Lampiran :
KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD PANGLIMA SEBAYA NOMOR
: 445.15/ 2981 /040/2015
TANGGAL : 31 Desember 2015
PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI INTENSIF CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANGLIMA SEBAYA
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat pasca bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale mengusulkan anestesi sampai ke masa pasca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat suatu ruangan khusus dimana pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi sampai sadar dan stabil fungsi-fungsi vitalnya, serta bebas dari pengaruh sisa obat anestesi. Keberhasilan unit pulih sadar merupakan suatu awal untuk melanjutkan pelayanan dari pelayanan sebelumnya dan sampai pada pelayanan pasca bedah. Evolusi ICU bermula dan timbulnya wabah poliomyelitis di Scandinavia pada sekitar awal tahun 1950, dijumpai banyak kematian yang disebabkan oleh kelumpuhan otot-otot pernapasan. Dokter spesialis anestesiologi dipelopori oleh
Bjorn Ibsen pada waktu itu, melakukan intubasi dan memberikan bantuan napas secara manual mirip yang dilakukan selama anestesi. Dengan bantuan para mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan mereka mempertahankan nyawa pasien poliomyelitis bulbar dan bahkan menurunkan mortalitas menjadi sebanyak 40%, dibandingkan dengan cara sebelumnya yakni penggunaan iron lung lung yang mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun 1852 Engstrom membuat ventilasi mekanik bertekanan positif yang ternyata sangat efektif untuk memberi pernapasan jangka panjang. Sejak saat itulah itulah ICU ICU dengan dengan perawatan perawatan pernapasan pernapasan mulai mulai terbentuk terbentuk dan tersebar luas. Pada saat ini, ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau ventilasi mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensi ve care
medicine. Ruang lingkup pelayanannya meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainnya, baik pada pasien dewasa atau pasien anak. Rumah Sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan
ICU
yang
profesional
dan
berkualitas
dengan
mengedepankan 1
keselamatan pasien. Pada unit perawatan intensif (ICU), perawatan untuk pasien dilaksanakan dengan melibatkan berbagai tenaga profesional yang terdiri dan multidisiplin ilmu yang bekerja sama dalam tim. Pengembangan tim multidisiplin yang kuat sangat penting dalam meningkatkan keselamatan pasien. Selain itu dukungan sarana, prasarana serta peralatan juga diperlukan dalam rangka meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukannya tenaga-tenaga khusus, terbatasnya sarana dan prasarana, serta mahalnya peralatan, maka demi efisiensi, keberadaan ICU perlu dikonsentrasikan.
B. PENGERTIAN
Intensi ve C are Unit (ICU) adalah suatu bagian dan rumah sakit yang mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyu1it-penyu1it yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan tersebut. Unit Pelayanan Intensif adalah ruang perawatan terpisah yang berada dalam Rumah Sakit, dikelola khusus untuk perawatan pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa akibat penyakit, pembedahan atau trauma dan diharapkan dapat disembuhkan ( reversible) dan menjalani kehidupan sosial dengan terapi intensif i ntensif yang menunjang (support fungsi vital tubuh) pasien tersebut selama masa kegawatan. Terapi suportif dengan obat dan alat meliputi fungsi pernapasan, sirkulasi, sistem syaraf pusat, sistem pencernaan, ginjal, dll.Yang bertujuan agar ancaman kematian dapat dikurangi dan harapan sembuh kembali normal dapat ditingkatkan.
C. TUJUAN
Pelayanan ICU bertujuan mengelola pasien yang sakit serius sehingga ancaman kematian dapat dikurangi dan harapan sembuh kembali normal dapat ditingkatkan.Selain itu pelayanan ICU juga bertujuan meningkatkan dan memelihara derajat
kesehatan
secara
optimal
melalui
upaya
penyelenggaraan
asuhan
keperawatan intensif, akurat dan tepat.Tujuan buku pedoman pelayanan ICU ini adalah: 1. Memperpendek hari rawat dengan peningkatan mutu asuhan keperawatan. 2. Menekan/menurunkan infeksi nosokomial. 3. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. 4. Dalam memberikan pelayanan tidak membedakan golongan,ras dan agama 2
5. Memberikan
bimbingan kepada
mahasiswa yang
sedang praktek
klinik
keperawatan sesuai dengan kompetensinya. 6. Meningkatkan komunikasi antar perawat dan tim kesehatan lain.
3
BAB II PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
Pelayanan ICU diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis yang bertujuan untuk memberikan pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan berdasarkan orientasi orgen.
A. KLASIFIKASI PELAYANAN ICU
Dalam menyelenggarakan pelayanan di rumah sakit, pelayanan ICU dibagi dalam beberapa
klasifikasi
pelayanan.Jenis
tenaga
dan
kelengkapan
pelayanan
menentukan klasifikasi pelayanan di rumah sakit tersebut atau sebaliknya. KEMAMPUAN PELAYANAN
No
1.
PRIMER
SEKUNDER
TERSIER
Resusitasi jantung
Resusitasi jantung
paru
paru
Pengelolaan jalan
Pengelolaan jalan
Pengelolaan jalan napas,
napas, termasuk
napas, termasuk
termasuk intubasi trakeal
intubasi trakeal dan
intubasi trakeal dan
dan ventilasi mekanik
ventilasi mekanik
ventilasi mekanik
3.
Terapi oksigen
Terapi oksigen
Terapi oksigen
4.
Pemasangan kateter
Pemasangan kateter
Pemasangan kateter vena
vena sentral
vena sentral dan arteri
sentral, arteri, Swan Ganz
2.
Resusitasi jantung paru
dan ICP monitor 5.
Pemantauan EKG,
Pemantauan EKG,
Pemantauan EKG, pulse
pulse oksimetri dan
pulse oksimetri,
oksimetri, tekanan darah
tekanan darah non
tekanan darah non
non invasive dan invasive,
invasive
invasive dan invasive
Swan Ganz dan ICP serta ECHO Monitor
6.
Pelaksanaan terapi
Pelaksanaan terapi
Pelaksanaan terapi secara
secara titrasi
secara titrasi
titrasi
4
KEMAMPUAN PELAYANAN
No
7.
8.
9.
PRIMER
SEKUNDER
TERSIER
Pemberian nutrisi
Pemberian nutrisi
Pemberian nutrisi enteral
enteral dan parental
enteral dan parental
dan parental
Pemeriksaan
Pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium
laboratorium khusus
laboratorium khusus
khusus dengan cepat dan
dengan cepat dan
dengan cepat dan
menyeluruh
menyeluruh
menyeluruh
Memberikan
Memberikan tunjangan
Memberikan tunjangan
tunjangan fungsi vital
fungsi vital dengan
fungsi vital dengan alat-alat
dengan alat-alat
alat-alat portable
portable selama
portable selama
selama transportasi
transportasi pasien gawat
transportasi pasien
pasien gawat
gawat 10.
Kemampuan
Melakukan fisioterapi
melakukan fisioterapi
dada
Melakukan fisioterapi dada
dada 11.
-
Melakukan prosedur
Melakukan prosedur isolasi
isolasi 12.
-
Melakukan
Melakukan hemodialisis
hemodialisis intermiten
intermiten dan kontinyu
dan kontinyu
B. INDIKASI MASUK DAN KELUAR ICU
ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat.Pelayanan ICU diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis.Tujuan dan pelayanan adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan. Pasien sakit kritis meliputi: 1. Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter, perawat, profesi lain yang terkait secara terkoordinasi dan berkelanjutan, serta memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang ketat dan terus menerus serta terapi titrasi.
5
2. Pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis sehingga memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta dilakukan intervensi segera untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan. Sebelum pasien dimasukkan ke ICU, pasien dan/atau keluarganya harus mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasar pertimbangan mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien dirawat di ICU. Penjelasan tersebut diberikan oleh Kepala ICU atau dokter yang bertugas..Ataspenjelasan tersebut pasien dan/atau keluarganya dapat menerima/menyatakan persetujuan untuk dirawat di ICU. Persetujuan dinyatakan dengan menandatangani formulir informed consent. Pada keadaan sarana dan prasarana ICU yang terbatas pada su atu rumah sakit, diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas apabila kebutuhan atau permintaan akan pelayanan ICU lebih tinggi daripada kemampuan pelayanan yang dapat diberikan. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasi en di ICU. Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala ICU menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di ICU. Prosedur untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap ICU. Kriteria masuk ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif. 1. Kriteria Masuk Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3).Penilaian objektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk ke ICU. a. Pasien prioritas 1 (satu) Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensifdan tertitrasi, seperti: dukungan/bantuan ventilasi dan alat bantu suportif organ/sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif kontinyu, obat anti aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi, dan lain-lainnya. Contoh pasien
kelompok
ini
antara
lain,
pasien
sepsis
berat,
gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa. Institusi setempat dapat membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu.Terapi pada pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas. b. Pasien prioritas2 (dua) Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat atau 6
yang telah mengalami pembedahan major. Terapi pada pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa berubah. c. Pasien prioritas 3 (tiga) Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru. d. Pengecualian Dengan pertimbangan luar biasa dan atas persetujuan Kepala ICU, indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu waktu harus bisa dikeluarkan dan ICU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). Pasien yang tergolong demikian antara lain: 1) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya dem i “perawatan yang aman” saja ini tidak menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do Not Resuscitate) “.
Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dan tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya. 2) Pasien dalam keadaan vegetative permanen. 3) Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien-pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi organ hanya untuk kepentingan donor organ untuk donasi. 2. Kriteria Keluar Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh kepala ICU dan atau tim yang merawat pasien, antara lain : a. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak memerlukan terapi atau pemantauan yang intensif lebih lanjut. b. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada
7
waktu itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus seperti ventilasi mekanis. Contoh golongan pasien demikian, antara lain pasien yang menderita penyakit stadium akhir (misalnya ARDS stadium akhir). Sebelum dikeluarkan dari ICU sebaiknya keluarga pasien diberikan penjelasan alasan pasien dikeluarkan dari ICU c. Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar paksa) d. Pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada pasien lain yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang lebih intensif. Pasien seperti ini hendaknya diusahakan pindah ke ruang yang khusus untuk pemantauan secara intensif yaitu HCU.
C. INFORMED CONSENT
Sebelum pasien dimasukkan ke ICU, pasien dan atau keluarganya harus mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang dasar pertimbangan mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta berbagai macam tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien di rawat di ICU serta prognosa penyakit yang diderita pasien. Penjelasan tersebut diberikan oleh Kepala ICU atau dokter yang bertugas.Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, pasien dan atau keluarganya bisa menerima atau tidak bisa menerima. Pernyataan pasien dan atau keluarganya (baik bisa menerima atau tidak bisa menerima) harus dinyatakan dalam formulir yang ditanda tangani ( informed consent ).
D. ALUR PELAYANAN
Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari : 1. Pasien dari IGD 2. Pasien dari HD 3. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar bersalin, ruang dialis, dan sebagainya 4. Pasien dari bangsal (ruang rawat inap) 5. Pasien dari poliklinik
8
Alur Pelayanan ICU di Rumah Sakit Pasien Gawat
Tidak
Ya
Poliklinik
IGD
Kamar Operasi
ICU
HD
Bangsal
E. SARANA, PRASARANA DAN PERALATAN
1. Lokasi Dianjurkan satu kompleks dengan kamar bedah dan kamar pulih, berdekatan atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium dan radiologi. 2. Desain Pelayanan ICU yang memadai ditentukan berdasarkan desain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. 3. Peralatan Peralatan yang memadahi baik kuantitas maupun kualitas sangat membantu kelancaran pelayanan. Berikut adalah ketentuan umum mengenai peralatan : a. Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan harus sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang berlaku. b. Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat. c. Peralatan dasar meliputi : 1) Ventilasi mekanik 2) Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas 3) Alat hisap 4) Peralatan akses vaskuler 5) Peralatan monitor invasife dan non-invasif 6) Defibrillator dan alat pacu jantung 7) Alat pengatur suhu pasien 9
8) Peralatan drain thorax 9) Infusion pump dan syringe pump 10) Peralatan portable untuk transportasi 11) Tempat tidur khusus 12) Lampu untuk tindakan d. Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-lain) untuk prosedur diagnostic dan atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan untuk mendukung fungsi ICU. e. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medic dan para medic perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfungsi
F. SISTEM RUJUKAN
Rujukan adalah penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas/wewenang dan tanggungjawab secara timbal balik baik horizontal maupun vertical terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan karena adanya keterbatasan dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien. Terdapat dua jenis rujukan yaitu : 1. Rujukan eksternal (rujukan antar fasilitas pelayanan kesehatan) yang terdiri dari: a. Rujukan vertikal : Rujukan yang terjadi dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan kepada fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang menjangkau dalam suatu tingkatan pelayanan kesehatan yang berbeda. b. Rujukan horizontal: Rujukan yang terjadi dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan kepada fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam suatu tingkatan yang sama. 2. Rujukan internal: rujukan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan ke tenaga kesehatan lainnya (dokter ke dokter, residen ke spesialis, rujukan triage). Ruang lingkup rujukan terdiri dari : a. Rujukan kasus penyakit atau masalah penyakit : Rujukan yang dilakukan berkaitan dengan pengobatan dan pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus), specimen dan pengetahuan tentang penyakit. b. Rujukan permasalahan kesehatan : Rujukan yang dilakukan berkaitan dengan upaya apencegahan dan peningkatan kesehatan berupa fasilitas teknologi operasional.
10
Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban untuk merujuk pasien yang memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit. Rumah Sakit penerima rujukan harus mampu menjamin bahwa pasien yang dirujuk tersebut akan mendapatkan penanganan segera. Rujukan balik ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk harus dilakukan segera setelah alasan rujukan ke rumah sakit sudah tertangani. Oleh karena itu, rujukan merupakan proses timbal balik yang meliputi kerja sama, koordinasi dan transfer informasi diantara fasilitas pelayanan kesehatan. Secara umum, tujuan dilakukannya rujukan adalah sebagai berikut: 1. Membutuhkan pendapat dari ahli lain( second opinion) 2. Memerlukan pemeriksaan yang tidak tersedia di fasilitas kesehatan tersebut 3. Memerlukan intervensi medis di luar kemampuan fasilitas kesehatan tersebut 4. Memerlukan penatalaksanaan bersama dengan ahli lainnya 5. Memerlukan perawatan dan pemantauan lanjutan
Sistem Rujukan Rumah Sakit Kelas A Rumah Sakit Kelas B Rumah Sakit Kelas C Rumah Sakit Kelas D
Pelayanan ICU harus memiliki kriteria penderita masuk, keluar dan rujukan. Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan/ bantuan hidup multi-sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tak terbatas.
G. PENCATATAN DAN PELAPORAN
Catatan ICU diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter yang melakukan pelayanan di lCU dan dokter tersebut harus bertanggung jawab atas semua yang dicatat dan dikerjakan. Pencatatan menggunakan status khusus lCU yang meliputi diagnosis lengkap yang menyebabkan dirawat di ICU, data tanda vital, pemantauan fungsi organ khusus(jantung paru,ginjal,dan sebagainya) secara berkala, jenis dan jumlah asupan nutrisi dan cairan catatan pemberian obat,serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien. Pencatatan nilai-nilai pengukuran tanda vital secara berkala dilakukan oleh perawat lCU minimal 1 jam sekali dengan interval sesuai kondisi pasien. 11
Pemantauan secara umum dan khusus setiap hari oleh dokter jaga dan perawat ICU dan dikoordinasikan dengan dokter yang merawat.
Pemantuan umum meliputi: 1. Pemeriksaan tanda-tanda vital, meliput pemeriksaan tensi, nadi, suhu, respirasi, saturasi oksigen 2. Pemeriksaan fisik meliputi sistem syaraf, sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem tractus urinarius dan sistem lokomotif 3. Balance cairan dilakukan setiap7 jam bila pagi, 6 jam bila sore hari ,11 jam bila malam hari, diperhitungkan intake dan output cairan. 4. Evaluasi CVP ( Central Venous Pressure), dengan melakukan Fluid Challenge Test (FCT) 5. Pemeriksaan laboratorium meliputi : a. Analisa gas darah b. Gula darah c. Darah rutin d. Elektrolit e. Ureum, kreatinin f. Keton urine sesudah indikasi g. Hemostase lengkap sesuai indikasi h. SGOT/GPT sesuai indikasi i.
Pemeriksaan lain bila dibutuhkan
Pelaporan pelayanan lCU terdiri dari jenis indikasi pasien masuk serta jumlahnya, sistem skor prognosis penggunaan alat bantu (ventilasi mekanis, hemodialis dan sebagainya) lama rawat dan keluaran (hidup atau meninggal) dari ICU.
H. MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan guna mewujudkan pelayanan ICU yang aman, bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien. Monitoring dan evaluasi dimaksud harus ditindaklanjuti untuk menentukan faktor-faktor yang potensial berpengaruh agar dapat diupayakan penyelesaian yang efektif. Indikator pelayanan ICU yang digunakan adalah sistem scoring prognosis dan keluaran dari ICU. Sistem scoring prognosis dibuat dalam 24 jam pasien masuk ke ICU. Contoh sistem scoring prognosis yang dapat digunakan adalah APACHE II (Acute Physiologic and Chronic Health Evalution), SAPS II ( Simplified Acute 12
Physioligic Score) dan MODS (Multiple Organ Dysfungtion Score ).Rerata nilai scoring
prognosis dalam periode tertentu dibandingkan dengan keluaran aktualnya. Pencapaian yang diharapkan adalah angka mortalitas yang sama atau lebih rendah dari angka mortalitas terhadap rerata nilai scoring prognosis. Paremeter yang digunakan pada APACHE II adalah suhu tubuh, rerata tekanan darah arteri, laju nadi, laju pernafasan, oksigenasi, PH darah arteri, kadar natrium serum, kadar kalium serum, kadar kreatinin, hematokrit,
leukosit, skala coma
Glasgow, umur, dan keadaan penyakit kronis. Setiap parameter tadi memiliki bobot nilai masing-masing. Sedangkan parameter-parameter yang digunakan pada SAPS II adalah umur, laju nadi, tekanan darah sistolik suhu tubuh, rasio PaO2/FiO2, jumlah urin selama 24 jam, kadar urea serum, nilai leukosit, kadar katium serum, kadar natrium serum, kadar bikarbonat serum,kadarbilirubin serum, skala coma Glasgow, keadaan kesehatan kronis, dan indikasimasuk ICU. Seperti pada APACHE II, setiap parameter pada SAPSII juga memiliki bobot nilai tertentu.
I. PENGENDALIAN MUTU DAN PENGAWASAN PELAYANAN ICU
Pengendalian mutu dan kualitas pelayanan ICU merupakan suatu program yang bersifat obyektif dan berkelanjutan untuk menilai dan memecahkan masalah yang ada sehingga dapat memberikan kepuasan pada pelanggan dan mencapai standar klinis yang bermutu. Pemantauan kualitas adalah kegitan pemantauan yang dilaksanakan setiap hari secara objektif di ICU bekerja sama dengan Tim Pengendali Mutu dan Kualitas Pelayanan rumah sakit setempat. Parameter standar adalah suatu nilai ambang yang tidak boleh dilampaui sehingga dapat dipenuhi kepuasan pelanggan. Pelaksanaan pemantauan/Evaluasi meliputi : 1. Self Assessment : Adalah kegiatan yang memantau parameter mutu pelayanan setiap hari yang dilakukan oleh setiap staf ICU yang hasilnya diberikan kepada Tim Pengendali Mutu dan Kualitas rumah sakit. 2. Independent Audit : Merupakan
pelaksanaan
parameter
mutu
pelayanan
yang
tolok
ukur
keberhasilannya ditentukan sesuai prioritas dan dilaksanakan oleh Tim Pengendali Mutu dan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit.
13
Pelaksanaan evaluasi dan pemantauan sendiri mutu pelayanan ICU dilakukan melalui : 1. Kegiatan penilaian pasien yang masuk ICU Adalah kegiatan penilaian dengan menggunakan Standar Parameter Obyektif (seperti SAPS II, APACHE II, MODS, dll) serta menggunakan indikator-indikator tertentu yang telah ditentukan di ICU. 2. Pertemuan staf Pertemuan staf dilakukan tiap bulan membahas dan melakukan evaluasi terhadap laporan bulanan, pasien yang meninggal, pencegahan Infeksi Nosokomial dan permasalahan lain di ICU 3. Diskusi kasus kematian sulit di ICU setiap 3 bulan 4. Laporan berkala Laporan bulanan dan tahunan yang berisi jumlah pasien di ICU, jenis penyakit dan angka kematian 5. Evaluasi
mutu
pelayanan
keperawatan
dilaksanakan
dengan
cara
mengidentifikasi dan pengelompokkan masalah, analisa dan penyelesaian masalah, pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjut.
J. PEMBIAYAAN
Penyelenggaraan Pelayanan lCU di rumah sakit mengacu pada pola tarif standar kelas.1 (satu). Sumber pembiayaan dapat berasal dari : 1. Jamkesmas 2. Asuransi Kesehatan 3. Masyarakat dan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 4. Mandiri dari pasien
14
BAB III KETENAGAAN
Kualifikasi ketenagaan perawatan juga tergantung dari klasifikasi pelayanan perawatan intensif ( primer, sekunder, tersier ). Pelayanan perawatan intensif tersier harus mempunyai staf perawat kritikal yang berpengalaman dan berkualifikasi dalam perawatan pasien kritis. Staf perawat intensif adalah staf perawat professional yang diberikan kewenangan sebagai seorang perawat yang mampu memberikan asuhan keperawatan yang kompeten pada pasien dalam kondisi kritis melalui integrasi kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti oleh nilai nilai kemanusiaan. Perawat intensif dalam memberikan pelayanannya mengacu pada standar keperawatan kritikal, komitmen pada kode etik keperawatan dapat berfungsi sebagai perwakilan pasien secara tepat serta menunjukkan akuntabilitas terhadap tindakannya. Perawat kritikal menggunakan intervensi independen, dependen dan interdependen dalam mengelola pasien. Staf yang bekerja di unit perawatan intensif perlu dikelola dengan baik dan benar sehingga masing-masing mempunyai peran, tanggung jawab serta tugas yang jelas. Staf di pelayanan perawatan intensif dimasukkan dalam 4 kelompok, meliputi: a. Kelompok dokter b. Perawat c. Tenaga penunjang, terdiri dari elektro medic, laboratorium, fisioterapis, farmasi, ahli gizi, radiographer d. Tenaga administrasi Kolaborasi
dokter-perawat
di
ICU
harus
terjalin
sebagai
mitra
yang
interdepedensinya tinggi. Perubahan yang terjadi pada kondisi pasien langsung didiskusikan bersama tim, sehingga keputusan medik maupun keperawatan dapat ditetapkan secara tepat. Selain itu komunikasi antara manajemen klinik dengan berbagai disiplin dilakukan melalui pertemuan secara regular Adapun karakteristik perawat, penetapan jumlah dan kualifikasi tenaga keperawatan serta kompetensi perawat ICU adalah sebagai berikut : A. KARAKTERISTIK PERAWAT ICU
Karakteristik perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan intensif meliputi : 1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten. 2. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya
15
3. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti oleh nilai etik dan legal dalam memberikan asuhankeperawatan 4. Merespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan 5. Menerapkan ketrampilan komunikasi sacera efektif 6. Mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi 7. Menginterpretasikan analisa situasi yang komplek 8. Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga 9. Berpikir kritis 10. Mampu menghadapi tantangan (Challanging) 11. Mengembangkan pengetahuan dan penelitian 12. Berpikir ke depan (Visionary) 13. Inovatif
B. PENETAPAN JUMLAH TENAGA
Penetapan jumlah dan kualifikasi tenaga keperawatan diunit perawatan intensif direkomendasikan formulasi ketenagaan sebagai berikut : (Standar Pelayanan Keperawatan ICU, Depkes RI) (××××) (×)
Keterangan A =
jumlah shift per hari
:3
B =
jumlah tempat tidur di unit
:6
C = jumlah hari di unit yang dipakai dalam 1 minggu
:7
D = jumlah pasien yang menginap
:6
E =
tenaga tambahan untuk libur (%)
: 20%
F =
jumlah pasien yang dibantu oleh seorang perawat (rasio pasien : perawat)
:1:2
G=
jumlah hari dari setiap perawat yang bekerja dalam 1 minggu
:6
1. Kebutuhan perawat : ××××% ×
= , dibulatkan menjadi 25
Jadi kebutuhan tenaga perawat di ruang ICU adalah 25 Perawat.
Maka ruang ICU/ ICCU membutuhkan perawat sebagai berikut: Kepala Ruang
: 1 orang
Ketua Tim
: 2 orang
Pelaksana
: 22 orang
Jumlah
: 25 orang
16
Saat ini baru dapat terpenuhi sebanyak 23 orang, sehingga masih ada kekurangan 2 orang. Adapun distribusi perawat di ruang ICU sekarang adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan jabatan fungsional: a. Kepala Ruang
: 1 orang
b. Ketua Tim
: 2 orang
c. Pelaksana
: 20 orang
Jumlah
: 23 orang
2. Berdasarkan tingkat pendidikan: a. S1 Kep
: 2 orang
b. D III Kep
: 21 orang
3. Berdasarkan status kepegawaian 17,39 % Pegawai Tetap 82,61 % Pegawai Kontrak
C. KOMPETENSI PERAWAT INTENSIF
Untuk dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kompleksitas pasien di ICU, maka dibutuhkan perawat yang memiliki kompetensi klinis ICU. Kompetensi minimal / dasar dan khusus / lanjut dapat dilihat di bawah ini : KOMPETENSI DASAR MINIMAL 1. Memahami konsep keperawatanintensif.
KOMPETENSI KHUSUS / LANJUT 1. Seluruh kompetensi dasar no.1 s/d 21
2. Memahami issue etik dan hukum pada perawatan intensif.
3. Mempergunakan ketrampilan komunikasi yang efektif untuk mencapai
2. Mengelola
pasien
yang
menggunakan Sventilasi mekanik.
3. Mempersiapkan
pemasangan
kateter arteri.
asuhan yang optimal. 4. Mempersiapkan 4. Melakukan pengkajian dan menganalisa
pemasangan
kateter venasentral.
data yang di dapat,khususnya mengenai henti napas dan jantung, status pernapasan, gangguan irama jantung,
5. Mempersiapkan
pemasangan
kateter arteri pulmonal.
status hemodinamik pasien dan status kesadaran pasien.
6. Melakukan
pengukuran
curah
jantung
17
KOMPETENSI DASAR MINIMAL
KOMPETENSI KHUSUS / LANJUT
5. Mempertahankan bersihan dalam napas
7. Melakukan pengukuran tekanan
pada pasien yang terpasang
vena sentral.
endotracheal tube. 6. Mempertahankan potensi jalan napas dengan menggunakan ETT.
8. Melakukan
persiapan
pemasangan Intra Aortic Baloon Pump (IABP).
7. Melakukan fisioterapi dada.
9. Melakukan pengelolaan asuhan keperawatan
8. Memberikan terapi inhalasi.
9. Mengukur saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximetri.
berbagai metode.
yang
terpasang IAPB.
10. Melakukan
persiapan
pemasangan alat hemodialisis, hemofiltrasi
10. Memberikan terapi oksigen dengan
pasien
(Continous
arterial
Venous Hemofiltration (CAVH)), Continous
Venous
Venous
Hemofiltration (CAVVH)). 11. Melakukanmonitoring hemodinamik non invasive.
11. Melakukan
pengelolaan
pengukuran tekanan intra cranial. 12. Memberikan BLS (basic life support) dan ALS (Advanced life support)
12. Melakukan pengelolaan pasien yang terpasang kateter invasive (
13. Melakukan EKG.
Arteri line, cup line, kateter swan Ganz).
14. Melakukan interpretasi hasil rekaman EKG.
13. Melakukan Pengelolaan pasien yang
15. Melakukan pengambilan darah untuk
menggunakan
terapi
trombolitik.
periksa AGD 14. Melakukan pengukuran PETCO2 16. Melakukan interpretasi hasil AGD.
(Konsentrasi CO2 pada akhir ekspirasi).
17. Mempersiapkan pemberian terapi melalui syringe pump dan infuse pump.
18
KOMPETENSI DASAR MINIMAL
KOMPETENSI KHUSUS / LANJUT
18. Melakukan pengelolaan pasien dengan nutrisi parental.
19. Melakukan pengelolaan pasien dengan terapi cairan intravena.
20. Melakukan pengelolaan pasien dengan sindroma coronare akut.
21. Melakukan penanggulangan infeksi nosokomial di ICU.
Kompetensi tersebut di atas dapat diaplikasikan tergantung pada masalah pasien yang dihadapi.
19
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
MPKU dan PS bersama direksi RS melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit dengan melibatkan organisasi profesi dan masyarakat yang dilakukan secara berjenjang melalui standarisasi, sertifikasi, lisensi, akreditasi dan penegakan hukum.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud diarahkanuntuk: 1. Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat. 2. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan. 3. Keselamatan pasien 4. Pengembangan jangkauan pelayanan. 5. Peningkatan kemampuan kemandirian rumah sakit.
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Pengawasan internal rumah sakit terdiri dari : 1. Pengawasan teknis medis : upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis melalui Komite Medik Rumah Sakit 2. Pengawasan teknis perumahsakitan : pengukuran kinerja berkala yang meliputi kinerja pelayanan dan kinerja keuangan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksaan Internal. Apabila ditemukan pelanggaran dalam penyelenggaran pelayanan kesehatan sehingga menyebabkan kerugian pada pihak lain, pemerintah maupun pemerintah daerah dapat memberikan sanksi hukum dan administrasi berupa teguran, teguran tertulis, denda atau pencabutan izin sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku.
20
BAB VI PENGEMBANGAN PELAYANAN
Upaya
pengembangan
pelayanan
ICU
harus
dilaksanakan
secara
berkesinambungan dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini di bidang ICU. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kompleksitas kasus penyakit dan permasalahan kesehatan serta kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang aman, terjangkau dan bermutu. Dalam rangka memberikan pelayanan klinis yang berkualitas dan meningkatkan standar mutu profesional di ICU, rumah sakit dituntut untuk terus menerus meningkatkan dan mengembangkan potensi sumber daya manusia yang dimilikinya. Ruang lingkup pengembangan pelayanan kesehatan ICU meliputi :
A. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
Pengembangan sumber daya manusia meliputi pemenuhan kebutuhan jenis dan jumlah tenaga sesuai dengan beban kerja dan tingkat kemampuan pelayanan lCU, dan peningkatan pengetahuan serta ketrampilan atau pengembangan profesi berkelanjutan (c ontinuing professional, development ). Untuk menunjang program tersebut maka rumah sakit menyediakan suatu kebijakan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan karyawannya melalui program pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan bagi semua petugas di lCU mengacu pada program diklat rumah sakit. Program pelatihan harus diselenggarakan bagi semua staf agar dapat meningkatkan dan menambah pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dalam menerapkan prosedur serta pengetahuan dan teknologi baru. Program pengembangan dan pendidikan eksternal untuk dokter ditujukan pada pelatihan dan pelatihan ulang ACLS, Untuk perawat ditujukan pada pelatih an Bantuan Hidup Dasar, ACLS, Kardiologi Dasar dan Pelatihan ICU. Adapun evaluasi dilakukan setelah pelatihan dilaksanakan.
B. PENGEMBANGAN SARANA, PRASARANA DAN PERALATAN
Sarana, prasarana dan peralatan disesuaikan dengan beban kerja, jenis tenaga, kemampuan dan pengembangan pelayanan rumah sakit dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi kesehatan dengan memperhatikan bukti kedokteran terkini (evidence based medicine ) dan pembiayaan serta manfaat.
21
C. PENGEMBANGAN JENIS PELAYANAN
Pengembangan jenis pelayanan disesuaikan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat dan kompleksitas pelayanan dengan memperhatikan kemampuan masing-masing rumah sakit berdasarkan jenis dan klasifikasi rumah sakit, ketersediaan sumber daya manusia sarana dan prasarana serta peralatan.
22
BAB VII EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU
Evaluasi merupakan satu aktivitas untuk melihat keberhasilan dari satu kegiatan pemberian asuhan yang dapat dijadikan indicator dalam penjaminan mutu. Beberapa indikator dari pengendalian mutu pelayanan keperawatan yaitu: 1. Tingkat keamanan ( safety ) yang terdiri dari; tingkat kejadian infeksi nosokomial, tingkatkesalahan pemberian obat, pasien jatuh, dan angka dikubitus. 2. Tingkat kenyamanan ( comfort ) seperti; tingkat rasa nyeri. 3. Tingkat kecemasan. 4. Tingkat kepuasan pasien. 5. Tingkat kemandirian pasien. 6. Peningkatan pengetahuan pasien.
DIREKTUR RSUD PANGLIMA SEBAYA
IBN EKA WESNAWA
23