TUGAS 4 REVISI LANDASAN ILMU PENDIDIKAN “
LANDASAN FILOSOFIS, PSIKOLOGIS, SOSIOLOGIS, DAN KULTURAL PENDIDIKAN ”
Oleh: SHOFIA RANTI 16175030
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Hj. Festiyed, M.S
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Selama penulisan
makalah ini, penulis
banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Festiyed, M.S selaku Dosen Pembina mata kuliah Landasan Ilmu Pendidikan dan rekanrekan mahasiswa yang telah turut membantu memberikan kritik dan saran guna kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari dalam penulisan dan penyajian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Atas kritik dan saran yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak.
Padang, Desember 2017
Penulis
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Selama penulisan
makalah ini, penulis
banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Festiyed, M.S selaku Dosen Pembina mata kuliah Landasan Ilmu Pendidikan dan rekanrekan mahasiswa yang telah turut membantu memberikan kritik dan saran guna kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari dalam penulisan dan penyajian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Atas kritik dan saran yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak.
Padang, Desember 2017
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. ……………………………………………………………. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… ISI……………………………………………………………………... ... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… PENDAHULUAN ………………………………………………………... ... Error! Bookmark not defined.
A.
Latar Belakang…………………………………………………………… Belakang……………………………………………………………
Error! Bookmark not defined.
B.
Rumusan Masalah……………………………………………………… Masalah………………………………………………………... ...
Error! Bookmark not defined.
C.
Tujuan Penulisan…………………………………………………………. Penulisan………………………………………………………….
Error! Bookmark not defined.
D.
Manfaat Penulisan……………………………………………………… Penulisan………………………………………………………... ...
Error! Bookmark not defined.
BAB II KAJIAN TEORI……………………………………………………… TEORI ………………………………………………………..… Error! Bookmark not defined.
A.
Landasan Filosofis
Pendidikan……………………………… Pendidikan………………………………..…………...Error! Bookmark not defined.
B.
Landasan Psikologis Pendidikan……………………………………… Pendidikan ………………………………………... ... 12
C.
Landasan Sosiologis Pendidikan……………………………………… Pendidikan ………………………………………... ...
Error! Bookmark not defined.
D.
Landasan Kultural Pendidikan………………………………………….. 24 Pendidikan………………………………………….. 24
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………… PEMBAHASAN ……………………………………………………….. 34 A.
Matrik Landasan Filosofis Pendidikan…………………………………. Pendidikan…………………………………... 34
B.
Matrik Landasan Psikologis Pendidikan………………………………. Pendidikan………………………………... .. 35
C.
Matrik Landasan Sosiologis Pendidikan……………………………….. Pendidikan……………………………….... 36
D.
Matrik Landasan Kultural Pendidikan…………………………………. Pendidikan…………………………………... 37
ii
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………… PENUTUP ……………………………………………………………... Error! Bookmark not defined.
A.
Kesimpulan……………………………………………………………. Kesimpulan……………………………………………………………... ..
Error! Bookmark not defined.
B.
Saran…………………………………………………………………... Saran…………………………………………………………………..... ..
Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. PUSTAKA …………………………………………………………... .. Error! Bookmark not defined.
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga, sebaliknya mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen. Pandangan klasik tentang pendidikan umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan. Landasan tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, psikologis, sosiologis, dan kultural yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk mnjemput masa depan. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagi berikut : 1. Apa landasan filosofis pendidikan menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam?
1
2
2. Apa landasan psikologis pendidikan menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam? 3. Apa landasan sosiologis pendidikan menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam? 4. Apa landasan kultural pendidikan menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam? C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan dari makalah ini sebagai berikut : 1. Menjelaskan tentang landasan filosofis pendidikan menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam 2. Menjelaskan tentang landasan psikologis pendidikan menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam 3. Menjelaskan tentang landasan sosiologis pendidikan menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam 4. Menjelaskan tentang landasan kultural pendidikan menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah : 1.
Membantu mahasiswa memahami tentang landasan-landasan pendidikan.
2.
Dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu pengetahuan bagi pembaca, khususnya untuk tenaga pendidik ke depannya.
3.
Memenuhi salah satu persyaratan untuk mengikuti mata kuliah landasan ilmu pendidikan.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Landasan Filosofis Pendidikan 1. Pandangan Indonesia
Pancasila dikenal sebagai filosofi negara Indonesia. Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila adalah landasan filosofis yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nila i) yang paling benar, adil, bijaksana, baik dan sesuai sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Landasan filsafat pancasila merupakan harmonisasi dari nilainilai dan norma-norma utuh yang terkandung dalam sila-sila Pancasila yang bertujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh agar menjadi landasan filsafat yang sesuai dengan keperibadian dan cita-cita Bangsa. Adapun bentuk Filsafat Pancasila sendiri digolongkan sebagai berikut : a. Bersifat religius yang berarti dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia. b. Memiliki arti praktis yang berarti dalam proses pemahamannya tidak sekedar mencari kebenaran dan kebijaksanaan, serta hasrat ingin tahu, tapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari agar mencapai kebahagiaan lahir dan bathin, dunia maupun akhirat (Pancasilais). Pancasila sebagai konsep filsafat memiliki nilai-nilai luhur yang menjiwai kehidupan bangsa Indonesia, karena didalamnya mengandung muatan-muatan filosofis yang dapat dikaji dan diyakini kebenarannya. a. Pancasila dan metafisika
3
4
Bangsa Indonesia meyakini adanya Tuhan YME. Keyakinan ini menjadi pondasi terhadap seluruh perilaku bangsa Indonesia untuk kehidupan bernegara. b. Pancasila dan epistemologi Salah satu pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 adalah negara hendaknya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pokok pikiran ini mengandung makna bahwa negara berupaya meningkatkan keadilan, kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di segala bidang. Semuanya harus didukung melalui pengembangan ilmu pengetahuan. Pancasila sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan di Indonesia ditegaskan dalam TAP MPR RI No. 11/MPR/1988 bahwa dasar pendidikan adalah Pancasila dan juga ditegaskan dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989 bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan yang diselenggarakan atas dasar falsafah hidup bangsa dikenal sebagai pendidikan nasional. Tujuan hidup bangsa Indonesia adalah hidup kemanusiaan yang memiliki ciri-ciri nilai luhur pancasila. Ciri-ciri kemanusiaan yang terlihat dari pancasila adalah: a. Integral Kemanusiaan yang diajarkan pancasila adalah kemanusiaan yang mengakui manusia seutuhnya, hakikat ini merupakan hakikat manusia sebagai subyek didik. b. Etis Pancasila mengandung nilai-nilai moral yang menjadi pedoman tindakan dalam setiap bidang kehidupan. Jadi, pendidikan harus selasar dengan nilainilai pancasila. c. Religius Pancasila mengakui Tuhan sebagai Maha Pencipta dan sumber eksistensi. d. Filsafat pancasila mengimplikasikan bahwa kegiatan pendidikan harus menumbuh kembangkan nilai-nilai moral dari 5 sila pancasila pada diri subjek didik melalui berbagai kegiatan.
5
Menurut Sutono (2015:666) landasan filosofis pendidikan nasional adalah Pancasila sebagaimana dalam UUD 1945. Landasan filosofis pendidikan nasional meliputi sebagai berikut: a. Segala sesuatu berasal dari Tuhan sebagai pencipta b. Hakikat hidup bangsa Indonesia adalah berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan perjuangan yang didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan mengisi kemerdekaan. Selanjutnya, keinginan luhur, yaitu (a). negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur; (b). melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh bangsa tumpah darah Indonesia; (c). memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa;
(d).
ikut
melaksanakan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. c. Pancasila merupakan mazhab filsafat tersendiri yang dijadikan landasan pendidikan, bagi bangsa Indonesia yang dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 2, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. d. Manusia adalah ciptaan Tuhan, bersifat monodualisme dan monopluralisme. Manusia yang dicita-citakan adalah manusia seutuhnya, yaitu manusia yang mencapai keselarasan dan keserasian dalam kehidupan spiritual dan keduniawian, individu dan sosial, fisik dan kejiwaan. e. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman, pemikiran, dan penghayatan. f. Perbuatan manusia diatur oleh nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan, kepentingan umum dan hati nurani. g. Pendidikan
nasional
bertujuan
mencerdaskan
kehidupan
bangsa
dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang
mantap
dan
kemasyarakatan dan kebangsaan.
mandiri,
serta
rasa
tanggung
jawab
6
h. Kurikulum berisi pendidikan umum, pendidikan akademik, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, dan pendidikan profesional. i.
Mengutamakan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan penghayatan. Berbagai metode dapat dipilih dan dipergunakan dalam rangka mencapai tujuan. Peranan pendidik dan anak didik pada dasarnya berpegang pada prinsip keteladanan ing ngarso sung tulado, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani.
2. Pandangan Barat
Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat yang beraneka ragam alirannya. Filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat artinya berpikir, namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Tegasnya, filsafat adalah karya akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalamdalamnya. Filsafat merupakan ilmu atau pendekatan yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Menurut Immanuel Kant (1724-1804) yang seringkali disebut sebagai raksasa pemikir Barat, filsafat adalah ilmu pokok yang merupakan pangkal dari segala pengetahuan. Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah idealisme, realisme, perenialisme, esensialisme, pragmatisme dan progresivisme, serta ekstensialisme . a. Idealisme Idealisme adalah suatu aliran filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar yang dapat dirasakan dan dipahami. Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan idealisme adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikkan sosial; (2) Kurikulum: pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan; (3) Metode: diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan; (4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan
7
kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya; (5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam. b. Realisme Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut aliran realisme menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial; (2) Kurikulum: komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan pengetahuan praktis; (3) Metode: Belajar tergantung pada pengalaman baik langsung atau tidak langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang digunakan; (4) Peran peserta didik adalah m enguasai pengetahuan yang handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik; (5) Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik. c. Perenialisme Perensialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal. Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan: 1) Program pendidikan yang ideal harus didasarkan ata s paham adanya nafsu, kemauan, dan akal. (Plato) 2) Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya. (Aristoteles) 3) Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas) d. Esensialisme Esensialisme adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik atau bahan ajar esensial. Landasan dasar esensialisme merupakan
8
pandangan yang sifatnya sentralistik pada pendidikan dan ranah kognitif. Hal ini kurang cocok diterapkan pada pendidikan kita karena aliran ini menekankan pada guru (pendidik) untuk menyampaikan suatu ajaran-ajaran, namun tidak diimbangi dengan respon-respon dari peserta didiknya. Contohnya, seorang pendidik hanya memberikan suatu materi tanpa memperhatikan peserta didik. e. Pragmatisme dan Progresivisme Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah. 1) Kekuatan Pragmatisme a) Kemunculan
pragmatis
sebagai
aliran
filsafat
dalam
kehidupan
kontemporer, khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuankemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun teknologi. Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan dunia, bukan nnati di akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis pragmatis dalam kehidupan sehari-hari. b) Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan eksperimen-eksperimen sehingga munculllah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan
9
yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan ekonomi. c) Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercyaan yang diterim apabila terbukti
kebenarannya
lewat
pembuktian
yang
praktis
sehingga
pragmatisme tidak mengakui adanya sesuatu yang sakral dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompo pragmatisme merupakan pendukung terciptanyademokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern. 2) Kelemahan Pragmatisme a) Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang transendental(bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Kemudian pada perkembangan lanjut, pragmatisme sangat mendewakan kemepuan akal dalam mencapai kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme. b) Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras untuk memenuhi kebutuhankebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka dalam otak masyarakat pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme. c) Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur masyarakatnya manusipa hidup semakin egois individualis. Dari sini, masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.
10
Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia
itu
sendiri.
Aliran
Progressivisme
mengakui
dan
berusaha
mengembangakan asas Progressivisme dalam semua realitas, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Berhubungan
dengan
itu
progressivisme
kurang
menyetujui
adanya
pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang. f. Rekonstruksionisme Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat. g. Eksistensialisme Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free" , manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. 3. Pandangan Islam
Filsafat
pendidikan
dalam
Islam
membincangkan
filsafat
tentang
pendidikan bercorak Islam yang berisi perenungan-perenungan mengenai apa sesungguhnya pendidikan Islam itu dan usaha-usaha pendidikan dilaksanakan agar berhasil sesuai dengan hukum-hukum Islam. Mohd. Labib Al-Najihi, sebagaimana
dikutip
Omar
Mohammad
Al-Toumy
Al-Syaibany,
11
memahami
filsafat pendidikan sebagai aktifitas pikiran yang teratur yang
menjadikan filsafat
itu sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan
memadukan proses pendidikan. Dengan perkataan lain, filsafat pendidikan Islam adalah suatu analisis atau pemikiran rasional yang dilakukan secara kritis, radikal, sistematis dan metodologis untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan Islam. Islam mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah qalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al-Qur’an ini juga dipandang sebagai keagungan dan penjelasan. Al-Qur’an berisi segala hal mengenai petunjuk yang membawa hidup manusia bahagia di dunia dan akhirat kela. Al-Qur’an berisi petunjuk segala sesuatu yang dengan jelas dinyatakan dalam ayat lain, Q.S. An-Nahl ayat 89:
“... dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. Maksud ayat ‘segala sesuatu’ ini banyak dipahami oleh para sarana muslim meliputi berbagai macam cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, maka ilmu pengetahuan itu menurut Al-Qur’an harus dicari melalui analogi dan hadist nabi SAW yang merupakan bagian dari syariah islam. Disini, pertimbangan dan hadist tersebut secara nyata ditunjukkan melalui metode analogi ini. (Saleh, 1994:17-18). Al-Qur’an mendidik manusia melalui metode yang bernalar dengan kegiatan meneliti, membaca, mempelajari, melayani, dan observasi ilmiah terhadap manusia. Firman Allah Q.S Al-Alaq ayat 1-5:
.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-Mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia segumpal darah. Bacalah dan tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar manusia dengan perantara kalam (tulis-baca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
12
Pendidikan sangat penting karena menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, oleh karena itu pendidikan islam harus menggunakan AlQur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan islam, dengan kata lain pendidikan islam harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang penafsiran-Nya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan. Al-Qur’an dianggap sebagai sumber syari’at islam, terutama dan terpenting dan sumber-sumber yang mungkin untuk menjadi dasar falsafah pendidikan. Ibnu Rushd begitu menghargai falsafah dan akal, karena tanpa akal ayat-ayat Al-Qur’an dan maksud penciptaan manusia secara umum tidak banyak mempunyai arti, akal dan Al-Qur’an tidak bisa di pertentangkan. Jika kita menjumpai ayat-ayat Al-Qur’an yang seolah-olah bertentangan dengan akal, menurut Ibnu Rushd ayat itu haruslah ditakwilkan seperti dia katakan secara tegas. )
:
(
“Jika disana tak ada pertentangan antara wahyu dan akal. Maka tak ada perlu dikatakan, tapi jika ada perhitungan, maka wahyu haruslah ditafsirkan (Fash, Almaqal: 97) Takwil/tafsir adalah solusi yang terbaik untuk memahami wahyu, jika kita menghadapi ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak bertentangan dengan semangat kemanusiaan atau sebaliknya menyalahkan kemanusiaan tersebut, tapi tugas kita adalah menafsirkannya dan menta’wilnya agar sesuai dengan nilai-nilai dasar agama dan kemanusiaan. B. Landasan Psikologis Pendidikan 1.
Pandangan Indonesia
Menurut Pidarta (2007:194), psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi
13
tentang kehidupan manusia umumnya dan gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989). a. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapantahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain. b. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok – kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya. c. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual. Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Sifat menyeluruh mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson. Di samping itu, kajian Psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo, 2002) dengan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni : a. Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan. b. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
14
c. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya. d. Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya. e. Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan. f.
Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
g. Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya. h. Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain. i.
Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
j.
Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
k. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan. l.
Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
m. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar. 2.
Pandangan Barat
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Secara etimologi, psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Menurut Whiterington (1982) bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang diharapkan, metode dan pendekatan yang benar dalam proses pendidikan sangat diperlukan. Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu : a. Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik. b. Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia primitif. c. Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
15
d. Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya. Menurut Gagne prinsip belajar dapat dilakukan perubahan yang berkenaan dengan kapabilitas individu. Sedangkan menurut Hilgard & Bower, perubahan terjadi karena interaksi dengan lingkungan sebagai reaksi terhadap siatuasi yang dihadapi. Morris L. Bigge membagi menjadi 3 teori belajar : a. Teori disiplin mental (disiplin mental theistik, disiplin mental humanistik, naturalisme, apersepsi) 1) Secara herediter anak mempunyai potensi tertentu. 2) Belajar merupakan upaya mengembangkan potensi-potensi tersebut b. Teori behaviorisme (Teori S-R Bond (Thorndike), Conditioning (Guthrie), Reinforcement (Skinner) 1) Anak tidak membawa potensi apapun dari lahirnya 2) Perkembangan ditentukan oleh faktor yang berasal dari lingkungan 3) Bersifat pasif c. Cognitive
Gestalt
Field
(Insight/Gestalt
Field,
Goal
Insight,
Cognitive Field) 1) Menekankan pada unity, wholeness, integrity (keterpaduan) 2) Bersifat aktif 3.
Pandangan Islam
Dalam Al-Quran, ada beberapa kata kunci yang berbicara mengenai psikologi yaitu al-nafs, al-qalb, al-aql, al-ruh, dan fitrah. Dari analisa terhadap kosakata
tersebut,
secara
metode
tafsir
maudhu’i
atau
tematik
akan
diformulasikan sejumlah konsep-konsep psikologi dari Al-Quran, selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menyusun paradigma teori psikologi Islami. Islam sebagai subjek dan objek kajian dalam ilmu pengetahuan harus dibedakan kepada tiga bentuk: Islam sebagai ajaran, Islam sebagai pemahaman dan pemikiran serta Islam sebagai praktek atau pengamalan. Islam sebagai ajaran bersifat universal dan berlaku pada semua tempat dan waktu, bersifat absolut dan memiliki kebenaran normatif, yaitu benar berdasarkan pemeluk agama tersebut, sehingga bebas ruang dan waktu. Islam sebagai pemahaman dan praktek, selalu
16
berhubungan dengan ruang dan waktu, sehingga bersifat partikular, lokal dan temporal. Hal itu semua adalah fondasi awal untuk melakukan gagasan aktulisasi psikologi Islami. Dasar religius ini bersumber dari agama Islam yang tertera dalam ayat AlQur’an dan Hadits, yaitu:
a. Sumber dari Al-Qur’an. antara lain: Surat Al-Mujadalah ayat 11: ...
. . .(
: 11)
“. . . . niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat . . .” Surat An-Nahl ayat 125: ...(
: 125)
“Ajaklah kepada Tuhanmu dengan cara yang bijaksana dan dengan nasehat yang baik”. b. Sumber dari hadits, yaitu: Hadist Riwayat Bukhori: (
)
“Sampaikanlah ajaranku kepada orang lain walaupun hanya sedikit”. Hadist Riwayat Baihaqi:
(
)
“Setiap anak yang dilahir kan itu telah membawa fitrah beragam (perasaan percaya kepada Allah) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragam Yahudi, Nasrani atau Majusi”. C. Landasan Sosiologis Pendidikan 1. Pandangan Indonesia
17
Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa sesuai dengan namanya, sosiologi pendidikan adalah cabang ilmu dari Sosiologi yang pengkajiannya diperlukan oleh profesional dibidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pakar pendidikan) dan para mahasisiwa serta profesional sosiologi. Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi sosial antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik ( Natawidjaja, 2007: 82). Sosiologi
Pendidikan
diharapkan
mampu
memberikan
rekomendasi
mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses pendidikan itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut kacamata kepentingan masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal (Natawidjaja, 2007: 81). Mengenai ruang lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan adanya empat pokok bahasan berikut: a. Hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lain b. Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar c. Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan d. Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik Pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya. Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi dan tampaknya merupakan potensi yang dibawa sejak lahir bahwa manusia merupakan makhluk sosial karena beberapa faktor berikut: a. Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya b. Sifat adaptability dan intelegensi Landasan
sosiologis
pendidikan
di
Indonesia
menganut
paham
integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena
18
itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang. 2. Pandangan Barat
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Sosiologi sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (17981857) pada tahun 1839, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang memepelajari masyarakat. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial. Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan, dan lainlain. Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatnya perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan. Ciri-ciri sosiologis pendidikan : a. Empiris adalah adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu, Sebab bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan. b. Teoritis adalah peningkatan fase penciptaan yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda. c. Komulatif adalah sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori itu akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
19
d. Nonetis adalah karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk. Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu: a. Paham individualisme Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat. b. Paham kolektivisme Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. c. Paham integralistik Paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga
merupakan
relasi.
Kepentingan
masyarakat
diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi. 3. Pandangan Islam
secara
keseluruhan
20
Al Qur’anul Karim adalah Firman Allah SWT yang diturunkan melalui Malaikat Jibril as kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an sendiri di turunkan oleh Allah SWT untuk mengatur kehidupan umat manusia. Al- Qur’an memuat hukum-hukum yang mengatur bagaimana manusia menjalani hidup dalam bermasyarakat dengan baik. Al Qur’an memuat aspek -aspek hukum bagi ketentraman kehidupan makhluk Allah terutama manusia. Sosiologi sebagai ilmu sosial juga dalam perkembangannya tidak jauh berbeda atau sama sekali tidak berbeda dengan apa yang di sampaikan dalam AlQur’an. Semua itu bisa dilihat dari pengertian sosiologi dimana Ilmu sosiologi memiliki pengertian bahwa sosiologi adalah ilmu yang berkaitan dengan kemasyarakatan atau objek studinya adalah masyarakat itu sendiri. Pengkajian tentang manusia dan mengatur bagaimana seseorang seharusnya bersikap dalam kehidupan bermasyarakat agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmonis. Landasan sosiologi dijelaskan dalam surat dan hadist berikut ini: a. Surat yang membahas tentang toleransi dalam Q.S Al-Kafirun: 1-6 Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa surat ini adalah surat penolakan (bara) terhadap seluruh amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik dan yang memerintahkan agar kita ikhlas dalam setiap amal ibadah kita kepada Allah tanpa ada sedikitpun campuran baik dalam niat, tujuan maupun bentuk dan tata caranya. Karena setiap bentuk percampuran disini adalah sebuah kesyirikan yang tertolak secara tegas dalam konsep aqidah dan tauhid Islam yang murni. Surat al kafirun turun sekaligus sebagai jawaban atas ajakan kaum musyrikin Quarisy kepada nabi Muhammad SAW agar mau sedikit toleran dan berkompromi dengan bergantian dalam menyembah Tuhan. Dengan turunnya surat ini, maka masing-masing pemeluk
21
agama dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik sesuai dengan keyakinannya tanpa memaksakan pendapat kepada orang lain dan sekaligus
tidak
mengabaikan
keyakinan
masing-masing
serta
akan
dipertanggung jawabkan masing-masing dihadapan Allah. Hadits lainnya tentang toleransi: “Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda : Ada lima kewajiban orang Islam terhadap orang menjawab salam, memenuhi undangan, dan melayat jenazah, menengok orang sakit, dan mendoakan orang yang bersin. (HR.Ibnu Majah) b. Ayat tentang etika dalam berpakaian yaitu QS. Al A’raf: 26
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian takwa itulah yang paling baik, yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka selalu ingat”. Hadits tentang etika dalam berpakaian dari H.R.Muslim: Abdullah bin Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang menguraikan pakaiannya karena sombong dia tidak akan diperdulikan oleh Allah SWT pada hari kiamat”. Fungsi pakaian adalah sebagai penutup aurat sekaligus perhiasan. Agama Islam memerintahkan agar setiap orang memakai pakaian yang baik dan bagus, baik berarti sesuai dengan fungsinya yaitu menutupi aurat, sedangkan bagus berarti memadai (serasi) sebagai perhiasan penutup tubuh yang sesuai kemampuan si pemakai. Berpakaian bagi kaum perempuan mukmin telah digariskan oleh Al Qur’an adalah menutup seluruh auratnya. Pada dasarnya pakaian muslim tidak menghalangi si pemakai melakukan kegiatan sehari-hari dalam masyarakat, semua kembali pada niat si pemakai dalam melaksanakan ajaran Allah.
22
c. Ayat tentang etika dalam berbicara kepada masyarakat yaitu Q.S Al Ashr: 3
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. Alat komunikasi paling utama dalam pergaulan adalah berbicara dengan bicara dapat menyampaikan sesuatu, sebaliknya kita juga dapat mengetahui keinginan orang lain. Berbicara bisa mendatangkan banyak orang (teman) dan bisa pula mendatangkan musuh, maka dari itu kita harus pandai-pandai menjaga cara berbicara kita dengan baik. Agama Islam mengajarkan agar kita berbicara sopan supaya tidak berakibat merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Mulut dapat kita gunakan sebagai nasehat akan kebenaran hindarilah cara bicara yang bisa menimbulkan perselisihan karena perselisihan itu kehendak setan yang ditujukan untuk mengadu domba, fitnah, isu dan gosip. Hadits tentang etika dalam berbicara kepada masyarakat dari HR Bukhari: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka berbicaralah dengan baik atau diam”. Lidah memang daging tak bertulang, namun apa yang keluar darinya tak akan bisa diambil atau dikembalikan lagi. Baik itu perkataan baik ataupun buruk bila telah terlontarkan dari lidah, tak akan ada yang dapat mengambilnya kembali. Hadits ini secara tegas memperingatkan kepada para ummat muslim agar berbicara dengan hal-hal yang baik saja dan sejauh mungkin meninggalkan perkataan buruk dengan cara diam. Bila berbicara adalah perak, maka diam itu emas. d. Ayat tentang etika pergaulan dengan orang yang lebih tua yaitu Q.S Al-Isra (23-24): “23. Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
23
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. 24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". Berdasarkan ayat di atas, tampaknya yang menjadi titik sentral dalam masalah ini adalah anak, maka posisi orang tua sebagai pendidik tidak menjadi bahasan utama. Hal ini bisa disebabkan adanya suatu anggapan bahwa orang tua tidak akan melalaikan kewajibannya dalam mendidik anak. Menurut Said Qutub orang tua itu tidak perlu lagi dinasehati untuk berbuat baik kepada anak, sebab orang tua tidak akan pernah lupa akan kewajibannya dalam berbuat baik kepada anaknya. Sedangkan anak sering lupa akan tanggung jawabnya terhadap orang tua. Ia lupa pernah membutuhkan asuhan dan kasih sayang orang tua dan juga lupa akan pengorbanannya. Hadits tentang etika pergaulan dengan orang yang lebih tua: Sebagian tanda memuliakan Allah adalah menghormati orang Islam yang telah putih rambutnya (tua). (HR Abu Daud). Orang yang lebih tua yang dimaksud disini yaitu Bapak, ibu, kakek, nenek, paman, bibi, kakak dan orang lain yang lebih tua dari kita. Agama Islam mengajarkan agar kita selalu hormat dan sopan kepada semua orang yang lebih tua dari mereka yang sudah mengenyam banyak pengalaman, kita memperoleh ilmu untuk bekal dimasa datang. Barang siapa yang bersikap hormat kepada orang yang lebih tua, maka akan dijanjikan oleh Rasulullah SAW, akan dihormati pula pada masa tuanya nanti dan apabila tidak menghormati orang yang lebih tua, maka Rasulullah SAW pun tidak hendak mengakui seseorang tersebut sebagai umatnya. Rasullah Saw memberi pelajaran kepada orang-orang islam tentang kewajiban dan haknya dalam pergaulan sehari-hari, seperti berikut ini. a. Kewajiban membalas salam. Apabila ada orang islam yang memberi salam atau mengucapkan salam yaitu “Assalamu’alaikum” maka orang islam lainnya berkewajiban membalas atau menjawab salam itu. b. Kewajiban memenuhi undangan. Orang islam apabila diundang oleh orang islam lainnya, maka wajib memenuhi atau menghadirinya.
24
c. Kewajiban melayat orang islam yang meninggal. Apabila ada orang islam yang meninggal dunia, maka orang islam lainnya berkewajiban melayatnya. Hukumnya adalah wajib kifayah. d. Kewajiban mendoakan orang islam yang bersin. Apabila ada orang islam bersin lalu ia mengucapkan “alhamdulilah” maka orang islam yang mendengarkannya berkewajiban mendoakannya dengan mengucapkan doa “Yarhakumullah”. Perintah yang dipesankan dalam hadis tersebut tampak sangat manusiawi dan sesuai dengan hukum sosial. Sebagaimana diakui dalam sosiologi bahwa pada kehidupan masyarakat apapun dan dimana pun beradanya sangat memerlukan adanya perilaku yang seimbang diantara anggotanya. Oleh karena itu, apa yang dianjurkan hadist tersebut merupakan tata aturan/hukum sosial kemasyarakatan yang sangat indah dan manusiawi. Lebih dari itu etika sosial tadi hukumnya bukan hanya mengandung nilai-nilai budaya luhur, tetapi juga mengandung nilai peribadatan,
karena
dalam
praktiknya
banyak
mengandung
doa
guna
membesarkan hati, menggembirakan, menentramkan, menghibur orang yang bersangkutan, dan sebagainya. Ayat dan hadits di atas memiliki hubungan erat dengan disiplin ilmu sosiologi dimana menjelaskan bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam masyarakat dan hal tersebut berbanding lurus dengan ilmu sosiologi yang juga memiliki objek studi yaitu untuk mengatur perilaku manusia dalam hidup bermasyarakat agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmonis. Etika dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan agung yang bukan saja berisikan sikap, perilaku secara normatif yaitu dalam bentuk hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut pandangan historisitas. Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada pemahaman dan pengalaman keberagamaan seseorang. Maka Islam menganjurkan kepada manusia untuk menjunjung etika sebagai fitrah dengan menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu cara pandang dan perilaku
25
manusia dalam hubungan sosial hanya dan untuk mengabdi pada Tuhan, bukan ada pamrih di dalamnya. D. Landasan Kultural Pendidikan 1. Pandangan Indonesia
Kata Kultural berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Budhayah, dalam bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Menurut Koentjoroningrat, kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan karena hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar, seperti tindakan naluri, refleks, dan lainnya. Bahkan tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang terbawa oleh makhluk manusia dalam gennya bersamanya (seperti makan, minum, atau berjalan) juga dirombak olehnya menjadi tindakan yang berkebudayaan. Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai (Jatijajar, 2015). Pengertian dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta dan gagasan atau karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat tertentu. Kebudayaan dalam arti luas dapat berwujud sebagai berikut. a. Ideal seperti ide, gagasan, nilai. b. Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. c. Fisik yakni benda hasil karya manusia.
26
Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan atau dikembangkan melalui pendidikan baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan. Sebagai contoh dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat dapat dikatakan mengajarkan kepada anak-anak untuk mengatakan sesuatu, kapan hal itu dapat dikatakan, bagaimana mengatakannya, dan kepada siapa mengatakannya. Contoh lain, setiap masyarakat mempunyai persamaan dan perbedaan dalam berpakaian. Dalam kaitan dengan pakaian, anak harus mempelajari dari anggota masyarakat yang lain tentang cara menggunakan pakaian tertentu dari dalam peristiwa apa pakaian tertentu dapat dipakai. Dengan mempelajari tingkah laku yang dapat diterima dan kemudian menerapkan sebagai tingkah lakunya sendiri menjadikan anak sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, anak-anak harus diajarkan pola-pola tingkah laku yang sesuai dengan normanorma yang berlaku dalam masyarakat. Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah laku kepada generasi baru berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Pada dasarnya ada tiga cara umum yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal, nonformal, dan formal. Cara informal terjadi dalam keluarga, dan non-formal dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan cara formal melibatkan lembaga khusus yang dibentuk untuk tujuan pendidikan. Pendidikan (formal) dirancang untuk mengarahkan perkembangan tingkah laku anak didik. Kalau masyarakat hanya mentransmisi kebudayaan yang mereka miliki kepada generasi penerus maka tidak akan diperoleh kemajuan. Oleh sebab itu, anggota masyarakat berusaha melakukan perubahan yang disesuaikan dengan kondisi baru sehingga terbentuklah pola tingkah laku, nilai-nilai, dan normanorma baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa (Burhanuddin, 2013: 8). Kebudayaan dari satu pihak mengkondisikan suatu sistem sosial dalam arti ikut serta membentuk atau mengarahkan, tetapi juga dikondisikan oleh sistem sosial. Dengan memperhatikan berbagai dimensi kebudayaan, landasan kultural pendidikan di Indonesia haruslah mampu memberi
27
jawaban terhadap masalah berikut: (1) semangat kekeluargaan dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan pendidikan, (2) rule of law dalam masyarakat yang berbudaya kekeluargaan dan kebersamaan,(3) apa yang menjadi etos masyarakat Indonesia dalam kaitan waktu, alam, dan kerja, serta kebiasaan masyarakat Indonesia yang menjadi etos sesuai dengan budaya Pancasila; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, sehat jasmani dan rohani, dan (4) cara bagaimana masyarakat menafsirkan dirinya, sejarahnya, dan tujuan-tujuannya. Bagaimana tiap warga memandang
dirinya
dalam
masyarakat
yang
integralistik,
bagaimana
perkembanga cara peningkatan harkat dan martabat sebagai manusia, apa yang menjadi tujuan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu atau dihadirkan dan diambil oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya sistem sosial di masyarakat merupakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan orang. Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris dan penerus kebudayaan, secara ringkas melalui: a. Kebudayaan menjadi kondisi belajar. b. Kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang, adanya respon-respon tertentu. c. Kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku tertentu sejalan dengan sistem nilai yang berlaku. d. Adanya pengulangan pola prilaku tertentu dalam kebudayaan. Tanpa pendidikan, maka budaya akan tertinggal. Aspek budaya pun sangat berperan dalam proses pendidikan dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya. Dengan demikian, budaya tidak pernah lepas dari proses pendidikan itu sendiri.
28
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan
dapat
dilestarikan/dikembangkan
dengan
jalan
mewariskan
kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu berlangsung. Kemajuan di masyarakat tidak sekedar kemajuan peradaban saja, tetapi juga sarana-sarana, kemajuan ekonomi sehingga mampu menopang kebutuhan sekolah. Pengaruh dan peranan masyarakat terhadap sekolah sebagai berikut (Ahmadi, 2001: 38) : a. Sebagai arah dalam menentukan tujuan b. Sebagai masukan dalam menentukan proses belajar mengajar c. Sebagai sumber belajar d. Sebagai pemberi dan dan fasilitas lainnya e. Sebagai laboratorium guna pengembangan dan penelitian sekolah Kebudayaan sebagai dinamika kehidupan manusia akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman, percepatan perkembangan ilmu dan teknologi, serta perkembangan proses pemikiran manusia. Perkembangantersebut tidak dapat disangkal dipengaruhi oleh pendidikan. Tampak bahwa pendidikan berperan dalam mengembangkan kebudayaan. Pendidikan adalah medan bagi manusia dibina, ditumbuhkan, dan dikembangkan potensi-potensinya. Semakin potensi seseorang dikembangkan semakin ia mampu menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab pelaku kebudayaan adalah manusia. Kehidupan
budaya
masyarakat
yang
mendasari
penyelenggaraan
pendidikan meliputi kondisi-kondisi kultural yang ada dalam masyarakat berupa: sistem nilai yang dianut, aneka kepercayaan, mitos-mitos, tata kelakuan atau norma, perilaku kebiasaan atau adat istiadat, etnisitas, dan kesenian (Wahab,
29
2011:21). Salah satunya di masyarakat terdapat norma-norma sosial budaya yang harus diikuti oleh warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukkan kepribadian warganya dalam pendidikan. Para tokoh tokoh masyarakat berperan sebagai tauladan dalam norma-norma masyarakat disamping orang tua kepada anak-anak tentang adat istiadat atau tradisi atau sopan santun, baik dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun dalam pergaulan sehari-hari. Norma-norma masyarakat yang berpengaruh tersebut sudah merupakan aturanatruran yang ditularkan oleh generasi itu kepada generasi mudanya. Penularan penularan yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan ini sudah merupakan proses pendidikan masyarakat (Ahmadi, 2001:38). Pada awal perkembangannya, suatu kebudayaan terbentuk berkat kemampuan manusia mengatasi kehidupan alamiahnya dan kesengajaan manusia menciptakan lingkungan yang cocok bagi kehidupannya. Setiap individu yang lahir selalu memasuki lingkungan kebudayaan dan lingkungan alamiah, dan menghadapi dua sistem sekaligus yaitu sistem kebudayaan dan sistem lingkungan alam. Individu dalam masyarakat modern sangat dipengaruhi oleh besar dan kompleksnya kehidupan masyarakat modern dan kecanggihan kebudayaannya. Ini berarti bahwa individu hanya dapat hidup dalam masyarakat atau kebudayaan modern, apabila ia mau dan mampu belajar terus menerus. Keragaman budaya terwujud dalam keragaman adat istiadat, tata cara, dan tata krama pergaulan, kesenian, bahasa, dan sastra daerah, maupun kemahiran dan keterampilan yang tumbuh dan terpelihara di suatu daerah. Peserta didik diharapkan tidak hanya mengenal lingkungannya (alam, sosial, dan budaya) akan tetapi juga mau dan mampu mengembangkannya. Sebagai contoh, muatan lokal dalam kurikulum tidak hanya sekedar meneruskan minat akan kemahiran yang ada di daerah tertentu, tetapi juga serentak memperbaiki/meningkatkannya sesuai dengan perkembangan IPTEK. Dengan demikian, kurikulum ikut memutakhirkan kemahiran lokal (mengukir, melukis, menenun, menganyam, dan sebagainya), sehingga sesuai dengan kemajuan zaman, membuka peluang tersedianya lapangan kerja bagi peserta didik yang bersangkutan (umpama bidang kerajinan) dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di lingkungannya.
30
Sebagai salah satu faktor yang ikut menentukan kelangsungan hidup suatu masyarakat adalah kesanggupan dan kemampuan anggotanya untuk mendukung nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Pendidikan sebagai subsistem masyarakat mempunyai peranan mewariskan, memelihara dan sekaligus sebagai agen pembaharuan kebudayaan. Pendidikan dapat dikonsepkan sebagai proses budaya manusia. Kegiatanya dapat berwujad sebagai upaya yang dipikirkan, dirasakan dan dikehendaki manusia. Pada dasarnya pendidikan merupakan unsur dan peristiwa budaya. Pendidikan merupakan proses budaya, yakni generasi manusia berturut-turut mengambil peran sehingga menghasilkan peradaban masa lampau dan mengambil peranan di masa kini dan mampu menciptakan peradaban di masa depan. Dengan kata lain, pendidikan memiliki tiga peran yaitu sebagai pewarisan, sebagai pemegang peran dan sebagai pemberi kortribusi. Dengan demikian dapat dipahami pendidikan sebagai proses upaya pemeliharaan dan peran dalam membangun peradaban dan pendidikan tidak terbatas pada benda-benda yang tampak Analisis antropologi budaya dapat membantu mengatasi problema problema pendidikan yang dimunculkan oleh kelompok-kelompak minoritas dan budaya yang lain. Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk budaya dapat menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat. Salah satu cara untuk memelihara kebudayaan adalah melalui pengajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai penyampaian, pelestarian dan sekaligus pengembangan kebudayaan. 2. Pandangan Barat
Kultural berasal dari bahasa Inggris yaitu culture yang berarti kebudayaan. Malinowski dalam Jatijajar (2015) menyebutkan bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas. Menurut Taylor dalam bukunya primitive culture (Setyawan, 2014:1) kebudayaan atau peradaban yaitu meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, kebiasaan dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
31
Beberapa negara dapat kita lihat bagaimana kultural pendidikannya. Seperti di negara Jepang, hal yang patut dikagumi adalah budaya disiplin dan kerja kerasnya yang turut berperan serta dalam pencapaian kesuksesan. Budaya disiplin dan kerja keras orang Jepang sejak dahulu diajarkan dari leluhur mereka yang selalu ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari yang juga berpengaruh pada kemajuan negaranya. Nilai-nilai positif dari negara Jepang patut kita terapkan dalam menyongsong kesuksesan dan kemajuan pada negara kita. Finlandia juga dapat dijadikan cerminan dalam hal pendidikan. Finlandia dinobatkan sebagai negara dengan pendidikan terbaik. Salah satu alasannya adalah budaya membaca orang Finlandia yang ditanamkan sejak anak-anak. Bahkan, Finlandia menerbitkan lebih banyak buku anak-anak dari pada negara mana pun di dunia. Guru diberi kebebasan melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks. Stasiun TV pun menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish, sehingga anak-anak bahkan membaca waktu nonton TV. Finlandia menganut sistem pendidikan yang cenderung rileks dan sangat fleksibel. Dengan kata lain, jenis sistem pendidikan apapun, baik sistem yang fleksibel ataupun kaku, bila ditopang dengan budaya pendidikan yang baik akan berdampak pada luaran yang baik pula. Ditanah air, budaya pendidikan menjadi salah satu masalah yang mempengaruhi kinerja sistem pendidikan. Professor Stecher dalam Mulyono (2015) mengatakan bahwa sekolah harus menjadi agen pembentukan pola budaya yang membentuk norma-norma pada generasi mendatang. Artinya, disamping transfer pengetahuan, aktivitas pendidikan juga harus mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana transfer karakter dan budaya yang baik sesuai dengan norma-norma yang berlaku. 3. Pandangan Islam
Kata kebudayaan dalam Islam lebih dipandang sebagai proses manusia mewujudkan totalitas dirinya dalam kehidupan yang disebut amal. Amal atau aktifitas budaya merupakan aktifitas hidup yang disadari, dimengerti dan direncanakan serta berkaitan erat dengan nilai-nilai. Kebudayaan mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan
32
yang dibuat oleh manusia. Peran agama Islam dalam kebudayaan adalah memberikan nilai-nilai etis yang menjadi pedoman dan ukurannya. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 110:
“Kamu adalah umat yang terbaik, yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf (berbuat baik) dan mencegah dari yang mungkar (kejahatan) dan beriman kepada Allah”. Ayat ini menjelaskan bahwa ada dua kecenderungan budaya manusia, yaitu budaya yang baik dan budaya yang buruk. Ayat tersebut menerangkan dengan tegas dalam mengantisipasi dinamika budaya dan peradaban umat manusia. Penyimpangan budaya dari nilai-nilai kebenaran dan kebaikan menimbulkan budaya yang hancur. Budaya termasuk bagian dari syari’ah (aturan agama) yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam setiap tindakan dan ucapan. Adapun dalil-dalil AlQur’an dan Hadits yang menjelaskan tentang kultural sebagai berikut. a. Kebudayaan berjabat tangan
Dari Abi Khattâb Qatâdah ia berkata: Saya bertanya kepada Anas bin Malik, “Apakah para Sahabat Rasulullah SAW biasa berjabat tangan?” Ia menjawab, “Ya.” (HR Bukhari) b. Budaya bahasa yang berbeda-beda
33
Artinya: “Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. (Al Kahf: 93) Maksudnya: mereka tidak bisa memahami bahasa orang lain, karena bahasa mereka amat jauh bedanya dari bahasa yang lain, dan mereka pun tidak dapat menerangkan maksud mereka dengan jelas karena kekurangan kecerdasan mereka. c. Perhatian Islam terhadap tradisi : . Abdullah bin Mas’ud berkata: “Tradisi yang dianggap baik oleh umat Islam, adalah baik pula menurut Allah. Tradisi yang dianggap jelek oleh umat Islam, maka jelek pula menurut Allah.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la dan al -Hakim).” Menjaga
tradisi
berarti
menjaga
kebersamaan.
menimbulkan fitnah dan perpecahan di kalangan umat.
Melanggar
tradisi
dapat
BAB III PEMBAHASAN
A. Matriks Landasan Filosofis Pendidikan Pandangan Indonesia Pandangan Barat Menurut Sutono (2015), landasan Menurut Immanuel Kant (1724-1804) filosofis pendidikan Indonesia yang seringkali disebut sebagai raksasa adalah Pancasila. Pancasila sebagai pemikir Barat, filsafat adalah ilmu pokok pedoman penyeleng-garaan yang merupakan pangkal dari segala pendidikan di Indonesia. Pendidikan pengetahuan. diselenggarakan atas dasar falsafah hidup bangsa dikenal sebagai pendidikan nasional. Kesimpulan: Ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa landasan perenungan secara mendalam sampai keakar – akarnya mengenai pendidikan.
Pandangan Islam Moh. Labib memahami filsafat pendidikan dalam Islam sebagai aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.
filsofis pendidikan ialah hasil pemikiran dan
B. Matriks Landasan Psikologis Pendidikan Pandangan Indonesia Pidarta (2007), Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi oleh alam
Pandangan Barat Whiterington (1982) menjelaskan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakantindakan belajar.
Pandangan Islam Metode tafsir maudhu’i atau tematik akan diformulasikan sejumlah konsep-konsep psikologi dari Al-Quran, selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menyusun paradigma teori psikologi Islami.
34
35
Pandangan Indonesia Pandangan Barat Pandangan Islam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Kesimpulan: Ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa landasan psikologis pendidikan merupakan suat landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia umumnya dan gejalagejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usi perkembangannya dalam memudahkan proses pendidikan. C. Matriks Landasan Sosiologis Pendidikan Pandangan Indonesia Pandangan Barat Pandangan Islam Sosiologi Pendidikan sebagai cabang Landasan sosiologi mengandung norma Al-Qur’an memuat hukum-hukum yang sosiologi yang memusatkan dasar pendidikan yang bersumber dari mengatur bagaimana manusia menjalani perhatian pada mempelajari norma kehidupan masyarakat yang dianut hidup dalam bermasyarakat dengan baik. Al hubungan antara pranata pendidikan oleh suatu bangsa. Untuk memahami Qur’an memuat aspek -aspek hukum bagi dengan pranata kehidupan lain, kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, ketentraman kehidupan makhluk Allah antara unit pendidikan dengan kita harus memusatkan perhatian pada terutama manusia. komunitas sekitar, interaksi sosial pola hubungan antar pribadi dan antar antara orang-orang dalam satu unit kelompok dalam masyarakat tersebut. pendidikan, dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik. Kesimpulan: Ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidika yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyaraka tersebut.
35
Pandangan Indonesia Pandangan Barat Pandangan Islam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Kesimpulan: Ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa landasan psikologis pendidikan merupakan suat landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia umumnya dan gejalagejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usi perkembangannya dalam memudahkan proses pendidikan. C. Matriks Landasan Sosiologis Pendidikan Pandangan Indonesia Pandangan Barat Pandangan Islam Sosiologi Pendidikan sebagai cabang Landasan sosiologi mengandung norma Al-Qur’an memuat hukum-hukum yang sosiologi yang memusatkan dasar pendidikan yang bersumber dari mengatur bagaimana manusia menjalani perhatian pada mempelajari norma kehidupan masyarakat yang dianut hidup dalam bermasyarakat dengan baik. Al hubungan antara pranata pendidikan oleh suatu bangsa. Untuk memahami Qur’an memuat aspek -aspek hukum bagi dengan pranata kehidupan lain, kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, ketentraman kehidupan makhluk Allah antara unit pendidikan dengan kita harus memusatkan perhatian pada terutama manusia. komunitas sekitar, interaksi sosial pola hubungan antar pribadi dan antar antara orang-orang dalam satu unit kelompok dalam masyarakat tersebut. pendidikan, dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik. Kesimpulan: Ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidika yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyaraka tersebut.
36
D. Matriks Landasan Kultural Pendidikan Pandangan Indonesia Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa. Kesimpulan: Ketiga pandangan dikembangkan melalui pendidikan melalui proses pendidikan.
Pandangan Sekuler Pandangan Islam Malinowski (2015) menyebutkan bahwa Budaya termasuk bagian dari s yari’ah kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan (aturan agama) yang dijadikan sebagai atas berbagai sistem kebutuhan manusia. pertimbangan dalam setiap tindakan dan Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan ucapan. corak budaya yang khas. tersebut dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan ata baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudka
36
D. Matriks Landasan Kultural Pendidikan Pandangan Indonesia Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa. Kesimpulan: Ketiga pandangan dikembangkan melalui pendidikan melalui proses pendidikan.
Pandangan Sekuler Pandangan Islam Malinowski (2015) menyebutkan bahwa Budaya termasuk bagian dari s yari’ah kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan (aturan agama) yang dijadikan sebagai atas berbagai sistem kebutuhan manusia. pertimbangan dalam setiap tindakan dan Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan ucapan. corak budaya yang khas. tersebut dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan ata baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudka
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
1.
Menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam landasan Filosofis Pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar – akarnya mengenai pendidikan.
2.
Menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam landasan Psikologis Pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia umumnya dan gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya dalam memudahkan proses pendidikan.
3.
Menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam landasan Sosiologis Pendidikan mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
1.
Menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam landasan Filosofis Pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar – akarnya mengenai pendidikan.
2.
Menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam landasan Psikologis Pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia umumnya dan gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya dalam memudahkan proses pendidikan.
3.
Menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam landasan Sosiologis Pendidikan mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa.
4.
Menurut pandangan barat, indonesia dan agama islam landasan kultural pendidikan
dapat
dibentuk,
dilestarikan
atau
dikembangkan melalui
pendidikan baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan. B. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini belum sempurna, untuk itu diharapkan kepada pembaca ikut memberikan saran agar makalah ini lebih baik untuk selanjutnya.
37
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2008. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Al Rasyid, Djejen, dan Nur’aini. 2011. Landasan Pendidikan. Serang: UPI Kampus Serang. Bakry, Hasbullah. 1970. Sitematik Filsafat . Yogyakarta: Widjaya. Burhanuddin, Afid. 2013. Landasan Pendidikan. Bahan Mata Kuliah Landasan Pendidikan. Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung: Andira. Hasbullah. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Jatijajar,
Afif.
2015. Pengertian
Budaya
dan
kebudayaan. Tersedia:
http://historikultur.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-budaya-dankebudayaan/ Maksum,
Ali.
2009. Pengantar
Filsafat:
Dari
Masa
Klasik
Hingga
Postmoderenisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Mulyono, H. 2015. Krisis budaya pendidikan. Koran Madura. Opini. Tersedia: http://www.koranmadura.com/2015/06/24/krisis-budaya-pendidikan/ Nana Syaodih. 1989. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya. Natawidjaya, R. Sukmadinata, Ibrahim Djohar. A. 2007. Ilmu Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Ridwan, M.Drs.Dkk. 2000. Kamus Ilmiah Populer . Surabaya: Citra Pelajar Group. Ruswandi, Uus & Hermawan Heris, A. 2008. Nurhamzah. Landasan Pendidikan. Bandung: CV. Insan Mandiri. 38