ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN KERACUNAN KERACUNAN PESTISIDA
Disusun Oleh : Kelompok 8 Anggota
: 1. Afif Dwi Pasana
PO 71 20 1 11 00
2. Fatimah Hafliah
PO 71 20 1 11 024
3. Manda Sari
PO 71 20 1 11 0
Tingkat
: III C
Dosen
: Ishak Bakrie, S.Sos, M.Kes
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG JURUSAN KEPERAWATAN 2013/2014 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman yang tidak diinginkan (gulma). Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat untuk membunuh vektor penyakit, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk membunuh hama yang merusak tanaman. Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni melalui kontaminasi memalui kulit (dermal Contamination), terhisap masuk kedalam saluran pernafasan (inhalation) dan masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral). Keracunan pestisida merupakan masalah kesehatan yang penting pada lingkungan kerja karena pestisida digunakan pada sejumlah besar industri. Hal ini menyebabkan kondisi kategori pekerja beresiko langsung terhadap paparan pestisda. Namu pekerja di industri lain pun bahkan beresiko untuk terkena juga. Sebagai contoh, ketersediaan pestisida secara komersial di toko-toko menyebabkan pekerja ritel berada pada risiko pajanan dan penyakit ketika mereka menangani produk produk pestisida (Calvret, 2004) Fungsi pekerjaan yang berbeda menyebabkan bervariasinya tingkat paparan. Eksposur pekerjaan Sebagian besar disebabkan oleh penyerapan melalui kulit yang terbuka seperti wajah, tangan, lengan, leher, dan dada. Paparan ini kadang-kadang ditingkatkan dengan inhalasi pengaturan termasuk penyemprotan operasi di rumah kaca dan lingkungan tertutup lain, taksi traktor, dan penyemprotan pestisida menggunakan blower atau spray (Ecobichon, 2001). Di negara-negara berkembang keracunan pestisida adalah masalah utama dengan skala yang yang besar . Sebagian besar perkiraan mengenai tingkat keracunan pestisida telah didasarkan pada data dari penerimaan pasien di rumah. Perkiraan terbaru oleh kelompok tugas WHO menunjukkan bahwa mungkin ada 1 juta kasus keracunan yang tidak disengaja. Di samping itu terdapat 2 juta orang dirawat di rumah sakit akibat usaha bunuh diri dengan pestisida, dan hal ini mencerminkan hanya sebagian kecil dari masalah yang sebenarnya.. Atas dasar survei yang 2
dilaporkan sendiri keracunan ringan dilakukan di kawasan Asia, diperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 25 juta pekerja pertanian di negara berkembang menderita sebuah episode dari keracunan setiap tahun (Jeyaratnam J, 1990).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu: 1. Apa yang dimaksud dengan keracunan pestisida, penyebabnya dan klasifika sinya? 2. Bagaimana penatalaksanaan keracunan pestisida secara umum ? 3. Bagaimana penatalaksanaan keracunan pestisida secara medis ? 4. Asuhan keperawatan apa saja yang dapat dilakukan dan diutamakan ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah 1. Untuk mengetahui konsep asuhan kegawatdaruratan keracunan pestisida (definisi, etiologi, klasifikasi, dll ) 2. Untuk mengetahui penatalaksanaan keracunan pestisida secara umum dam medis 3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan keracunan pestisida
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Penyakit 2.1 Pengertian
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Intoksikasi atau keracunan adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, menimbulkan efek merugikan dan bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia (peptisida). Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia.Termasuk peptisida ini adalah insektisida. Menurut Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1973, Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk : • Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian; • Memberantas rerumputan; • Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; • Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk; • Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan • piaraan dan ternak; • Memberantas atau mencegah hama-hama air; • Memberantas atau mencegah binatang binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; • Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
4
2.2. Etiologi
Penyebab yang paling umum pada kasus keracunan pestisida adalah keracunan akibat kecelakaan; keracunan berupa tindakan bunuh diri, pajanan melalui kontaminasi lingkungan atau tempat kerja (okupasional).
2.3. Klasifikasi
Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi menurut jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka pestisida dapat dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun makhluk hidup lainnya dalam lingkungan yang bersangkutan. Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran
• Insektisida, racun serangga (insekta) • Fungisida, racun cendawan / jamur • Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu • Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina) • Rodentisida, racun binatang pengerat (tikus dsb.) • Nematisida, racun nematoda, dst. Penggolongan menurut asal dan sifat kimia
• Sintetik - Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida, tembaga sulfat dan garam merkuri. - Organik Organo khlorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll. Heterosiklik : Kepone, mirex dll. Organofosfat : malathion, biothion dll. Karbamat : Furadan, Sevin dll. Dinitrofenol : Dinex dll. Thiosianat : lethane dll. - Sulfonat, sulfida, sulfon. Lain-lain : methylbromida dll. • Hasil alam : Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dll
5
Ada 2 macam insektisida yang paling banyak digunakan dalam pertanian : 1. Insektisida hidrokarbon khorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon ) 2. Isektida fosfat organic ( IFO =Organo Phosphatase insectis ida ) Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini dapat menembusi kulit yang normal (intact) juga dapaat diserap diparu dan saluran makanan, namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti golongan IHK. Macam-macam IFO adalah malathion (Tolly), Paraathion,diazinon, Basudin, Paraoxon dan lain-lain. IFO ada 2 macam adalah IFO Murni dan golongan carbamate.Salah satu contoh gol.carbamate adalah baygon.
2.4. Patofisiologi
IFO bekerja dengan cara menghabat ( inaktivasi ) enzim asetikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala-gejala ransangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP). Pada keracunan IFO, ikatan-ikatan IFO – KhE bersifat menetap (ireversibel), sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible ). Secara farmakologis efek akhir dapat dibagi 3 golongan : 1. Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus dan jantung. 2. Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernafasan. 3. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang (Konvulsi) sampai koma.
6
2.5. Manifestasi Klinis
Yang palig menonjol adalah hiperaktivitas kelenjar-kelenjar ludah/air mata / keringat / urine / saluran pencernaan makanan (disngkat dengan SLUD = Salivasi, Lakrimasi, Urinasi dan diare), kelainan visus dan kesukaran bernapas. a. Keracunan ringan - Anoriksia - Nyeri kepala - Rasa lemah - Rasa takut - Tremor lidah - Tremor kelopak mata - Pupil miosis b. Keracunan sedang - Nausea - Muntah-muntah - Kejang/keram perut. - Hipersalivasi - Hiperhidrosis - Fasikulasi otot - Bradikardi c. Keracunan berat - Diare - Pupil “pin-Point” - Reaksi cahaya (-) - Sesak napas - Sianosos - Edema paru - Inkonteinensia urine - Inkotinensia feses - Konvulsi - Koma - Blokade jantung - Akhirnya meninggal
2.6. Macam-macam Keracunan
a. Mencerna (menelan) racun Tindakan yang dilakukan adalah menghilangkan atau menginaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk memelihara system organ vital, menggunakan antidote spesifik untuk menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorbsi. Penatalaksanaan umum : 1.
Dapatkan control jalan panas, ventilasi, dan oksigensi. Pada keadaan tidak ada
kerusakan serebral atau ginjal, prognosis pasien bergantung pada
keberhasilan penatalaksanaan pernapasan dan sisitem sirkulasi. 2.
Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu tertelan, gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat.
3.
Tangani syok yang tepat.
4.
Hilangkan atau kurangi absorbsi racun. 7
5.
Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk menurunkan efek toksin.
6.
Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu system saraf pusat atau pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak adekuat.
7.
Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat yang ditela, yaitu: Diuresis untuk agens yang dikeluarkan lewat jalur ginjal. Dialisis Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal dan
cartridge containing an adsorbent [karbon atau resin], dimana setelah detoksifikasi darah dikembalikan ke pasien. 8.
Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.
9.
Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
10. Menurunkan peningkatan suhu. 11. Berikan analgesic yang sesuai untuk nyeri. 12. Bantu mendapatkan specimen darah, urine, isi lambung dan muntah. 13. Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien koma. 14. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan kejang. 15. Jika pasien dipulangkan, berikan bahan tertulis yang menunjukan tanda dan gejala masalah potensial dan prosedur untuk bantuan ulang. Minta konsultasi dokter jiwa jika kondisi tersebut karena usaha bunuh diri Pada
kasus
keracunan
pencernaan
yang
tidak
disengaja
berikan
pencegahan racun dan instruksi pembersihan racun r umah pada pasien atau keluarga b. Keracunan melalui inhalasi Penatalaksanaan umum : 1.
Bawa pasien ke udara segar dengan segera; buka semua pintu dan jendela.
2.
Longgarkan semua pakaian ketat.
3.
Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlikan.
4.
Cegah menggigil; bungkus pasien dengan selimut.
5.
Pertahankan pesien setenang mungkin.
6.
Jangan berikan alcohol dalam bentuk apapun. 8
c. Keracunan makanan Keracunan makanan adalah penyakit yang tiba-tiba dan mengejutkan yang dapat terjadi setelah menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Pertolongan Pertama Pada Keracunan Makanan 1. Untuk mengurangi kekuatan racun, berikan air putih sebanyak-banyaknya atau diberi susu yang telah dicampur dengan telur mentah. 2. Agar perut terbebas dari racun, berikan norit dengan dosis 3-4 tablet selama 3 kali berturut-turut dalam setia jamnya. 3. Air santan kental dan air kelapa hijau yang dicampur 1 sendok makan garam dapat menjadi alternative jika norit tidak tersedia. 4. Jika penderita dalam kondisi sadar, usahakan agar muntah. Lakukan dengan cara memasukan jari pada kerongkongan leher dan posisi badan lebih tinggi dari kepala untuk memudahkan kontraksi 5. Apabila penderita dalam keadaan p[ingsan, bawa egera ke rumah sakit atau dokter terdekat untuk mendapatkan perawatan intensif.
2.7. Penatalaksanaan Medis
1. Resusitasi. Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan dan nadi. Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit, nafas buatan, oksigen, hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari obat-obatan depresan saluran nafas, kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong. Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask. 2. Eliminasi. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 – 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam 9
setelah keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam. pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia. 3. Anti dotum. Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan. a.
Mula-mula diberikan bolus IV 1 – 2,5 mg
b.
Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menit samapi timbul gejalagejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan psikosis).
c.
Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 – 8 dan 12 jam.
d.
Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
2.8.Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran kadar KhE Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun sekian % dari harga normal ). 1. Kercunan akut : Ringan : 40 – 70 % 2. Sedang : 20 – 40 % 3. Berat : < 20 % 4. Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 – 50 % setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segara disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah meningkat > 75 % N Patologi Anatomi ( PA ) Pada keracunan acut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. sering hanya ditemukan edema paru, dilatsi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ-oragan lainnya. 10
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengumpulan Data a. Pengkajian Primer 1) Airway
Jalan napas bersih
Tidak terdengar adanya bunyi napas ronchi
Tidak ada jejas badan daerah dada
2) Breathing
Peningkatan frekunsi napas Napas dangkal
Distress pernapasan
Kelemahan otot pernapasan
Kesulitan bernapas : sianosis
3) Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
Sakit kepala
Pingsan
berkeringat banyak
Reaksi emosi yang kuat
Pusing, mata berkunang – kunang
4) Disability
Dapat terjadi penurunan kesadaran
Triase : merah Analisa data Data
Peningkatan frekunsi napas Napas dangkal Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu, retraksi
Penyebab
Masalah
Bisa ular mengandung toksin yang
Gangguan pola
bersifat neurotoksin
napas
↓ Merangsang saraf perifer atau sentral ↓
11
Menyebabkan paralise otot otot lurik
Menggunakan otot-otot
↓
pernapasan
Kelumpuhan / kelemahan otot otot
Kesulitan bernapas :
pernapasan
sianosis
↓ Kompensasi tubuh dengan cara napas yang dalam dan cepat ↓ Sesak ↓ Gangguan pola napas
Penurunan curah jantung :
Bisa ular yang mengadung toksin yang
gelisah, letargi, takikardia
bersifat kardiotoksin dan cytotoksin
Sakit kepala
Pingsan
↓ Mengakibatkan terganggunya otot otot
berkeringat banyak
Reaksi emosi yang kuat
Pusing, mata berkunang –
jantung ↓ Kerusakan otot jantung ↓
kunang
Penurunan curah jantung Diagnosa Keperawatan a. Gangguan pola napas berhubungan dengan kelumpuhan otot pernapasan b. Penurunan curah jantung Tindakan Gawat Darurat a. Gangguan pola napas 1) Jika terjadi henti nafas lakukan langkah (Breathing), lakukan bantuan pernafasan dengan cara mouth to mouth atau dengan ambu bag 2) Terapi oksigen 3) Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker venturi atau nasal prong 4) Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP 12
5) Pemantauan hemodinamik/jantung
b. Penurunan curah jantung 1) Jika terjadi henti jantung lakukan langkah C (Circulation), pijat jantung luar bergantian dengan bantuan pernafasan. Frekuensi 15 kali kompresi jantung : 2 kali hembusan ambu bag 2) Kaji / pantau tekanan darah 3) Palpasi nadi radial, catat frekuensi dan ketraturan, auskultasi nadi apical, catat frekuensi/irama dan adanya bunyi jantung ekstra 4) Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istrahatkan korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat penyebaran ke tubuh, terkadang, pasien pinsan dan panic karena kaget 5) Berikan istrahat psikologi dengan lingkungan tenang membantu pasien hindari situasi stress b. Pengkajian Sekunder 1) Pengumpulan Data Aktivitas / Istrahat
Gejala
:
a. Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas b. Klien mengatakan pinggang terasa pegal
Tanda
; Klien nampak lemah
Makanan dan Cairan
Gejala
: Klien mengatakan merasa mual dan muntah
Tanda
; Klien nampak mual dan muntah
Nyeri dan Kenyamanan
Gejala
Tanda
:
;
Rasa sakit di seluruh persendian tubuh
Rasa sakit atau berat didada dan perut
Pusing, mata berkunang – kunang
Nampak pembengkakan pada luka gigitan ular Tanda-tanda tusukan gigi
Integritas ego
Gejala
:
Klien mengatakan takut dengan keadaannya 13
Tanda
;
Reaksi emosi yang kuat, kaget
2) Pengelompokan Data Data Subyektif c. Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas d. Klien mengatakan pinggang terasa pegal e. Klien mengatakan merasa mual dan muntah f.
Rasa sakit di seluruh persendian tubuh
g. Rasa sakit atau berat didada dan perut h. Pusing, mata berkunang – kunang i.
Klien mengatakan takut dengan keadaannya
Data Obyektif j.
Klien nampak lemah
k. Reaksi emosi yang kuat, kaget l. Nampak pembengkakan pada luka gigitan ular m. Ekspresi wajah meringis n. Tanda-tanda tusukan gigi o. Klien nampak mual dan muntah 3) Analisa Data Data
Ds : p. Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas q. Klien mengatakan pinggangnya terasa pegal Do : r. Klien nampak lemah
Penyebab Gigitan ular yang berbisa
Masalah Intoleransi
↓
aktivitas
Toksin masuk ke tubuh ↓ Merangsang saraf saraf ↓ Kelemahan otot ↓ Intoleransi aktivitas
14
Ds : s. Klien mengatakan rasa sakit di seluruh persendian tubuh t.
Gigitan ular berbisa yang mengandung toksin ↓
Klien mengatakan rasa sakit
Merangsang saraf saraf seluruh
atau berat didada dan perut
tubuh
u. Klien mengatakan pusing, mata
↓
berkunang – kunang Do : v. Nampak pembengkakan pada luka gigitan ular w. Ekspresi wajah meringis
Nyeri
Merangsang pengeluaran bradikin, prostaglandin ↓ Impuls di sampaikan ke SSP bagian korteks serebri ↓ Thalamus ↓ Nyeri dipersepsikan
Ds :
Gigitan ular berbisa yang
x. Klien mengatakan takut
mengandung toksin
dengan keadaannya
↓
Do : y. Reaksi emosi yang kuat, kaget
Cemas
Mempengaruhi saraf saraf ↓ Kurang informasi ↓ Koping individu tidak efektif ↓ Cemas
15
Pengkajian Keperawatan keracunan a. Tanda-tanda vital - Distress pernapasan - Sianosis - Takipnoe b. Neurologi IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma. c.
GI Tract Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan muntah.
d.
Kardiovaskuler Disritmia.
e.
Dermal Iritasi kulit
f.
Okuler Luka bakar kurnea
g.
Laboratorium Eritrosit menurun Proteinuria Hematuria Hipoplasi sumsum tulang Diagnostik Radiografi dada dasar/foto polos dada Analisa gas darah, GDA, EKG Intervensi secara umum Perawatan Suportif 1. Jalan nafas 2. Pernapasan
Diagnosa keperawatan
a. Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas IFO, proses inflamasi.
16
b. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi, kesulitan dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi. c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas IFO, proses inflamasi. Tujuan : Pola napas efektif Kriteria Evaluasi : - RR normal : 14 – 20 x/menit - Alan napas bersih, sputum tidak ada Intervensi
Rasional
1. Pantau tingkat, irama pernapasan &
1. Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin
suara napas serta pola pernapasan
dapat mengakibatkan hilangnya
2. Tinggikan kepala tempat tidur
kepatenan aliran udara atau depresi
3. Dorong untuk batuk/ nafas dalam
pernapasan, pengkajian yang berulang
4. Auskultasi suara napas
kali sangat penting karena kadar
5. Berikan O2 jika dibutuhkan
toksisitas mungkin berubah-ubah secara
6. Kolaborasi untuk sinar X dada, GDA
drastis. 2. Menurunkan kemungkinan aspirasi, diagfragma bagian bawah untuk untuk menigkatkan inflasi paru. 3. Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk mengurangi resiko atelektasis/pneumonia 4. Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi & pneumonia. 5. Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan 17
6. Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder seperti atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan dari usaha pernapasan.
Diagnosa 2 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi, kesulita n dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi. Tujuan : Koping individu efektif, tidak terjadi kerusakan perilaku adaptif dalam pemecahan masalah. Kriteria Evaluasi : - Klien mampu mengungkapkan kesadaran tentang penyalahgunaan bahan insektisida. - Mampu menggunakan keterampilan koping dalam pemecahan masalah - Mampu melakukan hubungan /interaksi social. Intervensi
Rasional
1. Pastikan dengan apa pasien ingin
1. Menunjukkan penghargaan dan hormat
disebut/dipanggil. 2. Tentukan pemahaman situasi saat ini &
2. Memberi informasi tentang derajat menyangkal, mengidentifikasi koping
metode koping sebelumnya terhadap
yang digunakan pada rencana
masalah kehidupan.
perawatan saat ini
3. Berikan umpan balik positif 4. Pertahankan harapan pasti bahwa pasien ikut serta dalam terapi 5. Gunakan dukungan keluarga/teman sebaya untuk mendapatkan cara-cara koping. 6. Berikan informasi tentang efek meneguk insektisida 7. Bantu pasien untuk menggunakan keterampilan relaksasi
3. Umpan balik yang positif perlu untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan kesadaran diri dalam perilaku 4. Keikut sertaan dihubungkan degan penerimaan kebutuhan terhadap bantuan, untuk bekerja. 5. Dengnan pemahaman dan dukungan dari keluarga /teman sebaya dapat membantu menngkatkan kesadaran. 6. Agar klien mengetahui efek samping 18
yang berakibat fatal pada organ-organ vital bila menelan insektisida (baygon) 7. Relaksasi adalah pengembangan cara baru menghadapi stress
Diagnosa 3 : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cair an tubuh secara tidak normal Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan Kriteria evaluasi : Keseimbangan cairan adekuat - Tanda-tanda vital stabil - Turgor kulit stabil - Membran mukosa lembab - Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam Intervensi
Rasional
1. Monitor pemasukan dan pengeluaran
1. Dokumentasi yang akurat dapat
cairan.
membantu dalam mengidentifikasi pengeluran dan penggantian cairan.
2. Monitor suhu kulit, palpasi denyut perifer.
2. Kulit dingain dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk pengantian cairan tambahan.
3. Catat adanya mual, muntah, perdarahan 4. Pantau tanda-tanda vital
3. Mual, muntah dan perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada hipordemia. 4. Hipotensi, takikardia, peningkatan
5. Berikan cairan parinteral dengan kolaborasi dengan tim medis.
pernapasan mengindikasikan kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia). 5. Cairan parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume cairan /mencegah
6. Kolaborasi dalam pemberian
hipotensi. 19
antiemetic
6. Antiemetik dapat menghilangkan mual/muntah yang dapat menyebabkan
7. Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur.
ketidak seimbangan pemasukan. 7. Pemasukan peroral bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2, Medika. Aesculapius,Jakarta. 20
Departemen kesehatan RI, ( 2000 ) Resusitasi jantung, paru otak Bantuan hidup lanjut ( Advanced Life Support ) Jakarta. Emerton, D M ( 1989 ) Principle And Practise Of nursing , University of Quennsland Press, Australia. InfoPOM Badan POM Volume 5 No. 1 Januari 2004, Keracunan YanDisebabkan Gas Karbon Monoksida, Jakarta. LabUPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr.Soetomo Surabaya,( 1994 ) Pedoman Diagnosis dan Terapi, Surabaya. Marylin. D (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC Jakarta. Olson, KR, 2004 Cargbon Monoxide, Poisoning & Drug Overdose, Fourthedition, Mc. Graw Hill, Singapore
21