TRANSFORMASI MAKNA ZIARAH WALI SEBAGAI WISATA RELIGI Essay Untuk Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah : Kajian Konsumsi dan Gaya Hidup
AZIS MUSLIM FAUZI 14/366232/SA/17546
PROGAM SARJANA DEPARTEMEN ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GADJAH MADA 2016
Transformasi Makna Ziarah Wali Sebagai Wisata Religi
PENDAHULUAN Manusia sebagai makhluk yang fana yang berarti tidak kekal memunyai keyakinan bahwa hidup di dunia hanya sementara dan kehidupan selanjutnya (akhirat) adalah kehidupan yang abadi. Kepercayaan akan kematian tersebut banyak dimuat dalam kitab-kitab suci agama apapun serta yang di wariskan dari para leluhur terdahulu. Seperti kutipan firman dalam AlQuran bahwa tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu, Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung, Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan1. Serta telah diuraikan dalam kitab injil bahwa Setelah mati, manusia (tubuh jasmaninya) akan kembali menjadi debu, tetapi rohnya akan kembali kepada Allah, Sang Penciptanya2. Ketika seseorang telah meninggal, tidak ada hal yang bisa dilakukan untuk menebus dosa, hanya ada pertanggungjawaban atas amal baik dan buruk ketika semasa hidup di dunia. Oleh karena itu menjadi tugas para kerabat dan sanak saudara untuk mendoakan arwah yang telah berpulang ke Rahmatullah agar arwah seseorang setidaknya dapat diampuni oleh Tuhan. Kegitaan untuk berkunjung ke pemakaman kerabat atau saudara untuk mendoakan dinamakan ziarah (Wisata Pilgrim). Di Indonesia tradisi ziarah ke makam keramat oleh umat Islam merupakan kelanjutan dan tradisi nenek moyang yang memiliki kebiasaan mengunjungi candi atau tempat suci lainnyadengan maksud melakukan pemujaan roh nenek moyang. Dengan masuknya Agama Islam, maka kegiatan ziarah hanya meneruskan kebiasaan lama (Morissan, 2002: 26). Tujuan dari ziarah sebelumnya hanyalah untuk mendoakan arwah seseorang supaya diampuni oleh Tuhan dan supaya mendapatkan berkah. Seiring berkembangnya masa dari waktu ke waktu kegiatan ziarah telah bertransformasi menjadi sebuah wisata tersendiri. Sebab disamping memang tujuan ziarah sebagai ajang berdoa, adalah sebagai ajang kegiatan berwisata disamping kegiatan ziarah seperti berbelanja oleh-oleh, mengunjugi wahana-wahana permainan, dan sebagainya. Pariwisata sendiri mempunyai makna bahwa keseluruhan elemenelemen terkait (wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri dan lain-lain) yang merupakan akibat dari perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata, sepanjang perjalanan tersebut tidak permanen (Murphy dalam Pitana I Gede dan Gayantri Putu G 2005: 40-41). Pada 1 2
Al-Qur’an surah Ali Imran : 185 Al-Kitab 3:19
hakekatnya wisata lebih menitik beratkan pada keingintahuan manusia untuk informasi sebanyak-banyaknya tentang objek wisata yang belum diketahui atau memang tidak ada di lingkungan sekaligus untuk rekreasi. Pariwisata dalam konteks ziarah tersebut diartikan berupa menikmati pemandangan selama perjalanan, menikmati suasana baru ketika berkunjung di tempat yang baru dikunjungi, mengagumi konstruksi arsitek dan ornamen dari bangunanbangunan keramat dan mencari buah tangan khas dari berbagai tempat.
PEMBAHASAN Di Indonesia sendiri, terdapat banyak fenomena peziarahan yang bisa dijadikan bahan kajian. Mengingat Indonesia yang mengakui agama lokal maupun samawi yang mempunyai tradisi ziarah masing-masing, fenomena ziarah jelasnya bukan menjadi isu yang asing. Selain dalam Islam, ada banyak kajian dan penelitian yang telah dilakukan terkait ziarah umat Katolik, Hindu, Budha serta agama dan kepercayaan lokal. Fokus pada makalah ini akan lebih diberikan pada fenomena peziarahan umat Islam, utamanya ziarah Wali. Selain Islam yang memang menjadi agama mayoritas di Indonesia, fenomena ziarah wali menarik untuk dikaji. Jika dilihat dari sejarahnya, bagi umat Muslim di Indonesia leluhurnya adalah para Wali sebagai tokoh-tokoh penyebar agama Islam di Indonesia. Para wali tidak serta merta menghilangkan praktik-praktik budaya lokal yang dulu telah ada sebelumnya namun hanya dirubah makna dan tujuannya sehingga ajaran-ajaran Islam dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat lokal. Budaya lokal yang berintegrasi dengan ajaran-ajaran Islam berlangsung hingga sekarang. Sistem budaya yang dibawa oleh kelompok sinkretis adalah sistem budaya yang menggambarkan pencampuran antara budaya Islam dengan budaya lokal. Budaya Islam sinkretis merupakan gambaran keagamaan yang sudah jauh dari sifatnya yang murni3. Sebagai contoh ketika dalam kegiatan ziarah masih terdapat taburan-taburan bunga untuk makam orang telah meninggal. Jasa-jasa terdahulu dari para Wali yang telah mensyiarkan ajaran Islam yang merupakan cikal bakal masuknya agama Islam di Indonesia, sangat dijunjung oleh masyarakat Muslim di Indonesia. Berawal dari situ masyarakat Muslim melanjutkan ritus-ritus tradisi berziarah ke makam-makam para Wali dan Sunan untuk menghargai jasa-jasa para Wali terdahulu.
3
Sutiyono, Benturan Budaya Islam – Puritan dan Sinkretis, (Jakarta : Kompas, 2009), hlm. 5.
Aksesibilitas Dalam kegiatan perziarahan yang dilaksanakan, ada dua kategori terhadap lokasi ziarah yaitu yang berlokasi di tanah Jawa dan di luar Jawa. Tempat yang menjadi tujuan ziarah di tanah jawa kebanyakan adalah makam Wali songo yang terbentang mulai dari barat makam Sunan Gunungjati (Cirebon), Sunan Kalijaga (Demak), Sunan Kudus (Kudus), Sunan Muria (Kudus), Sunan Bonang (Tuban), Sunan Derajat (Gresik), Sunan Giri (Gresik), Sunan Gresik (Gresik), dan yang terkahir terletak di paling timur jawa adalah Sunan Ampel (Surabaya). Kiprah dan jejak wali songo hanya berlatar di daerah pesisir pantai utara (Pantura). Kemudian masih banyak Sunan-sunan lainnya selain wali songo yang makamnya tersebar di seluruh tanah jawa seperti di Pamijahan, Klaten, dan lain-lain. Persebaran Wali dan Sunan di Luar Jawa banyak berlokasi di Pulau Madura, Bali, Sumatera, Kalimantan dan Maluku. Kuatnya pengaruh Wali dan Sunan terhadap masyarakat menimbulkan sifat resiprositas dari masyarakat kepada Wali dan Sunan. Resiprotas yang ditunjukkan adalah penghormatan dengan mendoakan Wali dan Sunan. Tempat-tempat makam Wali yang kadang aksesnya terbilang sulit untuk dicapai tidak menyurutkan semangat para peziarah untuk mengunjungi makam, misalnya pada makam Sunan Muria yang terletak di ketinggian 1200 mdpl di lereng gunung muria, sesampainya di parkiran para peziarah harus menaklukkan ratusan anak tangga menuju makam Sunan Muria. Aspek Ekonomi Perekonomian menjadi aspek krusial dalam kegiatan praktik perziarahan. Fenomena ziarah merupakan tradisi turunan yang diwarisi dari orang tua-orang tua kita yang semakin hari semakin bertambah banyak peziarahnya. Seiring semakin ramainya pengunjung di lokasilokasi tempat ziarah semakin pula aktifitas perekonomian yang semakin sibuk pula. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pedagang-pedangang yang membuka kios seperti makanan, pakaian, alat-alat ibadah, cinderamata, dan oleh-oleh lainnya. Selain dari berjualan, masyarakat sekitar juga memanfaatkan dengan menyediakan jasa-jasa seperti ojek, becak, porter barang, jasa parkir dan sebagainya. Pemerintah juga turut mengambil andil dalam mengelola perekonomian di kawasan tempat ziarah. Sebagai contoh di kawasan tempat ziarah Sunan Giri pemerintah sengaja membangun terminal parkir agak jauh dari tempat ziarah supaya memberi space untuk menghidupkan rezeki-rezeki seperti jasa ojek dan becak serta memberi ruangruang para pedangang untuk berjualan. peran pemerintah juga nampak ketika merenovasi bangunan-bangunan peribadatan seperti Masjid supaya terlihat menarik agar pengunjung juga dapat mampir ke Masjid selain untuk beribadah juga menjadi tempat wisata baru, misalnya Masjid Menara Kudus yang terdapat di kawasan makam Sunan Kudus. Pemasukan daerah juga
didapatkan dari pemungutan retribusi atas kendaraan-kendaraan yang keluar masuk terminal parkir. Beberapa kebijakan tersebut telah memudahkan pengunjung ketika akan atau selesai berziarah mereka dapat memilih dan membeli oleh-oleh sambil menikmati makanan khas daerah tersebut. Bangunan-bangunan peribadatan seperti Masjid yang terletak di dekat tempat berziarah juga menjadi pilihan lain selain tujuan utama berziarah juga berkunjung ke Masjid yang beberapa memiliki ornamen unik. selain itu juga banyak terdapat obyek-obyek tempat yang menarik untuk di kunjungi selain tempat ziarah. Perekonomian juga dapat terlihat pada biro-biro perjalanan yang menyediakan paketpaket ziarah dan wisata. Selain ada paket tempat ziarah mana saja yang akan dikunjungi, setidaknya ada satu tempat wisata umum sebagai selingan untuk keseluruhan perjalanan. Aspek Pariwisata Seiring perkembangan zaman, fenomena ziarah telah mengalami penambahan makna selain untuk aspek religi namun juga untuk aspek wisata. Kebutuhan akan penyegaran psikis sebagai inovasi atas kejenuhan dalam kegiatan religi menjadi penyebab penambahan makna ziarah. Para pengunjung yang jenuh ketika melakukan perjalanan ziarah dari satu makam wali ke makam wali lainnya yang kadang berjarak cukup jauh memunculkan ide untuk menghilangkan kejenuhan tersebut dengan mampir ke tempat wisata maupun sekedar berhenti di tempat peristirahatan. Salah satu daya tarik untuk sekedar berwisata ini adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan4. Para peziarah yang kebanyakan berasal dari pedesaan, menjadikan perjalanan jauh ke tempat ziarah sebagai hal menarik ketika banyak melihat peristiwa, obyek, dan suasana baru selama perjalanan. Kios-kios yang banyak menyediakan barang-barang cinderamata juga menjadi magnet bagi para peziarah untuk berkunjung sekedar melihat-lihat atau mendapat titipan dari sanak saudara. Bahkan ada beberapa peziarah yang tidak mengikuti tujuan ziarah untuk berdoa tetapi hanya sekedar ikut dengan menikmati perjalanan dan kawasan tempat ziarah untuk menghilangkan penat karena aktifitas rutinan keseharian.
4
Undang-undang tentang Kepariwisataan BAB 1 Pasal 1 Ayat 5
PENUTUP Fenomena kegiatan ziarah sudah berlangsung selama berabad-abad yang lalu, berawal pada zaman masyarakat hindu Indonesia sampai zaman Islam yang menjadi mayoritas hingga sekarang. Makna dan tujuan yang semula merupakan penghormatan nenek moyang dan berdoa sampai meminta berkah kepada Tuhan Yang Maha Esa sudah mengalami reproduksi makna terhadap kehidupan sekarang ini yang lebih dinamis. Dewasa ini pemaknaan terhadap kegiatan ziarah telah bertransformasi menjadi kegiatan untuk berwisata terhadap peziarah dan sebagai ajang menumbuhkan perekonomian bagi masyarakat yang berada di sekitar tempat ziarah. Peningkatan permintaan akan kunjungan berziarah tentunya akan menumbuhkan ladangladang bisnis baru bagi stakeholder ekonomi yang tidak menutup kemungkinan akan merubah keseluruhan makna ziarah menjadi formalitas belaka.
DAFTAR PUSTAKA
Damardjati R.S. 1989. Istilah-istilah Dunia Pariwisata. Jakarta : Pradnya Paramita. Pitana, I Gede dan Putu G Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata . Yogyakarta: Penerbit ANDI. Sutiyono. 2009. Benturan Budaya Islam – Puritan dan Sinkretis. Jakarta: Kompas https://www.academia.edu/5677581/IBL_-_Islam_Budaya_Lokal_and_Lokalisasi_Islam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kepariwisataan BAB 1 Pasal 1 Ayat 5