Laporan Praktikum ke 4 M.K. Pengemasan Pengemasan Pangan
Tanggal Mulai Tanggal Selesai
: 26 September 2012 : 26 September 2012
ANALISI SWOT Oleh : Kelompok 3/A-P1 Dolfina Nanggiang
J3E111028
Rico Fernando Theo
J3E111044
Aqmila Muthi R
J3E111066
Nia Allffiana
J3E111113
Arsi Novia S
J3E211158
Rendyb Agus W
J3E211164
Penanggung Jawab : Dwi Yuni Hastati, STP,DEA
PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan pangan atau produk pangan mudah mengalami kerusakan apabila faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan tidak dikendalikan dengan baik. Salah satu cara untuk melindungi produk pangan dari kerusakan adalah dengan pengemasan. Selama penyimpanan, bahan pangan dan produk pangan mengalami perubahan-perubahan fisik maupun kimiawi yang dikehendaki atau tidak dikehendaki. Perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai macam kerusakan, misalnya kerusakan mekanis, kerusakan kimiawi, dan kerusakan mikrobiologis. Kerusakan mekanis ini biasa terjadi saat proses pendistribuan karena adanya kebocoran dan lain lainnya. Oleh karena itu, diperlukan kemasan yang dapat mempertahankan dan menjaga mutu serta kualitas dari produk selama penyimpanan. Pengemasan adalah suatu cara atau suatu perlakuan pengamanan terhadap bahan atau produk agar bahan atau produk tersebut baik yang belum maupun yang sudah mengalami pengolahan sampai ketangan konsumen dengan selamat. Di dalam pelaksanaan pengemasan, pengemasan, terjadi gabungan antara seni, ilmu, dan teknologi penyiapan bahan untuk pengangkutan dan penjualan, karena pengemasan harus mampu melindungibahan yang akan dijual dan menjual bahan yang dilindungi. Pengemasan yang tepat dapat meningkatkan umur simpan produk dalam waktu yang lebih lama. Berbagai bentuk variasi dan jenis material kemasan beredar di masyarakat, misalnya kertas, kaca, logam, komposit dan plastik mempunyai keunggulan dan kelemahan tertentu. Pemakaian kemasan harus mempertimbangkan kecocokan dengan sifat bahan pangan yang dikemas dengan struktur kemasan primer, sekunder atau tersier untuk menciptakan kemasan yang ideal.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat membandingkan perubahan yang terjadi bahan pangan dan produk pangan yang dikemas dengan kemasan vakum dan non vakum.
BAB II METODOLOGI 2.1 Alat dan bahan.
Pada praktikum ini, alat yang digunakan adalah gunting, label, vacuum sealer, sealer, 96 plastik PP, dan strepless. Bahan yang digunakan adalah 2 bungkus bakso, bakso, 2 ranjang buncis, 2 buah bolu, dan 2 potong tempe.
2.2 Metode 2.2.1 Tanpa perlakuan (utuh). 2.2.1.1 Buncis
Disediakan 60 buncis, lalu diamati segi organoleptiknya (Tekstur, penampakan warna)
Dibagi rata untuk dimasukkan ke dalam 12 plastik PP (masing-masing plastik berisi 5 buncis).
Diberi label untuk kemasan kemasan vakum dan non vakum vakum (masing-masing pada suhu suhu 10 o
o
C dan 30 C).
Kemasan vakum diselaer dengan vakum sealer dan kemasan non vakum disealer dengan sealer biasa. o
o
Dsimpan selama 3 minggu pada suhu 10 C dan 30 C
Diamati dan dibandingkan hasilnya. 2.2.1.2 Bakso
Disediakan 1 bungkus bungkus bakso yang berisi berisi 48 butir bakso, lalu diamati sifat organoleptiknya organoleptiknya (tekstur, penampakan warna)
Bakso dibagi rata untuk dimasukkan ke dalam 12 plastik PP (masing-masing plastik berisi 4 bakso).
Diberi label untuk kemasan kemasan vakum dan non vakum vakum (masing-masing pada suhu suhu 10 o
o
C dan 30 C).
Kemasan vakum diselaer dengan vakum sealer dan kemasan non vakum disealer dengan sealer biasa. o
o
Dsimpan selama 3 minggu pada suhu 10 C dan 30 C Diamati dan dibandingkan hasilnya. 2.2.1.3 Bolu
Disediakan 1 roll kue bolu, lalu diamati sifat organoleptiknya (tekstur, penampakan warna)
Bolu dibagi rata menjadi 12 potongan sedang untuk dimasukkan ke dalam 12 plastik PP.
Diberi label untuk kemasan kemasan vakum dan non vakum vakum (masing-masing pada suhu suhu 10 o
o
C dan 30 C).
Kemasan vakum diselaer dengan vakum sealer dan kemasan non vakum disealer dengan sealer biasa. o
o
Dsimpan selama 3 minggu pada suhu 10 C dan 30 C Diamati dan dibandingkan hasilnya.
2.2.1.4 Tempe
Disediakan 1 tempe bungkus, lalu diamati sifat organoleptiknya (tekstur, penampakan warna)
Tempe dibagi rata menjadi 12 potongan sedang untuk dimasukkan ke dalam 12 plastik PP.
Diberi label untuk kemasan kemasan vakum dan non vakum vakum (masing-masing pada suhu suhu 10 o
o
C dan 30 C).
Kemasan vakum diselaer dengan vakum sealer dan kemasan non vakum disealer dengan sealer biasa. o
o
Dsimpan selama 3 minggu pada suhu 10 C dan 30 C Diamati dan dibandingkan hasilnya.
2.2.2 Dipotong 2.2.2.1 Buncis
Disediakan buncis, lalu diamati segi organoleptiknya (Tekstur, penampakan warna)
Buncis dipotong-potong, dibagi rata untuk dimasukkan ke dalam 12 plastik PP (masing-masing plastik berisi 5 buncis).
Diberi label untuk kemasan kemasan vakum dan non vakum vakum (masing-masing pada suhu suhu 10 o
o
C dan 30 C).
Kemasan vakum diselaer dengan vakum sealer dan kemasan non vakum disealer dengan sealer biasa. o
o
Dsimpan selama 3 minggu pada suhu 10 C dan 30 C
Diamati dan dibandingkan hasilnya. 2.2.2.2 Bakso
Disediakan 1 bungkus bungkus bakso yang berisi 48 butir bakso, bakso, lalu diamati sifat organoleptiknya organoleptiknya (tekstur, penampakan warna)
Bakso dipotong-potong dan dibagi rata untuk dimasukkan ke dalam 12 plastik PP (masing-masing plastik berisi 4 bakso).
Diberi label untuk kemasan kemasan vakum dan non vakum vakum (masing-masing pada suhu suhu 10 o
o
C dan 30 C).
Kemasan vakum diselaer dengan vakum sealer dan kemasan non vakum disealer dengan sealer biasa. o
o
Dsimpan selama 3 minggu pada suhu 10 C dan 30 C Diamati dan dibandingkan hasilnya. 2.2.2.3 Bolu
Disediakan 1 roll kue bolu, lalu diamati sifat organoleptiknya (tekstur, penampakan warna)
Bolu dipotong-potong menjadi ukuran yang kecil, dibagi rata untuk dimasukkan ke dalam 12 plastik PP.
Diberi label untuk kemasan kemasan vakum dan non vakum vakum (masing-masing pada suhu suhu 10 o
o
C dan 30 C).
Kemasan vakum diselaer dengan vakum sealer dan kemasan non vakum disealer dengan sealer biasa. o
o
Dsimpan selama 3 minggu pada suhu 10 C dan 30 C Diamati dan dibandingkan hasilnya.
2.2.2.4 Tempe
Disediakan 1 tempe bungkus, lalu diamati sifat organoleptiknya (tekstur, penampakan warna)
Tempe dipotong-potong menjadi ukuran kecil dan dibagi rata untuk dimasukkan ke dalam 12 plastik PP.
Diberi label untuk kemasan kemasan vakum dan non vakum vakum (masing-masing pada suhu suhu 10 o
o
C dan 30 C).
Kemasan vakum diselaer dengan vakum sealer dan kemasan non vakum disealer dengan sealer biasa. o
o
Dsimpan selama 3 minggu pada suhu 10 C dan 30 C Diamati dan dibandingkan hasilnya.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.2.1 Kemasan Non Vakum o
Tabel 1. Kemasan Non Vakum 10 C Minggu 1 Perlakuan Dipotong
Sampel Tekstur
Utuh
Warna
LainLain
Terdapat bintik hitam
Warna
LainLain
(+++++)
(+++)
Terdapat bintik hitam
(++++)
(+++)
Tekstur
Bakso
(++++)
(+++)
Bolu
(++++)
(+++)
Buncis
(+++++)
(+++)
Bercak coklat
(+++++)
(+++)
Bercak coklat
Tempe
(++++)
(+++)
Berhifa
(++++)
(+++)
Berhifa
o
Tabel 2. Kemasan Non Vakum 30 C Minggu 1 Perlakuan Sampel Tekstur
Dipotong Warna Lain-Lain
Bakso
(+++)
(+++)
terdapat bercak putih, dan bintik hitam
Bolu
(++++)
(+++)
Terdapat bercak putih
Buncis
(++)
(+++++)
berair
Tekstur
Utuh Warna
Lain-Lain
(++++)
(+++)
Bau busuk, terdapat bercak putih
(++++)
(+++)
Terdapat bintik hitam
(+++++)
Berair, Bentuk hancur, bau busuk
(+)
Tempe
(+++)
Hifa berkurang(mulai hilang)
(+++)
(+++)
(+++)
Hifa berkurang(mulai hilang)
o
Tabel 3. Kemasan Non Vakum 10 C Minggu 2 Perlakuan Dipotong
Sampel
Bakso
Tekstur
Warna
(+++++)
(++)
Utuh Lain-Lain
Tekstur
Warna
LainLain
(+++++++) (+++++++)
(+++)
berkapang
(+)
(+++)
banyak air
Bolu
(++++)
(++++)
ada kapang, kemasan mengembung
Buncis
(+++++)
(+++)
ada kapang
(+)
(++++)
banyak air
Tempe
(+++++)
(++)
tidak ada kapang
(+)
(+)
masih ada kapang
o
Tabel 4. Kemasan Non Vakum 30 C Minggu 2 Perlakuan Dipotong
Sampel
Bakso
Bolu
Buncis
Tekstur
Warna
(++++)
(+++)
(++++)
(+++)
(+++++)
timbul bercak coklat
Utuh LainLain
Tekstur
Warna
(+++++++) (+++++++)
(+++)
(+++++)
(++++)
LainLain
(+++)
ada bintik hitam
(+++)
ada bintik coklat
Tempe
(++++)
sedikit berkapang
(+++)
(++++)
(++)
kapang masih tumbuh
o
Tabel 5. Kemasan Non Vakum 10 C Minggu 3 Perlakuan Dipotong
Sampel Tekstur
Warna
Bakso
(++++++)
(++)
Bolu
(+++++)
(++)
Buncis
(++++++)
Tempe
(+++++)
Utuh Lain-Lain
LainLain berair, berkapang
Tekstur
Warna
(+++++++) (+++++++)
(+++)
Kemasan mengembang
(+++++)
(++)
(+)
Berair, Utuh
(++++++)
(++)
berair, busuk,
(+)
Berhifa(kapang)
(+++++)
(+)
Bintik Hitam
o
Tabel 6. Kemasan Non Vakum 30 C Minggu 3 Perlakuan Dipotong
Sampel Tekstur
Bakso
Bolu
Buncis
(++)
(++)
(+)
Utuh
Warna
Lain-Lain
Tekstur
Warna
LainLain
(++++)
Kapang berkembang biak
(++++++)
(++++)
Kapang menyebar
(++++)
Terdapat bintik hijau
(++)
(++++)
(+++++)
Berair, bercak putih
(+)
(+++++)
Terdapat bintik hjau menyebar luas Bentuk hancur, biji berbeintk hitam dan keras
Tempe
(+)
(++++)
Bentuk hancur, Hifa hilang
(+)
(++++)
Hifa hilang, terdapat bercak hijau
3.2.2 Kemasan Vakum o
Tabel 7. Kemasan Vakum 10 C Minggu 1 Perlakuan Dipotong
Sampel
LainLain
Tekstur
Warna
(+++)
kemasan berembun
(+++++)
(+++)
kemasan berembun
(+++++)
(+++)
kemasan berembun
(+++++)
(+++)
kemasan berembun
(+++++)
(+++)
kemasan berembun
(+++++)
(+++)
kemasan berembun
(+++)
kemasan berembun, berhifa
(+++++)
(+++)
kemasan berembun
Tekstur
Warna
Bakso
(+++++)
Bolu Buncis
Tempe
Utuh
(+++++)
LainLain
o
Tabel 8. Kemasan Vakum 30 C Minggu 1 Perlakuan Dipotong
Sampel Tekstur
Warna
Utuh LainLain
Tekstur
Warna
Lain-Lain
Bakso
(++++)
(+++)
Berkapang
(++++)
(+++)
Berkapang( bercsk putih)
Bolu
(+++)
(+++)
berbintik hitam
(+++)
(+++)
berbintik hijau gelap
Buncis
(+++)
(+++++)
berair
(+)
(+++++)
hancur, berair
Tempe
(+++)
(+++)
Hifa berkurang
(+++)
(+++)
Hifa berkurang
o
Tabel 9. Kemasan Vakum 10 C Minggu 2 Perlakuan Dipotong
Sampel Tekstur
Utuh LainLain
Warna
Tekstur
Bakso
(++++++)
(+++)
bau bakso normal dan berair
Bolu
(++++)
(+++)
bau tengik
(++++)
bau busuk
(+)
(+++)
sangat bau
(++)
Buncis
(++)
Tempe
Warna
LainLain
(+++++++)
(++)
bau asam
(++++)
(++++)
bau tengik
bau sangat busuk (++++)
bau busuk
o
Tabel 10. Kemasan Vakum 30 C Minggu 2 Perlakuan Dipotong
Sampel Tekstur
Bakso
Bolu
+++++
++++
Utuh
Warna
Lain-Lain
+++
bau normal, dan berair
+++
berbau tengik
Tekstur
+++++
++++
Warna
LainLain
++
ada kapang, bau busuk
+++
bau sangat tengik
Buncis
Tempe
++
+++
ber bau busuk
++++
++++
+
sangat bau
++
++
bau sangat busuk
++++
kacang kedelai terpisah
o
Tabel 11. Kemasan Vakum 10 C Minggu 3 Perlakuan Dipotong
Sampel
Bakso
Bolu
Utuh LainLain
Tekstur
Warna
(++)
(+++)
Berkapang
(++)
(++)
Warna
LainLain
(++++++) (+++)
berkapang
Terdapat bintik hitam
(+++)
Terapat bintik hitam
(++++++) (+++)
(+++)
Buncis
(+++++) (++)
Bercak coklat, berair
Tempe
(++)
Hifa berkurang
(++)
Tekstur
(++)
(++)
Hifa tetap
o
Tabel 12. Kemasan Vakum 30 C Minggu 3 Perlakuan Dipotong
Sampel Tekstur
Bakso
(++)
Utuh
Warna
LainLain
(++++)
Terdapat banyak kapang
Bolu
(+++)
(++++)
Terdapat bercak hijau
Buncis
(+)
(++++)
Berair
Tekstur
Warna
LainLain
(++++++) (++++)
Berkapang
(++)
(++++)
terdapat bercak hijau
(+)
(+++++) hancur
Tempe
(++)
(++++)
Hancur, hifa hilang
(++)
(++++)
Keterangan: Tekstur (+) Sangat Lembek (++) Lembek (+++) Agak Lembek (++++) Normal (+++++) Agak Keras (++++++) Keras (+++++++) (+++++++) Sangat Keras
(+) (++) (+++) (++++) (+++++)
Warna Cerah Agak Cerah Normal Agak Gelap Gelap
Hifa hilang, bentuk tidak uth lagi
3.2 Pembahasan
Pada tanggal 24 April 2012, mahasiswa melakukan praktikum kemasan vakum. Bahan yang digunakan pada praktikum adalah buncis, bakso, bolu, dan tempe. Setiap bahan diberi perlakuan yang berbeda, yaitu bahan utuh dan bahan dipotong-potong. Kemudian bahan dimasukkan ke dalam plastik PP. Setelah itu, bahan dikemas secara vakum dan non vakum. Pada pengemasan non vakum, plastik PP disealer menggunakan sealer biasa. Pada pengemasan vakum, plastik PP disealer menggunakan mesin vaccum sealer . Setelah dikemas, bahan disimpan o
o
pada suhu 10 C dan 30 C selama 3 minggu. Dilakukan pengamatan pada minggu ke 1, 2, dan 3. Mesin Pengemas Vakum ( Vacuum Packager ) adalah peralatan yang digunakan untuk mengemas produk dalam kondisi vakum (hampa udara). Dengan adanya kondisi vakum (hampa udara) maka sedikit sekali bakteri yang mampu hidup dalam kondisi seperti itu. Jadi produk yang dikemas dengan Mesin Vakum Sealer akan lebih tahan lama, awet dan masa kadaluarsanya kadaluarsanya lebih panjang. 3.2.1 Buncis
Pada bahan nabati (buncis) setelah dipetik, jaringan dari tumbuhan tersebut masih melakukan proses fisiologis. Adanya aktifitas fisiologis menyebabkan produk pertanian akan terus mengalami perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya dapat diperlambat sampai batas tertentu. Tahap akhir dari perubahan pasca panen adalah kelayuan atau perubahan tekstur. Selain itu, setelah dipetik bahan nabati masih melakukan proses biologis seperi proses respirasi, produksi etilen, transpirasi. Proses respirasi merupakan
proses pemecahan pemecahan
komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup. Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan sebagai hormon yang mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan kelayuan. Keberadaan etilen akan mempercepat tercapainya tahap kelayuan (senesence). sedangkan Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk
nabati.
Laju
transpirasi
dipengaruhi
oleh
faktor
internal
(morfologis/anatomis, rasio permukaan terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH, pergerakan udara dan tekanan atmosfir).
3.2.1.1 Pengemasan Non Vakum o
3.2.1.1.1 Penyimpanan 10 C o
Berdasarkan hasil pengamatan pengamatan pada suhu 10 C, dapat dilihat perubahan tekstur pada buncis yang dikemas dengan cara non vacum dengan perlakuan di potong – potong . Pada minggu pertama, tekstur dari buncis mejadi agak keras dan warnanya masih normal warna hijau buncis tetapi terdapat bintik coklat. Pada minggu kedua teksturnya agak keras, dan warnanya normal yaitu berwarna hijau buncis, tetapi pada buncis terdapat kapang. Pada minggu ketiga, tekstur dari buncis mejadi keras dan warna dari buncis menjadi cerah tetapi terdapat air dalam kemasan dan bentuk dari buncis masih utuh. Pada buncis yang tidak mendapatkan perlakuan dipotong – potong potong (utuh), pada minggu pertama, tekstur dari buncis menjadi agak keras, warnanya normal yaitu berwarna hijau buncis dan terdapat bercak kecoklatan. Pada minggu kedua , teksturnya sangat lembek dan warna dari buncis tetap normal dan terdapat air. Pada minggu ketiga, tekstur buncis menjadi cerah dan terdapat air pada kemasan. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa tekstur dari buncis yang dikemas secara non vacum semakin lama disimpan teksturnya menjadi semakin keras. Hal ini dikarenakan pada buncis terdapat kandungan air yang o
cukup banyak, yaitu sekitar 70-75%. Ketika disimpan pada suhu 10 C dengan waktu yang cukup lama menyebabkan buncis akan kehilangan panas dan buncis menjadi dingin. Kandungan air pada buncis akan berikatan dengan udara dingin sehingga air berubah menjadi es. Es merupakan suatu senyawa yang terdiri dari molekul – molekul H2O (HOH) yang tersusun sedemikian rupa sehingga 1 atom H terletak disatu sisi sepasang atom oksigen molekul – molekul air lainnya, membentuk suatu heksagon simetris ( Winarno, 2008). Perubahan warna dari buncis tersebut dikarenakan terjadinya degradasi klorofil. Terjadinya degradasi klorofil tersebut dikarenakan pada buncis yang dikemas, kandungan oksigenya sedikit sehingga respirasi yang terjadi merupakan respirasi anaerob. Respirasi anaerob tersebut mengahasilkan alkohol, asetildehid atau asam asetat. Asam yang dihasilkan tersebut akan mendegradasi klorofil.
Dari penjabaran tersebut terlihat pada buncis dengan perlakuan dipotong – potong atau tidak di potong – potong terdapat air. Hal ini karena buncis tersebut masih mengalami proses transpirasi yaitu proses pengeluaran cairan dari jaringan. Buncis dengan perlakuan dipotong – potong atau tidak di potong – potong terdapat air pada kemasan. Hal ini dikarenakan buncis tersebut masih mengalami proses transpirasi, yaitu proses pengeluaran cairan dari jaringan. o
3.2.1.1.1 Penyimpanan 30 C o
Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 30 C, pada buncis dengan perlakuan dipotong – potong, pada minggu pertama tekstur dari buncis menjadi lembek, warnanya menjadi lebih gelap dan berair. Pada minggu kedua, tekstur dari buncis menjadi agak lembek, warnanya tetap normal berwarna hijau buncis dan berbau busuk. Pada minggu ketiga, tekstur dari buncis mejadi sangat lembek, warnanya menjadi hijau gelap dan dalam kemasan menjadi berair dan terdapat bercak putih. Buncis tanpa perlakuan dipotong – potong (utuh), pada minggu pertama tekstur buncis menjadi sangat lembek, warnanya menjadi hijau gelap dan bentuk dari buncis menjadi hancur, dalam kemasan terdapat air dan berbau busuk. Pada minggu kedua, teksturnya sangat lembek dan warnanya agak cerah dan berbau sangat busuk. Pada minggu ketiga, tekstur buncis menjadi sangat lembek, warnanya menjadi hijau gelap, bentuk dari buncis menjadi hancur dan pada biji terdapat bintik hitam dan bijinya bijin ya menjadi keras. Dari hasil pengamtan, dapat dilihat bahwa semakin lama disimpan, buncis menjadi berair. Hal ini dikarenakan dalm kemasan masih terdapat oksigen (O 2). Oksigen tersebut akan digunakan untuk respirasi tumbuhan. Respirasi tersebut akan mengkatabolisme senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Bahan organik yang dioksidasi adalah glukosa (C6H12O6) maka persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai berikut: C6H12O6 + 6 O2
6 CO2 + 6H2O + Energi
Tetapi jumlah mol Co2 yang dilepaskan dan jumlah mol O 2 yang diperlukan tidak selalu sama hal ini tergantung pada bahan yang digunakan. Pada kemasan non vacum ini,
oksigen yang terkandug masih cukup banyak sehingga karbondioksida (CO2) akan semakin menurun dan laju respirasi akan semakin meningkat. Peningkatan laju respirasi akan menyebabkan air yang dihasilkan akan semakin meingkat atau proses transpirasi meningkat. Proses transpirasi merupakan proses pengeluaran air dari dalam jaringan tumbuhan. Adanya air ini dapat menyebabkan tekstur dari buncis tersebut menjadi lembek. Hal ini dikarenakan pada buncis terdapat enzim pektinase. Enzim pektinase ini dapat merubah protopektin menjadi pektin yang memiliki kelarutan yang sangat baik dalam air. Air yang terdapat pada kemasan tersebut berwarna hijau. Hal ini menunjukkan bahwa pigmen klorofil yang ada pada buncis larut dalam air tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa pigmen klorofil dapat larut dalam air. Hal ini dikarenakan klorofil alami bersifat lipofilik (larut lemak) disebabkan oleh keberadaan gugus fitolnya. Hidrolisis dengan asam atau klorofilase terhadap gugus tersebut akan mengubahnya menjadi turunan klorofil yang larut air (hidrofilik). Selain beberapa perubahan yang telah di jabarkan di atas, warna dari buncis cenderung berubah menjadi lebih gelap. Hal ini dikarenakan klorofil yang terdapat pada buncis larut dalam air yang dihasilkan dari proses transpirasi. Buncis dengan perlakuan di potong – potong pada minggu ketiga terdapat bercak putih. Bercak putih tersebut kemungkinan kapang karena pada kemasan non vacum kandungan oksigen masih banyak sehingga mikroba aerobik khususnya kapang dapat tumbuh pada buncis. Pada buncis juga timbul bau busuk. Bau busuk tersebut berasaal dari hasil metabolisme mikroba yang terdapat pada buncis. Mikroba yang tumbuh di dalam kemasan ini merupakan mikroba aerob atau mikroba yang hanya dapat tumbuh pada lingkungan yang terdapat banyak oksigen. Bila dibandingkan tekstur antara buncis tanpa perlakuan dipotong – potong dan buncis dengan perlakuan dipotong – potong hampir sama, yaitu sama – sama lembek. Akan tetapi, pada minggu pertama tekstur dari buncis tanpa perlakuan dipotong – potong teksturnya lebih lembek. Hal ini dikarenakan enzim pektinase terdapat banyak pada buncis utuh ( tanpa perlakuan di potong – potong). o
Bila dibandingkan antara suhu penyimpanan antara penyimpanan 10 C dengan o
o
penyimpanan pada suhu 30 C. Mutu dari buncis dengan penyimpanan penyimpanan pada pada suhu 10 C
ini cenderung lebih bagus baik dari segi warna maupun dari segi tekstur. Karena menurut o
teori suhu penyimpanan terbaik buncis pada suhu 7,5 -10 C. Pada suhu yang lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu optimum, metabolisma akan berjalan kurang sempurna bahkan berhenti sama sekali pada suhu yang terlalu tinggi atau terlalu o
rendah. Setiap penurunan 8 C pada suhu penyimpanan, metabolisme berkurang setengahnya. Penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan tersebut karena aktivitas respirasi menurun dan menghambat aktivitas mikroorganisme. Penyimpanan dingin tidak membunuh mikroba, tetapi hanya menghambat aktivitasnya. Selain itu, pada minggu ketiga terlihat buncis tanpa perlakuan dipotong – potong ( utuh ) sudah membusuk. Hal ini dapat di sebabkan oleh dua kemungkinan yaitu pada buncis tanpa perlakuan ini air yang ada lebih banyak sehingga mikroba pembusuk akan lebih banyak terdapat pada media yang mengandung banyak air. Banyaknya mikroba pembusuk yang ada didalam kemasan menyebabkan mikroba tersebut akan mendegradasi atau merusak jaringan buncis sehingga bentuk dari buncisnyapun hancur dan buncispun menjadi busuk. 3.2.1.2 Pengemasan Vakum o
3.2.1.2.1 Penyimpanan 10 C o
Hasil pengamatan pengemasan vakum pada suhu 10 C, buncis dengan perlakuan dipotong – potong potong pada minggu pertama memiliki warna yang tetap (normal), tetapi tekstur menjadi agak keras dan kemasan menjadi berembun. Pada minggu kedua, teksturnya menjadi agak keras, warna masih normal berwarna hijau buncis, dan terdapat kapang. Pada minggu ketiga, teksturnya normal dan warnanya agak cerah dari warna buncis normal. Buncis tanpa perlakuan di potong – potong dengan kemasan vacum dan o
disimpan pada suhu 10 C. Pada minggu pertama, warna dari buncis masih normal berwarna hijau buncis, tetapi tekstur menjadi agak keras dan kemasan menjadi berembun. Pada minggu kedua, teksturnya agak keras dan timbul bercak coklat. Pada minggu ketiga, tekturnya menjadi keras dan warnanya masih normal tetapi terdapat bercak coklat pada permukaan buncis dan buncis menjadi berair. Dari penjabaran diatas terlihat bahwa warna hijau dari buncis masih terjaga Hal ini dikarenakan pada pengemasan dengan cara pengemasan vakum
mempunyai kadar O 2 rendah. Kadar O2 yang rendah ini dapat menyebabkan laju respirasi dan oksidasi subtrat menurun dan mengakibatkan CO 2 turun, pematangan pematangan tertunda, perombakan klorofil tertunda, produksi C2H4 rendah, laju pembentukan pembentukan asam askorbat berkurang, berkurang, laju degradasi senyawa senyawa pektin terlambat, perbandingan perbandingan asam-asam lemak jenuh jenuh berubah, pembusukan pembusukan berkurang, tetapi tekstur dari buncis juga menjadi lebih keras. Hal ini dikarenakan buncis mengandung cukup banyak air sehingga ketika disimpan pada suhu rendah, air yang terkandung dalam buncis akan berikatan dengan suhu dingin sehingga tekstur dari buncis menjadi lebih keras. Selain kedua hal tersebut perubahan juga tampak pada kemasan. Kemasan yang sebelumnya tidak berembun menjadi berembun. Hal ini dikarenakan ketika produk dengan kemasannya dimasukkan kedalam refrigerator dengan suhu rendah, baik kemasan ataupun produk terkena udara dingin dan menyebabkan air yang ada di buncis terikat dengan udara panas. Ketika produk dikeluarkan dari refrigerator, air yang terikat tersebut akan menguap karena terkena panas dari lingkungan. Hal tersebut menyebabkan menyebabkan kemasan menjadi berembun. Dari penjabaran juga terlihat pada permukaan buncis yang dipotong – potong terdapat bercak berwarna coklat, tetapi menurut literatur bintik tersebut seharusnya tidak ada karena suhu optimam penyimpanan buncis adalah 7,5 – o
10 C. Hal tersebut kemungkinan karena suhu penyimpanan buncis terlalu rendah o
yaitu di bawah 7,5 C menurut literatur bila buncis disimpan dibawah suhu optimumnya akan menyebabkan buncis tersebut menjadi bopeng, lembek dan kemerah – merahan. o
3.2.1.2.2 Penyimpanan 30 C o
Selain disimpan pada suhu 10 C buncis yang dikemas dengan cara vacum o
di simpan juga pada suhu 30 C. Buncis dengan perlakuan dipotong – potong pada minggu pertama, tekstur buncis menjadi agak lembek dan warnanya menjadi gelap. Pada minggu kedua, teksturnya agak lembek, warnanya agak gelap dan berbau busuk. Pada minggu ketiga, teksturnya menjadi sangat lembek, warnanya menjadi agak gelap dan berair Buncis tanpa perlakuan dipotong – potong, pada minggu pertama tekstur dari buncis menjadi sangat lembek, warnanya menjadi hijau gelap dan bentuk dari
buncis menjadi hancur dan berair. Pada minggu kedua, teksturnya normal, dan berbau sangat busuk. Pada minggu ketiga, tekstur sangat lembek, warna hijau gelap dan bentuk buncis menjadi hancur. Dari penjabaran diatas terlihat pada buncis yang dipotong – potong potong pada minggu ketiga menjadi berair. Hal ini dikarenakan buncis ketika di kemas masih mengalami proses respirasi dan proses respirasi ini menghasilkan air air dengan reaksi C6H12O6 + 6 O2
6 CO2 + 6H2O + Energi
Dari data diatas terlihat warna pada minggu pertama hijau gelap sedangkan sedangkan
pada minggu ketiga warnanya warnanya menjadi hijau agak agak gelap. Padahal Padahal
seharusnya warna dari buncis semakin lama akan semakin gelap. Hal ini dikarenakan pigmen klorofil larut dalam air yang dihasikan pada proses transpirasi. Hal tersebut bisa terjadi karena 2 hal, yaitu penyebab yang pertama adalah buncis yang diamati pada minggu pertama dan minggu kedua berbeda dan penyebab kedua karena orang yang mengamati buncis tersebut berbeda sehingga persepsi warna dari orang yang mengamati berbeda. Sama halnya pada buncis yang di kemas dengan cara non vacum buncis yang dikemas dengan cara vacum juga menimbulkan bau busuk. Bau tersebut berasal dari hasil metabolisme dari mikroba yang tumbuh pada kemasan. 3.2.2 Tempe
Pada praktikum kali ini tempe digunakan sebagai sampel yang diberi dua perlakuan yaitu dikemas dengan kemasan vakum dan kemasan non vakum pada o
o
suhu yang berbeda (suhu 10 C dan 30 C). Pada minggu pertama kemasan vakum o
pada suhu 10 C, tempe yang dipotong-potong terlihat bahwa tekstur dan warna tempe masih seperti biasa atau atau normal tetapi kapang berkurang. berkurang. Sedangkan tempe o
yang utuh pada kemasan vakum suhu 10 C tekstur masih normal dan warna agak cerah serta kapang yang terdapat pada tempe masih tetap. Pada minggu kedua tempe yang dipotong-potong mempunyai tekstur dan warna masih tetap noramal dan memiliki sedikit kapang (hifa) sedangkan tempe yang utuh tekstur masih tetap t etap normal, tetapi warna sudah tidak normal lagi (agak cerah) dan kapang masih ada yang tumbuh. Pada minggu ketiga tempe yang dipotong-potong tekstur lembek dan kapang sudah hilang sedangkan tempe yang utuh tempe juga lembek (lebih lembek dari tempe yang dipotong-potong).
Dari hal ini dapat dikatakan bahwa tempe yang dipotong-potong lebih bagus mutu yang dihasilkan karena tempe yang dipotong-potong lebih memiliki permukaan yang lebih luas sehingga lebih dapat mempertahankan mutunya. Sama o
halnya dengan kemasan non vakum pada suhu 10 C. pada mingu pertama tempe yang yang dipotong-potong memiliki tekstur yang agak keras dan warna cerah serta memiliki kapang sedangkan pada tempe yang utuh masih sama dengan yang dipotong-potong tetapi terdapat bintik hitam pada tempe. Pada minggu kedua tempe yang dipotong-potong tekstur agak keras dan warna agak cerah serta tidak memiliki kapang sedangkan pada tempe yang utuh tekstur berubah menjadi lembek dan warna cerah serta masih terdapat kapang. Pada minggu ketiga tempe yang dipotong sudah tidak memiliki kapang dan yang utuh masih terdapat kapang (jumlahnya sangat sedikit). o
Sedangkan pada kemasan vakum suhu 30 C pada minggu pertama tempe yang dipotong-potong tekstur masih agak keras tetapi pada tempe yang utuh sudah mulai lembek. Pada minggu kedua tempe yang dipotong-potong sudah mulai lembek dan kapang mulai hilang sedangkan sedangkan pada tempe yang utuh bentuk bentuk mulai lembek dan bentuknya sudah tidak utuh lagi. Pada minggu ketiga tempe yang dipotong-potong dipoton g-potong memiliki aroma bau busuk
dan pada tempe yang utuh o
aromanya sangat bau busuk. Sedangkan pada kemasan non vakum 30 C, pada minggu pertama pertama tempe yang dipotong-potong
tekstur hancur hancur dan hifa telah
hilang, tempe yang utuh hifa juga telah hilang. Pada minggu kedua tempe yang dipotong-potong aromanya bau busuk dan pad tempe yang utuh bentuknya sudah tidak utuh lagi dan lembek. Pada minggu ketiga tempe yang dipotong-potong lembek dan berbau, tempe yang utuh sangat lembek dan berbau busuk. Dari ini, dapat dilihat bahwa tempe memiliki tingkat kesegaran berbeda dalam tiap penyimpanan. Menurut (Fardiaz, 1992) tempe yang segar memiliki kadar air dan aktivitas air yang tinggi. Kadar air tempe segar berkisar antar 64,77 sampai 65,52% sedangkan aktivitas airnya berkisar antara 0,948 sampai 0,959. Kadar air dan nilai aktivitas air yang tinggi tersebut berpotensi untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme. Pada umumnya bakteri pembusuk dapat tumbuh pada aw minimal 0,91 dan kapang pembusuk dapat tumbuh pada aw 0,80.
Jika dilihat perbandingan kualitas mutu yang dihasilkan pada kedua kemasan yang digunakan maka dapat dikatakan bahwa kemasan vakum lebih memiliki kualitas yang lebih baik dalam mempertahankan kualitas. Karena kemasan yang menggunakan kemasan vakum (mengeluarkan udara dari dalam kemasan) maka ketersediaan udara (khususnya oksigen) akan berkurang. Dengan tidak adanya oksigen ini maka kerusakan-kerusakan akan diperlambat, sehingga kualitas serta umur simpan menjadi lebih lama (Syarief et all, 1999). Selain itu, dari suhu yang digunakan, maka dapat di katakan bahwa suhu yang cocok digunakan untuk penyimpanan bahan pangan adalah pada suhu yang o
o
rendaa yaitu 10 C. Karena dibandingkan suhu 30 C (suhu ruang) tidak dapat menjamin kualitas yang baik. Karena pada suhu ruang masih banyak mikroba yang dapat tumbuh yang akhirnya kan mempengerahui penyimpanan bahan pangan tersebut. Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasikomponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi. Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang merata pada permukaannya, memiliki stuktur yang homogen dan kompak, serta berasa, berbau dan beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang basah, struktur tidak kompak, adanya bercak bercak hitam, adanya bau amoniak dan alkohol,serta beracun (Astawan, 2004). Daya tahan tempe juga dipengaruhi oleh temperatur ruang tempat penyimpanan. Padasuhu rendah, proses metabolisme peragian lanjut akan terhambat, misalnya di dalam lemari pendingin. Tempe dapat tahan disimpan selama 3 hari tanpa adanya perubahan warna danrasa. Namun, pada hari kelima, warna akan berubah menjadi kekuning-kuningan dan rasa busuk akan mulai muncul (Suprapti, 2003). 3.2.3 Bakso
Definisi bakso menurut Standar Nasional Indonesia (1995) adalah produk makanan berbentuk bulat yang diperoleh dari campuran daging ternak dan bakso merupakan bahan pangan buatan. Bakso dikemas vakum dan non vakum dengan dua bentuk, yaitu utuh dan terpotong-potong.
3.2.3.1 Pengamatan Minggu Pertama 0
Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 10 C, kemasan non vakum bakso yang dipotong-potong memilki tekstur bakso normal, warna bakso normal, dan terdapat bintik hitam yang terbentuk pada bakso, sedangkan pada bakso yang utuh tanpa pelakuan memiliki tekstur bakso keras, warna bakso normal, bau busuk, dan terdapat bercak putih pada bakso. Pada pengemasan bakso vakum, dengan perlakuan bakso yang terpotong-potong terjadi tekstur agak keras, warna normal, dan kemasan berembun, sedangkan pada bakso yang utuh tanpa pelakuan terjadi tekstur bakso agak keras, warna normal, dan kemasana berembun (terjadi perubahan yang sama dengan bakso yang dilakukan pelakuan). 0
Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 30 C, kemasan non vakum, bakso yang dipotong-potong
memiliki tekstur tekstur agak agak lembek, lembek, warna warna normal, normal,
terdapat bercak putih dan bercak hitam sedangkan pada bakso utuh yang tanpa perlakuan memiliki tekstur bakso normal, warna normal, bau busuk dan terdapat bercak putih. Pada pengemasan bakso dikemas dengan cara vakum, bakso yang dipotong-potong memiliki tekstur normal, warna normal, tetapi timbul kapang pada bakso tersebut, sedangkan pada bakso utuh terjadi tekstur bakso normal, warna normal, dan timbul kapang berupa bercak putih. Perbedaan Perubahanperubahan yang terjadi disebabkan oleh bakso dikemas dengan cara yang berbeda (non vakum dan vakum). 3.2.3.2 Pengamatan Minggu Ke Dua 0
Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 10 C, kemasan non vakum bakso yang dipotong-potong memilki tekstur bakso agak keras, dan warna bakso agak cerah, sedangkan pada bakso yang utuh tanpa perlakuan memiliki tekstur bakso sangat keras, warna bakso normal, tapi terdapat kapang dan berair. Pada pengemasan bakso vakum, dengan perlakuan bakso yang dipotong-potong memiliki tekstur lembek, warna masih normal, dan terdapat kapang sedangkan pada bakso yang utuh tanpa pelakuan memiliki tekstur bakso sangat keras, dan warnanya masih normal warna bakso. 0
Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 30 C, kemasan non vakum, bakso yang yang dipotong-potong dipotong-potong memiliki tekstur keras, keras, warna normal, bau bakso normal dan berair, sedangkan pada bakso utuh yang tanpa perlakuan terjadi
tekstur bakso sanagt keras, warna agak cerah, bau busuk dan terdapat kapang berupa bercak putih. Pada pengemasan bakso dikemas dengan cara non vakum, dengan perlakuan bakso yang dipotong-potong memiliki tekstur normal, warna agak cerah, dan bau normal dan berair, sedangkan pada bakso utuh terjadi tekstur bakso normal, warna agak cerah, timbul kapang berupa bercak putih dan berbau busuk. Perbedaan Perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan oleh bakso dikemas dengan cara yang berbeda (non vakum dan vakum) dn waktu penyimpanan lebih lama yaitu selama 14 hari, oleh karena itu terjadi tekstur yang keras karena bakso mengabsorbsi oksigen yang ada suhu penyimpanan nya. 3.2.3.3 Pengamatan Minggu Ke Tiga 0 Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 10 C, kemasan non vakum bakso
yang dipotong-potong memilki tekstur bakso keras, dan warna bakso agak cerah, sedangkan pada bakso yang utuh tanpa perlakuan terjadi tekstur bakso sangat keras, warna bakso normal, tapi terdapat kapang. Pada pengemasan bakso dikemas vakum, dengan perlakuan bakso yang dipotong-potong memiliki tekstur normal, dan warna normal, sedangkan pada bakso yang utuh tanpa pelakuan terjadi tekstur bakso sangat keras, dan warna normal. 0
Pada pengamatan minggu ketiga juga tapi disimpan pada suhu 30 C dikemas dengan cara non vakum, dengan perlakuan bakso yang dipotong-potong memiliki tekstur lembek, warna agak gelap, dan kapang semakin banyak atau kapang semakin berkembang biak, sedangkan pada bakso utuh yang tanpa perlakuan terjadi tekstur bakso menjadi lembek, warnanya agak gelap, terdapat lebih banyak kapang. Pada pengemasan bakso dikemas dengan cara vakum, dengan perlakuan bakso yang terpotong-potong terjadi tekstur lembek, warna normal, dan berkapang tetapi tidak banyak seperti pada kemasan non vakum, sedangkan pada bakso utuh terjadi tekstur bakso sanagt keras, warna agak gelap, dan berkapang. Perbedaan Perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan oleh bakso dikemas dengan cara yang berbeda (non vakum dan vakum). Dan waktu penyimpanan yang lebih lama selama 3 minggu yang akan menyebabkan pertumbuhan kapangnya akan semakin berkembang biak atau akan semakin banyak dan hal ini dapat merusak mutu dari aksi tersebut.
Dapat terlihat bahwa berdasarkan perubahan tekstur yang terjadi pada bakso yang dikemas dengan cara non vakum cenderung keras karena bakso dapat mengikat udara. Sedangkan pada bakso dikemas dengan cara vakum teksturnya lebih kenyal atau lembek karena karakteristik pada bakso itu dapat dijaga dengan tidak adanya kandungan udara yang terdapat pada kemasan. Pada perubahan warna yang terjadi pada bakso yang dikemas non vakum lebih cepat terjadi perubahan warnanya karena teroksidasi oleh oksigen dalam udara, sedangkan pada kemas vakum, warna bakso masih relatif normal karena pada kemasan vakum tidak ada oksigen yang terdapat pada kemasan. Bau tengik yang terjadi bada bakso disebabkan oleh terdegradasinya lemak pada bakso oleh oksigen. Kapang yang terbentuk pada bakso yang dikemas dengan cara non vakum lebih banyak tumbuh karena adanya udara pada kemasan dan adanya protein yang terdegradasi sehingga kapang dapat tumbuh, sedangkan pada bakso yang dikemas dengan cara vakum pertumbuhan kapang lebih sedikit karena tidak terdapat oksigen pada kemasan. Dilihat dari perubahan setiap minggu pada suhu ruang lebih cepat rusak dibandingkan dengan suhu refrigerator baik kemasan vakum atau non vakum, karena pada suhu refrigerator nilai aW sangat rendah jadi pertumbuhan mikroba bisa ditekan daripada di suhu ruang selain itu kelembapan juga sangat rendah.kerusakan terjadi karena ada pertumbuhan kapang. Kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum untuk 0
kebanyakan kebanyakan kapang adalah 25-30 C ( Fardiaz 1992 ). Pada pertumbuhannya kapang membuntuhkan oksigen karena kapang bersifat aerobik, pada kemasan vakum tetap terjadi pertumbuhan kapang namuin pertumbuhan hanya ditekan agar tidak tumbuh lebih cepat dari kemasan non vakum. Pada bakso banyak ditumbuhi kapang karena kapang dapat menggunakan komponen makanan sederhana hingga yang kompleks. Oleh karean itu kapang dapat tumbuh pada makanan-makanan yang mengandung pati, pektin, protein dan lipid (Fardiaz, 1992). Semakin besar luas permukaan bahan pangan, semakin cepat perubahan yang terjadi. 3.2.4 Bolu
Bolu gulung yang digunakan pada praktikum kali ini menggunakan kemasan vakum dan non vakum. Bolu gulung dari setiap perlakuan digunakan
bolu yang dipotong-potong dan yang masih berbentuk utuh. Bahan yang digunakan untuk membuat bolu gulung tersebut diantaranya adalah telur, vanili, tepung terigu, tepung meizena, susu bubuk. Biasanya pada bolu gulung digunakan selai buah untuk setiap lapisan sebelum digulung. Umur simpan bolu gulung biasanya tidak lebih dari 2 minggu pada suhu kamar. Bolu merupakan bahan makanan yang memiliki kadar air yang tinggi. Dari kandungan yang dimiliki oleh bolu gulung dapat terlihat ketengikan yang terjadi. 3.2.4.1 Pengamatan Minggu Pertama
Dari percobaan umur simpan ini, pada minggu pertama bolu yang tidak mengalami proses vakum dan bentuknya dipotong-potong disimpan di suhu 10°C teksturnya masih normal, warnanya normal dan aromanya masih normal seperti bolu lapis yang masih baru. Hal ini terjadi karena bolu tersebut disimpan di suhu rendah dan umur simpan pada bolu masih belum lama. Demikian juga dengan bolu yang disimpan dengan bentuk masih utuh tanpa dipotong-potong warna, tekstur dan aroma masih normal dan di dalam kemasan ada sedikit air. Sedangkan pada bolu gulung yang dikemas vakum dan disimpan disuhu 10°C baik yang dipotong-potong ataupun yang tidak warna dan aromanya masih tetap normal tetapi tekstur bolu agak lebih keras. Terjadinya terkstur yang agak keras ini kemungkinan karena proses pengemasannya yang vakum karena tidak adanya kandungan oksigen didalam kemasan. Sedangkan kemasan plastiknya lebih berembun, hal ini karena penyimpana produk di suhu rendah. Pada penyimpana dengan suhu 30°C perubahan yang terjadi tidak terlalu berbeda dengan suhu 10°C. Pada kemasan non vakum yang dipotong-potong tekstur, warna dan aromanya masih normal tetapi pada bolu sudah terlihat ada bercak putih yang terdapat pada bagian dasar bolu gulung tersebut. Pada bolu yang berbentuk utuh tekstur, aroma dan warna masih sama dengan bolu yang dipotong-potong tetapi penampakan yang terjadi pada dasar bolu bukan bintik putih melainkan bintik hitam. Bintik-bintik yang terdapat pada dasar bolu ini kemungkinan sudah mulai tumbuhnya kapang pada bolu tersebut. Dengan suhu yang tinggi kemungkinan tumbuhnya kapang akan semakin besar. Sedangkan pada bolu yang dikemas vakum, baik dengan bentuk utuh ataupun yang sudah dipotong-potong, teksturnya sudah mulai agak lembek, aroma sudah tercium bau
tidak enak tetapi warna dasar pada roti tersebut masih normal. Dari penampakan yang terjadi pada bolu yang dipotong-potong terdapat bintik hitam sedangkan pada bolu yang utuh terdapat bintik hijau tua menandakan bolu tersebut sudah mulai berjamur. Mulai tumbuhnya jamur tersebut disebabkan penyimpanan tersebut pada suhu tinggi sehingga kapang atau jamur semakin mudah untuk tumbuh dan kandungan air di dalam kemasan tersebut lebih banyak dibandingkan dengan bolu yang disimpan di suhu rendah. 3.2.4.2 Pengamatan Minggu Ke Dua
Setelah dua minggu penyimpanan, kembali dilakukan pengamatan terhadap produk yang sama. Setelah melakukan pengamatan dapat dilihat perubahan yang terjadi dari minggu pertama ke minggu kedua. Dari bolu yang dikemas non vakum dengan suhu 10°C warna, aroma dan tekstur masih normal tetapi sudah mulai terjadi pertumbuhan kapang dibagian dasar bolu tersebut dan bagian kemasan sudah mulai mengembung. Hal ini terjadi karena terdapat uap didalam kemasan kemasan tersebut. Sedangkan dengan dengan bolu yang dikemas vakum warna warna dan teksturnya sama dengan non vakum, tetapi terdapat bintik hitam disetiap perlakuan. Bintik hitam disini bukan kapang, melainkan butiran slai yang mulai mencair. Sedangkan bolu yang disimpan di suhu 30°C dengan perlakuan bolu dipotong-potong tekstur dan warna bolu masih normal tetapi aroma yang ditimbulkan bolu sudah mulai tengik. Hal ini terjadi karena adanya penguapan dari bolu tersebut, sehingga mengeluarkan aroma yang mulai tengik. Aroma asli yang dimiliki oleh bolu juga memang ada aroma alkoholnya, sehingga bolu tersebut mudah menghasilkan aroma tengik. Pada bolu yang dikemas vakum dengan bentuk utuh teksturnya tetap normal namun warna yang dimiliki sudah mulai gelap. Tetapi aroma yang dihasilkan sama dengan bolu yang dipotongpotong sudah muali tercium bau tengik. Sedangkan pada bolu yang dikemas non vakum, bolu yang dipotongpotong maupun yang berbentuk utuh sama-sama memiliki tekstur dan warna normal. Pada bolu yang dipotong-potong aromanya agak tengik tetapi yang bentuknya masih utuh aroma tengiknya sudah mulai kuat. Aroma tengik yang muncul dari bolu tersebut dikarenakan penguapan yang terjadi di dalam kemasan
tersebut, sehingga bolu tersebut mengeluarkan aroma tengik, sedangkan aroma tengik yang kuat pada bolu berbentuk utuh dikarenakan bagian bolu tidak hancur, sehingga ketengikan akan semakin kuat. 3.2.4.2 Pengamatan Minggu Ke Tiga
Setelah pengamatan minggu kedua, kemudian produk tersebut disimpan kembali dengan suhu yang sudah ditentukan. Setelah satu minggu selanjutnya kemudian dilakukan pengamatan kembali dengan hasil perubahan yang semakin telihat. Pada bolu gulung dengan kemasan non vakum pada suhu 10°C tekstur bolu yang dipotong maupun yang utuh tetap normal tetapi warna yang ditimbulkan menjadi agak lebih cerah dan aroma yang ditimbulkan juga masih normal meskipun sudah mulai hilang aroma khas bolu gulung tersebut. Kemudian kemasan yang derlihat juga menjadi kembung. Hal ini dikarenakan adanya penguapan yang terjadi pada kemasan tersebut. Karena udara yang terperangkap didalam kemasan tersebut tidak dapat keluar dan terjadi penguapan udara didalam kemasan tersebut. Sedangkan Sedangkan pada kemasan vakum terjadi perubahan yang sangat terlihat. Dari bolu yang dipotong-potong dapat dilihat teksturnya menjadi lembek dan warnanya juga agak cerah. Hal ini terjadi karena tidak adanya udara didalam kemasan tersebut. Di bagian bolu juga terlihat bintik hitam, kemungkinan ini adalah sudah mulainya tumbuh kapang didalam bolu tersebut. Sedangkan untuk bolu dengan bentuk utuh tekstur nya agak lembek tetapi tidak sama dengan bolu yang dipotong-potong tetapi aroma dan warnanya sama dengan bolu yang dipotong-potong. Dibagian bolu juga sama halnya dengan bolu sebelumnya, terlihat bintik hitam yang kemungkinan ini adalah pertumbuhan kapang yang sudah mulai terjadi pada bolu gulung tersebut. Pertumbuhan kapang ini disebabkan tidak adanya udara didalam kemasan tersebut, sehingga pertumbuhan kapang mungkin terjadi, dan dapat terlihat kandungan air yang muncul dibagian dasar bolu sudah muali terlihat. Pada bolu yang disimpan di suhu 30°C dengan kemasan non vakum bolu yang dipotong-potong terlihat perubahan pada teksturnya menjadi lembek dan warnanya mulai gelap. Aroma dari bolu tersebut juga sudah bau busuk. Pada bagian dasar bolu tumbuh kapang berwarna hijau. Hal ini karena suhu yang
digunakan adalah suhu tinggi, dimana kapang mudah tumbuh di suhu tinggi. Sedangkan untuk bolu yang bentuk utuh tekstur dan warna sama dengan bolu yang dipotong-potong. Tetapi bintik hijau yang terdapat ada bagian bolu sudah mulau menyebar. Hal ini terjadi karena bentuk dari bolu tersebut tidak rusak sehingga pertumbuhan kapang yang terjadi semakin banyak dan mulai menyebar. Sedangkan pada bolu yang dikemas vakum dengan perlakuan bolu dipotongpotong teksturnya agak lembek dan aroma yang muncu sudah muali bau tengik. Warna dari bolu tersebut agak gelap. Hal ini terjadi karena dalam kemasan tersebut tidak terjadi pergantian udara, sehingga udara yang ada dalam kemasan tersebut menimbulkan aroma tengik dan warna semakin gelap. Dibagian dasar bolu juga terdapat bercak hijau yang kemungkinan adalah adanya pertumbuhan kapang yang semakin banyak. Begitu juga dengan bolu yang disimpan dengan bentuk utuh. Tekstur dan warna yang terjadi sama dengan bolu yang dipotong. Tetapi aroma yang ditimbulkan semakin tercium kuat aroma tengiknya dan penyebaran penyebaran bintik hijau yang ternaya itu adalah kapang semakin menyebar.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kemasan vakum dan kemasan non vakum memiliki perbedaan dalam jumlah kadar O2 yang tersedia dalam kemasan. Kemasan vakum lebih dapat mencegah kerusakan dibandingkan dengan kemasan non vakum. Selain metode pengemasan, suhu penyimpanan akan mempengaruhi jenis mikroba dan pertumbuhan mikroba pada bahan. Buncis, tempe, bolu, dan bakso lebih cepat mengalami perubahan mutu atau kerusakan pada kemasan yang dikemas secara non vakum. Bahan yang tanpa dipotong lebih cepat mengalami kerusakan pada o
o
suhu 30 C dibandingkan dengan bahan yang dipotong-potong. Pada suhu 10 C, Buncis, tempe, bolu, dan bakso yang tanpa dipotong memiliki ketahanan dan kualitas yang lebih baik dibandingkan dibandingkan dengan bahan yang dipotong-potong. Suhu optimum penyimpanan untuk kemasan vakum dan non vakum adalah pada suhu o
rendah 10 C. 4.2 Saran
Setiap kemasan yang dikemas secara vakum ataupun non vakum memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, bahan atau produk yang akan dikemas disesuaikan dengan sifat kemasan. Jika metode pengemasan dipilih dan dilakukan secara tepat, maka kerusakan yang akan timbul pada bahan dapat diminimalisir dengan baik sehingga bahan atau produk memiliki umur simpan yang lebih lama. Pada saat penyimpanan, bahan atau produk harus disimpan pada suhu yang sesuai. Hal ini dilakukan karena setiap bahan atau produk membutuhkan kelembaban (RH) yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Kerusakan bahan pangan. http://foodsciencetech46.wordpress.com [20 Mei 2012] Anonim. 2010. Mesin pengemas vakum. http://www.situsmesin.com [21 Mei 2012] Anonim. 2010. Teknologi pengawetan bahan http://www.labfpuwg.files.wordpress.com [20 Mei 2012]
segar.
Fardiaz, D. 1996. Sterilisasi dan Keamanan Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Ibin. 2012. Pengaruh suhu pengemasan terhadap umur simpan roti. http://rubikarubika.blogspot.com [21 Mei 2012] Dracaena angustifolia Roxb). Roxb). http://ritariata.blogspot.com Rita. 2010. Daun suji ( Dracaena [20 Mei 2012]
Rudi.
2012. Pengemasan vakum produk http://rudiriyantoblog.blogspot.com [20 Mei 2012]
perikanan
segar.
Syarief R, dkk. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala.
LAMPIRAN Lampiran 1. SNI Tabel 13. Syarat Mutu Buncis
No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Uji Keseragaman warna & bentuk. Keseragaman Keseragaman ukuran. Kadar kotoran (bb/bb) Kadar air Buncis cacat (bb/bb) Ketuaan buncis Kerusakan Kulit Buah
Satuan
Persyaratan % % % %
seragam seragam 2 11 Maks. 2,5 Maks. 2,5 kulit buah utuh
Tabel 14. Syarat Mutu Bakso Sapi No
1.
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan 1.1 Bau
-
normal,
1.2 Rasa
-
daging
1.3 Warna
-
gurih
1.4 Tekstur
-
normal
Khas
kenyal 2.
Air
% b/b
maks 70,0
3.
Abu
% b/b
maks 3,0
4.
Protein
% b/b
min 9,0
5.
Lemak
% b/b
min 2,0
6.
Boraks
-
Tidak boleh ada
7.
Bahan tambahan makanan
sesuai dengan SNI 01-0222-1987 dan revisinya
8.
Cemaran logam 8.1 Timbal (Pb)
mg/kg
maks 2,0
8.2 Tembaga (Cu)
mg/kg
maks 20,0
8.3 Seng (Zn)
mg/kg
maks 40,0
8.4 Timah (Sn)
mg/kg
maks 0,03
9.
8.5 Raksa (Hg)
mg/kg
maks 1,0
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
maks 1,0
10.1 Angka lempeng total
Koloni/g
maks 1 x 10
10.2 Bakteri bentuk coli
APM/g
maks 10
10.3 Escherichia coli
APM/g
<3
10.4 Enterococci
Koloni/g
maks 1x 10
3
10.5 Clostridium perfingens
Koloni/g
maks 1x 10
2
10.6 Salmonela
-
negatif
10.7 Staphylococcus Aureus
Koloni/g
maks 1x 10
10. Cemaran Mikroba 5
2
Tabel 15. Syarat Mutu Bolu
Persyaratan No
Kriteria uji
1
Keadaan
1.1
Kenampakan
satuan
-
Roti Tawar
Roti manis
Normal tidak Normal tidak berjamur
berjamur
1.2
Bau
-
Normal
Normal
1.3
Rasa
-
Normal
Normal
2
Air
%b/b
Maks 40
Maks40
3
Abu
Maks 1
Maks 3
Maks 3,0
Maks 3,0
(tidak %b/b
termasuk garam) dihitung dasar
atas bahan
kering 4
Abu yang tridak %b/b larut asam
5
NaCl
%b/b
Maks 2,5
Maks 2,5
6
Gula jumlah
%b/b
-
Maks 8,0
7
Lemak
%b/b
-
Maks 3,0
8
Serangga/belatung -
Tidak boleh Tidak boleh
9
Bahan
tambahan
ada
ada
makanan 9.1
Pengawet
9.2
Pewarna Sesuai dengan SNI
9.3
Pemanis buatan
01-0222-
9.4
Sakarin siklamat
1995
10
Cemaran logam
10.1
Raksa (Hg)
mg/kg
10.2
Timbal (Pb)
mg/kg
10.3
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks 0,05
maks 1,0
10.4
Seng (Zn)
mg/kg
Maks 1,0
maks 10,0
11
Cemaran
mg/kg
Maks 10,0
maks 40,0
(As)
Maks 40,0
maks 0,5
12
Cemaran
Maks 0,5
12.1
mikroba: Angka
arsen
negatif Negatif
maks 0,05 maks 0,05
koloni/gram lempeng
maks 10
12.2
total
APM/gram
12.3
E.Coli
Koloni/gram
Kapang
Maks 10
6
6
<3 <3 Maks 10
Maks 10
4
4
. Tabel 16. Syarat Mutu Tempe
No 1.
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1. Keadaan 1.1 Bau
-
normal, khas
1.2 Warna
-
normal
1.3 Rasa
-
normal
2.
Kadar air
% b/b
maks 65
3.
Kadar abu
% b/b
maks 1,5
4.
Kadar Lemak
% b/b
min 10
5.
Kadar protein (N x 6,25)
% b/b
min 16
6.
Kadar serat kasar
% b/b
min 2,5
7.
Cemaran logam 7.1 Kadium (Cd)
mg/kg
maks 0,2
7.2 Timbal (Pb)
mg/kg
maks 0,25
7.3 Timah (Sn)
mg/kg
maks 40
7.4 Merkuri (Hg)
mg/kg
maks 0,030
8.
Cemaran Arsen (As)
Mg/kg
maks 0,25
9.
Cemaran mikroba 9.1 Bakteri cilifrom
APM/ g
maks 10
9.2 Salmonela sp.
-
negatif/25 g
Lampiran 2. Pengamatan Minggu ke 1
o
Gambar 1. Non Vakum 10 C
o
Gambar 3. Vakum 10 C
o
Gambar 2. Non Vakum 30 C
o
Gambar 4. Vakum 30 C
Lampiran 3. Pengamtan minggu ke 2
o
Gambar 5. Non Vakum 10 C
o
Gambar 7. Vakum 10 C
o
Gambar 6. Non Vakum 30 C
o
Gambar 8. Vakum 30 C
Lampiran 4. Pengamatan minggu ke 3
o
Gambar 9. Non Vakum 10 C
o
Gambar 10. Non Vakum 30 C
\
o
Gambar 11. Vakum 10 C
o
Gambar 12. Vakum 30 C
Gambar 13. Mesin Pengemas vakum