BAB I
PENDAHULUAN
Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui
keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan
dengan suatu tolok ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan yang bermanfaat
untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Fungsi utama evaluasi
adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang
tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi
dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses
pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala
berdasarkan aturan-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang
erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation), kegiatan
pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi. Dalam kegiatan
pengukuran ini diperlukan instrumen-instrumen berupa tes, salah satu bentuk
tes tersebut adalah Tes Bentuk objektif.
Dalam makalah/telaah ini akan dibahas mengenai salah satu jenis
pengukuran tersebut, yaitu tes bentuk objektif yang didalamnya terdapat
berbagai jenis butir soal yang masing-masing akan diurai secara lebih
mendalam.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Tes Obyektif
Tes objektif adalah bentuk tes yang mengandung kemungkinan
jawaban atau respons yang harus dipilih oleh peserta tes. Pemeriksaan
atau penskoran jawaban/respons peserta tes sepenuhnya dapat dilakukan
secara obyektif oleh pemeriksa dan dapat menggunakan alat bantu.[1]
Tes Obyektif adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang
terdiri dari butir-butir soal yang dapat dijawab oleh testee dengan
jalan memilih salah satu (atau lebih) diantara beberapa kemungkinan
jawaban yang telah dipasangkan pada pasangan masing-masing items, atau
dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa kata-kata atau
symbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan
untuk masing-masing butir item yang bersangkutan.[2]
Tes Obyektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat
dilakukan secara obyektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan dari tes bentuk esai.[3]
b. Penggolongan Tes Obyektif
1. Tes obyektif bentuk benar-salah (true-false test)
Sering dikenal dengan istilah tes obyektif bentuk benar-salah
atau tes obyektif bentuk "ya-tidak" (yes-no test).
Tes obyektif bentuk True-false merupakan salah satu bentuk tes
obyektif dimana butir-butir soal yang diajukan dalam test hasil
belajar berupa pernyataan (pernyataan dimana ada yang benar dan ada
yang salah). Tugas testee adalah membubuhkan tanda tertentu atau
mencoret huruf B apabila menurut mereka pernyataan itu benar, atau
mencoret huruf S apabila menurut mereka pernyataan itu salah.
Jadi, tes obyektif bentuknya adalah kalimat atau pernyataan yang
mengandung dua kemungkinan jawab, benar atau salah, dan testee
diminta menentukan pendapat mereka mengenai penyataan tersebut
dengan cara seperti yang telah ditentukan dalam petunjuk cara
mengerjakan soal.
Bentuk tes benar-salah ada 2 macam jika dilihat dari segi
mengerjakan/menjawab soal, yaitu:
a. Dengan pembetulan, yaitu siswa diminta untuk membetulkan bila ia
memilih jawaban yang salah
b. Tanpa pemmbetulan, yaitu siswa hanya diminta melingkari/mencoret huruf
B atau S tanpa memberikan jawaban yang betul
Keunggulan tes obyektif bentuk benar-salah (true-false test)
a. Mudah dalam menyusun/pembuatannya mudah
b. Dapat digunakan berulang kali
c. Tidak terlalu banyak memakan lembaran kertas/tempat karena biasanya
pertanyaan-pertanyaannya singkat saja
d. Mampu mencakup bahan pelajaran yang luas
e. Bagi testee, cara mengerjakannya mudah
f. Bagi tester, cara mengkoreksinya juga mudah
Kelemahan tes obyektif bentuk benar-salah (true-false test)
a. Mudah ditebak dan diduga
b. Membuka peluang bagi testee untuk berspekulasi dalam memberikan
jawaban
c. Sifatnya terbatas, dalam arti bahwa tes tersebut hanya dapat
mengungkap daya ingat dan pengenalan kembali, jadi lebih bersifat
hafalan
d. Umumnya tes obyektif jenis ini reliabilitasnya rendah, kecuali apabila
butir-butir soalnya dibuat dalam jumlah yang banyak sekali
e. Dapat terjadi bahwa butir-butir soal tes objektif ini tidak dapat
dijawab dengan dua kemungkinan saja, yaitu betul atau salah
Petunjuk dalam menyusun true-false test:
a. Tuliskan huruf B-S didepan masing-masing pernyataan, agar mudah bagi
testee dalam memberikan jawaban, dan mudah juga bagi tester dalam
mengoreksi
b. Jumlah butir soal hendaknya antara 10-20 soal
c. Jumlah butir soal yang jawabannya benar sebaiknya seimbang dengan
butir soal yang jawabannya salah
d. Urutan soal yang jawabannya benar dan yang jawabannya salah sebaiknya
jangan ajeg, tetapi dibuat selang seling, agar adapt mencegah adanya
spekulasi
e. Butir-butir soal yang jawabannya benar sebaiknya tidak mempunya corak
yang berbeda dari soal yang jawabannya salah
f. Hindari pernyataan yang susunan kalimatnya persis dalam bahan tes
Cara Mengolah Skor
a. Dengan denda
S=R-W
S = Skor yang diperoleh
R = Right (jawaban yang benar)
W = Wrong (jawaban yang salah)
b. Tanpa denda
S= R
Hanya dihitung yang betul, untuk soal yang tidak dikerjakan
bernilai 0
2. Tes obyektif bentuk menjodohkan (Matching Test)
Sering dikenal dengan istilah tes menjodohkan, tes mencari
pasangan, tes menyesuaikan, tes mencocokkan dan tes
mempertandingkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan
dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawabnya
yang tercantum dalam seri jawaban.[4]
Ciri-ciri:
a. Tes terdiri dari satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban
b. Tugas testee adalah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban yang telah
tersedia, sehingga sesuai atau cocok atau merupakan pasangan, atau
merupakan jodoh dari pertanyaannya.
Jadi, dalam bentuk tes ini, disediakan dua kelompok bahan dan
testee harus mencari pasangan-pasangannya yang sesuai antara
yang terdapat pada kelompok pertama dengan yang terdapat pada
kelompok kedua, sesuai petunjuk yang diberikan dalam tes
tersebut.
Keunggulan tes obyektif bentuk menjodohkan (Matching Test):
a. Pembuatannya mudah
b. Dapat dinilai dengan mudah, cepat, dan obyektif
c. Apabila tes ini dibuat dengan baik, maka faktor menebak praktis
dapat dhilangkan
d. Tes jenis ini berguna untuk menilai berbagai hal, seperti:
1) Antara problem dan penyelesaiannya
2) Antara teori dan penemunya
3) Antara sebab dan akibatnya
4) Antara singkatan dan kata-kata lengkapnya
5) Antara istilah dan definisinya
Kelemahan tes obyektif bentuk menjodohkan (Matching Test):
a. Cenderung lebih banyak mengungkap aspek hafalan atau daya ingat saja
b. Karena mudah disusun, maka tes ini kadang dijadikan pelarian bagi
pengajar, yaitu digunakan apabila pengajar tidak sempat lagi untuk
membuat tes bentuk lain
c. Tes jenis ini kurang baik untuk mengevaluasi pengertian dan
kemampuan membuat tafsiran (interpretasi)
d. Tanpa disengaja, dalam tes jenis ini sering menyelinap hal-hal
yang sebenarnya kurang perlu untuk diujikan
Petunjuk penyusunan Matching Test:
a. Butir-butir soal yang dituangkan hendaknya tidak kurang dari 10
dan jangan lebih dari 15 (sekalipun tidak ada rumus/ketentuan yang
pasti)
b. Pada kelompok item sebaiknya ditambah sekitar 20% kemungkinan
jawab. Hal ini dimaksudkan agar testee tidak terlalu mudah mencari
jawabannya jika pasangan yang harus dipilih tinggal sedikit yang
belum diisikan.
c. Sebaiknya diatur sedemikian rupa, sehingga kelompok soal maupun
jawabannya berada pada satu halaman kertas (untuk memudahkan
testee dalam mengerjakan)
d. Petunjuk mengerjakan soal dibuat setegas dan seringkas mungkin
Cara mengolah Skor
S = R (hanya dihitung jawaban yang benar saja)
3. Tes obyektif bentuk Isian (Fill in test)
Tes obyektif bentuk fill in ini biasanya berbentuk cerita
atau karangan. Kata-kata penting dalam cerita beberapa diantaranya
dikosongkan, dan tugas testee adalah mengisi bagian-bagian yang
telah dikosongkan tersebut.
Keunggulan tes obyektif bentuk Isian (Fill in test):
a. Cara penyusunannya mudah
b. Masalah yang dujikan tertuang secara keseluruhan dalam konteksnya
c. Berguna untuk mengungkap pengetahuan testee secara utuh mengenai
suatu hal/bidang
Kelemahan tes obyektif bentuk Isian (Fill in test):
a. Karena tertuang dalam bntuk rangkaian cerita, maka test jenis ini
umumya banyak memakan tempat
b. Cenderung lebih banyak mengungkap aspek pengetahuan atau
pengenalan saja
c. Terbuka peluang bagi testee untuk tebak terka
d. Kurang komprehensif, sebab hanya dapat mngungkap sebagian saja
dari bahan yang semestinya diteskan
Petunjuk menyusun butir-butir item tes Fill in:
a. Sebaiknya jawaban yang harus diisikan ditulis pada lembar jawaban
tersendiri/tempat yang terpisah
b. Ungkapan cerita hendaknya disusun secara ringkas dan padat
c. Usahakan butir-butir item yang disajikan tidak hanya mrngungkap
pengetahuan atau pengenalan, tetapi dapat mengungkap taraf
kompetensi yang lebih mendalam lagi
Cara Mengolah Skor
S= R (sama dengan bentuk matching)
4. Tes obyektif bentuk melengkapi (Completion Test)
Sering dikenal dengan istilah tes melengkapi atau
menyempurnakan. Ciri-cirinya:
a. Terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah dihilangkan
b. Bagian-bagian yang dihilangkan itu diisi dengan titik-titik (…..)
c. Titik-titik itu harus dilengkapi/diisi/disempurnakan oleh testee
dengan jawaban
Jadi, tes obyektif bentuk completion ini mirip sekali dengan tes
obyektif bentuk fill in. Perbedaannya ialah, pada tes obyektif
bentuk fill in, bahan yang diujikan itu merupakan satu kesatuan
cerita, sedangkan pada tes obyektif bentuk completion tidak harus
seperti itu. Dengan kata lain, butir-butir soal tes dapat saja
dibuat berlainan antara yang satu dengan yang lain.
Keunggulan tes obyektif bentuk melengkapi (Completion Test):
a. Tes model ini mudah dalam penyusunannya
b. Jika dibandingkan dengan tes obyektif bentuk fill in, tes obyektif
jenis ini lebih menghemat tempat
c. Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan
beragam, maka persyaratan komprehensif dapat dipenuhi oleh tes
model ini[5]
d. Tes ini dapat digunakan untuk mengukur berbagai taraf kompetensi
dan tidak sekedar mengungkap taraf pengenalan atau hafalan saja
Kelemahan tes obyektif bentuk melengkapi (Completion Test):
a. Pada umunya tester lebih cenderung menggunakan tes model ini untuk
mengungkap daya ingat atau aspek hafalan saja
b. Dapat terjadi bahwa butir-butir item dari tes model ini kurang
relevan untuk diujikan
c. Karena pembuatannya mudah, maka tester sering menjadi kurang
berhati-hati dalam menyusun kalimat-kalimat soalnya
Petunjuk penyusunan tes jenis ini pada dasarnya sama dengan tes
bentuk Fill in.
Cara Mengolah Skor
S= R (sama dengan bentuk matching)
5. Tes obyektif bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Item Test)
Multiple choice test terdiri atas suatu pertanyaan atau
keterangan tentang suatu pengertian yang belum lengkap, dan untuk
melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban
yang telah disediakan. Atau dengan kata lain, multiple choice test
terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan
jawaban atau alternative (option). Kemungkinan jawaban terdiri atas
satu jawaban yang benar (sebagai kunci jawaban) dan beberapa
pengecoh (distractor).[6]
Sampai saat ini multiple Choice item dapat dibedakan menjadi
delapan model, yakni:
a. Model melengkapi lima pilihan
Terdiri atas kalimat pokok yang berupa pernyataan yang
belum lengkap, disertai oleh 5 kemungkinan jawaban yang dapat
melengkapi jawaban tersebut. Tugas testee adalah memilih
salah satu diantara lima kemungkinan jawaban yang menurut
keyakinan testee paling tepat (=merupakan jawaban yang benar)
Contoh:
1. Apabila kita memasuki masjid, disunnatkan untuk melakukan solat
sunnat…
a) Tahiyatul masjid c) Rawatib e) Dhuha
b) Istisqa' d) Tarawih
Kunci jawaban dari pertanyaan tersebut adalah A.
tahiyatul Masjid
b. Model melengkapi berganda
Soal jenis ini pada dasarnya sama dengan multiple choice
model melengkapi lima pilihan, yaitu terdiri atas pernyataan
yang belum lengkap, disertai beberapa kemungkinan jawaban.
Perbedaannya adalah, bahwa pada butir soal jenis ini,
kemungkinan jawaban betul bisa satu, dua, tiga, atau empat.
Contoh:
Tulislah: A. Bila (1), (2), dan (3) betul
B. Bila (1) dan (3) betul
C. Bila (2) dan (4) betul
D. Bila hanya (4) yang betul
E. Bila semuanya betul
Soal: 1. Haji wada' adalah haji yang dikerjakan…
1) Sepuluh than sebelum nabi wafat
2) Khusus oleh Nabi Muhammad SAW
3) Oleh semua umat islam
4) Setahun sebelum bulan haji berikutnya
Kunci jawabannya adalah C, karena yang benar adalah point
nomor (2) dan (4)
c. Model asosiasi dengan empat atau lima pilihan
Terdiri dari empat atau lima istilah/pengertian, yang
diberi tanda huruf abjad didepannya, dan diikuti beberapa
pernyataan yang diberi nomor urut didepannya. Dari setiap
pernyataan tersebut, testee diminta memilih salah satu
istilah/pengertian yang berhuruf abjad, yang menurut
keyakinan testee paling tepat.
Contoh:
A. Fasiq B. kafir C. Murtad D. Riya'
Soal:
1. Orang yang tidak mengakui adanya Allah
2. Orang yang keluar dari agama islam
3. Orang yang tahu aturan dan kewajiban, tetapi tidak mau menjalankannya
4. Gemar pamer dan ingin dipuji orang
Kunci: 1. B, 2. C , 3. A, 4. D
d. Model analisis hubungan antar hal
Terdiri atas satu kalimat pernyataan yang diikuti oleh
kalimat keterangan. Yang ditanyakan kepada testee adalah,
apakah pernyataan tersebut betul, dan apakah keterangan
tersebut juga betul, testee harus memikirkan, apakah
pernyataan tersebut disebabkan oleh keterangan yang
diberikan, ataukah pernyataan tersebut tidak disebabkan oleh
keterangan tesebut?
Contoh:
Pilihlah:
A. Jika pernyataan betul, alasan betul, dan keduanya menunjukkan hubungan
sebab-akibat
B. Jika pernyataan betul, alasan betul, tetapi keduanya tidak menunjukkan
hubungan sebab-akibat
C. Jika pernyataan betul dan alasan salah
D. Jika pernyataan salah dan alasan betul
E. Jika pernyataan salah dan alasan salah
Soal:
1. Nabi Muhammad SAW bersifat ma'sum atau terhindar dari dosa
SEBAB
Dosa seseorang akan ditanggung oleh orang yang
bersangkutan
Kunci jawaban dari pertanyaan tersebut adalah B, karena
pernyataan betul, alasan betul, tetapi keduanya tidak
menunjukkan hubungan sebab-akibat
e. Model analisis kasus
Pada butir soal jenis ini, seolah-olah testee dihadapkan
kepada suatu kasus. Dari kasus tersebut, testee ditanya
mengenai berbagai hal dan kunci-kunci jawaban itu tergantung
pada tahu atau tidaknya testee dalam memahami kasus tersebut.
f. Model Hubungan Dinamik
Model tes jenis ini menuntut testee untuk memiliki bekal
pengertian/pemahaman tentang perbandingan kuantitatif dalam
hubungn dinamik. Model tes ini lebih cocok diterapkan pada
kelompok mata pelajaran eksak, seperti: Biologi, kimia,
Fisika, dsb.
Contoh:
Pilihlah:
A. Jika (1) naik, maka (2) naik
Jika (1) turun, maka (2) turun
B. Jika (1) naik, maka (2) turun
Jika (1) turun, maka (2) naik
C. Jika perubahan pada (1) tidak mempengaruhi (2)
Soal: 1. (1) Volume Urine
(2) Berat Jenis Urine
Jawaban: C
g. Model Hal Kecuali
Pada model tes jenis ini, kolom sebelah kiri dicantumkan 3
macam gejala/kategori (A, B, atau C), sedangkan pada kolom
sebelah kanan ada 5 hal/keadaan (1, 2, 3, 4, 5), dimana empat
diantaranya cocok dengan satu hal yang berada disebelah kiri.
Jawaban yang dikehendaki oleh tester adalah, agar testee
menentukan hal berabjad mana yang dipandang cocok dengan
empat keadaan yang bernomor, dan keadaan yang tidak cocok
dengan hal/keadaan itu. Jadi, testee diminta untuk memberikan
dua buah jawaban, yaitu 1 huruf abjad dan 1 nomor.[7]
Contoh:
Pilihlah: Kategori manakah yang berhubungan erat dengan
empat hal tersebut, dan pilihlah hal yang tidak termasuk
kelompok hal diatas!
Soal:
A. Sifat-sifat orang sombong 1. Sidiq
B. Kriteria untuk menjadi khalifah 2. Amanah
dalam pemerintahan islam 3. Khianat
C. Sifat-sifat yang dimiliki oleh Rasul 4. Fathonah
5. Tabligh
Kunci jawabannya adalah C.3, karena yang beruhungan erat
denga 4 hal diatas selain khianat adalah C, yaitu sifat-
sifat yang dimiliki oleh Rasul.
h. Model pemakaian diagram, grafik, peta, atau gambar
Pada tes obyektif model ini, terdapat
gambar/diagram/peta/grafik yang diberi tanda huruf abjad A,
B, C, dan sebagainya. Kepada testee ditanyakan tentang hl-hal
tertentu yang berkaitan dengan tanda-tanda tersebut.
Keunggulan tes Pilihan Ganda:
a. Sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup atau mewakili
materi yang telah diajarkan kepada peserta didik
b. Memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih obyektif
c. Lebih mudah dan cepat dalam mengoreksi
d. Memberi kemungkinan orang lain untuk ditugasi/dimintai bantuan
mengoreksi hasil tes tersebut
e. Butir soal pada tes obyektif jauh lebih mudah dianalisis
f. Sangat tepat untuk ujian yang peserta banyak sedangkan hasilnya
harus segera seperti ujian akhir nasional maupun ujian sekolah.[8]
Kelemahan tes bentuk Pilihan Ganda:
a. Menyusun butir tes obyektif tidak semudah menyusun tes uraian
b. Umumnya kurang dapat mengukur proses berpikir yang lebih tinggi
atau mendalam
c. Terbuka bagi testee untuk bermain spekulasi
Petunjuk Penyusunan Tes Pilihan Ganda:
a. Untuk dapat menyusun soal tes obyektif yang bermutu tinggi,
pembuat soal tes harus membiasakan diri sering berlatih
b. Disamping mengungkap aspek ingatan, juga dapat mengungkap aspek
yng lebih mendalam, maka dalam merancang soal, hendaknya tester
menggunakan Tabel Spesifikasi Soal/kisi-kisi soal/blue print
c. Dalam menyusun butir-butir soal soal tes obyektif diusahakan
sungguh-sungguh agar tidak ada butir soal yang menimbulkan
penafsiran ganda/rancu dalam pemberian jawabannya
d. Dalam menyusun kalimat soal-soal tes obyektif, bahasa atau istilah-
istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas,
jelas, dan mudah dipahami oleh testee
e. Hendaknya diberikan pedoman atau petunjuknya secara jelas dan
tegas, sehingga testee dapat bekerja sesuai dengan petunjuk atau
perintah yang telah ditentukan[9]
f. Kunci jawaban harus tidak bias diperdebatkan lagi.
g. Tidak boleh diberikan "clues" secara tidak langsung seperti
panjang pendeknya alternative-alternatif, penggunaan kata-kata
khusus.
h. Soal-soal manapun alternative tidak boleh diambil secara kata demi
kata dari buku sehingga ada kemungkinan siswa menjawab benar bukan
karena ia menguasai bahannya akan tetapi karena bunyi kalimatnya
yang sangat familier.[10]
BAB III
PENUTUP
Tes Obyektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat
dilakukan secara obyektif, yang terdiri dari butir-butir soal yang
dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu (atau lebih)
diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada
pasangan masing-masing items, atau dengan jalan menuliskan jawabannya
berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang
yang telah disediakan untuk masing-masing butir item yang
bersangkutan. Adapun jenis-jenisnya meliputi bentuk tes benar-salah
(true-false), menjodohkan (matching test), bentuk isian (Fill in),
bentuk melengkapi (completion), dan bentuk pilihan ganda (Multiple
Choice Item Test). Dalam bentuk tes pilihan ganda sendiri terdapat
beberapa model, antara lain model melengkapi lima pilihan, melengkapi
berganda, model asosiasi empat atau lima pilihan, model analisis
hubungan antar hal, model analisis kasus, model hubungan dinamik,
model hal kecuali, dan model pemakaian diagram, grafik, peta, atau
gambar. Dari jenis-jenis soal diatas, masing-masing memiliki
keunggulan dan kelemahan yang saling melengkapi satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo
Persada
Suharsimi Arikunto. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara
Amin Tabin, Bentuk-Bentuk Tes. http://amintabin.blogspot.com/2010/11/bentuk-
bentuk-tes.html?m=1, akses tanggal 7 Maret 2012 pukul 16.54 WIB
Akhir Mali El Bustany. Teknik Evaluasi Pendidikan Islam-Tes Objektif,
http://arminaven. blogspot.com/2011/06/tehnik-evaluasi-pendidikan-islam-
tes.html, diakses tanggal 9 Maret 2012 pukul 13.31 WIB
Wakhinuddin S. Tes Objektif, http://wakhinuddin.wordpress.com/HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"2010HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"/HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"06HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"/HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"03HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"/tes-objektif/,
diakses tanggal 9 Maret 2012, pukul 11.38 WIB
-----------------------
[1]Amin Tabin, Bentuk-Bentuk Tes,
http://amintabin.blogspot.com/2010/11/bentuk-bentuk-tes.html? m=1, akses
tanggal 7 Maret 2012 pukul 16.54 WIB
[2] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 1996), hal.106-107
[3] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), hal.164-165
[4] Ibid., hal. 173
[5] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 1996), hal.117
[6] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), hal.168
[7] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 1996), hal.127-128
[8]Wakhinuddin S. Tes Objektif, http://wakhinuddin.wordpress.com/HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"2010HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"/HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"06HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"/HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"03HYPERLINK
"http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-objektif/"/tes-
objektif/,diakses tanggal 9 Maret 2012, pukul 11.38 WIB
[9] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 1996), hal.137
[10]Akhir Mali El Bustany, Teknik Evaluasi Pendidikan Islam-Tes Objektif,
http://arminaven.blogspot. com/2011/06/tehnik-evaluasi-pendidikan-islam-
tes.html, diakses tanggal 9 Maret 2012 pukul 13.31 WIB