat disajikan dalam
bentuk
poin
atau
paragraf.
Namun,
untuk
memudahkan
pembacaannya, tidak jarang dari para geolog membuat dalam bentuk paragraf dan menyajikannya saling terkait satu sama lain dari karakteristik batuannya.
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Contoh: “Pada unit pertama ditemukan batuan dengan warna lapuk kuning kecoklatan, adapun warna segar adalah abu-abu kekuningan dan warna basah dari batuan adalah kuning kecoklatan. Batuan ini memiliki struktur internal berupa cross bedding . Ditemukan testur berupa ukuran butir yang menujukkan gradasi dari pasir sangat kasar (1-2mm) ke pasir sedang (0,250,5mm) dengan komposisi semen sementara menujukkan karbonatan. Hubungan antara kotak dibawahnya berupa tegas”. Pada contoh ini adalah contoh
sederhana
dari
pendeskripsian
tiap
unit
satuan
batuan,
pendeskripsian dilakukan tentu berdasarkan hasil dari pengamatan. Kondisi seperti sortasi, kemas tidak dapat teridentifikasi secara megaskopis, maka itu tidak perlu dilakukan pendeskripsian untuk keduanya.
9.2.4 Penggambaran kolom litologi
Penggambaran kolom litologi dan hasil kolomnya sangat tergantung pada tujuan pembuatan kolom. Apabila kolom litologi digunakan sebagai kelengkapan dalam pekerjaan geologi maka biasanya digunakan kolom dengan skala 1:100 sampai 1:500. Sedangkan untuk keperluan lain akan dibuat pada skala yang lebih besar ataupun lebih kecil, tergantung pada kebutuhan. Cara penggambaran kolom juga sangat tergantung dari tujuan pembuatan kolom tersebut. Contohnya bila pembuatan kolom ditujukan sebagai analisa perkembangan sedimentasi, tentunya dalam penggambaran kolomnya aspekaspek tekstur, ukuran butir, hubungan vertikal, kemas, serta komposisi litologi amat ditonjolkan. Untuk tujuan itu digunakanlah cara penggambaran dengan menggunakan metoda graphic log seperti dikemukakan oleh Bouma (1962) atau Selley (1985).
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018
Pendahuluan Sedimentologi dan Stratigrafi 2014
Gambar 9.12 Penampang stratigrafi dari seri Yoredale dengan menggunakan metoda graphic log (Selley, 1985)
Panduan Praktikum Sedimentologi 2018