TUGAS MAKALAH
DIABETES INSIPIDUS
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fundamental Pathophysiology of Metabolic
Endocrin System yang dibina oleh Ns. Tina
Disusun Oleh :
Nindy Yuliawati 125070218113011
Siti Nurhidayati 125070218113019
Fendy Risma Hanafi 125070218113021
Wildan Qomaruz Zaman 125070218113023
Nurfadila Rasyid 125070218113041
PSIK – A
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan pertolonganNya kami dapat menyelesaiakan tugas makalah Fundamental
Pathophysiology of Metabolic Endocrin System. Meskipun banyak rintangan
dan hambatan yang dialami dalam proses pengerjaannya, namun kami berhasil
menyelesaikannya dengan baik.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang
telah membantu kami dalam pemberian materi untuk menyelesaikan tugas
makalah Fundamental Pathophysiology of Metabolic Endocrin System. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga
sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan tugas makalah Fundamental Pathophysiology of Metabolic
Endocrin System.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat baik
secara tersurat maupun tersirat dari hasil makalah Fundamental
Pathophysiology of Metabolic Endocrin System ini. Karena itu kami
berharap semoga tugas makalah Fundamental Pathophysiology of Metabolic
Endocrin System ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Oleh karena itu kami selalu membutuhkan kritik dan saran untuk
pengembangan serta penyempurnaan tugas makalah Fundamental
Pathophysiology of Metabolic Endocrin System ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan tugas makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini banyak ditemukan penyakit yang sifatnya degeneratif. Karena
banyaknya komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat kepada masyarakat
luar negeri dan adanya ketertarikan masyarakat terhadap gaya hidup
masyarakat luar negeri sehingga banyak bermunculan penyakit-penyakit
degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes insipidus
akibat gaya hidup yang tidak sehat. Penyakit diabetes insipidus ini
kemungkinan besar akan megalami peningkatan jumlah penderitanya di masa
datang akibat adanya gaya hidup yang tidak sehat yang dilakukan oleh
masyarakat saat ini.
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
penurunan produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH)
serta kelainan ginjal yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis,
yang ditandai dengan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan
pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri).
Polidipsia dan poliuria dengan urin encer, hipernatremia, dan dehidrasi
adalah keunggulan dari diabetes insipidus. Pasien yang memiliki diabetes
insipidus tidak dapat menghemat air dan dapat menjadi sangat dehidrasi
bila kekurangan air. Poliuria melebihi 5 mL / kg per jam, urin encer.
Kondisi ini menimbulkan polidipsia dan poliuria.
Jumlah pasien diabetes insipidus dalam kurun waktu 20 – 30 tahun
kedepan akan mengalami kenaikan jumlah penderita yang sangat signifikan.
Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah penderita diabetes insipidus,
maka upaya yang paling tepat adalah melakukan pencegahan salah satunya
dengan mengatur pola makan dan gaya hidup dengan yang lebih baik. Dalam
hal ini peran profesi dokter, perawat, dan ahli gizi sangat ditantang
untuk menekan jumlah penderita diabetes melitus baik yang sudah
terdiagnosis maupun yang belum. Selain itu dalam hal ini peran perawat
sangat penting yaitu harus selalu mengkaji setiap respon klinis yang
ditimbulkan oleh penderita diabetes insipidus untuk menentukan Asuhan
Keperawatan yang tepat untuk penderita Diabetes Insipidus.
2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk
mengetahui konsep Diabetes Insipidus.
3. Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari Penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan mengenai penyakit Diabetes Insipidus
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi/pengertian Diabetes Insipidus.
2. Untuk mengetahui epidemiologi/penyebaran Diabetes Insipidus.
3. Untuk mengetahui macam-macam/klasifikasi Diabetes Insipidus.
4. Untuk mengetahui etiologi dari Diabetes Insipidus.
5. Untuk mengetahui factor resiko Diabetes Insipidus.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis gejala Diabetes Insipidus.
7. Untuk mengetahui patofisiologi Diabetes Insipidus.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes
Insipidus.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien Diabetes Insipidus.
10. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan akibat Diabetes
Insipidus.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan air karena
kekurangan hormon antidiuretik (ADH, vasopresin ), yang disekresikan oleh
ginjal, atau karena ketidakmampuan ginjal untuk berespon pada ADH.
Diabetes insipidus ditandai oleh polidipsi dan poliuria . ( Nettina M.
Sandra. 2001)
Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan
produksi sekresi dan fungsi dari ADH. (Corwin,2000)
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis
yang disebabkan oleh defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti
diuretic (ADH). Kelainan ini ditandai oleh rasa haus yang sangat tinggi (
polidipsia ) dan pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang besar.
(Suzanne C, 2001).
2.2 Epidemiologi
Diabetus insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang
ditemukan. Menurut sebuah konsorsium Europian Partner, menyatakan ini
merupakan penyakit langka yang terdapat 1 : 2000 orang.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi
Kedokteran, 2007. Jakarta:EGC
1. Diabetes insipidus sentral
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya
berakibat fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari
kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan
penyimpanan ADH. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus
supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang
mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS) juga
timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson
traktus supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana
ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika
dibutuhkan.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian sintetik
ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal spray,
maupun pil. Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus minum hanya
jika haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehingga
ginjal mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahan
keseimbangan cairan dalam tubuh.
2. Diabetes insipidus nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal
ini dapat di sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses
kronik ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok
parsial ureter, sickle cell disease, dan kelainan genetik, maupun
idiopatik. Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak akan
berpengaruh. Penderita diterapi dengan hydrochlorothiazide (HCTZ) atau
indomethacin. HCTZ kadang dikombinasikan dengan amiloride. Saat
mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika haus untuk
mengatasi terjadinya volume overload.
3. Diabetes insipidus dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di
hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang
abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output
urin. Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes
insipidus dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak
menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga
terjadi volume overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi
dimana konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat
berefek fatal pada otak. Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk
diabetes insipidus dipsogenik.
4. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika
enzim yang dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes
insipidus pada kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada
kasus dimana terdapat abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin
tidak boleh digunakan sebagai terapi.
2.4 Etiologi
Penyebab diabetus insipidus mungkin :
1. Sekunder yang berhubungan dengan trauma kepala, tumor otak, atau
pembedahan ablasi atau iradiasi kelenjar hipofisis juga infeksi sistem
saraf pusat atau tumor metastasis (payudara, paru)
2. Nefrologis yang berhubungan dengan kegagalan tubulus renalis untuk
berespons terhadap ADH
3. Nefrogenik yang berhubungan dengan obat yang disebabkan oleh berbagai
pengobatan (mis : litium, demeklosiklin)
4. Primer, hereditas dengan gejala-gejala kemungknan saat lahir (kelainan
pada kelenjar hipofisis)
Penyakit ini tidak dapat dikontrol dengan membatasi masukan cairan,
karena kehilangan volume urine dalam jumlah yang besar berlanjut terus
bahkan tanpa penggantian cairan sekalipun. Upaya membatasi cairan
menyebabkan pasien mengalami suatu kebutuhan akan cairan yang tiada henti-
hentinya dan mengalami hipernatrimia serta dehidrasi berat.
2.5 Faktor Resiko
1. Trauma kepala
2. Operasi otak
3. Kelainan ginjal ( berpengaruh pada proses kerja ADH
4. Obat-obatan , ex lithium
5. Kelebihan berat badan
6. Kurang aktifitas
2.6 Manifestasi Klinis
1. Poliuria : haluaran urin harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan
urin yang sangat encer, berat jenis urin 1,001 sampai 1,005. Biasanya
mempunyai awitan yang mendadak, tetapi mungkin secara tersamar pada
orang dewasa.
2. Polidipsia : rasanya sangat kehausan , 4 sampai 40 liter cairan setiap
hari terutama sangat membutuhkan air yang dingin.
3. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia
4. Penggantian air yang tidak cukup dapat menyebabkan :
a. Hiperosmolalitas dan gangguan SSP ( cepat marah, disorientasi, koma
dan hipertermia )
b. Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kulit
buruk.
5. Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi.
Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang
disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera
terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi
mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga
akan menghambat perkembangan fisik.
Gejala lain:
1. Penurunan berat badan
2. Bola mata cekung
3. Hipotensi
4. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan
pucat
5. Anoreksia
2.7 Patofisiologi
Etiologi
Gangguan hipofisis perifer
Fungsi ADH menurun
Suplai O2 menurun
Gangguan perfusi jaringan
Tubulus ginjal tidak dapat mengabsorbsi air dan memekatkan urine
Filtrasi berlebih dari sejumlah solute, zat terlarut yang susah di absorbsi
Poliuria nokturia
Konsentrasi Na urin dalam darah menurun
Hipernatremia
Peningkatan osmolaritas serum dan dehidrasi
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes Insipidus adalah :
(Talbot, Laura, dkk.1997)
1. Hickey-Hare atau Carter-Robbins test.
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang
normal akan menurunkan jumlah urin. Sedangkan pada diabetes insipidus
urin akan menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan menyebabkan
turunnya jumlah urin pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urin pada
pasien DIN.
2. Fluid deprivation menurut Martin Golberg.
Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung
kencingnya kemudian ditimbah berat badannya, diperiksa volum dan
berat jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini diambil
sampel plasma untuk diukur osmolalitasnya.
Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap
jam
Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau
setiap 3 jam bila dieresis kurang dari 300 ml/jam.
Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan
segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus
disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari
es.
Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4 %
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu. Pengujian ini dilanjutkan
dengan :
3. Uji nikotin
Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3
batang dalam waktu 15-20 menit.
Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sampel
urine sampai osmolalitas/berat jenis urin menurun dibandingkan dengan
sebelum diberikan nikotin.
4. Uji Vasopresin :
Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.
Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis
berikutnya atau 1 jam kemudian.
5. Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis
bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan
normal, osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas
urin osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. pada keadaan dehidrasi, berat
jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295
mOsmol/l dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. urin pucat atau jernih
dan kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan laboraturium menunjukkan
kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak
normal.
6. Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus
dengan defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes
insipidus dengan polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus
dilakukan pagi hari. Hitung berat badan anak dan periksa kadar
osmolalitas plasma urin setiap 2 jam. Pada keadaan normal, osmolalitas
akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan berat jenis
yang baik (800-1200).
7. Radioimunoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang drai 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes
insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada
hiperosmolalitas yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus
neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes
insipidus parsial dengan polidipsia primer.
8. Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium
seperti kalsifikasi, pembesaran slla tursunika, erosi prosesus
klinoid, atau makin melebarnya sutura.
9. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes
insipidus. Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pitutaria
anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau disebut titik
terang atau isyarat terang.
2.9 Penatalaksanaan
Manajemen kolaboratif
Obat pilihan untuk pasien dengan diabetes insipidus adalah
vasopressin. Diabetes insipidus transien akibat trauma kapitis atau bedah
tranfenoidal juga diberi obat vasopressin 5-10 IU intramuscular (IM) atau
subkutan. Vasopresin mempunyai efek antidiuretik.
Pengobatan yang lazim dipakai untuk pasien dengan diabetes
insipidus. Nefrogenik adalah diet rendah natrium, rendah protein, dan
obat diuretic (Thiaside). Diet yang rendah garam dengan obat diuretik
diharapkan dapat menyebabkan sedikit pengurangan volume cairan. Sedikit
pengurangan volume cairan dapat meningkatkan reabsorpsi natrium klorida
dan air pada tubula renal sehingga sedikit air yang diekskresikan.
Diuretic dapat meningkatkan osmolaritas pada ruang interstitial medular
sehingga lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes.
Terapi yang lain untuk menangani diabetes insipidus nefrogenik adalah
pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid. Obat ini mencegah produksi
prostaglandin oleh ginjal dan bisa menambah kemampuan ginjal untuk
mengonsentrasi urine.
Apabila pasien menunjukkan tand-tanda hipernatremia disertai
dengan tanda-tanda gangguan SSP, misalnya letargi, disorentasi,
hipertermia, pasien dapat diberikan dekstrosa dalam air atau minum air
biasa kalau ia bisa minum. Penggantian air yang hilang dilakukan dalam 48
jam dengan hati-hati karena bisa mengakibatkan edema serebral dan
kematian.
Manajemen keperawatan
Fokus intervensi keperawatan adalah mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit, istirahat, dan penyuluhan kesehatan mengenai:
1. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Pantau asupan dan haularan, berat badan setiap hari, berat jenis
urine, tanda vital (ortostatik), turgor kulit, status neurologis
setiap 1-2 jam selama fase akut, kemudian setiap 4-8 jam sampai
pasien pulang.
b. Harus selalu ada air yang siap diminum oleh pasien. Letakkan air
dekat dengan pasien.
2. Beri cukup waktu untuk istirahat. Pasien sering terganggu tidurnya
karena poliuria dan nokturia.
3. Penyuluhan pasien:
a. Uji diagnostic: Tujuan, prosedur, dan pemantauan yang diperlukan.
b. Obat : Manajemen mandiri, cara pemakaian, dosis, frekuensi, serta
efek samping.
2.10 Komplikasi
1. Hipertonik enselopati
2. Gagal tumbuh
3. Kejang terlalu cepat koreksi hipernatremia, sehingga edema serebral
4. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila tidak tersedia air minum dalam
jumlah besar
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis
yang disebabkan oleh defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti
diuretic (ADH). Kelainan ini ditandai oleh rasa haus yang sangat tinggi (
polidipsia ) dan pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang besar.
(Suzanne C, 2001). Diabetus insipidus merupakan suatu penyakit langka
yang jarang ditemukan. Menurut sebuah konsorsium Europian Partner,
menyatakan ini merupakan penyakit langka yang terdapat 1 : 2000 orang.
Penyebab terjadinya Diabetes Insipidus antara lain : Defisiensi ADH (
diabetes insipidus sentral) yang mungkin kongenital atau didapat,
disebabkan oleh defek SSP, trauma kepala, infeksi , tumor otak, atau
idiopatik. Penurunan sensitivitas ginjal pada ADH ( diabetes insipidus
nefrogenik ) biasanya menyertai penyakit ginjal kronis , atau supresi ADH
sekunder akibat mengkonsumsi cairan berlebihan ( polidipsia primer).
Klasifikasi diabetes insipidus yaitu ada 4, DI sentral, DI
nefrogenik, DI dispogenik, DI gestasional. Adapun manifestasi klinis pada
diabetes insipidus meliputi polidipsia, poliuria, gangguan pola tidur
akibat nokturia dan poliuria, anoreksia, penurunan berat badan, dll.
Pemeriksaan diagnostic untuk menegakkan diabetes insipidus dapat
menggunakan uji nikotin, uji vasopresin, laboraturium: darah, urinalis
fisis dan kimia, tes deprivasi air, MRI, dll. Penatalakasanaan secara
kolaboratif yaitu vasopressin sebagai obat pilihan untuk penderita
diabetes insipidus dan penatalaksanaan secara keperawatan dapat memantau
status keseimbangan cairan dan elektrolit untuk memonitor pasien yang
beresiko terhadap dehidrasi.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan
mengetahui konsep/teori dari gangguan pada sistem Endokrin mulai dari
definisi, penyebaran penyakit, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis,
factor resiko, pemeriksaan penunjang, penatalaksaan dan komplikasi.
Tentunya kita sebagai seorang perawat harus mampu dan menguasai
konsep/teori sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan pada
gangguan sistem Endokrin yang nantinya sebagai bekal pada saat terjun
langsung ke rumah sakit dan berhadap langsung dengan seorang klien.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary, Mary, dan Yakobus Siswadi. 2005. Klien Gangguan
Endokrin:Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Baughman C. Diane & Joann C. Hackley. 2000. Keperawatan medikal bedah buku
saku dari brunner & suddart. Jakarta; AGC
Corwin, Eizabeth J. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Nettina M. Sandra. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan.Jakarta;EGC
-----------------------
Gangguan hipotalamus
üUuˆvˆ¸ˆ¹ˆúˆûˆ ŒBŒFŒnŒrŒ~Œ€ŒºŒ¾ŒäŒèŒ.?0?2?4?õõëëáëÜÓÜÓÜÓÓ
Sel saraf terganggu mual
Penurunan kesadaran
Pucat
Menghasilkan sedikit hormone
Diabetes Insipidus
Kerusakan pada hipofisis posterior