TUGAS KIMIA FISIK LANJUT
Materi: 1. VISIKOSITAS 2. DIFFUSI (HUKUM FICK)
OLEH : MUH. EDIHAR G2L1 15 011
PROGRAM STUDI PASCASARJANA KIMIA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul
“
Vsikositas dan Hukum Fickl dapat terselesaikan. ”
Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Zakir, M.Si. selaku Dosen Pengajar Mata Kuliah Kimia Fisika Lanjut yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam mengajarkan penulis selama mengikuti perkuliahan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, olehnya itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak sangat penulis butuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Kendari,
Januari 2016
P e n u l i s
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
ii
Daftar isi
iii
Tinjauan Pustaka
1
A. Visikositas
1
B. Visikositas Fluida: Aliran Laminar
1
C. Visikositas Gas
5
D. Visikositas Cairan
6
E. Menentukan Visikositas
7
1. Metode Oswald
7
2. Metode Bola Jatuh
8
F. Hukum Fick
10
1. The Einstein Relation
13
2. The Nerst-Eninstein Equatio
15
3. The Stokes-Einstein Equation
15
Daftar Pustaka Contoh Soal
iii
TINJAUAN PUSTAKA A. Visikositas
Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, maka makin sulit suatu fluida mengalir dan makin sulit suatu benda bergerak di dalam fluida tersebut. Di dalam zat cair, viskositas dihasilkan oleh gaya kohesi antara molekul zat cair. Sedangkan dalam gas, viskositas timbul sebagai akibat tumbukan antara molekul gas. Viskositas zat cair dapat ditentukan secara kuantitatif dengan besaran yang disebut koefisien viskositas. Satuan SI untuk koefisien viskositas adalah Ns/m2 atau pascal sekon (Pa s). Ketika Anda berbicara viskositas Anda berbicara tentang fluida sejati. Fluida ideal tidak mempunyai koefisien viskositas. Apabila suatu benda bergerak dengan kelajuan v dalam suatu fluida kental yang koefisien viskositasnya, maka benda tersebut akan mengalami gaya gesekan fluida , dengan k adalah konstanta yang bergantung pada bentuk geometris benda. Berdasarkan perhitungan laboratorium (Suharyanto, 2012)
B. Visikositas Fluida: Aliran Laminar
Kosnsep dari visikositas pertama kali ditemukan dalam sebuah masalah aliran cairan atau fluida, Sebagai sebuah ukuran dari resistensi gesekan cairan. Resistensi gesekan gerakan fluida dapat dilihat pada gambar 1.
Bila dalam cairan, padatan atau gas terdapat perbedaan laju, itu berarti bahwa salah satu bagian dari senyawa mempunyai laju yang relatif terhadap yang lain.
1
Bentuk sederhana dari perbedaan laju adalah aliran laminar (aliran berlapis-lapis). Ini hanya terjadi bila perbedaan laju tegak lurus terhadap arah aliran. Untuk aliran laminar, transport viskos diumpamakan sebagai gerakan bidang dalam senyawa yang relatif satu sama lain. Misalkan dua bidang A dan B, dengan jarak dr, arah aliran v, dimana fluida mengalir melalui sebuah permukaan stasioner plane. Lapisan yang dilalui oleh fluida akan meningkatkan tingginya visikositas.
Gambar 1. Visikositas Fluida
Besarnya gesekan atau resistensi relatifivitas gerakan dari batasan lapisan adalah sebanding dengan S, area dari interface diantara lapisan adalah dv/dr yang menandakan gardien lapisan yang mengikuti hokum newton aliran visikositas sebagai berikut: f = S
1
Constanta disebut sebagai koefisien visikositas dengan adalah ml-1t-1. S merupakan poise yaitu g/cm.s.
2
Hal yang kusus dari aliran laminar adalah aliran cairan atau gas yang mealui sebuah tabung silindris atau pipa. Ketika cairan atau gas mengalir melalui sebuah pipa dengan aliran laminar, kita mengasumsikan bahwa molekul di dinding tabung tak bergerak, tetapi setiap lapisan molekul. Berikutnya bergerak dengan kecepatan yang lebih tinggi sampai didapatkan kecepatan maksimum di pusat pipa. Situasi ini disebut “aliran Poisseuille”, setelah fisikawan Perancis Poisseuille mendapat-kan. Dimana r adalah jarak dari titik pusat sebuah tabung dengan jejari R, P adalah perbedaan tekanan dan l adalah panjang tabung, maka:
= 2 2 Untuk aliran steady/dasar, kekuatan harus sama dengan kekutan driving fluida dalam silider yang melalui tabung. Karena tekanan adalah kekuatan area per unit, kekuatan driving adalah:
= 3 Dimana P1 adalah kekuatan tekanan P 2 adalah Back tekakan. Jika persamaan dua sama dengan persamaan tiga maka,
= 2 =
= 2 3
∫ = 21 ∫ 1 = 2 2
= − 4
Menurut hipotesis, v = 0 ketika r = r y maka:
= − 5
Total volume yang dari fluida yang melewati tabung per detik adalah dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
= ∫.2 .. = ∫ .2 . 4 = 4 12 ..2 . = = − 6
(Moore, 2011)
4
C. Visikositas Gas
Viskositas gas tergantung pada transfer momentum antara molekulmolekul di dalam bidang A dan B, dari kasus kita pada aliran laminer. Transfer momentum ini akan tergantung pada garis edar bebas bagian tengah, λ (ekivalen dengan jarak antar bagian A dan B) dan jumlah tumbukan. Tanpa pembuktian lebih lanjut, kita memberikan hasil : 1
gas =
( m k T ) 2 3
2
2
(7)
Dimana m adalah massa molekul, k tetapan Boltzman dan adalah diameter tumbukan. Pertanyaan yang muncul pada viskositas gas ini adalah mengapa tekanan gas tidak digunakan dalam penghitungan . Pada persamaan 7 di atas jelas bahwa
tidak tergantung dengan tekanan gas. Alasannya adalah pada saat tekanan
bertambah, maka jumlah tumbukan bertambah, tetapi pada saat yang sama jalan bebas rata-rata dan transfer momentum per tumbukan berkurang. Hasil keseluruhan yang teruji secara eksperimen diperoleh bahwa f(p). Pada persamaan 3 menunjukkan bahwa viskositas gas bertambah dengan bertambahnya temperatur. Hal ini berlawanan dengan sifat cairan, viskositas cairan berkurang dengan bertambahnya temperatur.
5
D. Visikositas Cairan
Umumnya, viskositas dari suatu larutan lebih tinggi dari pada viskositas pelarut murni. Ini dapat dimengert jika kita mengingat bahwa molekul-molekul larutan yang lebih besar mengisi sedikit volume dalam volume cairan ( V = V terlarut/V total). Einstein mendapatkan: larutan = pelarut (1
+ 2,5 V)
sebab V sebanding dengan konsentrasi, viskositas bertambah
laru tan pelarut pelarut
2,5 V dan kuantitas ini adalah sebanding dengan konsentrasi
larutan Istilah-istilah berikut ini adalah istilah yang umum digunakan Viskositas larutan = η Viskositas pelarut = ηo Viskositas relatif = η/ηo Viskositas spesifik = η/ηo – 1 = (η – ηo)/ηo = ηsp Menurut persamaan Einstein (η – ηo/ηo = 2,5 V) Viskositas reduksi = ηsp/C
6
Viskositas instrik = lim
c0
sp
C
= []
Penggunaan ηsp/C dan [η] akan dilihat pada bagian akhir bab ini (Anonim, 2011) E. Menentukan Visikositas
Banyak metode yang digunakan untuk mengukur viskositas gas dan cairan, karena perbedaan-perbedaan metode dan instrumen yang digunakan tergantung pada sample yang di ukur. 1. Metode Ostwald
Metode ini ditentukan berdasrkan Hukum Poiseulle menggunakan alat Viskometer Ostwald. Penetapannya dilakukan dengan jalan mengukur wktu yang diperlukan untuk mengalirnya cairan dalam pipa kapiler dari a ke b. Sejumlah cairan yang akan diukur viskositasnya dimasukkan ke dalam viscometer. Cairan kemudian diisap dengan pompa sampai diatas batas a. Cairan dibiarkan mengalir ke bawah dan waktu yang diperluka dari a ke b dicatat menggunakan stopwatch. Viskositas dihitung menggunakan persamaan Poiselle.
η = 8 t adalah waktu yang diperlukan cairan bervolume V yang mengalir melalui pipa kapiler dengan panjang l dan jari-jari r . Tekanan P merupakan perbedaan tekanan aliran kedua
ujung pipa viscometer. Untuk dua cairan
yang berbeda dengan pengukuran alat yang sama diperoleh hubungan:
7
= x =
9
karena tekanan berbanding lurus dengan kerapatan cairan (d), maka berlaku:
=
10 a
b
Gambar 2. Viskosimeter Ostwald,
2. Metode Bola Jatuh
Penentuan ini berdasarkan hokum Stokes. Bola dengan rapatan d dan jari-jari r dijatuhkan ke dalam tabung berisi cairan yang akan ditentukan viskositasnya. Waktu yang diperlukan bola untuk jatuh melalui cairan dengan tinggi tertentu kemudian dicatat dengan stopwatch. Gaya berat yang menyebabkan bola turun ke bawah sebesar:
8
= 43 g 11 Dimana d b dan dc masing-masing kerapatan bola dan cairan sedang g adalah percepatan gravitasi. Selain itu bekerja gaya gesek yang arahnya ke atas sebesar:
g=6 12
Pada keadaan setimbang, Fw = Fg sehingga
= − 13
Gambar 3. Visikometer Bola Jatuh
Apabila digunakan metode perbandingan dua cairan berlaku:
η = 14 η `
9
F. DIFFUSI (HUKUM FICK)
Dalam Bagian dapat melihat bahwa hukum pertama Fick dari difusi (bahwa fluks partikel sebanding dengan gradien konsentrasi) dapat disimpulkan dari model kinetik gas. Sekarang kita akan menunjukkan bahwa hal itu dapat disimpulkan secara lebih umum dan berlaku untuk difusi spesies di fase kental juga. Fluks partikel adalah gerak dalam menanggapi sebuah termodinamika kekuatan yang timbul dari gradien konsentrasi. Partikel-partikel mencapai drift stabil kecepatan, s, ketika kekuatan termodinamika,: f , cocok dengan hambatan kental. melayang ini kecepatan sebanding dengan kekuatan termodinamika, dan kita menulis s ∞: f. Namun, partikel fluks J , sebanding dengan kecepatan dan kekuatan termodinamika sebanding dengan gradien konsentrasi, dc/dx. Rantai proportionalities ( J ∞ s,\ s ∞: f , dan f dc/dx) menyatakan bahwa J = dc / dx, yang merupakan isi hukum Fick. Jika sebuah zat mengalir (as in diffusion), maka aliran diffusi molekul adalah meter per detik. A Nilai positif jika J menandakan sebuah flux menuju z dan A bernilai negative jika J menandakan flux menuju negative z. Karena zat mengalir kebawah menuju konsentrasi rendah, dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sperti gambar 4. Maka
= 15
10
Hukum pertama Fick dimanan J adalah jumlah zat (mol) per luas permukaan yang yang dilalui zat untuk setiap detiknya (J = mol/m 2s).
Gambar 4. Aliran Zat Hukum Fick Telah diamati dalam hokum Fick bahwa diffuse flux sebanding dengan konsentrasi gradient.
Gambar 5. Aliran flux konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah Dimana : Z=Z 0 jumlah dari zat yang masuk per detik adalah A adalah luas dari slab atau
papan
11
Pada Z = Z0 + ∆Z, jumlah yang meninggalkan slab adalah
∆Z
Efek dari difusi adalah untuk pengurangan konsentrasi gradient. Jumlah flux yang masuk dan yang meninggalkan slab adalah tidak sama. Sejumlah flux (mol) perdetik yang tetap berada dalam slab , maka
= ∆ = [ ∆ ] 16 n adalah jumlah mol. Konsentrasi jumlah mol dibagi dengan volume. Volume dari slab adalah A
∆
`dan konsentrasi dalam salab diberikan dengan
17 = ∆
Oleh karena itu
= = [ ∆ ] 18 ∆ ∆
Jika
∆ → 0, kemudian [J(z0) - J(z0+ _z)]→ dJ dan _z→ dz
Oleh karena itu
= = = ( ) = 19
12
Dalam hukum Fick ketika sebuah lapisan tipis dari sebuah diffusant berada bagian ditengah dari sebuah cell silender yang panjang dengan waktu pada jarak Z dari pusat maka :
η − , = √ 2
20
η adalah jumlah dari subtansi yang mengidikasikan present per unit melalui section area, mol/m2.
(Chao, 2010)
1. Hubungan Einstein
Mengubah Avogadro dalam jumlah (jumlah mol), maka hukum Fick menjadi
21 = Dimana, D adalah koefisien difusi dan dc/dx adalah konsentrasi (M). Fluks yang berhubungan dengan kecepatan oleh J = sc
(16)
13
Demikian, semua partikel dalam jarak s∆t
17 = Jika sekarang kita nyatakan bahwa dr/dx maka
= = 18 Oleh karena itu, kekuatan efektif dan koefisien difusi D bias dihitung denagn kecepatan partikel (dan sebaliknya). Ada satu kasus di mana kita sudah tahu kecepatan hanyut dan kekuatan akting yang efektif pada partikel: ion dalam larutan memiliki kecepatan s = u'E ketika mengalami kekuatan ez'E dari medan listrik kekuatan 'E (sehingga: f = NAez'E = zF'E). Oleh karena itu, mengganti nilainilai yang dikenal dan memberikan
= 19 Dan
= 20 Persamaan ini menata kembali ke hasilnya sangat penting dikenal sebagai hubungan Einstein antara koefisien difusi dan mobilitas ion:
= 21
14
Pada memasukkan nilai khas u = 5 x 10 -8 m2S-1 V-1, ditemukan D = 1 x 10 -9 m2S-1 di 25°C sebagai nilai khas koefisien difusi ion dalam air. 2. Persamaan Nernst-Einstein
Einstein menyatakan hubungan antara konduktivitas molar elektrolit dan koefisien difusi ion.
λ== 22 Untuk setiap jenis ion. Kemudian, dari
Ʌ
0
m
= v+ λ + + V-A-, konduktivitas
molar membatasi adalah
Ʌ = +++
− −−
23
yang merupakan persamaan Nernst-Einstein. Salah satu aplikasi dari persamaan ini adalah ke penentuan koefisien difusi ion dari pengukuran konduktivitas lain adalah untuk prediksi konduktivitas menggunakan model difusi ion.
3. Persamaan Stokes-Einstein
Berhubungan mobilitas ion dengan gaya gesek koefisien difusi. Kita dapat menggabungkan dua ekspresi ke dalam persamaan Stokes-Einstein:
= 24
15
Jika gaya gesekan dijelaskan oleh hukum Stoke, maka kita juga mendapatkan relasi antara koefisien difusi dan viskositas medium:
25 = 6ήπa (Atknis, 2006).
16
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006 , Kimia Fisika 2. Atkins, P., dan Paula, J. de., 2006, Physical Chemistry Eighth Edition, Oxford University Press, Great Britain. Chao Y., 2010, Elements of Chemical Physics, Molecular Motion. Moore W.J., 2011, Physical Chemistry, Tight Binging Book. Universitas Library OU_166588. Suharyanto, 2012, Kimia Fisik , Nasional Surakarta.
17
Contoh Soal
1. Hitung kecepatan maksimum pada pusat (r=0) dari sebuah tabung dengan diameter 1 cm, panjang 10 m, dengan air yang sedang mengalir melalui sebu-ah perbedaan tekanan ∆ p = 1 atm. Jawab: ∆ p = 1 atm = 101.325 Pa ; R = 0,005 m ; r = 0 ; v (r=0) =
= 9 x 10−.
. 0,005 .
= 70,4 ms -1 2. Bagaimana menghitung volume alir-an, Jv (m 33s – 1) air yang melalui tabung di bawah kondisi ini. Jawab: Anggap sebuah cincin terpusat, ketebalan dr, pada jarak r dari pusat tabung (lihat gambar di atas). Area dari cincin ini adalah 2rdr , dan volume yang mengalir dalam 1 detik melalui permukaan ini adalah 2rdr x v(r ). Untuk mendapatkan volume total, kita mengintegrasikan dari r = 0 ke r =R (dinding tabung).
Jv(r ) oR 2 r dr (R 2
=
p 2
R
2
r 2 )
p R 2 2 p o (R r ) dr 4 2
oR r dr oR r 3 dr
p 2 1 2 1 4 R . R R 2 2 4
4
=
p R 8
3. Dalam sebuah percobaan tabung vertikal memiliki panjang 20 cm yang menghubungkan dua tabung. Laju aliran cairan melalui tabung adalah 20 cm 3s-1.
18
Jika tabung memiliki diameter 0,5 cm hitunglah viskositas cairan. Asumsi bahwa perbedaan tekanan antara bagian atas dan bawah dari tabung adalah 19 pascal. Jawab:
= 8 P2 – P1 = 19 Pa , d = 0,5 cm = 0,5 x 10 -2m L = 20 cm , R = 20 cm 3s-1 = 20 x 10 -6m3s-1 Subtitusi
, , = . , =1,166 x 10 Pas.s
-3
4. Untuk gas N 2 diameter, = 0,43 nm2. Hitung viskositas gas N 2 pada suhu 300K. Jawab: m = (28 x 10 – 3)/6,02 x 1023 kg = 0,43 nm 2 = 0,43 x 10 – 18 m2 = 4,3 x 10 – 19 m2. k = 8,314/6,02 x 10 23 JK – 1 dan T = 300K maka diperoleh: =
5,8 x 10 – 6 Pa.s
5. Viskositas larutan gula diukur dengan viskometri kapiler. Untuk pelarut, air, waktu alir adalah 75s,
η(H2O)
= 0,890mPa.s,
ρ(H2O)
= 0,997g/ml, larutan gula 1 %
t 1=99,5s; 1=1,002 g/ml, larutan gula 5 % t 2=187,5s; 2=1,017 g/ml, Hitung η dari kedua larutan gula tersebut. Hitung juga
η sp dan η sp/C masing-masing.
Jawab:
19
Gula 1 % t1/t0 = 10/01 1 = 99,5(1,002)/75(0,997) = 1,19 mPa.s Gula 5 % t2/t0 = 20/02 2 = 2,27 mPa.s η sp(1%)
(1/0) – 1 = (1,19/0,89) 1 = 0,34
η sp/C (1%) η sp(5%)
= 0,33 d(L/g)
(2/0) – 1 = 1,55
η sp/C (5%)
= 0,31 d(L/g)
6. Sebuah larutan berwarna ditempatkan dalam lapisan tipis di tengah sel silinder yang panjang. Jika difusi dibiarkan terus selama 1 jam dua puluh menit, hitunglah konsentrasi larutan warna dalam mol dm-3 pada jarak 1 cm dari posisi asli dari lapisan tipis dengan asumsi bahwa difusi koefisien pewarna adalah 0.79x 10 -9 m 2 s-1 dan konsentrasi awal zat warna per satuan luas adalah 10 mol m -2. Jawab:
η − , = √ 2 Z = 1 x 10-2 m, t = 4800 s Sehingga
. 10 − , = 2 3,142 0,79 10− 4800 ,. = 2,807 mol/m 3 = 2,807 x 10 -3 mol/dm3 = 0,002807 mol/dm 3
20
7. Perkirakan diameter dan volume suatu protein dengan koefisien difusi D = 3,5 1011 m2/s dalam air pada 25C ( = 8,9 104 Pa.s). Jawab: Dari persamaan 15 di atas: r=
kT 6 D
1,38 x 10
23
6 x 3,14 x 8,9.10
4
x 29 8 x 3,5 .10
11
= 7,0 x 10 – 9m = 7 nm Volume protein, V = 4/3 r 3 = 1,4 x 10 – 24 m3 atau 1400 nm 3. Jika diasumsikan massa jenis polimer contoh adalah 2g/mL
21