TUGAS MATA KULIAH ILMU BEDAH VETERINER (Premedikasi (Premedikasi dan Anestesi)
Judul : Anestesi Umum Injeksi dan Pengaruh terhadap Fisiologis Kucing
NIM : 1409005112
Nama : Martba Putri Manullang
RINGKASAN
Saat penanganan kesehatan kucing, kerap kali dokter hewan memerlukan transqualizer (penenang) dan anestetik (obat bius) yang erat kaitannya dengan pembedahan. Anestesi umum adalah subtansi yang dapat mendepres mendepres susunan saraf pusat (SSP) secara reversibel sehingga hewan kehilangan rasa sakit (sensibilitas) di seluruh tubuh, reflek otot hilang, dan disertai dengan hilangya kesadaran. Anestesi umum yang diberikan
secara
injeksi
meliputi
barbiturat
(thiopental,
methohexical,
dan
pentobarbital), cycloheksamin (ketamin, tiletamin), etomidat, dan profol. Tulisan ini akan mengulas pengaruh dari kombinasi Ketamine-Xylazin terhadap fisiologis kucing.
SUMMARY
When handling cats health, Veterinarian really often require transqualizer and anesthetic, which are usually related to the surgery. General anesthesia is a substance used to depressed CNS operates reversibly, so the cat lost sensibility (numb) in the whole body, missed muscle reflexes, and unconscious. Injected general anesthesia includes barbiturates (thiopental, methohexical, and pentobarbital), cycloheksamin (ketamine, tiletamin), etomidate, and profol. This paper will review the combination of Ketamine-Xylazin's physiological effects againts the cats.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penyusunan penyusunan tugas paper Ilmu Ilmu Bedah Umum Veteriner ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Judul paper ini adalah
“
Anestesi Umum Injeksi
dan Pengaruh terhadap Fisiologis Kucing . ”
Paper ini dibuat untuk memenuhi syarat tugas mata kuliah Ilmu Bedah Veteriner. Melalui penulisan paper ini, diharapkan mahasiswa mengetahui mengenai anestesi umum. Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan paper ini. Demikianlah tugas ini penulis susun. Penulis berharap semoga bermanfaat, dan dapat memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Bedah Veteriner. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih.
Denpasar, Maret 2017
DAFTAR ISI RINGKASAN ..........................................................................................................ii KATA PENGANTAR ..............................................................................................iv DAFTAR ISI .............................................................................................................v DAFTAR GAMBAR ................................................................................................vi DAFTAR TABEL ....................................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................viii I.
PENDAHULUAN .............................................................................................1
1.1.Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2.Rumusan Masalah ...................................................................................2 II. TUJUAN DAN MANFAAT TULISAN .......................................................... 3 III. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................4
3.1.Fisiologi Kucing ......................................................................................4 3.2.Premedikasi .............................................................................................6 3.3.Anestesi Umum .......................................................................................6 3.4.Obat-obat Anestesi ..................................................................................8 IV. PEMBAHASAN
..........14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pelaksanaan anestesi injeksi secara intervena pada kucing ....................... 7 Gambar 2. Obat-obat Anestesi ..................................................................................... 9
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Normal Kucing............................ 5 Tabel 2. Frekuensi Suhu Normal Pada Kucing ..................................................... 5
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasar dan Najafpour. 2009. Effects Of Ascorbic Acid For Premedication Of Cats Following Ketamine Anaesthesia. Islamic Azad University. ISSN: 1680-5593
Lampiran 2
Pirade, Priskha Florancia. 2015. Perbandingan Pengaruh Anestesi Ketamin-Xylazin Dan KetaminZoletil Terhadap Fisiologis Kucing Lokal ( Felis domestica). Universitas Hasanuddin. (Skripsi)
Lampiran 3
Tambing, Titin. 2014. Perbandingan Pengaruh Anestesi Ketamin-Xylazine Dan Ketamin-Zoletil Terhadap Frekuensi Nafas Dan Denyut Jantung Kucing Lokal ( Feline Domestica) Pada Kondisi Sudden Loss Of Blood. Universitas Hasanuddin. (Skripsi)
Lampiran 4
Yudaniayanti, Triakoso Dan Galijono. 2011. Analisis
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat penanganan kesehatan kucing, kerap kali dokter hewan memerlukan transqualizer (penenang) dan anestetik (obat bius) yang erat kaitannya dengan pembedahan. Obat bius adalah sejenis obat yang digunakan dalam proses pembedahan atau prosedur lain yang dilakukan oleh dokter. Kegunaan obat bius atau manfaat obat bius adalah untuk menghilangkan rasa nyeri sehingga mengurangi rasa sakit saat pasien sedang menjalani proses pembedahan. Anestesi sebelum operasi sangat penting dilakukan pada hewan untuk menghilangkan rasa sakit dan mempermudah pekerjaan dalam operasi. Tujuan hewan dianestesi sebelum operasi adalah untuk memastikan hewan tidak merasakan nyeri ataupun sakit sehingga dapat mengurangi penderitaan bagi hewan tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan penggunaan anestesi umum. Dengan melakukan anestesi umum, maka kucing akan kehilangan
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan paper ini adalah sebagai berikut. 1.2.1
Bagaimana kombinasi Ketamine-Xylazin?
1.2.2
Bagaimana tata pelaksanaan anestesi?
1.2.3
Apa pengaruh Ketamine-Xylazin dalam fisiologis kucing?
II.
2.1.
TUJUAN DAN MANFAAT TULISAN
Tujuan Penulisan
Adapun bebrapa tujuan dalam penulisan ini antara lain. 2.1.1. Mengetahui tentang anesetesi umum 2.1.2. Mengetahui obat-obat anestesi umum pada hewan khusunya pada kucing. 2.1.3. Mengetahui kombinasi obat-obat anestesi umum, yakni KetaminXylazin. 2.1.4. Mengetahui pengaruh obat terhadap fisiologis kucing.
2.2.
Manfaat Penulisan
Manfaat dari pembuatan paper ini adalah memberikan pengetahuan bagi pembaca dan sekaligus penulis. Dimana dengan memberi pengetahuan kepada kita mengenai anestesi umum pada kucing dapat lebih memahami mata kuliah ilmu bedah veteriner khusunya dalam bidang anestesi. Dengan memahami materi ini dapat melanjutkan ke materi selanjutnya yang berhubungan dengan ilmu bedah veteriner.
III.
3.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Fisiologi Kucing
Sebelum melakukan anestesi, perlu diketahui bagaimana kondisi fisiologis dari kucing yang akan dianestesi. Pemeriksaan fisik dari hewan penderita yang akan menjalani tindak pembedahan adalah langkah awal dalam penentuan potensi resiko dalam pelaksanaan pemberian anestesi. Evaluasi yang menyangkut cardiopulmonary, fungsi ginjal dan hepar merupakan hal khusus yang penting diketahui kondisinya (Sardjana dan Kusumawati, 2011). Sistem sirkulasi hewan terdiri dari suatu pompa empat ruang, yaitu jantung dan sistem pembuluh yang mengedarkan darah baik dari jantung (arteri) maupun ke jantung (vena). Jantung adalah suatu struktur muskular berongga yang bentuknya menyerupai kerucut. (Frandson, 1992). Sementara itu sistem respirasi memiliki 2 fungsi utama, yaitu sebagai penyedia oksigen bagi darah dan mengambil karbondioksida dari dalam darah. Pusat pernafasan adalah sekelompok neuron yang tersebar luas dan terletak
jantung, dan lain sebagainya. Suhu kulit pada seluruh tubuh akan menurun menjelang kematian dan juga pada waktu kehilangan darah dalam jumlah besar (Sajuthi et al, 2012). Frekuensi nafas dan denyut jantung normal pada kucing seperti disebutkan Ifianti (2001) disajikan pada tabel 1.
Sistem termostat dalam tubuh terdiri dari beberapa mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh ketika suhu menjadi sangat tinggi, yaitu vasodilatasi pembuluh darah yang akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit, pengeluaran keringat, dan penurunan suhu tubuh dengan menghambat mekanisme penyebab peningkatan suhu tubuh. Sedangkan ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu mengadakan prosedur yang sangat berlawanan, yaitu : vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh oleh rangsangan pusat
3.2.
Premedikasi
Untuk mempersiapkan hewan sebelum pemberian obat anestesi maka perlu
diberikan
obat-obat
preanestetik
atau
biasa
disebut
premedikasi.
Premedikasi diberikan dengan tujuan membuat hewan lebih tenang dan terkendali, mengurangi dosis anestesi, mengurangi efek-efek otonomik yang tidak diinginkan, mengurangi nyeri pre-operasi (Sardjana, 2003). Premedikasi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis anestetikum, mengurangi nyeri selama operasi maupun pasca operasi (McKelvey dan Hollingshead, 2003). Pemberian premedikasi juga bertujuan untuk mengurangi metabolisme basal sehingga induksi dan pemeliharaan anestesi menjadi lebih mudah dan memerlukan obat anestesi yang lebih sedikit dengan mengurangi dosis anestesi, akan membuat hewan penderita sadar lebih cepat setelah operasi selesai. Trauma pembedahan sering menyebabkan gerak refleks dari hewan penderita sehingga
seluruh tubuh, reflek otot hilang, dan disertai dengan hilangya kesadaran. Anestesi ini terdiri atas 2 jenis yaitu, anestesi volatil (inhalasi) dan non-volatil (injeksi/parenteral). Tanda-tanda anestesi umum telah bekerja adalah hilangnya kordinasi anggota gerak, hilangnya respon saraf perasa dan pendengaran, hilangnya tonus otot, terdepresnya medulla oblongata sebagai pusat respirasi, dan vasomotor, dan bila terjadi overdosis hewan akan mengalami kematian. (Sudisma et al., 2006). Menurut Sudisma, et al. (2006), agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau melalui gabungan injeksi dan inhalasi. Anestesi umum yang diberikan secara injeksi meliputi barbiturat (thiopental, methohexical, dan pentobarbital), cycloheksamin (ketamin, tiletamin), etomidat, dan profol.
1.
Fase / tahapan I, Fase ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Pada fase ini hewan masih sadar dan memberontak. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan denyut jantung, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi, dengan kecepatan respirasi normal (20-30x/menit).
2.
Fase/tahapan II, fase ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan fase pembedahan. Pada fase ini adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak. Pernafasan tidak teratur, inkontinentia urin, muntah, midriasi, takikardia.
3.
Fase/tahapan III plane 1, ditandai dengan pernafasan yang teratur yaitu 12-20x/mnt dan terhentinya anggota gerak. Tipe penafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerakgerak, palpebra, konjuctiva, dan kornea terdepres.
4.
Fase/tingkatan III plane 2, ditandai dengan respirasi thoracoabdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
5.
Fase/tingkatan III plane 3, ditandai dengan respirasi regular,
Tujuan anestesi dapat dicapai dengan pemberian obat
anestesi secara
tunggal maupun dengan balanced anesthesia yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestesi maupun dengan agen preanestesi (McKelvey dan Hollingshead, 2003; Tranquilli et al., 2007). Menurut Alex, (2010) balanced anesthesia dalam konteks ini meliputi yaitu a). Obat diberikan sebelum induksi anestesi (Premedikasi), b). Obat diberikan selama induksi anestesi, c). Obat diberikan selama maintenance anestesi. Anestesi merupakan tahapan yang paling penting dalam tindakan pembedahan, karena tindakan pembedahan belum dapat dilakukan bila anestesi belum diberikan (Pretto, 2002). Terdapat cukup banyak obat-obat anestesi. Berikut akan dibahas mengenai obat-obat yang sangat umum digunakan dalam menganestesi hewan kecil:
memiliki sifat kuat dalam menghambat saluran cerna. Berefek pula pada kandung kemih dengan mengurangi keadaan hipermotilitas kandung kemih. Atropin dapat menghambat kerja kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada lapisan mukosa mulut ( serostomia). Kelenjar saliva sangat peka terhadap atropin, bahkan kelenjar keringat dan air mata juga dapat terganggu (Mycek et al. 2001 ). Atropin sulfat sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg, yang diberikan baik secara subkutan, intravena maupun intra muskuler (Plumb, 1998). Farmakokinetik dari atropin yaitu atropin mudah diserap, sebagian dimetabolisme di dalam hepar, dan dibuang dari tubuh terutama melalui air seni. Adapun efek samping dari atropin tergantung dari dosis, atropin juga dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan mengabur, takikardia, dan konstipasi. Efeknya terhadap sistem saraf pusat termasuk rasa capek, bingung, dan delirium (ketidakmampuan membedakan kondisi yang nyata dan halusinasi) yang dapat berlanjut menjadi depresi dan penyumbatan pada sistem pernapasan bahkan kematian (Mycek et al. 2001 ). Atropin ini juga dapat menghambat bradikardia yang dapat ditimbulkan oleh obat kolinergik dan tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan
Pemberian ketamin dapat diberikan dengan mudah pada penderita secara intramuskuler. Obat ini menimbulkan efek analgesia yang sangat baik dan dapat dikatakan sempurna dengan hanya diikuti tidur yang superfisial. Hal ini dapat dilihat pada penderita yang diberikan ketamin sering menunjukkan gerakan spontan dari ekstrimitasnya walaupun pelaksanaan operasi telah dilakukan. Keadaan ini disebabkan titik tangkap kerjanya pada daerah kortek dari otak dibanding dengan obat anestesi lainnya yang titik tangkap kerjanya adalah reticular actifiting system dari otak (Dodman et al , 1984). Dosis ketamin pada kucing yaitu 10-30 mg/kg secara intra muskuler (Lumley,1990). Ketamin menyebabkan pasien dalam kondisi tidak sadar dalam durasi yang cepat namun mata masih tetap terbuka tetapi tidak memberikan respon rangsangan dari luar (Hilbery et al , 1992). Selain itu ketamin juga memiliki efek anestetikum yang dapat menekan hipotalamus sehingga menyebabkan penurunan temperatur tubuh (Plumb, 2005). Sifat-sifat ketamin, yaitu larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar, dan suasana asam (pH 3,5 – 5,5). Adapun farmakokinetik dari ketamin adalah sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati,
pernafasan dan tidak memberikan pengaruh relaksasi pada muskulus, yang karenanya sering dikombinasikan dengan obat yang mempunyai pengaruh terhadap relaksasi muskulus (Hellebrekers et al , 2011).
c. Xylazin
Xylazin menyebabkan penekanan sistem saraf pusat yang diawali dengan sedasi kemudian pada dosis yang lebih tinggi digunakan untuk hipnotis, sehingga akhirnya hewan menjadi tidak sadar dan teranestesi (Zulfadli, 2005). Di dalam anestesi hewan, xylazin biasanya paling sering digunakan dengan kombinasi ketamin. Obat ini bekerja pada reseptor presinapsis dan pos sinapsis dari sistem saraf pusat dan perifer sebagai agonis adrenergik. Xylazin menimbulkan efek relaksasi muskulus centralis. Selain itu, xylazin juga mempunyai efek analgesi. Xylazin menimbulkan kondisi tidur yang ringan bahkan sampai kondisi narkosis yang dalam, tergantung dari dosis untuk masingmasing spesies hewan. Reseptor α2 adrenoreceptor agonis mengerahkan efek penghambatan pada fungsi sistem saraf pusat melalui penghambatan pelepasan neurotransmiter dari saraf simpatis. Hal ini menyebabkan aktivitas saraf simpatis
menyebabkan gejala bradikardia, arythmia, peningkatan tekanan sistem saraf pusat, pengurangan sistem sistolik, depresi respirasi (pengurangan frekuensi respirasi dan volume respirasi per menit) serta hipertensi yang diikuti dengan hipotensi (Zulfadli, 2005). Xylazin memiliki efek farmakologis yang sebagian besar terdiri dari penurunan cardiac output , sehingga terjadi penurunan frekuensi setelah kenaikan di awal injeksi pada tekanan darah kemudian dalam perjalanan dapat menyebabkan efek vasodilatasi pada tekanan darah yang juga dapat menyebabkan bradikardia, vomit , tremor , motilitas menurun tetapi kontraksi uterus meningkat pada betina, bahkan dapat mempengaruhi keseimbangan hormonal seperti menghambat produksi insulin dan antidiuretic hormon (ADH). Xylazin juga menghambat efek stimulasi saraf postganglion. Pengaruh xylazin dapat dihambat dengan menggunakan antagonis reseptor adrenergik seperti atipamezole, yohimbine dan tolazoline (Kusumawati, 2011). Kontraindikasi dari xylazin adalah tidak boleh digunakan pada hewan yang memiliki hipersensitivitas terhadap obat tersebut. Xylazin dapat diberikan secara intravena, intramuskular, dan subkutan. Pada ruminansia, xylazin dapat menyebabkan peningkatan sekresi saliva, meningkatkan risiko pneumonia as pirasi
IV.
PEMBAHASAN
4.1.Kombinasi Ketamin-Xylazin
Kombinasi antara ketamin dan xylazin merupakan kombinasi yang paling baik bagi kedua agen ini, untuk menghasilkan analgesia. Banyak hewan yang teranestesi secara baik dengan menggunakan kombinasi keduanya. Emesis sering terjadi pasca pemberian ketamin-xylazin, tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian atropin 15 menit sebelumnya (Lumb et al , 2007). Pada kucing, penggunaan kombinasi ketamin-xylazin dapat menyebabkan perlambatan absorbsi ketamin sehingga eliminasi ketamin lebih lama, hal ini menyebabkan durasi anestesi lebih panjang (Mentari, 2013). Efek sedasi xylazin akan muncul maksimal 20 menit setelah pemberian secara IM dan akan berakhir setelah 1 jam, sedangkan efek anestesi ketamin akan berlangsung selama 30-40 menit dan untuk recovery dibutuhkan waktu sekitar 5-8 jam (Kusumawati dan Sardjana, 2004).
(Lumb and Wyne, 1984). Menurut Lumb dan Jones (1984), Kombinasi antara ketamin dan xylazin merupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen itu untuk menghasilkan anestesi. Anestesi dengan ketamin-xylazin memiliki efek yang lebih pendek jika dibandingkan dengan pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi ini menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konvulsi. Pemantauan selama proses anestesi perlu dilakukan, hal ini untuk melihat reaksi dari obat-obatan tersebut dengan tubuh pasien. Pemantauan sebaiknya difokuskan pada fungsi respirasi, fungsi sirkulasi, dan temperatur tubuh yang memiliki
peran
mempertahankan
kedalaman
anestesi
(McKelvey
dan
Hollingshead, 2003).
4.2. Pelaksanaan Anestesi
Sebelum anestesi dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan hematologi dan kimia darah kemudian pemeriksaan umum terhadap kondisi hewan, meliputi frekuensi denyut jantung, frekuensi napas, suhu tubuh sebelum
4.3. Pengaruh Ketamanin-Xylazine Terhadap Fisiologis Kucing
Pemberian terhadapfisiologi
obat-obat
kucing.
anestesi
Berikut
tentunya
merupakan
akan
pengaruh
memberi
pengaruh
Ketamin-Xylazine
terhadap CRT, tingkah laku, sistem pernafasan, denyut jantung, serta suhu tubuh. Nilai CRT yang terlihat selama penelitian tetap normal, tetapi warna mukosa pada gusi kucing dengan kombinasi ketamin-xylazin terlihat menjadi lebih pucat di pertengahan proses anestesi yang kemudian mulai berangsur-angsur kembali berwarna pink setelah anestesi. Hal ini karena pengaruh xylazin yang menyebabkan aktivitas saraf simpatis menurun sehingga menurunkan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Kucing yang sudah diberi anestesi menunujukkan reaksi vomit beberapa saat setelah injeksi sebelum akhirnya tidak sadar. Xylazin dapat merangsang pusat muntah, khususnya pada anjing dan kucing sehingga biasanya juga digunakan sebagai obat emetik (Sardjana, 2003). Pada semua hewan yang diberi ketamin, dengan pemberian tunggal bukan obat anestesi yang baik, karena obat ini tidak
Penurunan frekuensi jantung pada Ketamine-Xylazine disebabkan oleh pengurangan aktivitas simpatetik oleh xylazin yang berakibat pada kontriksi pembuluh darah perifer sehingga frekuensi jantung, dan tekanan darah perifer akan menurun. Pada anastesi terjadi penurunan respirasi diawal. Hal ini disebabkan karena
adanya
pengaruh
xylazin.
Xylazin
menekan
otot
pernapasan,
menyebabkan penurunan respirasi dan saturasi oksigen. Penurunan saturasi oksigen juga terjadi karena obat anestetik menyebabkan relaksasi otot bronkus dan penurunan tingkat oksigenasi darah. Xylazin juga menyebabkan penurunan saturasi oksigen akibat menurunnya respirasi (Ismail et al , 2010 yang dikutip dari Sudisma et al , 2012). Suhu tubuh kucing yang teranestesi turun di bawah normal karena pusat suhu tubuh di hipotalamus tertekan. Pada anestesi umum, dan penurunan suhu tubuh juga disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah perifer, pengurangan pembentukan panas oleh otot skelet, dan penurunan rata-rata basal metabolisme tubuh karena tidak ada aktivitas tubuh selama anestesi (Lumb dan Jones, 1996;
V.
5.1.
SIMPULAN SARAN
Kesimpulan
Pemilihan
obat
anestesi
umum
harus
didasarkan
atas
beberapa
pertimbangan, yaitu jenis operasi, lamanya operasi, temperamen hewan, fisiologis hewan, dan spesies hewan. Tahapan anestesi sangat penting untuk diketahui terutama dalam menentukan tahapan terbaik untuk melakukan pembedahan, memelihara tahapan
tersebut sampai batas
waktu tertentu, dan mencegah
terjadinya kelebihan dosis anestetikum. Kombinasi Ketamin-Xylazin menyebabkan asidosis meta-bolik dengan kompensasi alkalosis respiratorik yang cukup sempurna, sehingga cukup aman digunakan sebagai obat anestesi untuk jenis operasi yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Penggunaan kombinasi obat ini memengaruhi fisiologis kucing selama dalam pengaruh anestesi.
DAFTAR PUSTAKA
Hasar dan Najafpour. 2009. Effects Of Ascorbic Acid For Premedication Of Cats Following Ketamine Anaesthesia. Islamic Azad University. ISSN: 16805593 Pirade, Priskha Florancia. 2015. Perbandingan Pengaruh Anestesi KetaminXylazin Dan Ketamin-Zoletil Terhadap Fisiologis Kucing Lokal ( Felis domestica). Universitas Hasanuddin. (Skripsi) Tambing, Titin. 2014. Perbandingan Pengaruh Anestesi Ketamin-Xylazine Dan Ketamin-Zoletil Terhadap Frekuensi Nafas Dan Denyut Jantung Kucing Lokal ( Feline Domestica) Pada Kondisi Sudden Loss Of Blood. Universitas Hasanuddin. (Skripsi) Yudaniayanti, Triakoso Dan Galijono. 2011. Analisis Gas Darah Pada Kucing Yang Mengalami Laparohisterotomi Dengan Anestesi Xylazin-Ketamin Dan Xylazin-Propofol. Universitas Airlangga. ISSN : 1411 – 8327
Lampiran
PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMINXYLAZIN DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FISIOLOGIS KUCING LOKAL ( F eli s domesti ca )
SKRIPSI
PRISKHA FLORANCIA PIRADE O111 10 119
ii
PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMINXYLAZIN DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FISIOLOGIS KUCING LOKAL ( F eli s domesti ca )
PRISKHA FLORANCIA PIRADE O111 10 119
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
:
Priskha Florancia Pirade
NIM
:
O 111 10 119
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi saya adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
v
ABSTRAK Priskha Florancia Pirade. Perbandingan Pengaruh Anestesi Ketamin-Xylazin Dan Ketamin-Zoletil Terhadap Fisiologis Kucing Lokal ( Felis domestica). Dibawah bimbingan Dr. Drh. Dwi Kesuma Sari sebagai pembimbing utama dan drh. Dedy Rendrawan M.P sebagai pembimbing anggota.
Anestesi merupakan suatu proses yang penting sebelum melakukan tindakan pembedahan atau operasi untuk menghilangkan rasa nyeri atau sakit dan memudahkan proses pembedahan. Untuk itu, pemilihan obat anestesi yang tepat mempengaruhi proses dari anestesi itu sendiri. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengamati dan membandingkan perbedaan durasi dan melihat efektivitas penggunaan kombinasi dari ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil, serta perbandingan perngaruh antara kedua kombinasi obat tersebut terhadap denyut jantung, frekuensi napas, dan suhu tubuh dari kucing lokal ( Felis domestica). Penelitian ini menggunakan kucing lokal, dengan rentang usia antara 1-2 tahun dan diberi perlakuan yang sama minimal selama 7 hari. Selanjutnya kucing dibagi menjadi dua kelompok, dimana kelompok pertama adalah kombinasi ketaminxylazin dan kelompok kedua adalah ketamin-zoletil. Pengamatan dilakukan mulai dari premedikasi hingga hewan sadar kembali. Penghitungan denyut jantung, frekuensi napas, dan suhu, dilakukan setiap 5 menit, hingga hewan kembali sadar. Data yang diperoleh diuji secara statistik, dengan metode rancangan acak
vi
ABSTRACT Priskha Florancia Pirade. The comparison of Anesthesia Ketamine-Xylazine and Ketamine Zoletil effect to the physiological of Indonesian Domestic Cats ( Felis domestica). Supervised by Dr. Drh. Dwi Kesuma Sari as the main supervisor and drh. Dedy Rendrawan M.P as co-supervisor.
Anesthesia is one of important process before surgical to omit the pain or sickness and make the surgical easier. In order to that, the right selection of anesthesia medicine influencing the process of the anesthesia. This study is aimed to observe and to compare the different duration and the effectiveness of combination ketamine-xylazine and ketamine-zoletil. It was also comparing the effect between these two combination to the heartbeat, breath frequency and body temperature of domestic cats ( Felis domestica). The research was using domestic cats, with the age bracket around 1-2 years old and the same stimulation was given with minimum seven days. After that, the cats divided into two groups, which is the first group was a combination of ketamine-xylazine and the second group was ketamine-zoletil. The observation started from pre-medication until consciousness. The calculation of heartbeat, breath frequency and the temperature were held every 5 minutes until cats became conscious. The data collection was
vii
KATA PENGANTAR
Salam Sejahtera, Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul Perbandingan Pengaruh Anestesi antara Ketamin-Xylazin dengan Ketamin-Zoletil terhadap fisiologis kucing lokal ( Felis domestica). Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu,ungkapan terimakasih yang terindah penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senatiasa menguatkan dan memberi hikmat,dan kepada orangtua terkasih ayahanda Lolo Sirampun Pirade dan ibunda Sarah Kombong, serta kedua adik tersayang Franklin Viktor Pirade dan Fidelia Pirade yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan
dan semangat bagi penulis selama menempuh pendidikan di PSKH FK-UH.
viii
kepada Ibu Drh. Novi Susanty yang selalu memberikan bantuan, dukungan, doa dan semangat kepada penulis. 3. Para Staf Dosen Pengajar dan Staf Administrasi yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di PSKH FK-UH. 4. Para staf di pet klinik Emysaelan dan klinik daya, yang telah membantu dan bersedia meminjamkan tempat selama penelitian. 5. Kepada bapak Yob Marcion dan Ibu Novita Nastasia , serta tim pendoa dan para pelayan di JKI Abraham yang senantiasa memberi semangat dan selalu mendukung dalam doa. 6. Rekan-rekan mahasiswa PSKH FK-UH angkatan 2010, khususmya kepada Titin Tambing, Noer Chalid Khaidir, Riana, Vilzah Fatimah, Pratiwi Meylinda Riso Dengen, Andhika Yuda Prawira, Zainal, Ryan Payung, Imelda Meiliany, Rozana Salamena, Rahayu Anggreini, Andy Noor Warisah,Meyby E.P.L, Siti Mughniaty, Degi Prasetya, dan Ade Andrew Pinotoan yang sudah banyak membantu dan memberikan
kontribusi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. Serta semua
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR GRAFIK
xi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
2
x
2.5 Stadium Anestesi
10
2.6 Obat Anestesi
15
2.6.1 Atropin.
15
2.6.2 Ketamin
15
2.6.3 Xylazin
17
2.6.4 Zoletil
19
2.6.5 Kombinasi Ketamin-Xylazin
20
2.6.6 Kombinasi Ketamin-Zoletil
20
2.7 Alur Penelitian
21
III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
22
3.2 Bahan Penelitian
22
3.3 Peralatan Penelitian
22
3.4 Metode Penelitian
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. data Frekuensi Denyut Jantung Normal Pada Kucing
5
Tabel 2.Frekuensi Suhu Normal Pada Kucing
6
Tabel 3. Frekuensi Napas Normal Pada Kucing
7
Tabel 4.Tahapan dan indikasi status teranestesi oleh anastetikum umum
14
Tabel 5. Stadium dan Durasi Anestesi
25
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Reseptor GABA A
7
Gambar Skema Alur Penelitian
21
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam menangani kesehatan kucing, tidak jarang para dokter hewan memerlukan transqualizer (penenang) dan anestetik (obat bius) yang erat kaitannya dengan pembedahan. Obat bius adalah sejenis obat yang digunakan dalam proses pembedahan atau prosedur lain yang dilakukan oleh dokter. Kegunaan obat bius atau manfaat obat bius adalah untuk menghilangkan rasa nyeri sehingga mengurangi rasa sakit saat pasien sedang menjalani proses pembedahan. Obat bius sangat diperlukan dalam proses anestesi yang dilakukan sebelum operasi (Agustianingsih, 2012). Anestesi sebelum operasi sangat penting dilakukan pada hewan untuk menghilangkan rasa sakit dan mempermudah pekerjaan dalam operasi. Tujuan hewan dianestesi sebelum operasi adalah untuk memastikan hewan tidak merasakan nyeri ataupun sakit sehingga dapat mengurangi penderitaan bagi hewan tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan penggunaan anestesi umum. Anestesi umum adalah hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran (Sardjana dan Kusumawati,2011). Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh oleh dokter Oliver Wendell Holmes (1809-1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah
2
jarang menimbulkan komplikasi klinis. Kombinasi kedua obat ini pernah dilaporkan penggunaanya pada anjing dan kucing (Benson yang dikutip dalam Yudaniayanti, 2010). Xylazin merupakan analgesik dan sedatif yang mempunyai efek relaksasi otot yang baik, sedangkan ketamin menimbulkan efek kekakuan otot yang tinggi pada waktu pemulihannya. Ketamin biasanya dikombinasikan dengan xylazin yang memiliki perlelaksasi otot sehingga dapat mengurangi kekakuan otot yang dihasilkan oleh agen disosiatif (Booth yang dikutip dalam Gorda, 2010). Zoletil merupakan obat anestesi yang juga cukup baik untuk digunakan. Zoletil termasuk kelompok benzodiazepin yang dapat menyebabkan relaksasi otot (Gwendolyn, 2008). 1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan atau pengaruh yang ditimbulkan dari kombinasi ketamin-xylazin dengan ketamin-zoletil terhadap durasi anestesi dan fisiologis kucing local/ kampong ( Felis domestica) khususnya pada suhu, denyut jantung, dan frekuensi napasnya ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan membandingkan durasi antara kedua kombinasi (ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil) dan pengaruh kedua
3
1.4.2 Manfaat Aplikatif
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam menentukan penggunaan kombinasi obat anestesi yang memiliki efek paling baik. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi penentuan tahapan terbaik untuk melakukan pembedahan, dan memelihara tahapan tersebut sampai batas waktu tertentu sesuai yang diharapkan, khususnya pada kucing lokal ( Felis domestica).
1.5 Hipotesis
Ada perbedaan waktu durasi dan pengaruh yang ditimbulkan dari penggunaan kombinasi antara ketamin-xylazin dengan ketamin-zoletil terhadap fisiologis kucing lokal ( Felis domestica) khususnya terhadap denyut jantung, frekuensi napas, dan suhu.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan pada hewan kucing dengan usia 1- 2 tahun. Mengamati kondisi hewan percobaan selama teranestesi dengan pemberian kombinasi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil, mengukur frekuensi nafas, suhu,
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi dan Fisiologis Kucing
Dalam sistematika hewan (taksonomi) kucing domestik (kampung/lokal) diklasifikasikan ke dalam: kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Carnivora, famili Felidae, genus Felis dan spesies Felis domestica/catus. Kucing kampung/lokal memiliki kelebihan antara lain : kuat karena sudah terbiasa hidup dialam bebas atau liar, dan tidak manja karena terbiasa hidup mandiri (Suwed et al .2011). Pada kucing penentuan umur relatif sama dengan pola pada anjing, yaitu gigi susu muncul pada usia 3-4 minggu setelah lahir. Pergantian gigi berakhir sekitar umur 8-9 bulan. Pada usia 1 tahun terlihat gigi putih dan bersih, sedangkan pada usia 1-2 tahun terlihat gigi mulai aus dan muncul karang gigi (kuning) pada beberapa gigi dibelakang gigi. Kemudian pada usia 3-5 tahun terlihat adanya karang gigi yang lebih banyak/semua gigi (Suwed et al ;Muyle, 2012). Pemeriksaan fisik dari hewan penderita yang akan menjalani tindak pembedahan adalah langkah awal dalam penentuan potensi resiko dalam pelaksaan pemberian anestesi. Evaluasi yang menyangkut cardiopulmonary, fungsi ginjal dan hepar merupakan hal khusus yang penting diketahui kondisinya (Sardjana dan Kusumawati, 2011). Fisiologis kucing yang berkaitan dengan penelitian ini meliputi : 2.1.1 Sistem sirkulasi (Kardiovaskuler)
5
denyut jantung pada kondisi teranestesi adalah normal, akibat adanya pengaruh sebagian besar anestetikum yang dapat menekan denyut jantung seperti atropin, ketamin, dan tiletamin (McKelvey dan hollingshead 2003). Kekuatan kontraksi jantung, kecepatan denyut jantung serta aliran darah dipengaruhi dan dikontrol oleh saraf otonom yang berpusat pada medulla oblongata. Stimulasi saraf-saraf vagus cenderung menghambat kerja jantung dengan menurunkan gaya kontraksi dari otot jantung, kecepatan kontraksi dan kecepatan konduksi impuls dalam jantung sehingga arus darah melalui arteri koroner akan berkurang. Rangsangan saraf simpatis akan berkerja sebaliknya, yaitu meningkatkan aktivitas jantung dan naiknya gaya atau tenaga kontraksi, kecepatan kontraksi, kecepatan konduksi impuls dan arus darah koroner (Gustrini 2005). Frekuensi denyut jantung normal pada kucing seperti disebutkan Ifianti (2001) diperlihatkan pada tabel berikut: Tabel 1. Frekuensi Denyut Jantung Normal Pada Kucing
Frekuensi denyut jantung / menit
110-130 110-130 110-130
Sumber
Armour coy (USA) Malkmus opperman (1949) Marek mocsy (1951)
Sumber : Ifianti (2001)
2.1.2 Suhu Tubuh
Suhu tubuh adalah suhu bagian dalam (suhu inti), bukan suhu permukaan
6
simpatis hipothalamus posterior, dan piloereksi untuk membentuk lapisan tebal “isolator udara” di dekat kulit sehingga pemindahan panas ke lingkungan lebih ditekan. Peningkatan pembentukan panas oleh sistem metabolisme dengan cara menggigil, rangsangan simpatis pembentukan panas dan sekresi tiroksin. Rangsangan simpatis dengan pelepasan norepinephrine dan epinephrine akan meningkatkan kecepatan metabolisme jaringan dan meningkatkan aktivitas selular terutama pada jenis jaringan lemak coklat yang meningkatkan pembentukan panas (Guyton, 1994). Frekuensi denyut jantung normal pada kucing seperti disebutkan Ifianti (2001) diperlihatkan pada tabel berikut: Tabel 2. Data Suhu (temperatur) Kucing Normal: Suhu Tubuh ( oC) Sumber 37,78-39,17 Armour coy (USA) 38-39 Malkmus opperman (1949) 38-39,5 Marek mocsy (1951) Sumber : Ifianti (2001)
2.1.3 Sistem Respirasi
Sistem respirasi atau pernapasan sangat penting, karena oksigen digunakan didalam proses metabolisme dalam tubuh dan karbondioksida perlu dikeluarkan dari dalam tubuh. Sistem pernafasan kucing terdiri atas paru-paru, bronchial passage, dan diafragma. Sistem pernafasan juga membantu kucing menyeimbangkan temperatur atau suhu tubuh, dengan cara mendinginkannya. Dengan demikian kucing mampu bernapas lebih cepat. Rata-rata kucing normal
7
Tabel 3. Frekuensi Nafas Normal Pada Kucing
Frekuensi nafas / menit
Sumber
20-30 20-30 20-40
Armour coy (USA) Malkmus opperman (1949) Marek mocsy (1951)
Sumber : Ifianti (2001)
2.1.4 Sistem Saraf
Sistem kontrol saraf yang ada pada tubuh kucing memadukan informasi yang diperoleh dari lingkungannya, lalu memutuskan untuk mengambil tindakan terhadap kondisi tersebut. Otak dan tulang belakang merupakan pusat kontrol terhadap sistem sarafnya. Sistem tersebut membaca data dari pikiran dan mengirimkan perintah ke otot dan sistem lainnya yang ada pada tubuh kucing (Suwed et al . 2011). Gamma-amino butiric acid (GABA) merupakan neurotransmiter inhibitori utama pada otak, disintesis dari glutamat dengan bantuan enzim glutamic acid decarboxylase (GAD), didegrasi oleh GABA-transaminase. Sekali dilepaskan maka GABA akan berdifusi menyebrangi celah sinap untuk berinteraksi dengan reseptornya sehingga menimbulkan aksi penghambatan fungsi sistem saraf pusat. Neurotransmiter GABA lepas dari ujung saraf gabanergik, berikatan dengan reseptornya, membuka saluran ion Cl, ion Cl masuk kedalam sel, terjadi hiperpolarisasi sel saraf, terjadi efek penghambatan transmisi saraf, dan depresi sistem saraf pusat. Reseptor GABA sebagai tempat terikatnya GABA terdiri dari
8
Hubungan fungsi dan struktur pada susunan saraf pusat tetap tidak jelas sehingga dalam hal ini adalah riskan untuk membuat banyak kesimpulan tentang perubahan anatomi dan histologi. Namun demikian ada hal yang sangat menarik sebagai hasil studi yang dilakukan, bahwa pada manusia berat otak mengalami penurunan seiring dengan usia tua pada penderita yang mana disebabkan terjadinya atropi dalam neuron di hemisphere cerebral . Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara usia dengan konduksi pusat saraf, dan berakibat pada penurunan sistem saraf pusat yang berhubungan dengan faktor usia, saraf perifer dan neuromuscular junction menjadi kurang baik (Sardjana dan Kusumawati, 2011). Mekanisme kerja anestesi umum pada tingkat seluler belum diketahui secara pasti, tetapi dihipotesiskan mempengaruhi sistem otak karena hilangnya kesadaran, mempengaruhi batang otak karena hilangnya kemampuan bergerak, dan mempengaruhi korteks serebral karena terjadi perubahan listrik pada otak (Tranquili et al ., 2007). 2.2 Tekanan dan Gambaran Darah
Tekanan darah dapat diukur umumnya melalui palpasi pulsus, tetapi untuk mendapatkan tekanan darah yang akurat harus dilakukan dengan alat pengukur tekanan darah. Beberapa istilah yang digunakan untuk menentukan tekanan darah adalah tekanan darah sistol ( systolic arterial pressure atau SAP), tekanan darah diastol (diastolic arterial pressure atau DAP), dan tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure atau MAP). Systolic arterial pressure adalah tekanan darah
9
Tingginya nilai PCV perlu untuk diperhatikan karena berhubungan dengan hemokonsentrasi dan meningkatnya kekentalan darah, yang dapat menyebabkan penurunan curah jantung. Jumlah sel darah putih menandakan ada tidaknya infeksi atau tingkat stres yang terjadi pada hewan. Kondisi terinfeksi dan stres akan meningkatkan resiko anestesi (Mentari, 2013). 2.3 Premedikasi
Untuk mempersiapkan hewan sebelum pemberian obat anestesi maka perlu diberikan obat-obat preanestetik atau biasa disebut premedikasi. Premedikasi diberikan dengan tujuan membuat hewan lebih tenang dan t erkendali, mengurangi dosis anestesi, mengurangi efek-efek otonomik yang tidak diinginkan, mengurangi nyeri pre-operasi (Sardjana, 2003). Premedikasi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis anestetikum, mengurangi nyeri selama operasi maupun pasca operasi (McKelvey dan Hollingshead, 2003). Pemberian premedikasi juga bertujuan untuk mengurangi metabolisme basal sehingga induksi dan pemeliharaan anestesi menjadi lebih mudah dan memerlukan obat anestesi yang lebih sedikit dengan mengurangi dosis anestesi, akan membuat hewan penderita sadar lebih cepat setelah operasi selesai. Trauma pembedahan sering menyebabkan gerak refleks dari hewan penderita sehingga pemberian analgetika dapat diberikan untuk menekan refleks yang tidak diinginkan atau mencegah gerak tubuh yang tidak disadari (Sardjana dan
10
melalui oral atau rektal; dan 4.) Respirasi atau inhalasi melalui saluran napas (Tranquili et al , 2007). Tujuan dari pemberian anestesi adalah mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan beberapa organ tubuh terutama pada pasien dengan kondisi khusus, seperti pada pasien tua, bayi, atau penderita penyakit komplikasi. Selain itu, tujuan anestesi juga untuk membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Dalam melakukan anestesi harus diperhatikan beberapa faktor antara lain: kondisi hewan, lokasi pembedahan lama pembedahan, ukuran tubuh dan jenis hewan, kepekaan hewan terhadap obat anestetik, dan penyakit yang diderita pasien. Kadang-kadang anestesi umum mempunyai resiko yang jauh lebih besar. Tipe anestesi ada dua, yaitu pembiusan total dan pembiusan lokal. Pembiusan total adalah hilangnya seluruh kesadaran total, sedangkan pembiusan lokal adalah hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi ini hanya melumpuhkan sebagian tubuh tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran. pada umumnya, obat-obatan anestetik secara primer memodifikasi fungsi sistem saraf pusat. Selain itu, obat tersebut juga mempengaruhi sistem tubuh yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung (Sardjana, 2003). 2.5 Stadium Anestesi
Jaelani (2013) mengemukakan bahwa sejak obat anestesi diperkenalkan,
11
Penggunaan anestesi harus tetap memperhatikan dan mempertahankan kedalaman anestesi, tetapi tetap menjaga agar tidak terjadi gangguan pada sistem kardiovaskuler dan respirasinya. Dua hal tersebut dapat dijaga hanya dengan memperhatikan refleks dan mengawasi tanda-tanda vital hewan. Refleks pedal, menjepit ekor, dan telinga, dapat digunakan untuk melihat bahwa anestesi sudah dalam dan anestesi tahap pembedahan sudah tercapa i, tetapi tidak dapat digunakan untuk memantau bahwa anestesi sudah terlalu dalam dan sudah membahayakan. Pada tahap anestesi yang terlalu dalam, hewan dapat dalam keadaan yang berbahaya terutama terhadap gagalnya proses respirasi dan kardiovaskuler. Tandatanda vital pada aktivitas kardiovaskuler dan respirasi yang menunjukkan kegagalan atau bahaya harus diamati dengan baik, seperti : mata terbuka, nafas sangat lambat dan dangkal, nafas sangat dalam, warna membran mukosa membiru, dan tekanan darah yang menurun (McKelvey dan Hollingshead, 2003). Menurut Jaelani (2011), anestesi lokal nampaknya memberikan depresi jalur penghambat kortikal, sehingga komponen eksitasi sisi sepihak akan muncul. Tingkat eksitasi tak seimbang ini akan diikuti oleh depresi sistem saraf pusat, umumnya bila kadar anestesi lokal dalam darah lebih tinggi lagi. Reaksi toksik pada anestesi lokal yang paling serius adalah timbulnya kejang karena kadar dalam darah berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan memberikan anestesi dengan dosis yang sesuai dengan kebutuhan, karena bila diberikan dalam dosis yang berlebihan semua anestesi lokal yang diberikan akan menjadi toksik terhadap jaringan saraf. Beberapa laporan menunjukkan timbulnya kasus deficitsensoris dan motoris yang berlanjut setelah cedera anestesi spinal dengan kloroprokain bervolume besar. Anestesi umum merupakan keadaan hilangnya nyeri diseluruh tubuh dan
12
sifat-sifat, antara lain tidak mengiritasi jaringan, tidak menimbulkan rasa nyeri pada saat diinjeksikan, cepat diabsorbsi, waktu untuk induksi, durasi dan masa pulih dari anestesi berjalan mulus, tidak ada tremor otot, memiliki indeks terapeutik yang tinggi, tidak bersifat toksik, mempunyai pengaruh minimal terhadap organ tubuh terutama di saluran pernapasan dan kardiovaskular, cepat dimetabolisme, tidak bersifat akumulatif, dapat dikombinasikan dengan obat lain seperti relaksan otot, analgesik, dan sudah diketahui antidotanya (Mentari 2013). Menurut Sardjana dan Kusumawati (2011) serta Ganiswara (1995), stadium anastesi umum dibagi menjadi empat tingkatan. Stadium I (stadium analgesia) yang dikenal juga sebagai stadium eksitasi yang disadari atau disorientasi, stadium ini berlangsung antara saat induksi dilakukan sampai hilangnya kesadaran hewan penderita. Pada stadium ini pupil tidak melebar (midriasis) akibat terjadinya rangsangan psikosensorik. Stadium II dimulai dari hilangnya kesadaran, terjadi reaksi berlebihan maupun refleks yang tidak terkendali terhadap segala bentuk rangsangan, refleks faring yang berhubungan dengan menelan dan muntah meningkat. Pada stadium ini pupil mengalami midriasis akibat rangsangan simpatik pada otot dilatator. Stadium I dan II adalah stadium menyulitkan ahli anestesi karena bisa berbahaya bagi hewan penderita, oleh karena itu diupayakan bisa melewati secepatnya untuk mencapai stadium III (Sardjana dan Kusumawati, 2011). Stadium III adalah stadium anestesi (stadium pembedahan), pupil mengalami midriasis disebabkan pelepasan adrenalin. Stadium pembedahan ini dilakukan bila pupil dalam posisi terfiksasi di tengah dan respirasi teratur. Pada anestesi yang dalam pupil mengalami dilatasi maksimal akibat paralisis saraf kranial III. Stadium pembedahan ini dibagi menjadi 4 plane Plane 1, ventilasi
13
McKelvey dan Hollingshead (2003) dan Tranquilli et al . (2007) menyatakan bahwa untuk memonitor anestesi dilakukan pengamatan tahap-tahap anestesi umum. Kualitas status teranestesi dapat dilihat dari perubahan fisiologis sebagai tanda kedalaman anestesi, sepert i disajikan pada Tabel 4. Tabel 4.Tahapan dan indikasi status teranestesi oleh anastetikum umum Fase / Tahapan Indikator
I
II
III Plane 1
III Plane 2
III Plane 3
III Plane 4
IV
Hampir Mati
Tingkah Laku
Tidak Terkontrol
Eksitasi: Kuat, bersuara, anggota gerak, mengunyah, ternganga
Teranestesi
Teranestesi
Teranestesi
Teranestesi
Respirasi
Normal, cepat ( ±2030x/menit
Tidak teratur, tertahan, atau hiperventila si
Teratur : 1220x/menit
Teratur, dangkal : 1216x/menit
Dangkal : <12x/menit
Putus-putus (Ada, berhenti)
Apnea (Berhenti)
Denyut jantung 6090x/menit, CRT meningkat, pulse lemah Tidak ada
Denyut jantung <60x/menit, CRT lama, membran pucat
kollaps
Fungsi kardiovaskuler
Tetap
Denyut jantung meningkat
Pulse kuat, denyut jantung >80x/menit
Denyut jantung 90x/menit
Respon Bedah/
Kuat
Kuat
Ada respon
Denyut
Tidak ada
Tidak ada
14
2.6 Obat Anestesi 2.6.1 Atropin Atropin atau alkaloid belladonna, memiliki afinitas kuat terhadap respon muskarinik, obat ini terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya direseptor muskarinik. Kerja atropin pada beberapa fisiologis tubuh seperti menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata, sehingga menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi tidak bereaksi pada cahaya dan siklopegia (ketidakmampuan fokus untuk penglihatan dekat). Pada pasien glukouma, tekanan intraokuler akan meninggi yang akan membahayakan (Mycek et al . 2001). Pemberian atropin sebagai obat antikolinergik digunakan untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus serta mencegah bradikardia yang diberikan sebelum pemberian anestesi, mengingat sekresi bronkhial berlangsung selama anestesi. Pada anjing dan kucing yang masih muda, pemberian atropin dapat memperberat takikardia (Sardjana dan Kusumawati, 2011). Atropin dapat menghambat bradikardia yang dapat ditimbulkan oleh obat kolinergik. Atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin atau esterkolin yang lain. Pada dosis yang kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf pusat, dan pada dosis toksik memperlihatkan depresi setelah melampaui fase eksitasi yang berlebihan (Syarif et al . 2011). Farmakokinetik dari atropin, yaitu atropin mudah diserap, sebagian dapat dimetabolisme di dalam hepar, dan dibuang dari tubuh terutama melalui air seni.
15
Hexylamine dengan rumus kimia 2-(0-chlorophenil)-2(methylamino) cyclohexanone hyidroclhoride (Kusumawati 2004). Ketamin merupakan disosiatif anestetikum yang mempunyai sifat analgesik, anastetik, dan kataleptik dengan kerja singkat (Gunawan et al . 2009). Ketamin diklasifikasikan sebagai anestesi disosiatif karena penderita tidak sadar dengan cepat, namun mata tetap terbuka tapi sudah tidak memberikan respon rangsangan dari luar. Dalam anestesi hewan, ketamin sering digunakan pada kucing, anjing, kelinci, tikus, dan beberapa hewan kecil lainnya untuk pemberian efek anestesi dan analgesik. Ketamin juga sering digunakan atau di kombinasikan dengan obat penenang agar menghasilkan anastesi seimbang dan analgesia, serta sebagai infus tingkat konstan yang membantu mencegah rasa sakit (Hilbery et al .1992). Mentari (2013) mengemukakan bahwa pada hewan kucing, ketamin tidak mengalami proses metabolisme dan dikeluarkan langsung tanpa perubahan melalui ginjal. Ketamin juga diklasifikasikan sebagai antagonis reseptor pada tingkat dosis anestesi penuh. Pemberian ketamin dapat diberikan dengan mudah pada pasien melalui intramuskuler. Obat ini menimbulkan efek analgesi yang sangat baik dan dapat dikatakan sempurna dengan hanya diikuti tidur yang superfisial atau efek hipnotiknya kurang (tidur ringan). Ketamin mempunyai efek analgesi yang kuat akan tetapi memberikan efek hipnotik yang ringan. Ketamin merupakan zat anastesi dengan efek satu arah yang berarti efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi atau diekskresi. Dengan demikian, pemakaian lama harus dihindarkan. Efek anestesi dari ketamin terjadi oleh adanya penghambatan efek membran dan neurotransmitter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-
16
Ketamin telah terbukti dapat dipakai pada berbagai kasus gawat darurat dan dianjurkan untuk pasien dengan sepsis atau pasien dengan sakit parah, hal ini karena efek stimulasi ketamin terhadap kardiovaskuler. Ketamin akan meningkatkan cardiac output dan systemic vascular resistance lewat stimulasi pada sistem saraf simpatis akibat pelepasan dari katekolamin. Ketamin dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang ringan. Efek terhadap kardiovaskular adalah peningkatan tekanan darah arteri paru dan sistemik, laju jantung dan kebutuhan oksigen jantung (Winarto, 2009). Ketamin meningkatkan tekanan darah sistol dan diastol kira-kira 20-25% karena adanya aktivitas saraf simpatik meningkat dan depresi baroreseptor serta menyebabkan terjadinya peningkatan denyut jantung. Pemberian anestetikum ketamin secara tunggal (dosis 10-15mg/kg BB secara IM) pada anjing menimbulkan kekejangan otot dan hipersalivasi serta durasi kerja anestesi yang sangat pendek. Untuk mengatasi kelemahan penggunaan ketamin secara tunggal, ketamin sering dikombinasikan dengan obat lain (Mentari, 2013). Penggunaan ketamin juga sangat kuat khususnya pada hewan golongan felidae, sedangkan efek hipnotiknya kurang dan kesadaran yang kembali relatif cepat yang dapat dicapai kurang lebih dalam waktu 15 menit (Sardjana, 2003). Gunawan et.al (2009) mengemukakan bahwa ketamin sangat larut didala m lemak dan memiliki onset yang cepat. Menurut Winarto (2009), daya larut ketamin dalam lemak memastikan perpindahan yang cepat dalam sawar darah otak. Lagipula, induksi dari ketamin dapat meningkatkan tekanan darah cerebral yang bisa memudahkan penyerapan obat dan dengan demikian meningkatkan kecepatan tercapainya konsetrasi yang tinggi dalam otak. Kemudian, ketamin didistribusikan lagi dari otak dan jaringan lain yang perfusinya tinggi ke lebih
17
tergantung dari dosis yang diberikan untuk masing-masing spesies hewan (Mentari, 2013). Menurut Adams (1992), α2 adrenoreseptor agonis mengerahkan efek penghambatan pada fungsi sistem saraf pusat. Hal ini menyebabkan aktivitas sara f simpatis menurun sehingga menurunkan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, serta menurunkan tingkat kewaspadaan. Pada otot polos pembuluh darah arteri organ dan vena abdomen ditemukan α 2 adrenoreseptor. Ketika α2 adrenoreseptor diaktifkan dapat menyebabkan vasokonstriksi. Selain itu, α 2 adrenoreseptor dijumpai juga pada sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem saraf pusat, ginjal, sistem endokrin, dan trombosit. Pemberian xylazin sebagai preanestesi dapat memperpanjang durasi analgesia, mengurangi dosis anestesi dan memperpendek efek pemulihan. Efek xylazin pada fungsi sistem repirasi biasanya tidak berarti secara klinis, tetapi pada dosis yang tinggi dapat menekan respirasi sehingga terjadi volume tidal dan respirasi rata-rata (Plumb, 1991). Perubahan yang cukup jelas terlihat pada sistem kardiovaskular. Awalnya segera setelah injeksi, tekanan darah akan meningkat, kemudian diikuti dengan kontriksi pembuluh darah kapiler. Sebagai refleks normal terhadap peningkatan tekanan darah dan pemblokiran saraf simpatis, frekuensi jantung akan menurun sehingga menimbulkan bradikardia dan tekanan darah menurun mencapai level normal atau subnormal. Xylazin tidak dianjurkan pada hewan yang menerima epinefrin, penyakit jantung, darah rendah, penyakit ginjal dengan atau jika hewan sangat lemah (Ramadhani 2013). Xylazin dapat menyebabkan gejala bradikardia, aritmia, peningkatan tekanan sistem saraf pusat, pengurangan sistem sistolik, depresi respirasi (pengurangan frekuensi respirasi dan volume respirasi permenit) serta hipertensi
18
2.6.4 Zoletil Zoletil merupakan preparat anestesika injeksi yang baru yang berisi disosiasi tiletamin sebagai tranquilizer mayor dan zolazepam sebagai perelaksasi otot. Zoletil merupakan kombinasi antara tiletamin dan zolazepam dengan perbandingan 1:1. Tiletamin merupakan disosiasif anestetikum yang berasal dari golongan penisiklidin, sedangkan zolazepam merupakan kelompok benzodiazepin yang dapat menyebabkan relaksasi otot (Gwendolyn, 2002). Obat ini memberikan anestesi general dengan waktu induksi yang singkat dan sangat sedikit dalam hal efek samping, sehingga obat ini menjadi anestestika pilihan yang memberikan tingkat keamanan yang tinggi dan maksimal. Zoletil secara umum dapat menyebabkan stabilitas hemodinamik pada dosis yang rendah. Selain itu, zoletil dapat memperbaiki refleks respirasi dan hipersalivasi seperti pada ketamin. Untuk memperbaiki kualitas induksi, melancarkan anestesi, dan menurunkan dosis yang dibutuhkan untuk induksi, maka zoletil dapat dikombinasikan dengan premedikasi seperti acepromazine dan opioid. Zoletil tidak boleh diberikan pada pasien atau hewan dengan gangguan jantung dan respirasi. Zoletil dapat menyebabkan analgesia, tetapi viseral analgesia yang ditimbulkan tidak cukup untuk bedah abdomen mayor, kecuali ditambah dengan agen lain. Takikardia dan aritmia jantung dapat terjadi pada anestesi ringan, dan apabila digunakan pada dosis yang tinggi maka cardiac output akan berkurang secara signifikan. Kombinasi tilatemin-zolazepam ini akan di metabolisme oleh hati dan dieksresikan melalui ginjal (McKelvey dan Wayne, 2003). Tiletamin di metabolisme dalam hati dan dieliminasi melalui urin dalam bentuk yang tidak aktif. Selain itu, efek yang ditimbulkan pada susunan saraf pusat sangat spesifik pada setiap spesies. Tiletamin memiliki durasi yang lebih
19
(Kusumawati, 2004). Menurut Madley yang juga dikutip oleh Sardjana (2003), zoletil yang digunakan pada reptilia menunjukkan hasil yang cukup baik. Dosis pemberian premedikasi dengan atropin biasanya 15 menit sebelum pemberian zoletil. Dosis zoletil pada kucing 10-15mg/kgBB (IM) atau 57,5mg/kgBB (IV) dan durasi anestesi 20-60 menit bergantung pada dosis yang diberikan. Pengulangan pemberian dapat dilakukan 1/2 - 1/3 dosis inisial dan sebaiknya diberi secara intravena, karena pemberian melalui intramuskuler akan menghilangkan refleks dan kesadaran pasien dalam waktu 3-6 menit sedangkan pemberian secara intravena membuat kehilangan refleks dan kesadaran dalam waktu 1 menit (Sardjana dan Kusumawati, 2011). Meskipun demikian, menurut Yin (1998), zoletil dapat diberikan dengan mudah melalui IM yang akan menghilangkan refleks dan kesadaran pasien dalam waktu sekitar 5 menit, walaupun memang pemberian secara intravena membuat hilangnya refleks dan kesadaran pasien dapat dicapai dalam waktu sekitar 1 menit. Zoletil merupakan bahan kimia larut lemak (Gunawan et al , 2009). Bahan kimia larut lemak akan berdifusi secara langsung melalui membran sel kapiler tanpa harus melewati pori-pori, sehingga dapat merembes kesemua area membran kapiler. Kecepatan transport zat larut lemak lebih cepat daripada zat yang tidak larut lemak (Guyton dan John, 2007). 2.6.5 Kombinasi Ketamin-Xylazin Kombinasi antara ketamin dan xylazin merupakan kombinasi yang paling baik bagi kedua agen ini, untuk menghasilkan analgesia. Banyak hewan yang teranestesi secara baik dengan menggunakan kombinasi keduanya. Anestesi dengan kombinasi ketamin-xylazin memiliki efek yang lebih pendek jika
20
zolazepam merupakan kelompok benzodiazepin yang dapat merelaksasi otot. Pemberian zoletil membuat pasien tertidur cukup lama (rata-rata mencapai lebih dari 1 jam), sehingga pelaksanaan operasi atau pembedahan dapat dilakukan dengan baik dan meminimalkan pemberian anestetika berulang tetapi pemulihan kembali kesadaran pasien sepenuhnya dapat dicapai lebih dari 6 jam (Hilbery et al .,1992). Penggunaan ketamin-zoletil sebagai anestetika dapat diberikan secara intramuskuler yang memudahkan pelaksanaannya terutama pada golongan felidae, baik itu satwa liar maupun hewan kesayangan. Efek obat anestesi ini mempengaruhi pasien sangat cepat, sehingga meminimalkan atau bahkan tidak mengalami depresi pernapasan ataupun muculnya efek samping yang lain. Dalam praktek, ketamin dan zoletil dapat digunakan untuk pengendalian hewan dan operasi pada penderita yang membutuhkan durasi waktu yang lama atau panjang (Sardjana, 2003).
21
2.7 Alur Penelitian
Prosedur alur penelitian yang dilakukan, secara ringkas dapat dilihat pada alur penelitian di berikut ini : KUCING:
Beri perlakuan yang sama (kurang lebih selama 7 hari). Masingmasing kucing mengalami pengulangan sebanyak 1 kali
Hematologi dan Kimia Darah: Dilakukan sebelum anestesi
Injeksi Atropin Sulfat
Kelompok I (KX) Diberikan kombinasi ketamin-xylazin
Kelompok II (KZ) Diberikan kombinasi ketamin-zoletil
22
3 MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Desember tahun 2014. Lokasi penelitian bertempat di laboratorium PSKH-Unhas, Makassar, Sulawesi Selatan. . 3.2 Bahan Penelitian
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kucing lokal 6 ekor usia 1 hingga 2 tahun dengan berat badan 1-3 kg dan sudah diadaptasikan selama 1 minggu. Bahan-bahan yang dipakai: kain kasa, tampon steril, kapas, spuit (1cc, 3cc, 5cc),dan larutan antiseptik ( Povidone iodine). Obat-obatan yang dipakai adalah sediaan premedikasi atropin sulfat (0,25mg/ml), sediaan obat anastesi: ketamin (Ketamin 50 mg/ml diproduksi oleh Ilium, Australia), xylazin (ilium xylazin 20mg/ml, diproduksi oleh Ilium, Australia), dan zoletil (Zoletil 50 diproduksi oleh Virbac, Perancis), dan atropin sulfat (0,25mg/ml diproduksi oleh PT.Etica, Indonesia) 3.3 Peralatan Penelitian
23
kucing. Kemudian masing-masing kelompok akan diberikan perlakuan yang sama, yaitu pemeliharaan selama 1 minggu. Kucing ditimbang bobot badannya untuk menentukan dosis obat yang akan diberikan. Masing-masing kelompok akan diinjeksikan premedikasi atropin sulfat dengan dosis 0,05 mg/kg BB . Kemudian diamati frekuensi nafas dan denyut jantung pada masing-masing kelompok tersebut setiap 5 menit. Setelah 15 menit, kelompok I (KX 1, KX2, dan KX 3) akan dinjeksikan kombinasi ketamin (dosis 10 mg/kg) dan xylazin (dosis 1 mg/kg). Sedangkan kelompok 2 (KZ 1, KZ2, dan KZ3) akan diinjeksikan ketamin (dosis 10 mg/kg)-zoletil (dosis 10 mg/kg).Variabel yang diamati adalah frekuensi denyut jantung dan pulsus sebelum dianestesi, saat premedikasi, teranestesi, dengan selang 5 menit tiap periodenya hingga kucing sadar. Frekuensi denyut jantung dihitung dengan menggunakan stetoskop. Kedua variabel dihitung frekuensinya permenit. Suhu tubuhnya diukur dengan termometer dan untuk menghitung frekuensi napasnya dilakukan pengamatan pada saat respirasi (mengamati dan menghitung jumlah respirasi dari pergerakan otot perut dan dada). Panjangnya durasi mulai diamati ketika hewan sudah memasuki stadium III. Setiap perlakuan untuk masing-masing kelompok menggunakan dua ekor kucing sebagai ulangan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode statistik rancangan acak kelompok.
24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Stadium anestesi
Penggunaaan anestesi harus tetap mempertahankan kedalaman anestesi tetapi tetap juga menjaga agar tidak terjadi gangguan pada sistem kardiovaskuler dan respirasinya. Dua hal tersebut dapat dijaga hanya dengan memperhatikan refleks dan mengawasi tanda-tanda vital hewan. Refleks pedal, menjepit ekor dan telinga dapat digunakan untuk melihat bahwa anestesi sudah dalam dan anestesi tahap pembedahan sudah tercapai, tetapi tidak dapat digunakan untuk memantau bahwa anestesi terlalu dalam dan sudah membahayakan. Pada keadaan tahap anestesi yang terlalu dalam, hewan dapat dalam keadaan bahaya terhadap gagalnya respirasi dan kardiovaskuler. Tanda-tanda vital pada aktivitas kardiovaskuler dan respirasi yang menunjukkan kegagalan atau bahaya harus diamati dengan baik seperti mata terbuka, nafas sangat lambat dan dangkal, nafas sangat dalam, warna membrana mukosa membiru, dan tekanan darah yang sangat menurun (Wolfensohn dan Lloyd 2000; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pada penelitian ini, kucing dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok ketamin-xylazin (KX1, KX2, dan KX 3) dan ketamin-zoletil (KZ1,KZ2, dan KZ3). Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya perbedaan lamanya kedalaman anestesi. Berikut adalah tabel 5, yang memperlihatkan waktu dan stadium dari anestesi kucing tersebut.
25
zolazepam) merupakan bahan kimia larut lemak (Gunawan et al., 2009). Bahan kimia larut lemak akan berdifusi secara langsung melalui membran sel kapiler tanpa harus melewati pori-pori sehingga dapat merembes ke semua area membran kapiler. Kecepatan transport zat larut lemak lebih cepat dari pada zat yang tidak larut lemak (Guyton dan John, 2007). Anestetikum yang diberikan secara intramuskuler akan langsung masuk ke interstitium jaringan otot atau lemak, melewati pembuluh darah kapiler menuju darah sistemik. Bahan kimia yang larut lemak lebih lama dieksresikan dari dalam darah, karena harus diubah menjadi polar (larut air) terlebih dahulu agar dapat diekresikan melalui ginjal atau e mpedu. Bahan kimia yang akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh merupakan bahan kimia yang terikat pada protein plasma yaitu albumin. Tempat ikatan pada protein plasma tersebut terbatas, sehingga bahan kimia pada dosis terapi akan menggeser obat lain yang terikat pada tempat ikatan yang sama. Bahan kimia yang tergeser ini akan lebih banyak yang bebas, sehingga akan keluar dari pembuluh darah dan menimbulkan efek farmakologik atau dieliminasi dari dalam tubuh (Gunawan et al., 2009). Xylazin yang dipakai untuk tujuan relaksasi muskulus pada umumnya dikombinasikan dengan ketamin untuk beberapa spesies hewan. Pada hewan kecil efek sampingnya meliputi bradikardia dan penurunan cardiac output , vomit, tremor, mortilitas intestinal menurun tetapi kontraksi uterus meningkat selain itu juga mempengaruhi keseimbangan hormonal, antara lain menghambat produksi insulin dan anti deuritik hormon (Komang, 2004). Efek xylazin pada anjing dan kucing adalah terjadinya muntah pada pemberian intravena atau intramuskuler, sering terjadinya distensi abdomen akut (Brander et al.,1991). Penggunaan ketamin secara tunggal tidak mampu merelaksasi otot rangka
26
masih mampu untuk menghasilkan tekanan darah yang cukup. Nilai CRT yang lama (lebih dari 2 detik) menandakan pengisian jaringan oleh darah tidak optimal dan aliran darah ke jaringan menurun. Hal ini menandakan terjadi penurunan tekanan darah akibat pemberian obat, hipotermia, gangguan jantung, anestesi yang dalam atau karena terjadi shock terjadi shock (Cunningham (Cunningham 2002; McKelvey dan Hollingshead 2003). Nilai CRT yang terlihat selama penelitian tetap normal, tetapi warna mukosa pada gusi kucing dengan kombinasi ketamin-xylazin terlihat menjadi lebih pucat di pertengahan proses anestesi yang kemudian mulai berangsur-angsur kembali berwarna pink setelah anestesi. Sedangkan pada ketamin-zoletil warna mukosa tidak berubah dan nilai CRT-nya juga masih dalam tahap normal, ini karena pengaruh xylazin yang menyebabkan aktivitas saraf simpatis menurun sehingga menurunkan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. CRT yang lebih dari 2 detik dan mukosa mulut pucat menandakan hewan dalam keadaan dehidrasi. Hewan yang mengalami dehidrasi akan terlihat lemah dan lesu. Lidah terlihat pucat dan mengkerut, dengan mukosa kering serta turgor kulit menurun, apabila dicubit akan lambat kembali ke posisi semula. Warna bagian gusi yang telah ditekan akan berubah dari putih menjadi kembali memerah ( Adams, 1992). 4.3 Tingkah Laku Hewan selama Periode Anestesi
Tingkah laku hewan adalah respon atau ekspresi hewan oleh adanya rangsangan atau agen yang mempengaruhinya. Tahapan anestesi umum secara ideal dimulai dari keadaan terjaga atau sadar kemudian terjadi kelemahan dan mengantuk (sedasi), hilangnya respon nyeri (analgesia), tidak bergerak dan
27
4.4 Frekuensi Denyut Jantung
Pada kondisi teranestesi, sistem fisiologi hewan akan mengalami penurunan terutama cardiac output dan penurunan efisiensi paru-paru (saturasi arteri), sehingga akan menyebabkan penurunan ketersediaaan O2 ke jaringan dan ditambah dengan kondisi sakit dapat menyebabkan hipoksia serta kematian. Penurunan denyut jantung pada kondisi teranestesi adalah normal, akibat adanya pengaruh sebagian besar anestetikum yang dapat menekan denyut jantung dan fungsi miokardiak. Hanya beberapa anestetika yang dapat meningkatkan denyut jantung seperti atropin, ketamin, dan tiletamin (McKelvey dan Hollingshead, 2003). Berikut ini adalah gambar grafik rata-rata denyut jantung dari kombinasi KX dan KZ berdasarkan penelitian: Denyut Jantung KX
Denyut Jantun Jantung g KZ
200 180 160 140 120 100 80 60 40
Denyut jantung normal kucing rata-rata denyut jantung kucing ketika te ranestesi* ranestesi*
28
umpan balik negatif pelepasan norepinephrine (NE). Aktivasi reseptor α 2 pasca sinaps dalam sinaps dalam otak dapat menyebabkan berkurangnya rangsangan yang kemudian menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung (Adams, 2001). Hal ini karena efektivitas pompa jantung dikendalikan oleh saraf simpatis dan parasimpatis yang sangat banyak menginervasi jantung (Guyton dan John, 2007). Golongan α2 adrenergik agonis seperti xylazin menyebabkan penurunan transmisi simpatik dari susunan saraf pusat, tertekannya pacemaker secara langsung, tertekannya konduksi, terhambatnya pelepasan noradrenalin dari ujung saraf simpatik, peningkatan pelepasan acetylcholine acetylcholine dari saraf parasimpatik, dan meningkatnya tonus vagal (Rossi dan Junqueira, 2003 dikutip dari Sudisma et al, 2012). Penurunan ini diimbangi oleh ketamin dan atropin sulfat sehingga penurunan tidak mencapai batas ambang minimal. Kerja ketamin pada sistem saraf pusat akan meningkatkan aliran darah otak dan pemakaian oksigen sehingga terjadi stimulasi general dari pusat vasomotor dan perifer untuk melepaskan norepinephrine norepinephrine yang membuat frekuensi jantung lebih tinggi (Lumb dan Jones, 1996). Pemberian atropin sulfat akan mencegah bradikardia dan disaritmia berlebihan yang disebabkan xylazin dengan mencegah stimulasi reseptor muskarinik akibat akumulasi asetikolin (Brock, 2001). Kelompok KZ terlihat penurunan cardiac output ketika ketika memasuki stadium 2, hal ini disebabkan karena zoletil dapat menurunkan cardiac output secara signifikan. Zoletil juga dapat menyebabkan takikardia dan aritmia jantung pada dosis ringan (McKelvey dan Wayne, 2003). Denyut jantung Kelompok KZ terlihat cenderung lebih stabil dalam kondisi anestesi. Tiletamin yang terkandung dalam zoletil dapat menghasilkan efek kataleptik yang cepat, menghilangkan respon terhadap rangsangan, dan memiliki periode pemulihan yang panjang
29
Penurunan frekuensi nafas dapat terjadi pada depresi kepekaan pusat nafas seperti pada kasus peningkatan tekanan dalam otak, hilang kesadaran, uremia dan tekanan oksigen yang meningkat (Widiyono, 2001). Frekuensi bernapas dihitung dalam satuan kali per menit, dilihat dari gerakan tulang rusuk atau costae. costae. Satu kali bernapas terdiri atas inspirasi dan ekspirasi, dilihat dari gerakan rusuk ke luar dan ke dalam (Widodo, 2011). Hasil pengamatan frekuensi napas pada kucing lokal setelah injeksi ketamin-xylazin ketamin- xylazin dan ketamin-zoletil dapat dilihat pada grafik 2. Berikut ini adalah gambar grafik rata-rata frekuensi napas dari kombinasi ko mbinasi KX dan KZ berdasarkan penelitian: penelitian: 45 40 35 s a p a N i s n e u k e r F
30
Frek.napas Normal kucing kucing
25 20
Rata-rata Frekuensi Frekuensi normal napas kucing ketika t eranestesi eranestesi *
15 10 5 0 5
15
25
35
45
55
65
75
85
Waktu (menit)
95 105 115 125 135
Frekuensi napas KX Frekuensi nafas KZ
30
Dari tabel grafik diatas, respirasi terlihat mulai stabil dan teratur pada stadium III anestesi. Depresi respirasi terjadi hanya pada dosis tinggi ketamin dan tiletamin (Thurmon et al, 1996). Ketamin sebagai anestetikum pada dosis biasa tidak menyebabkan penekanan respirasi yang signifikan sedangkan penggunaannya pada dosis yang tinggi menyebabkan terjadinya depresi respirasi (Plumb, 2005). Menurut Mentari (2013) pada kebanyakan spesies, tiletamin menyebabkan peningkatan frekuensi respirasi setelah injeksi. Respirasi pernapasan terlihat mulai mengalami peningkatan ketika kembali ke stadium 1, karena pengangkutan O 2 dari paru-paru ke jaringan jaringan lain berkurang dalam waktu pendek sehingga sebagai kompensasi untuk memenuhi oksigen kucing akan bernapas lebih cepat (widodo, 2011). Berdasarkan analisis data statistik, diperoleh hasil p<0.05 yang menyatakan ada perbedaan yang nyata antara ketamin-xylazin dan ketamin-zolet il.
4.6 Suhu
Temperatur tubuh internal diukur dengan mengukur rektal menggunakan termometer. Suhu tubuh menunjukkan adanya variasi sepanjang hari dan dapat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti penyakit, status hormonal dan aktivitas hewan. Produksi panas dapat meningkat bilamana terjadi peningkatan aktivitas otot dan metabolisme dibawah pengaruh hormon seperti hormon tiroid dan katekolamin. Temperatur tubuh terendah ditemukan pada waktu pagi, sedikit meningkat pada tengah hari dan suhu tertinggi ditemukan pada sore hari. Peningkatan temperatur tubuh secara fisiologis dapat terjadi setelah makan,
31
Suhu tubuh kucing yang teranestesi turun di bawah normal karena pusat suhu tubuh di hipotalamus tertekan. Pada anestesi umum, dan penurunan suhu tubuh juga disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah perifer, pengurangan pembentukan panas oleh otot skelet, dan penurunan rata-rata basal metabolisme tubuh karena tidak ada aktivitas tubuh selama anestesi (Lumb dan Jones, 1996; Muir et al. 2000). Berikut ini adalah gambar grafik rata-rata suhu tubuh dari kombinasi KX dan KZ berdasarkan penelitian:
40 39
Suhu normal Kucing
38 u37 h u S 36
Rata-rata suhu kucing ketika teranestesi
35 34 33
suhu rata-rata KX Waktu (menit)
Stadium 1 Stadium 2
Stadium 3
Suhu rata-rata KZ Kembali Stadium 2
Kembali ke Stadium 1
Grafik 3. Rata-rata suhu KX dan KZ
32
5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perlakuan ketamin-xylazin dan perlakuan ketamin-zoletil mempunyai waktu induksi, durasi, sadar, dan waktu pemulihan yang berbeda. Dari kedua kombinasi tersebut, kombinasi ketamin-zoletil memiliki waktu induksi yang lebih cepat, dan durasi anestesinya lebih lama tetapi waktu yang diperlukan untuk sadar kembali juga cukup lama, sedangkan untuk ketamin-xylazin, waktu induksinya sedikit lebih lambat dibandingkan kombinasi ketamin-zoletil dan durasi anestesinya pendek sehingga hewan cepat sadar kembali. Perbandingan denyut jantung dan frekuensi napas antara kombinasi ketamin-xylazin dengan ketamin-zoletil menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Sedangkan pada suhu, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kombinasi ketamin-xylazin dengan ketamin-zoletil. Pada umumnya kedua jenis kombinasi ini cukup baik, dilihat dari efek fisiologis yang ditimbulkan (khususnya pada denyut jantung, frekuensi napas, dan suhu), dan penggunaannya tergantung dari lamanya anestesi yang diperlukan yaitu long term ataupun short term. Untuk long term sebaiknya menggunakan kombinasi ketamin-zoletil, sedangkan untuk short term bisa menggunakan ketamin-xylazin.
33
DAFTAR PUSTAKA
Adams, H.R., 1992, Veterinary pharmacology and Therapeutics. Iowa State University Press Ames. Adams, R.H., 2001. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. 8nd edition. IOWA State:University Press Ames. Agustianingsih N. 2012. Obat bius. [Jurnal Penelitian] [ internet] [diunduh tanggal 1 mei 2014]. Tersedia pada: http://www.scribd.com/doc/212258337/ Anestesi. Brander, G.C., Pugh, D.M. and Bywatyer,R.J. 1982.
Veterinary Applied
th
Pharmacology and Therapeutics, 4 Edition. The English Language Book Society and Bailliere Tindall: London. Brander, G.C., Pugh, D.M. and Bywatyer, R.J., Jenkins, W.L,. 1991. Veterinary Applied Pharmacology and Therapeutics. Pp 180, 582-583. 5 th Edition. The English Language Book Society and Bailliere T indall: London. Brock, K.A 2001. Preanesthetic
of atropine in small animals. Australian
34
Cullen, L.K. 1999. Xylazine and medetomidine in small animals. These Drugs should be used carefully. Australian Veterinary Journal 177(11).722-723. Cunningham, J., 2002. Textbook of Veterynary Phisiology. 3rd Edition. WB Saunders Company. Philadelphia. Dharmojono .2004. P3K Anjing dan kucing. jakarta: penebar Swadaya Dodman NH, DC Seeler dan MH Court 1984. Recomended Techniques in Small Animal
Anasthesia.
[internet]
[diunduh:10juni2014]
Tersedia
pada:
https://science.org/paper/6488000 Dana G Allen, JK Prinyle, DA Smith. 1998. Hand book of Veterinary Drug, Edisi ke-2. Description of Drugs for Small Animals. Drajat, M.T. 1986 Kumpulan Kuliah Anestesiologi. Jakarta:Aksara Medisina, Salemba. Erwin. 2009. Dampak Anestesi Ketamin Pada Caesar . [nternet] [diunduh 10 juni 2014]. Tersedia pada http: //erwinklinik.blogspot.com/2009/07/dampakanestesi-ketaminpada-caesar.html Flecknell, Paul. 2009. Laboratory Animal Anesthesia 3rd Edition. USA: Elsevier. Foss MA, County S, Stewart N, County K, Swift J, County S. 2008. Cat anatomy
35
Gunawan GS, Rianto SN, Elysabeth, editor. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gunawan, S. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI. Gustrini, D. 2005. Gambaran Klinis Penggunaan Xylazine HCl Tunggal, Suatu Bahan Sedativum/Hipnotikum Pada Kucing . Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Guyton AC, John EH. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati, penerjemah; Luqman YR, editor. Jakarta : EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Guyton, AC. 1994. Textbook of Medical Physiology, Edisi ke-7. Missoury: WB Saunders Co. Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati, editor, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. [Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Nalbandov, Unv Illinois Pr Urbana II ] Gwendolyn LC , Hedlund CS, Donald AH, Ann LJ, Howard BS, Michael DW,. 2002. Small Animal Surgery 2 nd Edition. USA: Mosby of Elsevier.
36
Hilbery ADR, AE Waterman, GJ Brouwer. 1992. Manual of Anaesthesia for Small Animals Practise, Edisi ke-3. London: British Small Animal Veterinary Association. Ifianti, M. 2001. Durasi dan Beberapa Aspek Fisiologi Pemakaian Anaestetikum Xylazine dan Ketmine Untuk Ovariohisterektomi Pada Kucing Lokal [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Ismail ZB, Jawasreh K, Al-majali A. 2010. Effect of xylazine-ketamine-diazepam on certain clinical and arterial blood gas parameter in sheep and goats . Comp Clin Pathol 19:11-14. Jaelani,RYY. 2011. Resiko Anestesi [Karya Ilmiah].[diunduh tanggal 1 Juni 2014). Tersedia pada: http:id.scribd.com/doc/68465975 Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis. London: Bailliere Tindall. Komang, I.W.S., Diah, K. 2004. Anastesi Veteriner . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Kusumawati D, Sardjana IKW. 2004. Anestesi Veteriner . Yogyakarta (ID):UGM Lumb MV, Jones EW. 2007. Veterinary Anesthesia dan Analgesia, Edisi ke-3. USA: Blackwell Publishing.
37
Muyle S. 2012. Overview of Dental Development [Internet]. [diunduh 2014 Feb 24]. Tersedia pada: : http://www.merckmanuals.com/vet/digestive_system/ dental_development/overview_of_dental_development.html#v4719570. Mycek JM, Harvey AR, Champe, CP. 2011. Famakologi edisi
ke-2,
penerjemah:Hartanto H. Jakarta: Widya Medika. Pertiwi, R.E., Widodo, S. dan Soehartono, R.H., 2004. Perbandingan Gambaran Klinis Antara Atropin Sulfat – Xylazin – Ketamin dan kombinasi Atropin Sulfat – Midazolam – Ketamin pada Kucing . [Jurnal] Forum Pascasarjana Volume 27 Nomor 2 April 2004 Plumb, D.C., 2008. Plumb’s Veterinary Drug Handbook 6th edition. The IOWA State University Press: Ames. Plumb, Donald, C. 1999. Veterinary Drug Handbook. 3rd edition . The Iowa University Press. Ames Iowa. Pp 64, 362, 648. Plumb DC. 2005.
Veterinary Drug Handbook . Minnesota: Pharma Vet
Publishing. Rahim SA. 2013. Bedah Veteriner Umum Anestesi Umum [karya ilmiah]. [diunduh 13 Maret 2014].
38
Suwed,MA. & Napitulu, RM. 2011. Panduan Lengkap Kucing . Jakarta : penebar Swadaya. Sudisma, I Gusti Ngurah., Widodo,Setyo, Dondin Sajuthi, Harry Soehartono,. Anestesi Infus Gravimetrik Ketamin dan Propofol pada Anjing . [jurnal] Juni 2012 Vol. 13 No. 2: 189-198 ;ISSN : 1411 - 8327). Tersedia pada: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82934&val=972 Tilley dan Smith. 2000. Minute Veterinary Consult Ver 2, Edisi ke-5.USA. Tranquilli WJ et al. 2007. Veterinary Anesthesia and Analgesia, Edisi ke-4. Ames: Blackwell. Triastuty,FN. 2006. Gambaran darah kucing Kesayangan . Jakarta: Agro Media Pustaka. Trihendradi, C. 2010. Step by Step SPSS 18 Analisis Data Statistik . Yogyakarta: Andi Offset Waterman, A.E 1983. Influence of premedication with xylazine on the di stribution and metabolism of intramuscularly administered ketamine in cats. Research in Veterinary Science Armistead et al., 1967, The Merck Veterinary Manual, 3rd Edition, Merck & Co, Inc, Rahway
39
pada:http://marwa89.wordpress.com/2010/03/02/pengaruh-stress-terhadapsuhu-tubuh-denyut-jantung-dan-pernafasan-kucing-kampung-felis-domestica/. Wibisono DA. 2011. Pengaruh Pemberian Propofol 2,5 mg/kgBB Intravena terhadap Agregasi Trombosit [Karya Ilmiah] [diunduh 2014 Mei 17]. Tersedia pada : http://core.ac.uk/download/pdf/11731912.pdf. Wolfensohn, S and M. Lloyd. 2003. Handbook of Laboratory Animal Management and Welfare. 3rd ed . Oxford: Blackwell Publishing Ltd. Yin, sophia. 1998. The Small Animal Veterinary Nerd book TM second Ed. anasthesia-premedications in cats and dog (P.1.11-1.14) Yudaniayanti IS, Maulana E, Ma’rufl A. 2010. Profil penggunaan Kombinasi ketamin-xylazine dan ketamin-midazolam sebagai anestesi umum terhadap gambaran fisiologis tubuh pada kelinci jantan. Veterinaria Medika [jurnal]. Diunduh tanggal 1mei2014]. Tersedia pada: filerPDF/Isi_5.pdf.
http://journal.unair.ac.id/
40
LAMPIRAN
41
Gambar:
Xylazin
Atropin Sulfat
Ketamin
Zoletil
42
Gambar:
Xylazin
Atropin Sulfat
Ketamin
Zoletil
43
1.Data Hewan Coba Keterangan:
Pemeriksaan umum terhadap masing-masing kucing diperoleh bahwa kulit rambut tidak rontok, turgor kulit normal. Conjungtiva mata normal, CRT (Capillaria Refill Time) kurang dari 3 detik (normal), dan tidak terdapat pembengkakan di area tubuh. Refleks palpebra, pupil dan pedal baik. Dapat berdiri dan berjalan baik dengan 4 kaki secara normal. Berdasarkan dari hasil pemeriksaan, maka kucing-kucing tersebut tersebut dianggap layak untuk diberi perlakuan anestesi. I. Signalement:
Nama Berat Badan Umur Breed Sex Temperatur
: KX1 : 2,7 kg : 1,5 tahun : kucing lokal/kampung : Jantan o : 38,8 C
II. Dosis Obat :
Atropin : 0,05mg/kg x 2,7 kg = 0,54 ml
44
IV. Setelah Premedikasi (Atropin) : Parameter
Waktu (menit)
Pulsus
frekuensi Napas
suhu ( celcius)
5
196/menit
40/menit
39,1
10
212/menit
36/menit
38,5
15
224/menit
36/menit
38,5
o
Parameter Waktu (Menit)
5
10
Tingkah laku
Gelisah, bersuara
Mulai Tenang
ukuran pupil
Refleks pupil
Refleks palpebra
Normal
Ada, berkontraksi dengan baik
Ada
Normal
Ada, berkontraksi dengan baik Ada,
Ada
CRT
Refleks otot
Normal (mukosa pink)
Ada
Normal (mukosa pink)
Ada
Refleks pedal
Ada
Ada
45
Waktu (Menit)
65
124
20
37,8
70
120
20
37,8
75
120
20
37,3
80
120
24
37,2
85
124
24
37,3
90
120
20
36,9
95
116
20
36,7
Waktu (menit)
Denyut Jantung
Frekuensi Napas/menit
Suhu(oC)
100
112
24
36,8
105
104
20
36,6
110
120
24
36,4
115
112
24
36,2
120
104
24
36,0
125
104
28
35,6
130
172
28
35,7
135
132
24
36,0
140
152
36
35,3
Parameter Tingkah laku
ukuran pupil
Refleks pupil
Refleks palpebra
CRT
Refleks otot
Refleks pedal
46
mukosa pucat 55
Teranestesi
Dilatasi
Teranestesi
Dilatasi
Teranestesi, tapi mengeluarkan suara sekali, tidak bergerak
Dilatasi sedang
Setengah sadar, masih tidak bergerak
Dilatasi sedang
Tingkah Laku
Ukuran Pupil
60
65
70
Waktu (menit)
Setengah sadar, masih tidak bergerak
Dilatasi sedang
75
80
Setengah sadar, masih tidak bergerak
Setengah sadar, masih
Dilatasi sedang
Dilatasi sedang
Ada, tapi hanya sedikit berkontraksi Ada, tapi hanya sedikit berkontraksi Ada, sedikit berkontraksi
Refleks Pupil Ada, tapi hanya sedikit berkontraksi Ada, tapi hanya sedikit berkontraksi Ada, tapi hanya sedikit
Normal, mukosa pucat
-
-
-
-
-
-
-
-
Refleks otot
Refleks Pedal
Normal, mukosa pucat Mulai berespon sedikit
berespon sedikit
Refleks Palpebra
Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat
CRT
berespon sedikit
Normal, mukosa pucat
berespon sedikit
Normal, mukosa pucat
-
-
berespon sedikit
Normal, mukosa pucat
-
-
-
-
47
120
125
130
135 140
Sadar (kepala sudah bergerak-gerak, dan menjilati bibir) Sadar total (kepala sudah bergerak-gerak, mata berkedip beberapa kali, badan dan kaki dapat digerakkan), dan terlihat ingin vomit (mual)
Dilatasi ringan
Normal
Ada respon
Dilatasi ringan
Normal
Ada respon
Berusaha bangun, sudah dapat mengambil sikap posisi duduk Dapat berdiri tapi kurang stabil, dan berjalan sempoyongan Dapat berdiri dan berjalan perlahan
Dilatasi ringan
Dilatasi ringan Dilatasi ringan
I. Anamnesa:
Nama Berat Badan Umur Breed
: KZ1 : 3kg : 1,5 tahun : kucing lokal/kampung
Normal
Ada respon
Normal
Ada respon
Normal
Ada respon
Normal, mukosa pink
Ada respon sedikit
Normal, mukosa pink
Ada respon sedikit
Ada respon
Normal, mukosa pink
Ada respon
Ada respon
Normal, mukosa pink Normal, mukosa pink
Ada respon Ada respon
Ada respon Ada respon
Ada respon
48
7. 8. 9. 10.
Refleks palpebra CRT Refleks otot Refleks pedal
Ada Normal (warna pink) Ada Ada
IV. Setelah Premedikasi (Atropin) KZ1 : Parameter
Waktu (menit)
Pulsus
frekuensi Napas
suhu (ocelcius)
5
120
52
36,8
10
140
56
37,7
15
144
52
37,2
Waktu (Menit)
Parameter Tingkah laku
ukuran pupil
5
Gelisah
Normal
Ada, berkontraksi dengan baik
Ada
Normal (pink)
Ada
10
Masih gelisah
Normal
Ada, berkontraksi dengan baik
Ada
Normal (pink)
Ada
15
Mulai Tenang
Normal
Ada, berkontraksi dengan baik
Ada
Normal (pink)
Ada
Refleks pupil
Refleks palpebra
Parameter Detak
Refleks otot
Refleks pedal Ada
Ada
V. Setelah Anestesi ( kombinasi Ketamin-Zoletil) pada KZ 1: waktu (menit)
CRT
Frekuensi
suhu
Ada
49
100
132
24
35,4
105
124
28
35,3
110
128
28
35,2
115
128
28
35,2
120
140
60
35,2
125
124
48
35,2
130
124
56
34,8
135
148
60
34,4
140
140
52
34,3
ukuran pupil
Refleks pupil
Parameter Refleks palpebra
5
Masih sadar, sering menjilati bibir
Mulai dilatasi (dilatasi ringan)
10
Mulai tenang
Dilatasi ringan
15
Teranestesi
Dilatasi sedang
Ada, berkontraksi dengan baik Ada, berkontraksi dengan baik Ada, berkontraksi dengan baik
Waktu (Menit)
Tingkah laku
CRT
Ada respon
Normal, mukosa pink
Ada respon
Normal, mukosa pink
-
Normal, mukosa pink
Refleks otot
Refleks pedal
Ada respon Ada Ada respon tapi mulai lemah
Ada respon, melemah Respon lemah
-
20
Teranestesi
Dilatasi
Ada -
25
Teranestesi
Dilatasi
Ada
Normal, mukosa pink Normal, mukosa pink
-
50
mukosa pink 100
Teranestesi
Setengah sadar 115
120
125
130
135
140
Sadar total (kepala sudah bergerak-gerak, dan menjilati bibir) Sadar(badan dan kaki mulai bergerak-gerak) Dapat bangun, jalan sempoyongan
Bangun, jalan sempoyongan Sadar total, masih lemah
-
-
Ada
Dilatasi
Ada
Mulai berespon
Normal, mukosa pink
Ada
Ada respon
Normal, mukosa pink
Mulai berespon
Ada respon
Dilatasi Dilatasi sedang, mulai dapat berkontraksi
Ada
Ada respon
Normal, mukosa pink
Ada respon
Ada respon
Dilatasi sedang tapi sudah dapat kontraksi
Ada, berkontraksi dengan baik
Ada respon
Normal, mukosa pink
Normal
Ada respon
Ada respon
Normal, mukosa pink
Normal
Ada respon
Ada respon
Normal, mukosa pink
Normal
Ada respon
Setengah sadar 110
Respon lemah
Dilatasi
Mulai sadar 105
Normal, mukosa pink
Dilatasi ringan
Dilatasi ringan
Dilatasi ringan
Dilatasi ringan
Ada, berkontraksi dengan baik Ada, berkontraksi dengan baik Ada, berkontraksi dengan baik Ada, berkontraksi dengan baik
Mulai berespon (lemah)
Ada respon Ada respon
Normal, mukosa pink
Normal Ada respon
Ada respon
Normal, mukosa pink
Normal
51
Ketamin : 10 mg/kg x 1,6 kg =0,16ml 100mg/ml Xylazin : 1mg/kg x 1,6 kg = 0,08ml 20 mg/ml III. Kondisi Fisiologis KX2 No. 1. 2. 3. 4.
Parameter Denyut jantung Frekuensi napas Suhu Tingkah laku
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Ukuran pupil Refleks pupil Refleks palpebra CRT Refleks otot Refleks pedal
Keterangan / menit 39/menit 35,6oC Lumayan tenang/jinak, tapi tetap menunjukkan sikap yang waspada Tidak berdilatasi Ada Ada Normal (Pink) Ada Ada
IV. Setelah Premedikasi (Atropin) pada KX 2 : Parameter Waktu (menit)
Denyut Jantung
frekuensi Napas
o
suhu ( celcius)
52
dengan baik
pink)
V. Setelah Anestesi ( kombinasi Ketamin- xylazin) pada KX 2 : Parameter waktu (menit)
Denyut Jantung/menit
Frekuensi napas/menit
suhu ( ocelcius)
5
172
40
37,5
10
160
40
37,3
15
160
32
37,3
20
152
32
37,0
25
152
24
37,0
30
156
32
36,8
35
140
24
36,7
40
144
32
36,7
45
128
28
36,2
50
128
24
36,0
55
132
28
36,0
60
140
24
35,9
65
120
24
35,5
70
120
24
35,9
75
120
28
34,7
80
120
28
35,5
85
128
28
35,7
53
10
Tenang
Dilatasi ringan
15
Teranestesi
Dilatasi sedang
Ada, tapi kontraksi sedikit melambat Hanya sedikit berkontraksi berkontraksi
20
Teranestesi Teranest esi
Dilatasi
-
25
Teranestesi
Dilatasi
-
Respon mulai hilang
-
Normal, mukosa pucat Normal mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat
-
Normal, mukosa pucat
-
30
Teranestesi
Dilatasi
-
35
Teranestesi
Dilatasi
-
40
Teranestesi
Dilatasi
-
45
Teranestesi
Dilatasi
-
50
Teranestesi
Dilatasi
-
55
Teranestesi
Dilatasi
-
60
Teranestesi
Dilatasi
-
65
Teranestesi Teranest esi
Dilatasi
-
70
75
Teranestesi Teranest esi
Teranestesi Teranest esi
Dilatasi
Dilatasi
-
-
Normal, mukosa pucat
-
Masih merespon, tapi mulai lemah
-
Masih ada respon
-
-
-
Ada respon sedikit Ada
54
120
Sadar, belum bisa menggerakkan badan
Ada respon
Normal, mukosa pink
merespon, tapi lemah
Ada respon
125
Sadar tapi masih bergerak sedikit-sedikit sedikit-sedikit..
Ada respon respon
Normal, mukosa pink
merespon, tapi masih lemah
Ada respon
130
Sadar, mengeluarkan suara
Ada
Ada respon
Normal, mukosa pink
Ada respon
Ada respon
Dilatasi
135
Sadar total, mengambil mengambil posisi duduk
Dilatasi
Ada
Ada respon respon
Dilatasi
Ada
Ada respon
Normal, mukosa pink Normal, mukosa pink
Ada respon Ada respon
Ada respon Ada respon
140
Sadar total
Dilatasi
Dilatasi
I. Anamnesa:
Nama Berat Badan Umur Breed Sex Temperatur
: KZ2 : 2,8 kg : ± 1 tahun : kucing lokal/kampung : Jantan : 37,9 oC
Ada
Ada
55
IV. Setelah Premedikasi Premedikasi (Atropin) pada KZ K Z2: Parameter Waktu (menit)
Denyut Jantung
frekuensi Napas
suhu ( ocelcius)
5
136/menit
164/menit
38,4
10
140/menit
160/menit
38,3
15
138/menit
172/menit
38,3 Parameter
Waktu (Menit)
5
10
Tingkah laku
Gelisah, bersuara
Mulai Tenang
ukuran pupil
Normal
Normal
Refleks pupil Ada, berkontraksi berkontraksi dengan baik Ada, berkontraksi berkontraksi dengan baik Ada,
Refleks palpebra
CRT
Refleks otot
Refleks pedal
Ada Ada
Normal (mukosa pink)
Ada Ada
Ada
Normal (mukosa pink)
Ada Ada
56
65
172
20
37,1
70
164
24
37,3
75
160
20
37,2
80
156
24
37,0
85
160
20
36,4
90
160
24
36,7
95
164
28
36,4
waktu (menit)
Denyut Jantung/menit
Frekuensi napas/menit
suhu ( ocelcius)
100
164
24
36,2
105
172
28
36,2
110
164
28
35,8
115
160
28
36,0
120
152
28
36,0
125
160
32
36,0
130
168
40
35,8
135
168
40
35,2
140
200
36
35,6
Waktu (Menit)
Parameter Tingkah laku
ukuran pupil
Refleks pupil
Refleks palpebra
CRT
Refleks otot
Refle ped
57
mukosa pucat 60 65
Teranestesi Teranestesi,tapi ada gerakan tiba-tiba
Dilatasi
-
Dilatasi
-
70
Teranestesi
Dilatasi
-
-
75
Teranestesi
Dilatasi
-
-
80
Teranestesi
Dilatasi
-
-
85
Teranestesi
Dilatasi
-
-
Refleks pupil
Refleks palpebra
Waktu (Menit)
90
Tingkah laku
ukuran pupil
Teranestesi
Dilatasi sedang
95
Mulai sadar, masih tidak bergerak
Dilatasi sedang
100
Setengah sadar, masih tidak bergerak
Dilatasi sedang
Setengah sadar, masih
Dilatasi
Mulai ada respon sedikit
Ada
-
Ada respon
Ada respon
Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat CRT
Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pink pucat
Normal, mukosa pink
Refleks otot
Refle ped
Ada respon tapi
58
135 140
Berusaha bangun, sudah dapat mengambil sikap posisi duduk Dapat berdiri dan bergerak perlahan
Dilatasi ringan Dilatasi ringan
Penel it i an Pengul angan ke-2 : I. Signalement: Nama : KX3 Berat Badan : 3,8 kg Umur : 1,5 tahun Breed : kucing lokal/kampung Sex : Jantan o Temperatur : 37,4 C
II. Dosis Obat KX3:
Atropin : 0,05mg/kg x 3,8 kg = 0,8 ml 0,25mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 3,8kg = 0,38ml 100mg/ml
Normal
Ada respon
Normal
Ada respon
Normal, mukosa pink Normal, mukosa pink
Ada respon Ada respon
Ada respon Ada respon
59
10
176/menit
36/menit
37,6
15
184/menit
36/menit
37,7 Parameter
Waktu (Menit)
Tingkah laku
5
Gelisah, bersuara
10
Mulai Tenang
15
Mulai Tenang
ukuran pupil
Refleks pupil
Refleks palpebra
Normal
Ada, berkontraksi dengan baik Ada, berkontraksi dengan baik
Normal
Ada, berkontraksi dengan baik
Normal
CRT
Refleks otot
Refleks pedal
Ada Ada
Normal (mukosa pink)
Ada Ada
Ada
Normal (mukosa pink)
Ada Ada
Ada
Normal (mukosa pink)
V. Setelah Anestesi ( kombinasi Ketamin-Xylazin) pada KX 3 : Parameter waktu (menit)
Denyut jantung/menit
Frekuensi napas/menit
suhu ( celcius)
5
148
16
37,8
o
Ada
60
Waktu
105
120
28
36,0
110
116
24
35,8
115
108
28
35,8
120
108
28
35,7
125
112
32
35,4
130
108
32
35,6
135
116
32
35,5
140
116
32
35,4
145
116
28
35,6
150
112
24
35,6
155
108
28
35,5
160
112
28
35,4
165
108
28
35,2
170
108
32
35,1
175
108
32
35,0
180
116
40
34,9
185
116
36
35,0
190
120
36
35,2
195
120
40
34,8
200
120
40
35,1
Parameter
61
55
Teranestesi
Dilatasi
-
60
Teranestesi
Dilatasi
-
65
Teranestesi
Dilatasi sedang
-
70
Teranestesi
Dilatasi sedang
-
75
Teranestesi Teraanastesi (tapi di menit 79 lidah bergerak menjilati mulut)
Dilatasi sedang
-
80
85
Teranestesi
Dilatasi
Dilatasi
-
berespon sedikit
-
-berespon sedikit berespon sedikit
90
Teranestesi
Dilatasi
-
95
Teranestesi
Dilatasi
100
Mulai sadar (mulut dan lidah bergerak-gerak)
Ada, tapi hanya sedikit berkontraksi Ada, tapi hanya sedikit berkontraksi
105
Mulai sadar, tapi masih tidak bergerak
Dilatasi
Dilatasi
Mulai berespon sedikit
Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat
-
Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pucat Normal, mukosa pink pucat
berespon sedikit
Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pink pucat
berespon sedikit
Normal, mukosa pink pucat
berespon sedikit
Normal, mukosa pink pucat
-
-
-
-
-
Resp sang lem Resp sang lem Resp sang lem Resp sang lem Resp lem
Resp lem -
62
140
Badan masih kaku, tapi mulai dapat kaki depan dan belakang digerakkan
165
sudah dapat mengambil sikap posisi duduk Berusaha bangun, badan terlihat masih berat dan kaku Dapat berdiri dan berjalan perlahan pandangan seperti kurang fokus
170
Hewan duduk dan terlihat seperti sedang terlihat tidak fokus(melamun)
175
Hewan masih tetap duduk dan terlihat tidak fokus(melamun)
180
Hewan mencoba berjalan, masih sempoyongan
145
150 155
Dilatasi sedang
Dilatasi sedang
Dilatasi sedang
Ada, tapi hanya sedikit berkontraksi Ada, tapi hanya sedikit berkontraksi
Ada
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon sedikit
Ada respo
Ada respon
Normal, mukosa pink
Ada respon sedikit
Ada respo
Normal,
Ada respon
Ada
Ada
Ada respon
Dilatasi
Normal
Resp lem
Normal, mukosa pink
Dilatasi ringan
Ada
Respon lemah
Ada respon
Ada respon
Dilatasi
Resp lem
Normal, mukosa pink pucat
Ada
Ada
Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pucat Mukosa pink pucat
Respon lemah
Respon lemah Respon lemah Mulai bereapon Mulai berespon, tapi hanya sedikit (lemah)
Ada respon
Dilatasi sedang
Dilatasi
Normal, mukosa pink pucat
Resp lem
Resp lem Respo lemah Ada respo
63
0,25mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 3,6kg = 0,36ml 100mg/ml Zoletil : 10mg/kg x 3,6kg = 0,72ml 50 mg/ml III. Kondisi Fisiologis KZ3 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6 7. 8. 9. 10.
Parameter Denyut jantung Frekuensi napas Suhu Tingkah laku Refleks pupil Ukuran Pupil Refleks palpebra CRT Refleks otot Refleks pedal
Keterangan 180/ menit 36/menit o 38,4 C Jinak, aktif Ada Tidak berdilatasi Ada Normal (Pink) Ada Ada
IV. Setelah Premedikasi (Atropin) pada KZ3: Parameter Waktu (menit)
Denyut Jantung
frekuensi Napas
suhu (ocelcius)
5
180/menit
36/menit
38,4
10
184/menit
32/menit
38,5
64
25
184
24
38,8
30
172
20
38,8
35
164
20
38,8
40
152
16
38,4
45
148
16
38,1
50
144
20
38,4
55
144
16
38,3
60
136
16
38,0
65
160
16
37,9
70
168
24
37,8
75
164
16
37,9
80
160
16
37,4
85
160
20
37,7
90
168
20
37,5
95
160
20
37,3
100
152
24
37,3
105
152
24
37,0
110
152
20
37,0
115
160
20
37,0
120
152
20
36,9
125
160
24
36,7
130
144
20
36,7
135
152
24
36,8
65
tapi badan terlihat lemas
10
15
Mulai mengantuk, dan tenang
Teranestesi
Dilatasi ringan
Dilatasi sedang
si dengan baik Ada, tapi kontraksi Respon sedikit mulai melambat hilang Hanya sedikit berkontrak si -
20
Teranestesi
Dilatasi
-
25
Teranestesi
Dilatasi
-
-
30
Teranestesi
Dilatasi
-
35
Teranestesi
Dilatasi
-
40
Teranestesi
Dilatasi
-
45
Teranestesi
Dilatasi
-
50
Teranestesi
Dilatasi
-
55
Teranestesi
Dilatasi
-
60
Teranestesi
Dilatasi
-
merespon
Normal, mukosa pink
Normal, mukosa pink Normal, mukosa pink Normal, mukosa pink Normal, mukosapink pucat Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa
Masih merespon, tapi mulai lemah
Masih ada respon
-
66
120
Teranestesi
Dilatasi
-
-
125
Teranestesi
Dilatasi
-
-
Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pink
130
Teranestesi
Dilatasi
-
-
135
Teranestesi
Dilatasi
-
-
Normal, mukosa pink pucat Normal, mukosa pink pucat
-
Normal, mukosa pink
140
145
150
155
Teranestesi
Mulai sadar
Mulai sadar, masih tidak dapat Mulai sadar, Bersuara, lemah, dapat menggerakkan badan sedikit Sadar ( mata
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi sedang
Ada, kontraksi sedikit
Mulai berespon sedikit
Normal, mukosa pink pucat
Ada
Ada respon
Normal mukosa pink pucat
-
-
-
Mulai berespon, tapi hanya sedikit (lemah)
Ada respon tapi lemah Ada respon
Ada respon
Dilatasi ringan
Ada
Ada respon
Normal mukosa pink pucat
Ada respon sedikit Ada
67
190
sudah dapat duduk
Dilatasi ringan
Normal
Ada respon
Normal, mukosa pink
Ada respon
ukuran pupil
Refleks pupil
Refleks palpebra
CRT
Refleks otot
Ada respon Ada respon
Normal, mukosa pink Normal, mukosa pink
Ada respon Ada respon
Waktu (Menit) 195 200
Tingkah laku Masih susah berdiri Dapat berdiri dan berjalan perlahan
Dilatasi ringan
Normal
Dilatasi ringan
Normal
Ada respon
Refleks pedal Ada respon Ada respon
68
2. Hasil Pengolahan Data SPSS
1. Frekuensi Napas Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Frekuensi Nafas BX
25.2857
28
6.44554
1.21809
Frekuensi Nafas AX
34.1071
28
11.21619
2.11966
Paired Samples Correlations N Pair 1
Frekuensi Nafas KZ & Frekuensi Nafas KX
Correlation 28
.373
Sig. .051
69
Paired Samples Test
t Pair 1
-4.383
Frekuensi Nafas KZ Frekuensi Nafas KX
df
Sig. (2-tailed) 27
a
Test of Equality of Error Variances Dependent Variable:Waktu F
df1 .955
df2 59
Sig. 24
.572
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + K_xylazin + K_zoletil + K_xylazin * K_zoletil Tests of Between-Subjects Effects
.000
70
a
Test of Equality of Error Variances Dependent Variable:Waktu F
df1 .955
df2 59
Sig. 24
.572
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a.
R Squared = .946 (Adjusted R Squared = .815)
Estimated Marginal Means Grand Mean Dependent Variable:Waktu 95% Confidence Interval Mean
Std. Error a
14.076
.415
Lower Bound
Upper Bound
13.220
a. Based on modified population marginal mean.
14.932
71
Corrected Model
5403.000
a
78
69.269
4.440
.049
Intercept
13880.419
1
13880.419
889.770
.000
Ketamin_xylazin
645.728
34
18.992
1.217
.457
Ketamin_zoletil
1128.065
29
38.899
2.494
.156
Ketamin_xylazin * Ketamin_zoletil
36.057
10
3.606
.231
.977
Error
78.000
5
15.600
Total
23142.000
84
5481.000
83
Corrected Total
a. R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .764) a
Levene's Test of Equality of Error Variances Dependent Variable:Waktu F
df1 .
df2 78
Sig. 5
.
Tests the null hypothesis that the error variance of
72
Error
78.000
5
Total
23142.000
84
5481.000
83
Corrected Total
a. R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .764)
Estimated Marginal Means 1. Grand Mean Dependent Variable:Waktu 95% Confidence Interval Mean
Std. Error a
14.278
.437
Lower Bound
Upper Bound
13.154
a. Based on modified population marginal mean.
15.403
15.600
73
(WBC) Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit Hematokrit (HTC) Jumlah Eritrosit (RBC) MCV MCH MCHC 2.Kimia Darah Parameter Ureum (BUN) Kreatinin SGOT (AST) SGPT (ALT) Protein Total (TP) Albumin Kucing KX2
3,8 (N) 15,7 (H) 40,8 (N) 38,0 (N) 1,7 (N) 23,4 (N) 5,58 (N)
% % % % % % X10 //µl
2-12 0-1 0-150 20-45 1-4 29-48 5,00-10
41,9 (N) 14,3 (N) 34,2 (N)
Fl pg g/dl
40-55 11-21 30-36
Hasil Uji 24 (N) 1,77 (N) 124 ( H) 165 ( H) 6,9 (N) 2,5 (N)
Satuan Mg/dl Mg/dl U/L U/L g/dl y/dl
Rujukan 15-35 0,9-2,3 10-100 10-100 5,5-7,1 2,8-3,9
74
SGOT (AST) SGPT (ALT) Protein Total (TP) Albumin
28 (N) 38 (N) 7,7 ( H) 2,7 (N)
U/L U/L g/dl y/dl
10-100 10-100 5,5-7,1 2,8-3,9
Kucing KX3
1.Hematologi Parameter Hemoglobin (Hb) Jumlah Leukosit (WBC) Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit Hematokrit (HTC) Jumlah Eritrosit (RBC) MCV MCH MCHC
Hasil Uji 8,7 (N) 18,2 ( H)
Satuan g/dl 10 /µl
Rujukan 8 – 15 6-18
0,7 (L) 2,1(H) 39,9 (N) 16,1 (L) 1,2 (N) 26,5 (N) 5,56 (N)
% % % % % % X10 //µl
2-12 0-1 0-150 20-45 1-4 29-48 5,00-10
47,7 (N) 15,6 (N) 32,8 (N)
Fl pg g/dl
40-55 11-21 30-36
75
Limfosit Monosit Hematokrit (HTC) Jumlah Eritrosit (RBC) MCV MCH MCHC 2.Kimia Darah Parameter Ureum (BUN) Kreatinin SGOT (AST) SGPT (ALT) Protein Total (TP) Albumin
36,6 (N) 1,6 (N) 27,1 (N) 4,96 (N)
% % % X10 //µl
20-45 1-4 29-48 5,00-10
54,6 (N) 17,9 (N) 32,8 (N)
Fl pg g/dl
40-55 11-21 30-36
Hasil Uji 31 (N) 1,14 (N) 32 (N) 65 (N) 8,1 ( H) 2,6 (N)
Satuan Mg/dl Mg/dl U/L U/L g/dl y/dl
Rujukan 15-35 0,9-2,3 10-100 10-100 5,5-7,1 2,8-3,9
Kucing KZ2
1. Hematologi Parameter Hemoglobin (Hb)
Hasil Uji 11,6 (N)
Satuan g/dl
Rujukan 8 – 15
76
Albumin
3,0 (N)
y/dl
2,8-3,9
Kucing KZ3
1. Hematologi Parameter Hemoglobin (Hb) Jumlah Leukosit (WBC) Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit Hematokrit (HTC) Jumlah Eritrosit (RBC) MCV MCH MCHC 2. Kimia Darah
Hasil Uji 10,9 (N) 12,6 (N)
Satuan g/dl 10 /µl
Rujukan 8 – 15 6-18
6,4 (N) 12,5 (H) 34,1 (N) 42,7 (N) 4,3 ( H) 33,2 (N) 7,68 (N)
% % % % % % X10 //µl
2-12 0-1 0-150 20-45 1-4 29-48 5,00-10
43,2 (N) 14,2 (N) 32,8 (N)
Fl pg g/dl
40-55 11-21 30-36
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 7 September 1991 di Nabire (Papua), dari ayahanda Lolo Sirampun Pirade dan ibunda Sarah Kombong. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Riwayat pendidikan formal dimulai di TK Pertiwi, SD Inpres Mapolpo Nabire, SMP Negeri 1 Nabire, dan SMA Kristen Barana’ Rantepao. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa kedokteran hewan pada tahun 2010. Selama perkuliahan penulis pernah aktif dalam organisasi eksternal dan internal kampus. Beberapa kegiatan kemahasiswaan yang pernah diikuti antara lain anggota dari Community of Pet Animal Scientist (COMPASS) Kedokteran Hewan Unhas dan anggota divisi kerohanian di Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) PSKH-FK Unhas periode 2011/2012, latihan kepemimpinan, Musyawarah Besar Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) PSKH-FK Unhas.
PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMIN-XYLAZINE DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FREKUENSI NAFAS DAN DENYUT JANTUNG KUCING LOKAL ( Feline domestica) PADA KONDISI SUDDEN LOSS OF BLOOD
SKRIPSI
TITIN TAMBING O111 10 271
ii
PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMIN-XYLAZINE DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FREKUENSI NAFAS DAN DENYUT JANTUNG KUCING LOKAL (Feline domestica) PADA KONDISI SUDDEN LOSS OF BLOOD
TITIN TAMBING
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Skripsi
Nama NIM
: Perbandingan Pengaruh Anestesi Ketamin-Xylazine dan Ketamin-Zoletil Terhadap Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Kucing Lokal ( Feline domestica) pada Kondisi Sudden Loss of Blood : Titin Tambing : O111 10 271
Disetujui Oleh, Pembimbing Utama
Dr. Drh. Dwi Kesuma Sari 197302161999032001
Pembimbing Anggota
Drh. Dedy Rendrawan M. P
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Titin Tambing
NIM
: O111 10 271
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi saya adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, 16 Desember 2014
iv
v
PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMIN-XYLAZINE DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FREKUENSI NAFAS DAN DENYUT JANTUNG KUCING LOKAL ( Feline domestica) PADA KONDISI SUDDEN LOSS OF BLOOD
ABSTRAK Titin Tambing (O111 10 271). Perbandingan Pengaruh Anestesi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil Terhadap Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung pada Kucing Lokal ( Feline domestica) dalam Kondisi Sudden Loss of Blood. Dibawah bimbingan Dr. drh. Dwi Kesuma Sari sebagai pembimbing utama dan drh. Dedy Rendrawan M.P sebagai pembimbing anggota. Sudden loss of blood adalah kondisi tubuh kehilangan 15% volume darah yang dapat disebabkan oleh trauma atau penyakit. Pada kondisi sudden loss of blood diperlukan tindakan medis yang membutuhkan anestesi, namun harus tetap memperhatikan fungsi organ vital dari pasien. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan pengaruh kombinasi anestesi ketamin-xylazine dan ketamin-zoletil terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung kucing lokal ( Feline domestica) pada kondisi sudden loss of blood . Penelitian ini menggunakan 6 ekor kucing jantan dengan usia ±1,5 tahun, selanjutnya kucing dibagi acak menjadi 2 kelompok lalu masing-masing sampel dalam kelompok akan dikondisikan dalam kondisi sudden loss of blood. Perlakuan 1 (P1): atropin 0,05 mg/kg BB/ subkutan + xylazin 1 mg/kg BB/intramuskuler + ketamin 10 mg/kg BB/intramuskuler. Perlakuan 2 (P2): atropin 0,05
vi
PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMIN-XYLAZINE DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FREKUENSI NAFAS DAN DENYUT JANTUNG KUCING LOKAL ( Feline domestica) PADA KONDISI SUDDEN LOSS OF BLOOD ABSTRACT Titin Tambing (O111 10 271). Comparing the Effects of the Anesthetic Combinations of Ketamine-Xylazine and Ketamine-Zoletil in Breathing and Heartbeat Frequency of Domestic Cat (Feline domestica) in the condition of sudden loss of blood. Supervised by Dr. drh. Dwi Kesuma Sari as the main supervisor and drh. Dedy Rendrawan M.P as co-supervisor.
Sudden loss of blood is the condition in which the body loses 15 % of blood volume that can be caused by trauma or disease. On t he condition of sudden loss of blood, medical treatment is needed that requires anesthesia, but attention should still be given to the function of vital organs of the patient. This study is aimed at comparing the effects of the anesthetic combinations of ketamine-xylazine and ketamine-zoletil in breathing and heartbeat frequency of local cats (Feline domestica) in the condition of sudden loss of blood. This study used male cats 6 ± 1.5 years of age, divided randomly into two groups and each sample in the group was conditioned in a state of sudden loss of blood or acute hemorrhage. The sample cat will then be given treatment, treatment 1 ( P1 ) : atropine 0.05 mg / kg / subcutaneous + xylazin 1 mg / kg / intramuscularly + ketamine 10 mg / kg / intramuscularly . Treatment 2 (
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Maret 1992 di Tana Toraja dari ayahanda Yohanis Dattu Pakau dan ibunda Kartini Rammang. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Tonggoni pada tahun 2004, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Swasta Antam Pomalaa dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 17 Makassar. Penulis diterima di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin pada tahun 2010. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) FKUH menjabat sebagai anggota divisi Minat dan Bakat pada periode 2011-2012. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan komunitas penyayang hewan peliharaan seperti Dogglizious Makassar.
viii
KATA PENGANTAR
Salam Sejahtera Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Perbandingan Pengaruh Kombinasi Anestesi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil terhadap Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Kucing Lokal (Feline domestica) pada Kondisi Sudden Loss of Blood. Ungkapan terima kasih yang terindah, penulis persembahkan kepada orang tua tersayang, ayahanda Yohanis Dattu Pakau dan ibunda Kartini Rammang, serta adinda Yultianti Pakau dan semua keluarga yang tak sempat disebutkan yang telah membantu penulis selama mengikuti pendidikan di di PSKH FK-UH. Ungkapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada Ibu Dr. Drh. Dwi Kesuma Sari selaku pembimbing I yang dengan sabar dan ikhlas memberi bimbingan dan arahan kepada penulis, serta Bapak Drh. Dedy Rendrawan M. P selaku pembimbing Anggota yang dengan kesabaran memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga penulisan akhir. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasa nuddin. 2. Ibu Drh. Meriem Sirupang dan Ibu Drh. Dini Kurnia Ikliptikawati, M. Sc selaku tim Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis. 3. Staf Pengajar dan Staf Administrasi yang telah memberikan bantuan dan
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN ABSTRAK RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK KATA PENGANTAR I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Rumusan masalah I.3 Tujuan penelitian I.4 Manfaat penelitian I.5 Hipotesis I.6 Ruang Lingkup Penelitian I.7 Keaslian Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Fisiologis Kucing II.2 Sudden Loss of Blood II.3 Anestesi
i iii iv v vii viii ix x xi xii
1 2 2 2 2 3 3 4 6 7
X
DAFTAR TABEL
Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Normal Kucing 2. Tahap-Tahap Perdarahan Akut atau sudden loss of blood 3. Perbandingan Rata-Rata (±SD) Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung 1.
5 6 20
xi
DAFTAR GAMBAR
1.
Gambar Hewan Percobaan
4
2.
Gambar Skema Alur Penelitian
14
xii
DAFTAR GRAFIK
1. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pa1 Hasil Kombinasi Ketamin-Xylazin pada Kondisi Sudden Loss of Blood 2. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pb1 Hasil Kombinasi Ketamin-Xylazin pada Kondisi Sudden Loss of Blood 3. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pc1 Hasil Kombinasi Ketamin-Xylazin pada Kondisi Sudden Loss of Blood 4. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pa2 Hasil Kombinasi Ketamin-Zoletil pada Kondisi Sudden Loss of Blood 5. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pb2 Hasil Kombinasi Ketamin-Zoletil pada Kondisi Sudden Loss of Blood 6. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pc2 Hasil Kombinasi Ketamin-Zoletil pada Kondisi Sudden Loss of Blood 7. Perbandingan Frekuensi Nafas antara Kombinasi Anestesi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil 8. Perbandingan Denyut Jantung antara Kombinasi Anestesi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil
16
17
17
18
19
19
21 22
1
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Perkembangan teknologi saat ini semakin mendukung dalam pengobatan dan operasi di bidang kedokteran. Pembedahan yang dilakukan tentu membutuhkan obat anestesi yang dapat memberikan keamanan yang baik serta mendukung operasi dengan memberikan waktu yang sesuai dengan jenis operasi yang dilakukan. Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem saraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada saraf. Agen anestesi a nestesi umum beker ja dengan cara menekan sistem saraf pusat (SSP) secara reversible reversible (Adams, 2001). Anestesi umum merupakan kondisi hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau r efleks dan hilangnya gerak spontan (immobility (immobility), ), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness (unconsciousness)) (McKelvey dan Hollingshead, 2003). Saat ini anestesi yang banyak digunakan oleh dokter hewan praktek adalah anestesi secara injeksi, baik yang diberikan secara intramuskular atau intravena yang pada umumnya digunakan untuk operasi dengan durasi anestesi yang singkat. Penggunaan anestesi ini karena beberapa alasan tertentu, diantaranya karena penggunaan yang praktis, relatif tidak mahal, dan obat yang digunakan
2
I.2 Perumusan Masalah
Kombinasi anestesi yang tepat dalam penanganan pasien pada kondisi sudden loss of blood diharapkan mampu menjaga frekuensi nafas dan denyut jantung agar tetap dalam keadaan yang stabil. Ketamin-Xylazin merupakan kombinasi anestesi yang sering digunakan dalam praktik kedokteran hewan dan zoletil adalah salah satu jenis obat anestesi yang memiliki tingkat keamanan yang baik terhadap fisiologis tubuh pasien selama anestesi dan ketamin-xylazin Berdasarkan rujukan tersebut maka dilakukan penelitian dengan menggunakan kombinasi anestesi ketamin-zoletil dengan kombinasi anestesi ketamin-xylazine untuk melihat pengaruhnya terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung kucing pada kondisi sudden kondisi sudden loss of blood.
I.3 Tujuan Penelitian
Dalam studi ini, tujuan penelitian adalah untuk mengamati perbandingan pengaruh anestesi ketamin-xylazine dan ketamin-zoletil terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung kucing lokal ( Feline ( Feline domestica) domestica) pada kondisi sudden loss of blood .
3
I.6 Ruang Lingkup Penelitian
Mengukur frekuensi frekuensi nafas dan denyut denyut jantung kucing lokal lokal dari fase II sampai fase recovery terhadap pemberian kombinasi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil pada kondisi sudden kondisi sudden loss of blood.
1.7 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai perbandingan kombinasi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil pada kondisi sudden loss of blood dengan menggunakan sampel kucing belum pernah dilakukan. Penelitian sebelumnya tentang perbandingan kedua kombinasi anestesi tersebut dengan judul “Use “Use of The Anesthetic Combination of Tilatemin, Zolazepam, Ketamine, and Xyalzine for Neutering Feral Cats” Cats” (Williams et al. 2002).
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Fisiologis Kucing
Kucing domestik adalah salah satu hewan karnivora sejati yang berada dalam satu famili Felidae dengan 37 spesies kucing lain yang antara lain mencakup cheetah, puma, jaguar, macan tutul, singa, lynx, dan harimau (Lariviere, 2013). Menurut perhimpunan pencinta kucing dunia terdapat kurang lebih 43 ras kucing yang sudah diakui (Triastuty 2006). Kucing lokal atau kucing kampung ( Felis domestica) sulit disebut sebagai kucing bergalur murni secara genetik karena perkawinan hewan ini sulit diamati dan dikontrol, sehingga keturunan yang dihasilkan pun sudah tergolong campuran yang tidak jelas (Endrawati, 2005). Klasifikasi kucing kampung ( Felis domestica) menurut Fowler (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Sub phylum : Vertebrata, Kelas : Mamalia, Ordo : Carnivora, Sub ordo : Conoidea, Famili : Felidae, Sub famili : Felinae, Genus : Felis, Spesies : Felis domestica. Kucing dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuhnya, lebih dari 50 % atau sekitar 20 spesies tergolong kucing kecil ( small cat ), 30 % atau sekitar 11 spesies termasuk kucing berukuran sedang dan sisanya sekitar 7 spesies termasuk kucing besar (big cats) (Endrawati, 2005).
5
Suhu tubuh adalah suhu bagian dalam (suhu inti), bukan suhu permukaan yang merupakan suhu kulit atau jaringan bawah kulit. Suhu inti relatif konstan kecuali bila terjadi demam, sedangkan suhu permukaan lebih dipengaruhi lingkungan (Guyton and Hall, 1997). Pada kedokteran hewan pengukuran suhu tubuh hewan khususnya kucing dengan menggunakan termometer yang diletakka n di rektum. Ketika melakukan pengukuran suhu melalu rektum lakukan saat tidak ada feses di dalam, agar suhu yang muncul melalui termometer menjadi wakil dari 0 0 suhu tubuh keseluruhan. Suhu normal pada kucing yaitu 38,0 C – 39,3 C. Pada semua hewan, suhu tubuh berubah-ubah sepanjang hari, pada pag i hari suhu tubuh lebih rendah, tengah hari agak tinggi, dan mencapai puncak pada sore hari jam 18.00 (rentang suhu dalam sehari adalah ± 0,8 0C) (Sajuthi et al, 2012). Frekuensi nafas dan denyut jantung normal pada kucing seperti disebutkan Ifianti (2001) disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Normal Kucing Frekuensi Frekuensi Denyut Sumber Nafas/menit Jantung/menit 20-30 110-130 Armour Coy (USA) 20-30 110-130 Malkmus Opperman (1949) 20-30 110-130 Marek Mocsy (1951) Sumber : Ifianti, (2001).
Sistem termostat dalam tubuh terdiri dari beberapa mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh ketika suhu menjadi sangat tinggi, yaitu vasodilatasi pembuluh darah yang akan meningkatkan kecepatan pemindahan
6
II.2 Sudden Loss of Blood
Darah merupakan gabungan dari cairan tubuh, sel-sel dan partikel menyerupai sel, yang mengalir dalam arteri, kapiler dan vena. Darah secara umum berperan dalam setiap fungsi utama tubuh, di dalam setiap organ dan jaringan tubuh. Darah berfungsi mengirimkan oksigen dan zat-zat gizi ke jaringan dan membawa karbon dioksida dan hasil buangan lainnya (Hariono dan Salasia, 2010). Volume darah kucing berkisar antara 4.7-6.9% berat badan. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume darah meliputi umur, status kesehatan, makanan, ukuran tubuh, derajat aktivitas dan lingkungan. Daerah pengambilan darah atau bleeding sites pada kucing dilakukan pada vena jugularis dan vena cephalica. Volume maximal darah yang keluar saat perdarahan pada kucing adalah 7,7 ml/kg (Mitruka dan Rawnsley, 1977). Darah adalah salah satu cairan yang sangat penting dalam mempertahankan kondisi fisiologis tubuh, sehingga saat terjadi trauma tubuh akan mengalamai syok hipovolemik akibat kehilangan volume darah secara tiba-tiba. Sudden loss of blood adalah indikasi yang paling umum dilakukannya transfusi darah (Weingart et al , 2004). Sudden loss of blood sering terjadi pada kucing, terutama trauma akibat operasi. Gangguan hemostatik dapat timbul akibat penyakit hati atau koagulopati herediter (Tasker, 2006). Pada kondisi sudden loss of blood , nilai Packed Cell Volume (PCV) terkadang tetap normal namun pada kondisi tertentu dapat pula menyebabkan peningkatan yang diakibatkan oleh kompensasi dari kontraksi limpa. Nilai Total Protein yang rendah pada pasien hipovolemik menunjukkan adanya kasus perdarahan darah yang akut. Emergency care pada anjing dan kucing dapat
7
II.3 Anestesi
Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan secara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu: 1). Topikal misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa; 2). Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal secara oral atau rektal; dan 4). Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas (Tranquilli et al , 2007). Tujuan dari pemberian anestesi adalah mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan beberapa organ tubuh terutama pada pasien dengan kondisi khusus, seperti: pada pasien tua, bayi atau penderita penyakit komplikasi selain itu tujuan anestesi juga untuk membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Tahapan anestesi sangat penting untuk diketahui terutama dalam menentukan tahapan terbaik untuk melakukan pembedahan, memelihara tahapan tersebut sampai batas waktu tertentu, dan mencegah terjadinya kelebihan dosis anestetikum. Tahapan anestesi dapat dibagi dalam beberapa langkah, yaitu: preanestesi, induksi, pemeliharaan, dan pemulihan (McKelvey dan Hollingshead, 2003). McKelvey dan Hollingshead (2003) dan Tranquilli et al , (2007) menyatakan bahwa untuk memonitor anestesi dilakukan pengamatan tahap-tahap anestesi umum. Kualitas status teranestesi dapat dilihat dari perubahan fisiologis sebagai tanda kedalaman anestesi. Berikut ini adalah tahapan dan indikasi status teranestesi oleh anestetika umum: 1. Fase/ tahapan I, Fase ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai
8
II.3.1 Atropin Atropin merupakan salah satu jenis premedikasi yang memiliki afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik serta terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya pada reseptor muskarinik. Kerja obat ini secara umum berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata, maka kerjanya bahkan sampai berhari-hari. Kerja atropin pada beberapa fisiologis tubuh, yaitu menghambat semua aktivitas kolinergik pada mata, sehingga menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi tidak bereaksi terhadap cahaya dan siklopegia (ketidakmampuan memfokus untuk penglihatan dekat) (Mycek et al, 2001 ). Pada gastrointestinal, atropin digunakan sebagai obat anti spasmodik untuk mengurangi aktivitas saluran cerna, sebab atropin adalah salah satu obat yang memiliki sifat kuat dalam menghambat saluran cerna. Berefek pula pada kandung kemih dengan mengurangi keadaan hipermotilitas kandung kemih. Atropin dapat menghambat kerja kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada lapisan mukosa mulut ( serostomia). Kelenjar saliva sangat peka terhadap atropin, bahkan kelenjar keringat dan air mata juga dapat terganggu (Mycek et al. 2001 ). Atropin sulfat sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg, yang diberikan baik secara subkutan, intravena maupun intra muskuler (Plumb, 1998). Farmakokinetik dari atropin yaitu atropin mudah diserap, sebagian dimetabolisme di dalam hepar, dan dibuang dari tubuh terutama melalui air seni. Adapun efek samping dari atropin tergantung dari dosis, atropin juga dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan mengabur, takikardia, dan konstipasi. Efeknya terhadap sistem saraf pusat termasuk rasa capek, bingung, dan delirium (ketidakmampuan membedakan kondisi yang nyata dan halusinasi) yang dapat
9
spontan dari ekstrimitasnya walaupun pelaksanaan operasi telah dilakukan. Keadaan ini disebabkan titik tangkap kerjanya pada daerah kortek dari otak dibanding dengan obat anestesi lainnya yang titik tangkap kerjanya adalah reticular actifiting system system dari otak (Dodman et al , 1984). Dosis ketamin pada kucing yaitu 10-30 mg/kg secara intra muskuler (Lumley,1990). Ketamin menyebabkan pasien dalam kondisi tidak sadar dalam durasi yang cepat namun mata masih tetap terbuka tetapi tidak memberikan respon rangsangan dari luar (Hilbery et al , 1992). Selain itu ketamin juga memiliki efek anestetikum yang dapat menekan hipotalamus sehingga menyebabkan penurunan temperatur tubuh (Plumb, 2005). Sifat-sifat ketamin, yaitu larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar, dan suasana asam (pH 3,5 – 5,5). Adapun farmakokinetik dari ketamin adalah sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian dieksresi terutama dalam bentuk metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh. Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anestet ik yang bagus, karena obat ini tidak merelaksasi muskulus bahkan kadang-kadang tonus sedikit meningkat. Efek puncak pada hewan umumnya tercapai dalam waktu 6-8 menit dan anestesi berlangsung selama 30-40 menit, sedang untuk pemulihan membutuhkan waktu sekitar 5-8 jam. (Gan, 1987; Kusumawati dan Sardjana, 2004). Ketamin merupakan salah satu jenis anesthesi yang sering digunakan pada kucing untuk beberapa jenis operasi. Adapun dosis ketamin untuk kucing adalah 10-30 mg/KgBB (Kusumawati dan Sardjana, 2004) dan 10-15 mg/kgBB (Napier and Napier, 2009). Efek ketamin dapat merangsang simpatetik pusat yang akhirnya menyebabkan peningkatan kadar katekolamin dalam plasma dan meningkatkan aliran darah. Karena itu ketamin digunakan bila depresi sirkulasi
10
neurotransmiter dari dari saraf simpatis. Hal ini menyebabkan aktivitas saraf simpatis menurun sehingga menurunkan tingkat kewaspadaan, menurunkan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Reseptor α2 adrenoreceptor ditemukan di otot polos pembuluh darah dara h arteri organ dan vena abdomen. a bdomen. Ketika Ket ika α2 adrenoreceptor diaktifkan dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, selain itu α2 adrenoceptor dijumpai juga pada sistem kardiovaskular, respirasi, gastrointestinal, sistem saraf pusat, ginjal, sistem endokrin dan trombosit (Adams, 2001). Obat ini banyak digunakan dalam subtansi kedokteran hewan dan sering digunakan sebagai obat penenang (sedasi), nyeri (analgesik) dan relaksasi otot rangka (relaksan otot). Pemberian xylazin sebagai preanestesi dapat memperpanjang durasi analgesi, mengurangi dosis anestesi dan memperpendek masa pemulihan. Pada kucing penggunaan kombinasi ketamin-xylazin menyebabkan perlambatan absorpsi ketamin sehingga eliminasi ketamin lebih lama, hal ini menyebabkan durasi anestesi lebih panjang (Waterman, 1983), pada kucing range dosis xylazin yang sering digunakan yaitu 1,0-2,0 mg/kg BB secara intra muskuler (Lumley 1990) dan 1-2 mg/kg BB (McLean, 1967). 1967). Xylazin dapat menyebabkan gejala bradikardia, bradikardia, arythmia, arythmia, peningkatan tekanan sistem saraf pusat, pengurangan sistem sistolik, depresi respirasi (pengurangan frekuensi respirasi dan volume respirasi per menit) serta hipertensi yang diikuti dengan hipotensi (Zulfadli, 2005). Xylazin memiliki efek farmakologis yang sebagian besar terdiri dari dar i penurunan pe nurunan cardiac output , sehingga terjadi penurunan frekuensi setelah kenaikan di awal injeksi pada tekanan darah kemudian dalam perjalanan dapat menyebabkan efek vasodilatasi vasodilatasi pada tekanan darah yang juga dapat menyebabkan bradikardia, bradikardia, vomit , tremor , motilitas menurun tetapi kontraksi uterus meningkat pada betina, bahkan dapat mempengaruhi keseimbangan
11
®
II.3.4 Zoletil Zoletil® merupakan preparat anastesika injeksi yang baru yang terdiri dari tiletamin sebagai tranquilizer mayor dan zolazepam sebagai perelaksasi otot dengan perbandingan 1:1. Tiletamin merupakan golongan anestesi disosiatif yang berasal dari golongan fensiklidin, sedangkan zolazepam merupakan kelompok benzodiazepin yang dapat menyebabkan menyebabkan relaksasi otot (Gwendolyn, 2008). ® Zoletil dapat diberikan dengan mudah secara intramuskuler dan akan menghilangkan refleks penderita serta kesadaran penderita dalam waktu ± 5 menit sedangkan pada pemberian melalui intravena, hilangnya refleks dan kesadaran penderita akan dicapai dalam waktu ± 1 menit (Hilbery et al , 1992; Dana et al , 1998; Yin et al , 1998). Zoletil® merupakan bahan kimia larut lemak (Gunawan et al , 2009). Bahan kimia larut lemak akan berdifusi secara langsung melalui membran sel kapiler tanpa harus melewati pori-pori sehingga dapat merembes ke semua area membran kapiler. Kecepatan transport zat larut lemak lebih cepat dari pada zat yang tidak larut lemak (Guyton (Guyton dan John, 2007). Tiletamin di metabolisme dalam hati dan dieliminasi melalui urin dalam bentuk yang tidak aktif. Tiletamin memiliki efek pada sistem sirkulasi dan respirasi yang serupa dengan ketamin, selain itu efek yang ditimbulkan pada susunan saraf pusat sangat spesifik pada setiap spesies (Thurmon,1996). Durasi anestesi dari tiletamin lebih panjang dibandingkan dengan durasi anestesi dari ketamin, begitu juga dengan analgesia dari tilatemin (Gwendolyn, 2008). Tiletamin dapat menghasilkan efek kataleptik yang cepat, menghilangkan respon terhadap rangsangan, depresi respirasi, dan memiliki periode pemulihan panjang (Hall dan Kathy, 1991). Zolazepam merupakan turunan benzodiazepin yang bebas dari aktivitas
12
Dosis pemberian premedikasi dengan atropin biasanya 15 menit sebelum pemberian zoletil®. Dosis zoletil® pada kucing 10-15 mg/kg BB (intramuskular) atau 5-7,5 mg/BB (intravena) dan durasi anastesi kurang lebih 20-60 menit bergantung pada dosis yang diberikan. Pengulangan pemberian dapat dilakukan 1/2 - 1/3 dosis inisial dan sebaiknya diberi melalui intravena, karena pemberian melalui intramuskuler akan menghilangkan refleks dan kesadaran penderita dalam waktu ± 3-6 menit sedangkan pemberian dengan cara intravena akan membuat hewan penderita mengalami kehilangan reflek dan kesadaran dalam waktu 1 menit (Kusumawati, 2011). ® Dalam praktek zoletil sebagai kontraindikasi pada kelinci karena efek tiletamin yang menyebabkan nephrotoxis dan juga dapat menyebabkan depresi pada susunan syaraf pusat serta memberikan efek anaestesi yang kurang baik ® (Dana et al , 1998). Selain itu penggunaan zoletil tidak dianjurkan dengan kombinasi pemberian premedikasi derivat phenothiazine mengingat efek negatif yang terjadi pada cardiovascular dan depresi pernafasan serta terjadinya hypotermia (Sardjana et al , 1989). Penanganan kesehatan hewan dalam praktek pada hewan domestik dan hewan kesayangan banyak dilaporkan, namun penanganan di bidang satwa liar masih dirasakan minim informasi yang dapat diperoleh, namun demikian Malley (1997) melaporkan bahwa zoletil® digunakan pada reptilia dengan hasil yang baik.
13
II.4 Alur Penelitian
Perlakuan yang sama
Sudden Loss of Blood
Injeksi Atropin Sulfat
Kelompok I Injeksi Kombinasi
Kelompok II Injeksi Kombinasi
14
III.
METODE PENELITIAN
III.1 Metode
Pada penelitian ini menggunakan perhitungan data tidak berpasangan 6 sampel yang telah di seleksi berdasarkan kriteria-kriteria yang telah di tetapkan di bagi dalam 2 kelompok hewan yang masing-masing kelompok terdiri atas 3 sampel. III.2 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober tahun 2014. Lokasi penelitian bertempat di Ruang Bedah Klinik, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
III.3 Bahan penelitian
Sampel yang digunakan yaitu 6 ekor kucing lokal yang berumur ± 1,5 tahun dan sudah diadaptasi selama 1 minggu. Sediaan premedikasi atropine sulfat, dan sediaan kombinasi anestesi zoletil 50 (Virbac, Perancis), ketamine 10% (Ilium, Australia), alkohol 70%, xylazine 10% (Ilium, Australia) dan betadine.
15
III.5.2 Sudden Loss of Blood Kucing akan diberikan perlakuan dalam kondisi perdarahan akut dengan menghitung terlebih dahulu total volume darah yang diperoleh dari 5% berat badan kucing. Lalu setelah itu mengeluarkan darah sebanyak 15% dari volume total darah kucing melalui vena jugularis. III.5.3 Injeksi Kombinasi Anestesi Masing-masing kelompok akan diinjeksikan premedikasi atropin sulfat dengan dosis 0,05 mg/kg BB . Kemudian diamati frekuensi nafas dan denyut jantung pada masing-masing kelompok tersebut setiap 5 menit. Setelah 15 menit, kelompok 1 akan dinjeksikan kombinasi ketamin (dosis 10 mg/kg)-xylazin (dosis 1 mg/kg) dan kelompok 2 akan diinjeksikan ketamin (dosis 10 mg/kg)-zoletil (dosis 10 mg/kg). Lalu dilakukan pengamatan pada frekuensi nafas dan denyut jantung setiap 5 menit pada masing-masing kelompok. III.5.4 Analisi Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode statistik rancangan acak kelompok. Jika hasil dari analisis P<0,05 yang berarti menunjukkan adanya perbedaan signifikan maka akan dilanjutkan uji ke-2 dengan menggunakan analisis Tukey .
16
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kombinasi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung pada kucing lokal dalam kondisi sudden loss of blood atau kehilangan volume darah secara tiba-tiba. Penelitian ini menggunakan 6 ekor kucing jantan dengan usia ±1,5 tahun, selanjutnya kucing dibagi acak menjadi 2 kelompok lalu masing-masing sampel dalam kelompok akan dikondisikan dalam kondisi sudden loss of blood. Kemudian akan diberikan perlakuan pada masing-masing kelompok dengan atropin sulfat (0,05 mg/kg BB sc) sebagai premedikasi. Kelompok 1 diberikan perlakuan kombinasi anestesi ketamin 10 mg/kg BB im {10-30 mg/kg BB (Lumley, 1990)} dan xylazin 1 mg/kg im {1,0-2,0 mg/kg BB (Lumley, 1990)} . Kelompok 2 diberikan perlakuan kombinasi anestesi zoletil 10 mg/kg BB im {1050 mg/kg (Kusumawati, 2011)} dan ketamin 10 mg/kg BB im. Pengamatan terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung kucing dalam setiap 5 menit dari fase II hingga memasuki fase recovery. Pada penelitian dari masing-masing kucing di peroleh perbandingan frekuensi nafas dan denyut jantung dengan menggunakan metode statistik rancangan acak kelompok. IV.1 Ketamin-Xylazin
Penelitian pada kelompok 1 terdiri dari 3 sampel, yaitu Pa 1, Pb1, dan Pc 1. Volume darah yang diambil untuk mengkondisikan pasien dalam kondisi sudden loss of blood adalah 15% dari volume darah total.
17
Keterangan : F. I F. II F. III P. 1 P. 2
= Fase II = Fase II = Fase III = Plane 1 = Plane 2 = Batas Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung yang normal Pa1,Pb1,Pc1= Nama masing-masing sampel di kelompok 1
120 i s n e u k e r r F
100 80
Denyut Jantung Pb1
60 40
Frekuensi Nafas Pb1
20 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Waktu
F. I
F. II
F.III P.1
F. III F. III F. II P.2 P. 1
Grafik 2. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pb 1 Hasil Kombinasi Ketamin-Xylazin pada Kondisi Sudden Loss of Blood 300
Denyut Jantung Pc1
18
Pada Pa1 dan Pc1 terlihat peningkatan denyut jantung di awal injeksi hal ini dipengaruhi oleh kondisi sudden loss of blood yang dapat meningkatkan denyut jantung. Pada fase III plane 1 frekuensi denyut jantung memasuki range yang normal, yaitu 110-130/menit. Hal ini dipengaruhi oleh sifat xylazin yaitu menyebabkan bradikardia pada denyut jantung. Pada Pa 1 dan Pc1 yaitu terjadi penurunan respirasi yang terjadi pada fase II karena sifat xylazin yang dapat mendepres respirasi sehingga terjadi penurunan volume tidal dan respirasi rata-rata. Respirasi mulai memasuki range normal pada fase III plane 1 karena adanya efek dari atropin yang menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin lain.
IV.2 Ketamin-Zoletil
Penelitian pada kelompok 2 terdiri dari 3 sampel, yaitu Pa 2, Pb2, dan Pc2. Volume darah yang diambil untuk mengkondisikan pasien dalam kondisi sudden loss of blood adalah 15% dari volume darah total. 1. Sampel Pa2 : Berat badan 2,8 kg, total volume darah: 140 ml, dan volume darah yang diambil, yaitu 21 ml. 2. Sampel Pb2: Berat badan 3,3 kg, total volume darah: 165 ml, dan volume darah yang diambil, yaitu 25 ml. 3. Sampel Pc2: Berat badan 3,3 kg, total volume darah: 165 ml. dan volume darah yang diambil, yaitu 24 ml.
19
140 120 i s n e u k e r F
100 80
Denyut Jantung Pb2
60
Frekuensi Nafas Pb2
40 20 0 5
15
25
35
45 55
65
75
85
95 105
Waktu
F.II
F. III P.1
F. III P.2
F. III
F. II
F. I
P.1
Grafik 5. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pb 2 Kombinasi KetaminZoletil pada Kondisi Sudden Loss of Blood 250 Denyut Jantung Pc2
20
energi. Pada Pa 2 dan Pb2 terlihat adanya penurunan frekuensi nafas atau depresi respirasi dari fase III Plane 1 hingga kembali ke fase I. Hal ini karena efek dari zoletil yang terdiri dari tiletamin yang dapat menghasilkan efek kataleptik yang cepat dan depresi respirasi.
IV.3 Perbandingan Rata-Rata (±SD) Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung
Perbandingan rata-rata frekuensi nafas dan denyut jantung antara kombinasi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil pada kucing lokal disajikan dalam tabel 7. Waktu (menit)
5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’
P1 (KX) Frekuensi Denyut Nafas Jantung(x/menit) (x/menit) 22,67±11,54 132 ±31,24 56±8,32 122,67±36,95 21,33±10,06 108±38,16 18,67±8,32 97,33±28,37 20 109,33±33,30 17,33±4,61 112±31,24 25,33±11,54 113,33±19,73 22,67±2,30 110,67±31,06 29,33±8,32 109,33±33,30 32±12 105,33±32,08 26,67±6,11 104±32,74 26,67±2,30 154,67±80,53
P2 (KZ) Frekuensi Nafas(x/menit)
Denyut Jantung(x/menit)
37,33 22,67 17,33 20 17,33 16 17,33 17,33 16 16 20 19,67
149,33±26,63 145,33±23,43 134,67±15,14 118,67±10,06 150,67±46,36 134,67±22,03 129,33±12,85 144,67±12,42 140±31,74 133,33±30,02 129,33±34,01 145,33±44,60
21
Keterangan : P1 = Perlakuan 1 P2 = Perlakuan 2 KX = Ketamin-Xylazin KZ = Ketamin-Zoletil
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada tabel diatas dengan menggunakan metode statistik melalui metode rancangan acak kelompok diperoleh p>0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kombinasi tersebut. Kondisi Sudden loss of blood menyebabkan peningkatan denyut jantung sehingga kucing mengalami peningkatan denyut jantung di awal injeksi. Hasil perbandingan frekuensi nafas dan denyut jantung antara kombinasi anestesi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil disajikan dalam grafik 7 dan grafik 8. 60 50 i s n e u k e r F
40 30 20 10
22
180 160 140 i s n e u k e r r F
120 100 80
Denyut Jantung KX
60
Denyut Jantung KZ
40 20 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 2 3 5 6 8 9 1 2 4 5 7 1 1 1 1 1
Waktu
Grafik 8. Perbandingan Denyut Jantung antara Kombinasi Anestesi KetaminXylazin dan Ketamin-Zoletil Berdasarkan grafik diatas, terlihat frekuensi denyut jantung rata-rata dari kombinasi anestesi ketamin-xylazin berada di bawah range normal dibandingkan dengan kombinasi anestesi ketamin-zoletil. Hal ini disebabkan karena kondisi Sudden loss of blood yang menyebabkan peningkatan denyut jantung di tunjang oleh kandungan zolazepam yang terdapat dalam zoletil merupakan turunan benzodiazepin yang bebas dari aktivitas hambatan α adrenergik, sehingga
23
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perbandingan kombinasi anestesi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sehingga kedua kombinasi tersebut dapat digunakan untuk kondisi sudden loss of blood .
V.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk menggunakan kombinasi ketamin-xylazin untuk kondisi sudden loss of blood. Kombinasi ketamin-zoletil kurang tepat di gunakan sebab menyebabkan depres respirasi. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan fisiologis kedua kombinasi tersebut pada tingkatan dosis anestesi dari kedua kombinasi tersebut.
24
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1989. Anestesiologi, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Jakarta (ID): FK UI. Anonim.1996. How to Determine a Cat’s or Dog’s Age [artikel]. [12 Februari 2005].United States Anonim. 2005. Cats of The World. http://www.jetwingwco.com/web_pages /education?lecture_series_mod4. html#.. Anonim.2008. Cat [internet]. [diunduh 2014 Feb 24]. http://a-zanimals.com/animals/cat/ Anonim. 2013. Ilmu Bioligi [internet]. [diunduh 2014 Feb 03]. http://ilmubiologi.com/urutan-takson-kucing. Bourne, D. [tanpa tahun]. Tiletamine-Zolazepam (with special reference to Bears, Ferrets and Great Apes) [internet]. [diunduh 2014 Mar 02].http://wildpro.twycrosszoo.org/S/00Chem/ChComplex/TiletamineZolazepam.htm#Pharmacokinetics Chemical book. 2009. Tiletamin Produkt Beschreibung [internet]. [diunduh 2014 Mar 02]. http://www.chemicalbook.com/ChemicalProductProperty_ DE_CB6934727.htm. Dana, G., Prinyle, JK., and Smith, DA. 1998. Hand book of Veterinary Drug, Edisi ke-2. Description of Drugs for Small Animals. Drajat, M.T. 1986 Kumpulan Kuliah Anestesiologi. Aksara Medisina, Salemba, Jakarta. Endrawati, D. 2005. Studi Identifikasi Golongan Darah dan Kemungkinan
25
Guyton, AC. 1994. Textbook of Medical Physiology, Edisi ke-7. Missoury: WB Saunders Co. Hackner, SG. [tahun tidak diketahui]. Bleeding Disorders: Diagnostic Approach Simplified. New York. Kasyadi. 2010. Patologi Klinik Veteriner. Yogyakarta (ID) : Samudra Biru. Hilbery, ADR., Waterman, AE., and Brouwer, GJ. 1992. Manual of Anaesthesia for Small Animals Practise,Edisi ke-3. BritishSmall Animal Veterinary Association. Hluchy, M et al . [tanpa tahun]. Clinical experience with the use of tiletamine and zolazepam (preparation zoletil) in anaesthesia in cats in surgery [internet]. [diunduh 2014 Mar 14]. University of Veterinary Medicine, Kosice (Slovak Republic.http://agris.fao.org/agrissearch/search.do?f=2000/SK/SK00003.xml; SK1999000655 Ifianti, M. 2001. Durasi dan Beberapa Aspek Fisiologi Pemakaian Anaestetikum Xylazine dan Ketmine Untuk Ovariohisterektomi Pada Kucing Lokal [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pert anian Bogor. Kartha, D. 2012. Male Cat Behaviour [internet].[diunduh 2014 Feb 10]. http://www.buzzle.com/articles/male-cat-behavior.html Kusumawati, D dan Sardjana, IKW. 2004. Anestesi Veteriner . Yogyakarta (ID):UGM Hellebrekers and Hedenqvist. 2011. Handbook of Laboratory Animal Science, Edisi ke-3. United State of America. Hilbery, ADR, Waterman, AE., and Brouwer, GJ. 1992. Manual of Anaesthesia for Small Animals Practise,Edisi ke-3. BritishSmall Animal Veterinary Association.
26
Napier and Napier.2009. A Handbook of Living Primates [diunduh 2014 Nov 25]. Inverin, Co. Galway, Ireland. Posner, LP. [tanpa tahun]. Veterinary Anesthesia and Analgesia. [diunduh 2014 Mei 09]. (propofol pdf) Plumb, DC. 2005. Veterinary Drug Handbook. Minnesota: Pharma Vet Publishing. Rahim, SA. 2013. Bedah Veteriner Umum Anestesi Umum [karya ilmiah]. [diunduh 2014 Mar 13]. Ruben, D. [tanpa tahun]. Ketamine (Ketaset®, Vetalar®, Vetaket®) [internet]. [diunduh 2014 Mar 03]. http://www.petplace.com/drug-library/ketamineketaset-vetalar-vetaket/page1.aspx Sardjana, IKW. 2003. Penggunaan Zoletil dan Ketamin untuk Anestesi pada Felidae [penelitian]. Surabaya (ID): Unair. Soepraptini, J., Widyayanti, K., dan Estoepangestie, ATS. 2011. Perubahan Bentuk Eritrosit pada Hapusan Darah Anjing Sebelum dan Sesudah Penyimpanan dengan Menggunakan Citrate Phosphate Dextrose. Surabaya (ID) : Fakultas Kedokteran Hewan Unair. Syarif, A., Estuningtyas, A., Muchtar, A., Arif, A., Bahry, B., Suyatna, DF., Dewoto, HR., Utama, H., Darmansjah, I., and Nafrialdi. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Setiabudy R, Ilustrator. Jakarta (ID): Badan Penerbit FKUI. Tasker, S. 2006. The Differential Diagnosis of Feline Anemia. United Kingdom: Department of Clinical Veterinary Science, Univers ity of Bristol Langford. Tejolaksono, MN. [tahun tak diketahui]. Pengendalian Satwa Liar [internet]. [diunduh 2014 Mar 25]. http://id.scribd.com/doc/138673069/Pengendalian-
27
Wiji, SDK., Rinjani, RR., Rahayu, MS., Prinando, M., dan Manan, RFA. 2010. Pengaruh Stress terhadap Suhu Tubuh, Denyut Jantung, dan Pernafasan Kucing Kampung (Felis Domestica) [karya ilmiah]. [diunduh 2014 Mar 13]. http://marwa89.wordpress.com/2010/03/02/pengaruh-stress-terhadap-suhutubuh-denyut-jantung-dan-pernafasan-kucing-kampung-felis-domestica/. Williams et al . 2002. Use of the anesthetic combination of tiletamine, zolazepam, ketamine, and xylazine for neutering feral cats [diunduh 2014 Nov 30]. Journal. vol. 220 :Amerika.
LAMPIRAN
4.1 Ketamin-xylazine 1. Pa1
a. Pemeriksaan Klinis kucing Signalement Nama Jenis Jenis kelamin Warna bulu Umur Berat Badan Status Present Perawatan Makanan Habitat Adaptasi Kulit dan Bulu Aspek bulu Kerontokan Kebotakan Turgor kulit Kepala dan leher Ekspresi wajah
: Pa1 : Kucing Lokal : Jantan : Hitam dan putih : lebih dari 1,5 tahun : 3,4 kg : Di dalam kandang dengan ukuran 3x1 m. : Friekies : Jinak : baik : Bersih dan mengkilap : rontok : Tidak ada : Baik, <3 detik : bereaksi waspada
Lymphonodus rethropharingealis Kesimetrisan : Simetris Langkah-langkah : a. Kucing diberikan sedasi terlebih dengan menggunakan dosis : Atropin : 0,05 mg/kgBB x 3,4 kg = 0,68 ml 0, 25 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg BB x 3,4 kg = 0,34 ml 100 mg/ml Xylazin : 1 mg/kg BB x 3,4 kg = 0,17 ml 20 mg/ml 1. Kucing di berikan perlakuan sedasi terlebih dahulu dengan menggunakan dosis di atas. 2. Kombinasi Ketamin dan xylazine pada sampel ini di satukan dalam 1 spuit dengan masing2 satu dosis, tetapi hanya di berikan setengah dosis dari hasil kombinasi tersebut. 3. Pengambilan darah di lakukan di vena jugularis dengan jumlah Volume darah total = 5 x 3,4 kg = 0,17 x 100 170 ml 100 Perdarahan akut = 15 x 170 ml = 25 ml 100 4. Setelah pengambilan darah sesuai rumus kemudian di ambil kembali darah untuk pemeriksaan darah pasca perdarahan akut. Namun pada penelitian ini hanya ada 9 ml. 0 Setelah pengambilan darah denyut jantung : 140/menit, suhu : 38,3 C, CRT : Normal, dan pernapasan : 92/menit. Di ambil lagi 3 ml pada menit ke-30. Jadi total kehilangan darah 11 ml. 5. Setelah itu kucing di tunggu 3-4 jam kemudian di lakukan p enelitian anesthesi dengan dosis seperti pada perhitungan di atas. 6. Atropin di berikan pada pukul 15.45 untuk sedas dan kemudian kombinasi ketamin-
2. Pb1 a. Pemeriksaan Klinis kucing
Signalement : Nama : Pb1 Jenis : Kucing Lokal Jenis kelamin : Jantan Warna bulu : Putih dan orange Umur : lebih dari 1,5 tahun Berat Badan : 2,5 Status Present Perawatan : Di dalam kandang dengan ukuran 3x1 m. Makanan : Friekies Habitat : jinak Suhu tubuh : 37,60C Frekuensi denyut jantung : 108/menit Frekuensi nafas : 60/menit Adaptasi : baik Kulit dan Bulu Aspek bulu : Kusam Kerontokan : rontok Kebotakan : Tidak ada Turgor kulit : Baik, <3 detik Kepala dan leher
Esofagus : Teraba, tidak adanya sisa makanan Lymphonodus rethropharingealis Kesimetrisan : Simetris Langkah-langkah : 1. Sedasi atropin : 0,05 mg/kg x 2,5 kg = 0,5 ml 0,25 mg/ml Xylazin : 1 mg/kg x 2,5 kg = 0,13 ml 20 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 2,5 kg = 0,25 ml 100 mg/ml 2. Pengeluaran darah Volume darah total : 5 x 2,5 kg = 125 ml 100 Perdarahan akut : 15 x 125 ml = 18,75 ml 100 Pada pengambilan darah ini jumlah darah yang diambil melebihi yang seharusnya. Data fisiologis kucing setelah perdarahan akut : 0 Suhu : 37,7 C Denyut Jantung: 132/menit Pernapasan : 32/menit Pulsus : 124/menit CRT : Pucat 3. Dibiarkan sehari kemudian besoknya di anesthesi dengan dosis yang sama di atas.
3. Pc1 Signalement : Nama Jenis Jenis kelamin Warna bulu Umur Berat Badan Status Present: Perawatan Makanan Habitat Suhu tubuh Frekuensi nadi Frekuensi nafas Adaptasi Kulit dan Bulu Aspek bulu Kerontokan Kebotakan Turgor kulit Kepala dan leher
:Pc1 : Kucing Lokal : Jantan : Orange : 1,5 tahun : 3,9 kg : Di dalam kandang. : Friekies : jinak : 38,10C : 132/menit : 28/menit : baik : Baik : rontok : Tidak ada : Baik, <3 detik
Lymphonodus rethropharingealis Kesimetrisan : Simetris 1. Sedasi atropin : 0,05 mg/kg x 3,9 kg = 0,78 ml 0,25 mg/ml Xylazin : 1 mg/kg x 3,9 kg = 0,195 ml : 2 = 0,0975 ml 20 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 3,9 kg = 0,39 ml : 2 = 0,195 ml 100 mg/ml 2.
Pengeluaran darah Volume darah total : 5 x 3,9 = 195 ml 100 Perdarahan akut : 15 x 195 ml = 29,5 ml 100 Setelah pengambilan darah, CRT menjadi pucat dan tidak normal kemudian konjuctiva menjadi pucat. Beberapa jam kemudian footpad menjadi pucat dan dingin. Fisiologis setelah perdarahan akut : 0 Suhu : 38,3 C Nafas : 32/menit Pulsus : 168/menit Footpad menjadi dingin 3. Dibiarkan kurang lebih 3 jam sampai kucing mengalami recovery. Setelah itu, kucing di injeksikan dengan kombinasi ketamin-zoletil
4.2 Ketamin-Zoletil 1. Pa2
Signalement : Nama Jenis Jenis kelamin Warna bulu Umur Berat Badan Status Present Perawatan Makanan Habitat Suhu tubuh Frekuensi nadi Frekuensi nafas Adaptasi Kulit dan Bulu Aspek bulu Kerontokan Kebotakan Turgor kulit
: Pa2 : Kucing Lokal : Jantan : Dasar hitam dengan strep2 putih : 1,5 tahun : 2,8 kg : Di dalam kandang. : Friekies : jinak : 38,6 : 140/menit : 40/menit : baik : Baik : rontok : Tidak ada : Baik, <3 detik
Lymphonodus rethropharingealis Kesimetrisan : Simetris 1. Sedasi atropin : 0,05 mg/kg x 2,8 kg = 0,56 ml 0,25 mg/ml Xylazin : 1 mg/kg x 2,8 kg = 0,14 ml : 2 = 0,07 ml 20 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 2,8 kg = 0,28 ml : 2 = 0,14 ml 100 mg/ml 2. Pengeluaran darah Volume darah total : 5 x 2,8 kg = 140 ml 100 Perdarahan akut : 15 x 140 ml = 21 ml 100 Setelah pengambilan darah, CRT menjadi pucat dan tidak normal kemudian konjuctiva menjadi pucat. Beberapa jam kemudian footpad menjadi pucat dan dingin. 3. Dibiarkan kurang lebih 3 jam sampai kucing mengalami recovery. Dosis zoletil : 10 mg/kg x 2,8 kg = 0,56 ml 50 mg/ml Setelah itu, kucing di injeksikan dengan kombinasi ketamin-zoletil
2. Pb2
Signalement : Nama Jenis Jenis kelamin Warna bulu Umur Berat Badan Status Present Perawatan Makanan Habitat Suhu tubuh Frekuensi nafas Adaptasi Kulit dan Bulu Aspek bulu Kerontokan Kebotakan Kepala dan leher Ekspresi wajah Pertulangan kepala Posisi tegak telinga
: Pb2 : Kucing Lokal : Jantan : Hitam putih : 1,5 tahun : 3,3 kg : Di dalam kandang : Friekies : jinak : 38,40C : 72/menit : baik : Kusam : rontok : Tidak ada : bereaksi waspada : kompak, tidak ada perubahan tegak keduanya
0,25 mg/ml
2.
3.
Xylazin : 1 mg/kg x 3,3 kg = 0,165 ml : 2 = 0,0825 ml 20 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 3,3 kg = 0,33 ml : 2 = 0,165 ml 100 mg/ml Pada tahap sedasi di berikan kombinasi ketamin xylazine masing2 setengah dosis Pengeluaran darah
Volume darah total : 5 x 3,3 kg = 0,165 x 100 165 ml 100 Perdarahan akut : 15 x 165 ml = 24,75 ml 25 ml 100 Dibiarkan hanya beberapa jam setelah penelitian sekitar 3 jam lebih lalu d i anestesi dengan kombinasi ketamin-zoletil. Rumus dosis zoletil : 10 x 3,3 kg = 0,66 ml 50
3.Pc2
Signalement : Nama Jenis Jenis kelamin Warna bulu Umur Berat Badan Status Present: Perawatan Makanan Habitat daptasi Kulit dan Bulu Aspek bulu Kerontokan Kebotakan Turgor kulit Kepala dan leher Ekspresi wajah Pertulangan kepala Posisi tegak telinga
: Pc2 : Kucing Lokal : Jantan : Orange : lebih dari 2 tahun : 3,3 kg : Di dalam kandang dengan ukuran 3x1 m. : Frieskies : jinak : baik : Kusam : rontok : Tidak ada : Baik, <3 detik : bereaksi waspada : kompak, tidak ada perubahan : tegak keduanya
Perlekatan : Tidak ada Konsistensi : Kenyal Suhu : Tidak panas Kesimetrisan : Simetris 1. Sedasi Xylazin : 1 mg/kg x 3,3 kg = 0,165 ml 20 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 3,3 kg = 0,33 ml 100 mg/ml Pada anestesi ini menggunakan ketamin dengan 1 dosis ditambah setngah dosis xyalazin 2. Pengeluaran darah Volume darah total : 5 x 3,3 kg = 165 ml 100 Perdarahan akut : 15 x 165 ml = 24 ml 100 3. Dibiarkan sehari kemudian besoknya di anesthesi dengan dosis yang sama di atas. Atropine : 0,05 mg/kg x 3,3 kg = 0,66 ml 0,25 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 3,3 kg = 0,33 ml 100 mg/ml Zoletil : 10 mg/kg x 3,3 kg = 0,33 ml 50 mg/ml
GAMBAR
Persiapan Alat dan Bahan
Pengambilan Darah melalui Vena Jugular
Pemeriksaan Fisik Awal
Volume Darah Yang Diambil
TABEL PENGAMATAN 1. Ketamin-Xylazin SAMPEL 1 (Pa1)
Fisiologis
Atropin
Waktu (Menit) 10 160/menit Normal 36/menit
5 184/menit Normal 40/menit
Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi
15 212/menit Normal 48/menit
Masih bisa meronta, mengerang, dan berjalan dengan normal
Masih dalam keadaan sadar, mampu merespon keadaan
Masih merespon keadaan dan berjalan
Masih bergerak dan mengikuti objek
Masih bergerak dan mengikuti objek
Masih bergerak dan mengikuti objek
Tingkah laku
Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks
Normal
Normal
Normal
Masih ada respon Normal
Masih ada respon Normal
Masih ada respon Normal
Ketamin-Xylazin Fisiologis
Waktu (Menit) 30 35
5
10
15
20
25
Denyut Jantung
148/menit
144/menit
112/menit
92/menit
120/menit
132/menit
104/menit
120/menit
CRT
3 detik
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
normal
Normal
Frekuens napas/respirasi
Tingkah laku
Pernapasan perut 16/menit
Teranesthesi
Pernapasan perut 16/menit
Teranesthesi
Pernapasan perut 20/menit
Teranesthes i
Pernapasan perut 16/menit
Teranest hesi
Pernapasan perut 20/menit
Terane sthesi
Pernapasan perut 20/menit
teranesthe si
40
Pernapasan perut 32/menit
Pernapasan perut 24/menit
Teranesthesi
Teranesthesi tetapi ektremitas mulai merasakan respon
45 120/menit
50 108/menit
55 92/menit
60 144/menit
Normal
normal
normal
Normal
Pernapasan perut 32/menit
Pernapan perut 44/menit
Pernapasan perut 28/menit
Pernapasan perut 28/menit
Kepala bergerak
Kepala bergerak
Mulai waspada
sudah mulai mengangkat kepala
Fisiologis
Waktu (Menit) 5
Posisi Bola mata
Tengah
10
Tengah
15
Tengah
20
25
30
35
40
50
Mulai mengikuti objek
Tengah
Tengah
Tengah
Bergerak ke atas
Mengikuti objek
Mengikuti objek Normal Ada Respon
normal Ada Respon
Mampu merespon rangsangan
Sudah mampu merespon keadaan
Ukuran Pupil
Dilatasi
dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
dilatasi
normal
Respon Pupil
Masih ada respon
Masih ada respon
Tidak ada respon (-)
Tidak ada respon (-)
(-)
(-)
Ada Respon
Ada Respon
Kekejangan Otot dan Refleks
Masih ada refleks pada ekstremitas dan kelopak mata
Masih terdapat refleks pada kelopak mata
Kelopak mata masih ada refleks
Kelopak mata masih ada refleks
Kepala mulai bergerak
Kepala mulai bergerak refleks otot sudah membaik
Baik, ekstremitas dan kepala telah bergerak
Masih terdapat refleks pada kelopak mata
45
55
Mulai bergerak mengikuti objek normal Ada Respon Mengeluark an suara
60
Mengikuti objek normal Ada Respon Refleks sudah sangat baik
Sampel 2 (Pb1)
Atropin 5 156/menit Pucat
Waktu (Menit) 10 156/menit Pucat
15 120/menit Pucat
40/menit
60/menit
44/menit
Masih bisa meronta, mengerang, dan berjalan dengan normal Masih bergerak dan mengikuti objek
Masih dalam keadaan sadar, mampu merespon keadaan
Masih merespon keadaan dan berjalan
Masih bergerak dan mengikuti objek
Masih bergerak dan mengikuti objek
Normal Masih Ada Respon Normal
Normal Masih Ada Respon Normal
Normal Masih Ada Respon Normal
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku
Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks
Ketamin-Xylazin Fisiologis Denyut Jantung CRT
Frekuens napas/respirasi
Waktu (Menit) 30 35 76/menit 100/menit Pucat Pucat
5 96/menit Pucat
10 80/menit Pucat
15 68/menit Pucat
20 72/menit Pucat
25 72/menit Pucat
40 76/menit Pucat
45 72/menit Pucat
50 72/menit Pucat
Pernapasan dada 36/menit
Pernapasan dada 28/menit
Pernapasan perut 32/menit
Pernapasan perut 28/menit
Pernapasan perut 20/menit
Pernapasan perut 20/menit
Teranesthesi
Teranesthes i
Teranesthesi
teranesth esi
Teranesthesi
Tengah
Tengah
Tengah
tengah
Normal Ada respon
Normal Ada Respon
Normal Ada respon
dilatasi Ada respon
55 80/menit Pucat
Pernapasan perut 32/menit
Pernapasan perut 24/menit
Pernapasan perut 36/menit
Pernapan perut 32/menit
Pernapasan perut 32/menit
Pernapasan perut 28/menit
teranesthe si
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranestes i
Teranestesi
Ter anestesi
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Kepala mulai bergerak Tengah
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
normal Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil
60 80/menit Pucat
Fisiologis
Waktu (Menit) 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Kekejangan Otot dan Refleks
Masih ada refleks pada ekstremitas dan kelopak mata
Masih terdapat refleks pada kelopak mata
Masih terdapat refleks pada kelopak mata
Kelopak mata masih ada refleks
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Mulai menggerakk an kelopak mata dan merespon rangsangan
Suhu
38,70C
35,60C
35,60C
Sampel 3 (Pc1)
Atropin 5 176/menit Pucat, 3 detik
Waktu (Menit) 10 164/menit Pucat
Tingkah laku
32/menit Perut Masih aktif
40/menit Perut Masih aktif
Masih aktif
Posisi Bola mata
Normal (mengikuti objek)
Normal (Mengikuti objek)
Normal (Mengikuti objek)
Dilatasi Ada respon Normal
Dilatasi Ada respon Normal
Dilatasi Ada respon Normal
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi
Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
0
15 132/menit Pucat
36/menit
0
37,1 C
0
38,0 C
38,0 C
Ketamin-Xylazin Fisiologis
5 152/menit
10 144/menit
15 144/menit
20 128/menit
CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku
Pucat, 3 detik
Pucat, 3 detik
Pucat, 3 detik
Pucat,3 detik
16/menit
12/menit
12/menit
12/menit
Masih aktif
Teranesthes i
Teranesthesi
Posisi Bola mata Ukuran Pupil
Tengah Dilatasi Ada Respon
Tengah Dilatasi Ada respon
Tengah Dilatasi Ada respon
Masih ada 37,60C
Denyut Jantung
Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
Masih ada 38,80C
Waktu (Menit) 25 136/menit
30 128/menit
35 136/menit
40 136/menit
45 136/menit
Pucat, 3 detik
Pucat, 3 detik
Pucat, 3 detik
Pucat,3 detik
Pucat
Na
12/menit
12/menit
20/m enit
20/menit
teranesth esi
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
teranesthe si
Teranesthesi
tengah Dilatasi Tidak ada
Tengah Dilatasi Tidak ada respon
Tengah Dilatasi Tidak ada respon
Tengah Dilatasi Tidak ada respon
tengah Dilatasi Tidak ada respon
Tengah Dilatasi Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
38,30C
380C
37,30C
36,60C
36,60C
Tidak ada respon 36,70C
37,30C
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil
50 136/menit
55 140/menit
60 240/menit
65 128/menit
Waktu (Menit) 70 112/menit
75 124/menit
80 112/menit
85 124/menit
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
20/menit
20/menit
24/menit
28/menit
24/menit
32/menit
28/menit
Teranesthesi
Teranesthesi
teranesthe si
Teranesthesi
Teranesthesi
Mulai sadar
Terbangun
Sudah terbangun
Tengah Dilatasi Tidak ada respon
Bergerak Dilatasi Ada respon
Bergerak Dilatasi Ada respon
Mengikuti objek Latasi berkurang 65
Bergerak Latasi berkurang 70
Mengikuti objek Latasi berkurang 75
Berger ak mengikuti objek Latasi berkurang 80
Mengikuti objek Latasi berkurang 85
Kelopak mata merespon
Reflek mata ada
128/meni t
112/menit
124/menit
112/menit
35,40C
35,40C
Kekejangan Otot dan Refleks
Kelopak mata merespon
Suhu
35,80C
Pucat 28/menit
124/menit Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
2. Ketamin-Zoletil Sampel 1 (Pa2)
Atropin
5 100/menit Pucat, 3 detik 20/menit Perut Masih aktif
Waktu (Menit) 10 104/menit Pucat, 3 detik 24/menit Perut Aktif
Normal (mengikuti objek) Normal Ada respon Normal
Normal (Mengikuti objek) Normal Ada respon Normal
Tenang tapi masih bergerak Normal (Mengikuti objek) Normal Ada respon Normal
36,10C
36,30C
36,00C
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
15 104/menit Pucat, 3 detik 20/menit
Ketamin-Zoletil Fisiologis
Waktu (Menit) 10 15 136/menit 128/menit Pucat, 3 Pucat, 3 detik detik
Denyut Jantung
5 136/menit
CRT
Pucat, 3 detik
Frekuens napas/respirasi
24/menit
8/menit
8/menit
Tingkah laku
Tenang tetapi masih ada sedikit pergerakan pada ekstremitas
Tenang tetapi masih ada sedikit pergerakan
Posisi Bola mata
Tengah
Ukuran Pupil
Dilatasi Ada respon
Respon Pupil
20 128/menit Pucat,3 detik
35 124/menit Pucat, 3 detik
55 116/menit Pucat, 3 detik
60 128/menit Pucat 3 detik
Pernapan perut 12/menit
Pernapasan perut 12/menit
Pernapasan perut 12/menit
Teranestes i
Teraneste si
Teranestes i
Teranestes i
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
40 124/menit
45 128/menit Pucat, 3 detik
25 128/menit
30 124/menit
Pucat, 3 detik
Pucat, 3 detik
12/menit
Perut 12/menit
perut 12/menit
Perut 12/menit
perut 12/menit
Pernapasan perut 12/menit
Teranesthesi
teranesth esi
Teranesthesi
teranesthe si
Teranesthes i
Teranestes i
Tengah
Tengah
tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Tidak ada
Dilatasi Tidak ada
Dilatasi -
Dilatasi -
Dilatasi Ada respon
Pucat,3 detik
50 116/menit Pucat, 3 detik
Waktu (Menit) Fisiologis
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Kekejangan Otot dan Refleks
Ada refleks di ekstremitas posterior
Ada pergerakan sedikit
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Kaki mulai bergerak
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Suhu
36 C
0
36,4 C
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
0
0
36,4 C
36 C
0
0
36,3 C
65
70
75
80
85
112/menit
116/menit
116/menit
116/menit
120/menit
Pucat, 3 detik Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pucat, 3 detik Pernapan perut 12/menit Teranestesi
Pucat, 3 detik
Pucat 3 detik
Pucat, 3 detik
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
0
0
36,3 C
36,2 C
Waktu (Menit) 90 95
112/menit Pucat, 3 detik Pernapan perut 12/menit Teranestesi
108/menit
0
36 C
100
105
110
115
120
108/menit
116/menit
112/menit
112/menit
112/menit
Pucat, 3 detik Pernapasan perut 16/menit Teranestesi
Pucat 3 detik Pernapasan perut 16/menit Teranestesi
Pucat, 3 detik
Pucat 3 detik
Pucat, 3 detik
Pucat, 3 detik
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pernapan perut 16/menit Teranestesi
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Dilatasi
Dilatasi Mata tertutup membran nictitans
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Membran nictitans menutup
Membran nictitans menutup
Membran nictitans menutup
Tidak ada respon
Tidak ada respon
34,50C
34,60C
Ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
35,40C
35,10C
35,10C
34,90C
350C
34,90C
34,90C
34,70C
Daun telinga bergerak sesekali 34,70C
Daun telinga bergerak 34,60C
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
125 96/menit Pucat, 3 detik
Waktu (Menit) 130 135 100/menit 104/menit Pucat, 3 detik Pucat, 3 detik
140 100/menit Pucat 3 detik
Pernapasan perut 16/menit Teranestesi
Pernapan perut 16/menit Teranestesi
Pernapasan perut 16/menit Teranestesi
Pernapasan perut 16/menit Teranestesi
Tengah Dilatasi
Tengah Dilatasi
Tengah Dilatasi
Tengah Dilatasi
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon pada engsel 34,40C
Ada respon pada engsel 34,40C
Membran nictitans menutup Telinga bergerak
Telinga bergerak
34,40C
34,40C
Sampel 2 (Pb2) Fisiologis
Atropin
Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
Ketamin-Zoletil Fisiologis
5 132/menit Pucat
10 128/menit Pucat
15 124/menit Pucat
20 120/menit Pucat
28/menit
16/menit
16/menit
16/menit
Teranesthesi Tengah (Membran nictitans mulai menutup) Dilatasi
Teranesthesi
Ukuran Pupil
Teranesthesi Tengah (Membran nictitans mulai menutup) Dilatasi
Respon Pupil
Ada
Ada
Kekejangan Otot dan Refleks
Tidak ada respon
Suhu
37,90C
Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku
Posisi Bola mata
5 132/menit
Waktu (Menit) 10 128/menit
15 -/menit
Pucat, 3 detik 32/menit Masih aktif Mengikuti objek Normal Ada respon Normal
Pucat, 3 detik 28/menit Masih aktif Mengikuti objek Normal Ada respon Normal
Pucat, 3 detik 44/menit Masih aktif Mengikuti objek Normal Ada respon Normal
37,60C
37,50C
36,90C
25 120/menit Pucat
Waktu (Menit) 30 35 120/menit 120/menit Pucat Pucat
40 116/menit Pucat
45 116/menit Pucat
50 116/menit Pucat
55 104/menit Pucat
60 112/menit Pucat
Pernapan perut 16/menit Teranesthesi
Pernapasan perut 16/menit Teranesthesi
Pernapasan perut 20/menit Teranesthesi
12/menit
1 2/menit
16/ menit
16/m enit
teranesthesi
Teranesthesi
teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
Pernapasa n perut 12/menit Teranesthes i
Tengah (membran nictitans menutup)
tengah
tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Dilatasi Tidak ada respon pupil
Dilatasi Tidak ada respon pupil
dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
37,70C
36,90C
37,40C
37,00C
37,10C
36,90C
36,70C
36,10C
36,40C
36,40C
36,40C
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku
65 108/menit Pucat Pernapasan perut 20/menit Teranesthesi
70 100/menit Pucat Pernapan perut 16/menit Teranesthesi
75 120/menit Pucat Pernapasan perut 16/menit Teranesthesi
80 104/menit Pucat Pernapasan perut 16/menit Teranesthesi
85 104/menit Pucat Pernapasan perut 16/menit Teranesthesi
Waktu (Menit) 90 95 96/menit 100/menit Pucat Pucat
100 96/menit Pucat
105 96/menit Pucat
110 96/menit Pucat
Pernapan perut 20/menit
Pernapasan perut 20/menit
Pernapasan perut 20/menit
Pernapasan perut 20/menit
Pernapan perut 20/menit
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
Posisi Bola mata
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Ukuran Pupil
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ekstremitas mulai bergerak tanpa di rangsang 35,40C
Ekstremitas mulai bergerak tanpa di rangsang 35,20C
Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Suhu
36,00C
36,00C
36,00C
360C
36,0C
35,60C
35,30C
35,10C
Sampel 3 (Pc2) Atropin
5 112/menit Pucat 84/menit Masih aktif
Waktu (Menit) 10 128/menit Pucat 64/menit Masih aktif
Mengikuti objek Normal
Mengikuti objek Normal
15 132/menit Pucat 88/menit Tenang tapi masih bergerak Mengikuti objek Normal
Ada respon Normal
Ada respon Normal
Ada respon Normal
37,20C
38,60C
37,60C
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
Ketamin-Zoletil Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi
10 172/menit Pucat
15 152/menit Pucat
20 208/menit Pucat
60/menit
44/menit
28/menit
32/menit
perut 28/menit
Teranesthes i
Teranesthesi
teranesthesi
teranesthe si
Ukuran Pupil Respon Pupil
Sempoyongan dan merespon rangsangan Mengikuti objek Normal Ada respon
Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
Tingkah laku Posisi Bola mata
Waktu (Menit) 25 30 204/menit 160/menit Normal normal
5 180/menit Pucat
35 144/menit normal
40 144/menit normal
45 176/menit Normal
perut 24/menit
perut 24/menit
perut 24/menit
Pernapasan perut 24/menit
teranest hesi
Teranesthesi
teranesthesi
Teranesthesi
50 168/menit Normal
55 168/menit Normal
60 196/menit Normal
Pernapan perut 20/menit
Pernapasan perut 32/menit
Pernapasan perut 72/menit
Teranesthes i
teranesthesi
Kepala mulai bergerak Mengikuti objek Normal Ada respon
Tengah
Tengah
tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Masih mampu merespon
kejangkejang pada ekstremitas
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada
Mulai merasakan rangsangan
Lidah mulai bergerak
Ekstremitas mulai bergerak sesekali
Menggerakk an kepala dan leher
37,60C
38,10C
38,10C
38,00C
37,80C
37,80C
37,40C
37,50C
37,80C
37,70C
37,10C
36,80C
Jurnal Veteriner Maret 2011 ISSN : 1411 - 8327
Vol. 12 No. 1: 13-18
Analisis Gas Darah pada Kucing yang Mengalami Laparohisterotomi dengan Anestesi Xylazin-Ketamin dan Xylazin-Propofol (BLOOD GAS ANALYSIS OF XYLAZIN- KETAMIN AND XYLAZIN-PROPOFOL FOR ANESTHESIA TO LAPARO-HISTEROTOMY SURGERY IN CAT)
Ira Sari Yudaniayanti, Nusdianto Triakoso, Djoko Galijono Departemen Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Jl. Mulyorejo Kampus C Unair Surabaya, Telepon 031-5927832; Email :
[email protected].
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar gas dalam darah pada penggunaan kombinasi xylazinketamin dan xlazin-propofol dengan dosis berulang sebagai anestesi pada bedah laparo-histerotomi kucing sehinggga dapat ditentukan batas keamanannya. Penelitian ini menggunakan 10 ekor kucing betina umur 12-18 bulan, selanjutnya kucing dibagi acak menjadi 2 kelompok, yaitu P1 : atropin 0,04mg/kg BB/ subkutan + xylazin 2 mg/kg BB/intramuskuler + ketamin 20 mg/kg BB/intramuskuler; dan P2 : atropin 0,04mg/kg BB/subkutan + xylazin 2 mg/kg BB/intramuskuler + propofol 20 mg/kg BB/intravena. Masingmasing kelompok diambil darahnya pada vena femoralis pada menit ke-0 (sebelum perlakuan), 15, 30 , 45, dan 60 untuk pengukuran gas darah yaitu pH, pCO2 dan HCO3. Selanjutnya setelah kucing teranestesi, maka dilakukan operasi laparo-histerotomi. Hasil analisis gas darah dianalisis dengan menggunakan rancangan acak kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua kombinasi xylazin-ketamin dan xylazin-propofol menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05) terhadap hasil analisis gas darah yaitu pH, pCO 2, dan HCO3, selain itu kedua kombinasi obat anestetik menyebabkan asidosis metabolik dengan kompensasi alkalosis respiratorik yang cukup sempurna, sehingga cukup aman
Yudaniayanti etal
PENDAHULUAN Beberapa tindakan bedah seperti operasi orthopedi, Caesar, cystotomi, enterektomi, membutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga dibutuhkan penambahan dosis anestesi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka sangat penting untuk dilakukan pemantauan terus menerus tentang keadaan pasien, terutama pada reaksi terhadap pemberian obat anestetik, khususnya terhadap fungsi pernafasan dan jantung. Hal ini penting untuk diperhatikan karena anestesi umum akan menimbulkan reaksi yang berbeda pada organ dan sistem tubuh masing-masing individu (Afshar et al, 2005). Tujuan utama pemantauan anestesi adalah untuk diagnosis adanya permasalahan, perkiraan kemungkinan terjadinya kegawatan dan evaluasi hasil suatu tindakan, termasuk efektivitas serta adanya efek tambahan. Halhal yang perlu diamati selama anestesi adalah tingkat kedalam anestesi, efektivitas kardio vaskuler, dan efisiensi perfusi jaringan, serta perubahan respirasi (Badrinath et al, 2000). Salah satu pemeriksaan vital dalam mengukur kedalaman anestesi adalah kadar gas darah. Pengukuran gas darah ini sangat penting dilakukan untuk evaluasi pasien, karena pada
Jurnal Veteriner
penelitian ini digunakan darah vena untuk analisis gas darah, mengingat pembuluh darah pada kucing sangat kecil dan tipis sehingga bila menggunakan darah arteri akan sulit. Nilai normal gas darah arteri pada kucing menurut Battaglia (2001) adalah pH: 7,36-7,44, pCO2: 3345 mmHg, HCO3: 17-22 mmol/L. Salah satu obat anestetik yang sering digunakan pada kucing adalah ketamin. Dalam penggunaannya ketamin mempunyai beberapa keuntungan, di antaranya yaitu mempunyai mula kerja (onset of action ) yang cepat dan efek analgesik yang kuat serta aplikasinya cukup mudah, yaitu dapat diinjeksikan secara intramuskular. Namun, ketamin juga mempunyai kerugian yaitu tidak terjadi relaksasi otot sehingga dapat menimbulkan kekejangan dan depresi ringan pada saluran respirasi. Oleh karena itu, untuk mengurangi efek samping ketamin, penggunaannya sering dikombinasikan dengan obat premedikasi, seperti diazepam, midazolam, medetomidine, atau xylazin (Kilic et al., 2004). Obat anestetik lain yang juga sering digunakan pada kucing adalah propofol. Obat ini masuk dalam golongan fenol. Dibandingkan dengan ketamin, waktu induksi dan masa pulih (recovery) lebih lembut pada propofol, selain itu redistribusi propofol ke jaringan juga lebih cepat
Jurnal Veteriner Maret 2011
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya, yang secara keseluruhan memerlukan waktu 14 hari. Obat-obat yang digunakan dalam penelitian ini adalah atropin sulfas 0.25 mg/ml (Atropine, PT Ethica. Indonesia), xylazin hidrochlorid 20 mg/ml (Xylazin-20 injection, Kepro Holland), propofol 10 mg/ml (Safol, Dongkok Pharm Ltd, Amerika Serikat), dan ketamine hydrochloride 100 mg/ml (Ketamil, Ilium, Australia). Heparin 1000 U/ml. Alkohol 70% dan kapas steril untuk desinfeksi sebelum dan sesudah injeksi obat premedikasi dan obat anestetik. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan 10 ekor kucing betina, yang secara acak dibagi menjadi dua perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ekor kucing. Umur kucing berkisar antara 12-18 bulan dengan berat badan antara 2-3 kg. Sepuluh ekor kucing yang telah diadaptasikan selama 1 minggu, dibagi secara acak menjadi 2 kelompok penelitian, yaitu : Kelompok I (P I) : Kucing diberi atropin 0,04 mg/kg berat badan/sub-kutan + xylazin 2
Vol. 12 No. 1: 13-18
vena femoralis. Darah yang diambil ditampung dalam spuit 3 ml yang sebelumnya telah diisi dengan sedikit heparin1000 U/ml, selanjutnya sumbat spuit dengan gabus atau karet. Putarputar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin, diberi label pada spesimen dan tempatkan spuit dalam termos yang berisi es dan segera kirim ke laboratorium. Pengukuran dilakukan pada saat hewan belum teranestesi, kemudian pada menit ke-15, 30, 45, dan 60 selama anestesi berlangsung. Analisis Data Rancangan yang digunakan untuk mengetahui adanya perubahan atau tidak kadar gas darah vena pada masing-masing perlakuan dan pada masing-masing waktu pengamatan, serta ada tidaknya interaksi antara waktu pengamatan dengan perlakuan adalah rancangan acak kelompok dengan uji General Linear Model Univariate (Pramesti, 2006)
HASIL DAN PEMBAHASAN Bedah laparo-histerotomi adalah salah satu jenis operasi yang membutuhkan waktu relatif lama sehingga diperlukan penambahan dosis anestetik, hal ini akan berpengaruh terhadap
Yudaniayanti etal
Jurnal Veteriner
menggunakan rancangan acak kelompok general linear model univariate menunjukkan bahwa di antara kedua perlakuan (P1 dan P2) tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05) pada nilai pH. Pada uji interaksi antara perlakuan dengan waktu pengamatan tidak ada interaksi, hal ini berarti bahwa baik perlakuan yaitu anestetik maupun waktu pengamatan mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap perubahan pH . Hasil analisis gas darah pada kedua perlakuan menunjukkan bahwa nilai pH di bawah nilai normal (< 7,36), mulai dari menit ke-0 sampai 60, meskipun terlihat adanya peningkatan tapi tidak signifikan (p>0,05). Hal ini mungkin disebabkan adanya stres pada waktu penanganan pengambilan darah. Woodrow (2004), melaporkan bahwa pada
kondisi panik atau stres akan terjadi depresi respirasi ringan dengan manifestasi penurunanan pH dan pCO2, sehingga terjadi hipokapnia dan hiperventilasi, yang ditandai dengan adanya peningkatan rataan respirasi. Pendapat tersebut diatas ternyata sesuai dengan hasil analisis pCO2 (Tabel 2.) yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) pada kedua kelompok perlakuan yaitu bahwa selama periode anestesi mulai dari menit ke-15 sampai 60, nilai pCO 2 mengalami penurunan meskipun masih dalam batas nilai normal (33-45 mmHg). Penurunan yang cukup signikan (p<0,05) mulai terjadi pada menit ke 45 sampai 60, terutama pada kelompok perlakuan xylazin-propofol dengan nilai pCO2 sampai di bawah nilai normal. Hal ini karena propofol mempunyai potensi mendepresi
Tabel 1. RataanpH hasil analisis gas darah dengan menggunakan darah dari vena femoralis Waktu Pengamatan (menit ke) Perlakuan
Xylazin-ketamin Xylazin-propofol
0
15
30
45
60
6,83a + 0,17 6,89a + 0,16
6,87a + 0,12 6,9a + 0,13
6,9a + 0,07 6,94a +0,07
6,92a + 0,03 6,93a + 0,06
6,92a + 0,13 6,97a + 0,05
Jurnal Veteriner Maret 2011
respirasi, selain itu propofol juga dapat menyebabkan penurunan metabolik serebral dan tekanan perfusi serebral yang secara bersamaan akan menurunkan tekanan intracranial dan intraokuler. Dalam usaha untuk mempertahankan fungsi cerebral ini, maka selama proses anestesi menggunakan propofol berlangsung, terjadi perubahan pCO 2 (Seymour dan Novakovski, 2007). Penurunan pH dan pCO2 pada kedua kelompok perlakuan disebabkan karena pengaruh anestetik. Ismail et al (2010), melaporkan bahwa obat-obat anestetik akan menyebabkan baik langsung maupun tidak langsung relaksasi otot bronkhial dan penurunan tingkat oksigen darah. Baniadam et al (2007) ju ga me la po rk an ha si l ya ng sa ma ya it u pemberian ketamin pada domba dan xylazinketamin pada kambing menye-babkan penurunan pH dan penghambatan pO 2. Pada penelitian ini menggunakan darah vena untuk menganalisis gas darah, sehingga nilai pO 2 tidak dapat diukur. Seymour dan Novakovski (2007), melaporkan bahwa meskipun darah vena tidak dapat memberikan informasi tentang pO2, tetapi masih dapat memberikan informasi yang memuaskan tentang efisiensi paru-paru dalam menge-luarkan CO2, dan standar yang terbaik dalam mengevaluasi efisiensi paru-paru adalah
Vol. 12 No. 1 : 13-18
34,85; HCO 3 = 15,38, sehingga dapat disimpulkan bahwa baik pada P1 maupuhn P2 terjadi asidosis metabolik dengan kompensasi alkalosis respiratorik dengan tujuan untuk memper-tahankan homeostasis supaya pH darah tetap normal. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya waktu pengamatan, pH darah juga mengalami kenaikan meskipun tidak signifikan (p>0,05) yaitu pada menit ke-60 pH darah P1 = 6,9 dan P2 =6,97 dan masih di bawah nilah normalnya, sebaliknya pada hasil pCO2 mengalami penurunan yang cukup signifikan(p<0,05) yaitu pada menit ke 60 nilai pCO2 darah P1 = 33,25 dan P2 = 31,07, sedangkan untuk HCO3 pada kedua kelompok perlakuan menunjukkan kenaikan yang tidak signifikan (p>0,05) yaitu pada menit ke 60 nilai HCO3 darah pada P1 = 15,56 dan P2 = 15,39, meskipun nilainya masih di bawah normal. Aditama (1987) yang melaporkan bahwa kompensasi tubuh terhadap perubahan pH akan dilakukan melalui sistem pernapasan dan ginjal bergantung pada bentuk gangguan asam basa yang terjadi. Pada kondisi asidosis metabolik akan terjadi perangsangan untuk stimulasi pernapasan (hiperventilasi), dan sebagai akibatnya pCO2 darah akan menurun dan ini berakibat pada kenaikan pH (pH, pCO2), jadi penurunan pH pada asidosis metabolik akan
Yudaniayanti etal
Jurnal Veteriner
SARAN Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang analisis gas darah pada operasi yang membutuhkan waktu lebih dari satu jam sehingga diperlukan penambahan dosis anestesi yang berulang-ulang Kombinasi ketamin-xylazin lebih tepat digunakan untuk operasi yang membu-tuhkan waktu lama, karena durasi anestesinya lebih lama dan mudah aplikasinya.
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam kesempatan ini dengan penuh rasa hormat, penulis mengahaturkan ucapan banyak terima kasih kepada Prof. Hj. Romziah Sidik, Ph.D., drh., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga atas dana dan kesempatan yang telah diberikan, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Aditama TY.1987. Interpretasi analisis
Battaglia AM. 2001. Small Animal Emergency and Critical Care : A Manual For The Veterinary Technician. USA. WB Saunders Co. Pp 8-9. Ismail ZB, Jawasreh K, Al-Majali A. 2010. Effect of xylazine-ketamine-diazepam on certain clinical and arterial blood gas parameters in sheep and goats. Comp Clin Pathol 19: 11-14. Kilic N, Henke J. 2004. Comparative studies on the effect of S(+)-ketamin-medetomidine and racemic-ketamin-medetomidine in Mouse. YYU Vet Fak Derg, 15(1-2): 15-17. Pascoe PJ, Ilkiw JE and Frischmeyer KJ. 2006. The Effect of the duration of propofol administration on recovery from anesthesia in Cat. Veterinary Anaesthesia and Analgesia 33: 2-7. Pfeiffer B, Syring RS, Markstaller K, Otto CM and Baumgardner JE. 2006. The implications of arterial PO2 oscillations for conventional arterial blood gas analysis. Veterinary Anaesthesia and Analgesia. 102: 1758-1764. Pramesti G. 2006. Panduan Lengkap SPSS 13 dalam Mengolah Data Statistic. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Pp. 186-200. Richey MT, Mcgrath CJ, Portillo E, Scott M and Claypool L. 2004. Effect of sample handling on venous PCO , pH, bicarbonate, and base
ANASTESI INJEKSI PADA KUCING
MARTHA PUTRI MANULLANG 1409005112 / KELAS A
ILMU BEDAH UMUM VETERINER FAK. KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA
TOPIK BAHASAN Fisiologi Kucing Premedikasi Anestesi Umum Kucing Obat-Obat Anestesi Kombinasi Ketamine-Xylazine Pelaksanaan Anestesi Pengaruh Terhadap Fisiologis Kucing
Kucing Kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Carnivora, famili Felidae, genus Felis dan spesies Felis domestica/catus. Suhu normal: 38,0 0C 39,30C. –
Frekuensi nafas: 20-30/menit Frek. denyut jantung: 110-130/menit
Premedikasi •
•
•
•
Premedikasi : pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum. Tujuan : menenangkan pasien, mghasilkan induksi anestesi halus, mengurangi dosis anestetikum, mengurangi nyeri. Dipertimbangkan sesuai spesies, status fisik pasien, derajat pengendalian, jenis operasi, dan kesulitan dalam pemberian anestetikum. Contoh: atropin, acepromazin, xylazin, diazepam, midazolam, dan opioid atau narkotik.
Anastesi Umum •
•
Merupakan subtansi yg mendepres SSP secara reversibel menyebabkan kehilangan rasa sakit di seluruh tubuh, reflek otot hilang, dan hilangnya kesadaran. Tanda2 anestesi umum telah bekerja: –
hilangnya kordinasi anggota gerak,
–
hilangnya respon saraf perasa dan pendengaran,
–
hilangnya tonus otot
–
terdepresnya medulla oblongata
–
bila terjadi overdosis hewan akan mengalami kematian
Anastesi Umum •
•
Anestesi umum secara injeksi meliputi: barbiturat (thiopental, methohexical, dan pentobarbital), cycloheksamin (ketamin, tiletamin), etomidat, dan profol.
Dapat dilakukan secara intramuscular dan intravena.
Tahapan Dan Indikasi Status Teranestesi Oleh Anestetika Umum
Tahapan Dan Indikasi Status Teranestesi Oleh Anestetika Umum
Obat-Obat Anestesi •
•
Tujuan anestesi dapat dicapai dengan pemberian obat anestesi secara tunggal maupun dengan balanced anesthesia yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestesi maupun dengan agen preanestesi Balanced anesthesia meliputi: –
–
–
Obat diberikan sebelum induksi anestesi (Premedikasi), Obat diberikan selama induksi anestesi, Obat diberikan selama maintenance anestesi
Atropine •
afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik.
•
menghambat aktivitas kolinergik pada mata
•
menghambat kerja kelenjar saliva
•
•
•
•
Farmakokinetik: mudah diserap, sebagian dimetabolisme di dalam hepar, dibuang melalui urin. Efek samping: mulut kering, penglihatan mengabur, takikardia, konstipasi, capek, bingung, dan delirium. menghambat bradikardia dan tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung Atropin sulfat sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg, yang diberikan baik secara subkutan, intravena maupun intra muskuler
Ketamine •
•
•
•
•
•
efek satu arah, analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/diekskresi menyebabkan pasien dalam kondisi tidak sadar dalam durasi yang cepat
memiliki efek anestetikum yang dapat menekan hipotalamus sehingga menyebabkan penurunan temperatur tubuh Farmakokinetik: dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, dieksresi dalam bentuk metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh. tidak merelaksasi muskulus bahkan kadangkadang tonus sedikit meningkat, dan menyebabkan depresi pernapasan. Dosis ketamin pada kucing yaitu 10-30 mg/kg secara intra muskuler
Xylazin •
•
•
•
•
•
menyebabkan penekanan SSP (sedasi dan hipnotis) bekerja pada reseptor presinapsis dan pos-sinapsis sebagai agonis adrenergik. menimbulkan efek relaksasi muskulus centralis danefek analgesi. sebagai preanestesi, memperpanjang durasi analgesi, mengurangi dosis anestesi dan memperpendek masa pemulihan.
menyebabkan gejala bradikardia, arythmia, peningkatan tekanan SSP, pengurangan sistem sistolik, depresi respirasi, serta hipertensi yang diikuti dengan hipotensi efek farmakologis: penurunan cardiac output , efek vasodilatasi , vomit , tremor , motilitas menurun mempengaruhi keseimbangan hormonal
Kombinasi Ketamine-Xylazin •
•
•
•
•
•
Penggunaan kombinasi ketamin-xylazin menyebabkan perlambatan absorbsi ketamin. menyebabkan asidosis meta-bolik dengan kompensasi alkalosis respiratorik yang cukup sempurna sering terjadi emesismemiliki efek yang lebih pendek jika dibandingkan dengan pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi ini menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konvulsi., dpt diatasi dengan pemberian atropin 15 menit sebelumnya Efek sedasi xylazin muncul maksimal 20 menit dan berakhir setelah 1 jam Efek anestesi ketamin akan berlangsung selama 30-40 menit dan recovery dibutuhkan waktu sekitar 5-8 jam
Pelaksanaan Anestesi •
•
•
•
•
Dilakukan pemeriksaan fisik Kucing dipuasakan minimal 6 jam sebelum tindak anestesi dilakukan, menghindari muntah. Kucing ditimbang bobot badannya untuk menentukan dosis obat yang akan diberikan. Diinjeksikan premedikasi atropin sulfat dengan dosis 0,05 mg/kg BB. Setelah 15 menit, dinjeksikan kombinasi ketamin (dosis 10 mg/kg) dan xylazin (dosis 1 mg/kg).
Pengaruh Ketamanin-Xylazine Terhadap Fisiologis Kucing •
•
•
•
•
CRT normal, tetapi warna mukosa menjadi lebih pucat di pertengahan proses berangsur-angsur kembali berwarna pink Reaksi vomit penurunan cardiac output , penurunan efisiensi paru-paru (saturasi arteri), penurunan ketersediaaan O2 ke jaringan Penurunan denyut jantung pada kondisi teranestesi adalah normal beberapa anestetika yang meningkatkan denyut jantung: atropin, ketamin, dan tiletamin
•
penurunan respirasi diawal anestesi
•
Suhu tubuh kucing yang teranestesi turun