Ahmad Sahidin 1
WAHABI DAN AJARANNYA PENGIKUT Wahabi atau kaum Wahabiyah dalam pergaulan mengaku sebagai ahlu tauhid dan Ahlussunnah. Kaum Wahabiyah dalam praktik ibadah dan perilaku keagamaan sangat berbeda dari kaum Sunni, bahkan menentang tradisi keagamaan aliran Sunni, Syiah, dan kaum sufi. Yang menarik dalam sebuah muktamar yang dihadiri lebih dari 200 ulama Ahlussunah wal Jamaah, dengan tempat di Chehnya, bahwa aliran Wahabi tidak masuk dalam Ahlussunnah.1 Wahabi dinisbatkan pada Muhammad bin Abdul Wahab. Ia lahir diperkampungan Uyainah, Najad (Saudi Arabia), pada 1111 Hijriah/1700 Masehi dan meninggal dunia di Daraiyyah pada 1206 Hijriah/1792 Masehi. Ketika Muhammad bin Abdul Wahab di Madinah, para gurunya merasa khawatir karena muridnya itu sering mengeluarkan pernyataan-pernyataan berisi hujatan terhadap ulama yang berbeda paham dengannya. Muhammad bin Abdul Wahab belajar di Makkah dibimbing oleh Muhammad Sulaiman AlKurdi, Abdul Wahab (bapaknya), dan Sulaiman bin Abdul Wahab (kakaknya). Muhammad bin Abdul Wahab merantau ke Bashrah dan Baghdad. Ketika pulang ke kampungnya, Muhammad bin Abdul Wahab melihat masyarakat yang gemar melakukan amalan dan ibadah yang tidak dicontohkan Rasulullah saw. Muhammad bin Abdul Wahab menganggap amalan dan ibadah yang dilakukan pengikut mazhab Sunni, Syiah, Mutazilah, dan tarekat-tarekat Sufi bertentangan dengan Al-Quran dan Sunah Rasulullah saw. Kemudian merasa terpanggil untuk mengembalikan orang-orang Islam kepada ajaran Al-Quran dan Sunah Rasulullah saw. Dakwah yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab menuai protes sehingga pindah ke desa sebelah utara Riyadh. Karena tidak memiliki pengikut, Muhammad bin Abdul Wahab bergabung dengan keluarga Kerajaan Muhammad bin Suud. Muhammad bin Abdul Wahab menjadi ulama yang memberikan argumen atau dalil untuk setiap tindakan keluarga Ibnu Suud.
1
Hasil muktamar Ahlussunnah di Chechnya http://ruwaqazhar.com/pernyataan-hasilmuktamar-internasional-ahlussunnah-wal-jamaah-chechnya.html
Ahmad Sahidin 2
Berkat dukungan keluarga Raja Ibnu Suud maka ajaran-ajaran Muhammad bin Abdul Wahab disebarkan di sekitar Riyadh dan Najad.2 Aqidah Wahabi Ajaran aqidah Wahabi yang berasal dari pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab, didasarkan pada definisi tauhid yang terbagi dalam tiga.3 Pertama adalah tauhid rububiyyah bahwa hanya Allah yang memiliki sifat rabb, penguasa dan pencipta dunia, Allah yang menghidupkan dan mematikan. Kedua adalah tauhid asma wa sifat bahwa nama dan sifat Allah yang benar terdapat dalam Al-Quran tanpa disertai upaya untuk menafsirkan dan tidak boleh menerapkan nama dan sifat Allah itu kepada siapa pun selain Allah. Ketiga adalah tauhid al-ibadah bahwa seluruh ibadah ditujukan hanya kepada Allah dan tidak diperbolehkan mengikuti ajaran ibadah yang tidak dicontohkan Rasulullah saw. Wahabi dalam aqidah meyakini bahwa Allah memiliki raga (jism), sifat-sifat Allah sama dengan sifat-sifat manusia (tasybih) seperti duduk di Arasy (tahta) dan turun ke langit dunia. Ulama-ulama Wahabi berkeyakinan bahwa Allah telah menciptakan manusia seperti bentuk dan rupa-Nya sendiri, sama besar dan sama tinggi dengan Nabi Adam as, yaitu 60 hasta.4 Berkaitan dengan Wahabiyah ini, seorang ulama Wahabi bernama Barbahari Al-Hanbali dalam kitab Syarhu As-Sunnah5 (halaman 106) menyatakan bahwa: “Sesungguhnya orang yang menghalalkan sesuatu tetapi berbeda dengan apa yang ada dalam kitab ini (kitab as-sunnah) maka dia tidak beragama dengan agama Allah. Sungguh Allah telah menolak semua (ibadah)nya darinya. Sama seperti seorang hamba yang beriman dengan firman Allah, tetapi dia ragu dengan salah satu hurufnya, maka dia sungguh telah menolak semua firman Allah dan telah kafir.”6 2
Sejarah dari Muhammad bin Abdul Wahabi bisa diaca pada karya Hamid Algar, Wahabisme: Sebuah Tinjauan Kritis (Jakarta: Paramadina, 2008). 3 Hamid Algar, Wahabisme: Sebuah Tinjauan Kritis (Jakarta: Paramadina, 2008) h. 69-70. 4 Pernyataan ini keluar dari Ibnu Baz dalam kitab Majmu Fatawa Allamah Abdul bin Baz. Diterbitkan oleh Dar al-Ifta, jilid 4, fatwa nomor 2331, h. 368. Terjemahannya dapat dibaca pada Syaikh Idahram, Mereka Memalsukan Kitab-kitab Karya Ulama Klasik (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011) h. 241. 5 Kitab ini diterbitkan oleh Dar as-Salaf, Riyadh, Saudi Arabia, cetakan ke-3, 1997. 6 Syaikh Idahram, Mereka Memalsukan Kitab-kitab Karya Ulama Klasik (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011) h. 292.
Ahmad Sahidin 3
Ajaran (mazhab) Wahabi melarang orang-orang Islam membuat bangunan di atas kuburan, melarang orang meminta kepada kuburan Nabi atau sahabat atau ulama, melarang tawasul dan ziarah, melarang peringatan Maulid Nabi dan peringatan Islam lainnya (seperti isra mi’raj, hijrah, nisfu sya’ban, tahlilan, asyura, haul, dan tujuh bulanan). Kaum Wahabi lebih mengutamakan hadis ketimbang penjelasan Al-Quran kecuali kalau arti lahiriah ayatnya mendukung ajaran-ajarannya7dan tidak mengakui ijma (kesepakatan ulama) yang telah disetujui para ulama sebelumnya.8 Ulama Wahabi juga mengharamkan seorang pelajar Islam mempelajari filsafat, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu-ilmu sosial, dan sains modern. Mereka memisahkan ilmu agama dengan ilmu dunia serta tidak mementingkan sains dan teknologi untuk dikembangkan.9 Ulama Wahabi terkenal, yaitu Abdul Karim bin Shalih Al-Hamid dalam kitab Hidayah Al-Hairan fi Mas’alati Ad-Dauran10menyebutkan bahwa bumi yang ditempati manusia tidak berputar karena Allah selalu turun ke langit bumi ini setiap sepertiga malam terakhir, menanti doa hamba-hamba-Nya.11 Ibnu Shalig Al-Hamid mengatakan, “Keyakinan bumi berputar jauh lebih berbahaya dari keyakinan manusia berasal dari kera… Semua dalil dari AlQuran dan Sunah tentang bumi itu berputar adalah takwilan yang sesat.”12 Mungkin sudah menjadi karakter kalau pengikut Wahabi dalam urusan keagamaan dan dakwah mudah mengeluarkan pernyataan yang membuat gerah orang-orang Islam yang bermazhab Syiah, Sunni, dan pengikut tarekat 7
Syaikh Idahram, Mereka Memalsukan Kitab-kitab Karya Ulama Klasik (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011) h. 267. 8 Syaikh Idahram, Mereka Memalsukan Kitab-kitab Karya Ulama Klasik (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011) h. 268-269. 9 Syaikh Idahram, Mereka Memalsukan Kitab-kitab Karya Ulama Klasik (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011) h. 233. 10 Diterbitkan oleh As-Safir, Riyadh, Saudi Arabi. 11 Syaikh Idahram, Mereka Memalsukan Kitab-kitab Karya Ulama Klasik (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011) h. 231. 12 Syaikh Idahram, Mereka Memalsukan Kitab-kitab Karya Ulama Klasik (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011) h. 235-240.
Ahmad Sahidin 4
sufi. Pengikut aqidah Wahabi menyebut bid’ah, kafir, dan musyrik terhadap orang-orang Islam yang menjalankan agama dan ibadah-ibadah yang berbeda dengan keyakinan Wahabi. Meski tidak mengakui taqlid (mengikuti ulama), ulama-ulama Wahabi dalam menjelaskan agama mengambil rujukan dari Ibnu Taimiyyah dalam masalah aqidah dan Ahmad bin Hanbal dalam fikih serta merujuk hadis-hadis Bukhari dan Muslim. Ulama-ulama ternama dari Wahabi yang banyak dijadikan rujukan oleh pengikut Wahabi adalah Ibnu Baz (Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz), Muhammad bin Shalih Utsaimin, Ibnu Khuzaimah, Shalih bin Fauzan, dan Nashiruddin Al-Bani. Ajaran-ajaran berupa pendapat dari Muhammad bin Abdul Wahab kemudian dikumpulkan dalam sebuah buku kecil berjudul Kitab At-Tauhid.13 Orangorang yang beramal dan mengikuti kitab tersebut kemudian dikenal pengikut Muhammad bin Abdul Wahab, yang populer disebut Wahabiyah. Dalam menyebarkan mazhabnya, kaum Wahabi ini tidak segan-segan menggunakan cara yang keras. Ketika memasuki kota Tha`if pada 1924, mereka menjarah warga dan menyeret para hakim agama (qadi), bahkan membunuhnya.14 Mereka juga sempat meratakan kuburan Rasulullah saw, menghancurkan kuburan para sahabat, dan kuburan ulama-ulama. Gerakan penyebaran Wahabi di Arab Saudi termasuk berhasil karena didukung pihak kerajaan Arab Saudi,15bahkan menjadi mazhab resmi.16 Ajaran Wahabi ini mendapat kritik dari keluarga Abdul Wahab, khususnya dari Sulaiman bin Abdul Wahab (kakak Muhammad bin Abdul Wahab) dalam buku As-Shawaa’iqul illahiyyah. 13
Ahmad Sarwat, Lc, dalam http://www.eramuslim.com/ustadz/dll/7315003349-sejauhmana-sudah-perjalanan-wahabi. 14 Perilaku zalim ini mengingatkan penulis pada tindakan radikal yang pernah dilakukan Khawarij, Mu`tazilah, Daulah Umayyah, dan Ahlu Sunnah Wal Jamaah melalui penguasa Daulah Abbasiyah. 15 Luthfi Assyaukanie, “Muhammad bin Abd al-Wahab (1703-1791)” dalam situs http://islamlib.com. 16 Dalam artikel “Pembaruan Islam, Melacak Akar Pemikiran Keagamaan Persatuan Islam” dalam situs http://persis.or.id, disebutkan Wahabi berpengaruh dalam gerakan pembaruan Islam Indonesia yang ditandai berdirinya Muhammadiyah dan Persatuan Islam.
Ahmad Sahidin 5
Muncul pula kritik dari ulama-ulama Sunni yang menunjukkan lemahnya ajaran-ajaran Wahabiyah. Di antara ulama yang mengritik ajaran Wahabi adalah Abdullah bin Lathif Syafii dalam kitab Tajrid Syaiful Al-Jihad lil Mudda’i Al-Ijtihad, Afifuddin Abdullah bin Dawud Hanbali dalam kitab As-Sawa’iq wa Al-Ruduud, Muhammad bin Abdurrahman bin Afalik Hanbali dalam kitab Tahkamu Al-Muqalladin biman Ad’i Tajdidi Ad-Diin, dan Ahmad bin Ali bin Luqbaani Basri bersama Syaikh Atha’Allah Makki dalam kitab Al-Aarimul alHindi fi Unuqil Najdi. Ulama Syiah pun mengkritik pemikiran Wahabi. Salah satunya adalah Ayatullah Ja’far Kasyif Al-Qittha memberikan kritik terhadap ajaran-ajaran Muhammad bin Abdul Wahabi dalam kitab Minhajjul Rissyadi Liman AraadasSadad. Aliran Wahabi ini dianggap “menodai” ajaran Islam karena dalam dakwah tidak menggunakan pendekatan santun dan anti budaya. Sejarah mengisahkan gerakan Wahabi ini penuh dengan noda darah dan permusuhan dengan umat Islam pengikut Syiah, Sunni, dan kaum Sufi. Tentang kaum Wahabi dan ajaran-ajaran Wahabi sudah diuraikan dengan cukup lengkap oleh Syaikh Idahram dalam tiga buku: Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, Mereka Memalsukan Kitab-kitab Karya Ulama Klasik, dan Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi.17 Karena itu, ketiga buku tersebut layak dibaca! (Diambil dari buku karya Ahmad Sahidin, Memahami Aliran-aliran Dalam Islam. Bandung: Acarya Media Utama, 2012).
17
Ketiganya diterbitkan di Yogyakarta oleh Pustaka Pesantren, 2011.