a) Teori Malthus
Teori Kependudukan Malthus (pertumbuhan penduduk) yang menyatakan bahwa: ³ Pertumbuhan penduduk menurut deret ukur dan pertumbuhan ekonomi menurut deret hitung ´. Maksudnya adalah bahwa jumlah penduduk akan berkembang lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi sehingga mengakibatkan upah tenaga kerja menjadi sangat murah dan hanya cukup untuk u ntuk biaya hidup sehari-hari (subsistensi). Malthus memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu: 1.
Bahwa
pangan dibutuhkan untuk hidup manusia
2.
Bahwa
kebutuhan nafsu seksuil antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjang
masa. Atas dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak ada pengekangan, kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dari pertambahan subsisten (pangan). Perkembangan penduduk akan mengikuti mengikuti deret ukur
sedangkan perkembangan
subsisten (pangan) mengikuti deret hitung dengan interval waktu 25 tahun seperti berikut: Penduduk: 1
2
4
8
16
32
64
128
dst
1
2
3
4
5
6
7
8
dst
Subsisten: (pangan)
a) Stetement: Dari
postulat Malthus, terdapat pengekangan perkembangan penduduk dapat berupa
pengekangan
segera
dan
pengekangan
hakiki/mutlak.
Yang
dimaksud
dengan
factor
pengekangan adalah pangan, sedangkan pengekangan segera dapat berbentuk pengekangan prefentif dan pengekangan positif.
Pengekangan prefentif adalah factor-faktor factor-faktor yang bekerja
mengurangi angka kelahiran. Pengekangan prefentif yang dianjurkan Malthus adalah pengendalian diri
dalam hal nafsu seksuil antar jenis jenis seperti penundaan perkawinan.
Pengekangan positif merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian ; dapat berupa epidemi, penyakit-penyakit dan kemiskinan. Namun teori kependudukan Malthus memiliki kelemahan-kelemahan, diantaranya: 1. Malthus terlalu menekankan keterbatasan persediaan tanah meskipun dia adalah salah seorang pengajur industrialisasi dan penggunaan tanah secara lebih efisien. Kenyataan dalam setelah Malthus menunjukkan bahwa perbaikan teknologi pertanian seperti penggunaan pupuk buatan, pemakaian pestisida, dan irigasi yang efisien menghasilakan peningkatan produktivitas. 2.
Dia
kurang memperhitungkan bahwa, penemuan-penemuan baru, teknologi unggul dan
industrialisasi dapat memberikan efek yang cukup berarti pada peningkatan tingkat hidup. Sedangkan dalam ruang ketahanan pangan, untuk pertama kali hubungan antara pangan dan penduduk teori Malthus untuk pertama kali hubungan antara pangan dan penduduk dibicarakan secara sistematis oleh Malthus sekitar abad ke-19. Namun pada hakekatnya masalah pangan telah ada pada masa-masa sebelumnya. Di berbagai negeri, masa-masa makmur sering diselingi oleh kekurangan pangan atau bahkan kelaparan masal yang merenggut banyak jiwa manusia. Banyak
bangsa.
faktor penyebab lemahnya ketahanan pangan nasional yang berakhir pada ironi
Dengan
SDA memadai serta luas lahan pertanian sebesar 107 juta hektar dari total luas
daratan Indonesia sekitar 192 juta hektar, ternyata masih menyimpan cerita-cerita pilu. Berdasarkan
data
Biro
Pusat Statistik (2002), tidak termasuk Maluku dan Papua, sekitar 43,19
juta hektar telah digunakan untuk lahan sawah, perkebunan, pekarangan, tambak dan lading; lebih kurang 2,4 juta hektar untuk padang rumput, sedangkan 8,9 juta hektar untuk tanaman kayu-kayuan; dan lahan yang tidak diusahakan seluas 10,3 juta hektar (Republika, 16/6/2006). Faktor tersebut antara lain tidak berimbangnya produksi pangan dengan populasi penduduk. Aksioma Robert Malthus tentang deret ukur dan deret hitung agaknya dapat dirujuk di sini. Kendati tidak berlaku pada seluruh negara, tapi bagi negara berkembang yang sering dilanda kasus pangan, Malthus mendekati benar. Konon 10% anak-anak di negara berkembang meninggal sebelum mereka berusia lima tahun. Kebanyakan dari kematian karena lapar
disebabkan oleh malnutrisi yang kronis akibat penderita tidak mendapatkan makanan yang cukup. Sering kali hal ini terjadi karena kemiskinan yang parah. Terancam kelaparan saat ini, diantaranya 4,35 juta tinggal di Jawa Barat. Ancaman kelaparan ini akan semakin berat, dan jumlahnya akan bertambah banyak. Seiring dengan mereka yang terancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per kapita sebulannya di bawah Rp. 30.000,00. Di
antara orang-orang yang terancam kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk Indonesia,
berada dalam keadaan paling mengkhawatirkan. Dari jumlah itu, sebanyak 50.333 berasal dari Jawa
Barat,
diantaranya 10.430 tinggal di Kabupaten
Bandung
dan 15.334 orang tinggal di
Kabupaten Garut. Mereka yang digolongkan terancam kelaparan dengan keadaan paling mengkhawatirkan adalah penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah Rp 15.000,00 per bulan sebanyak 14.108. b ) K eterkaitan
teori Malthus dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan ketahanan
pangan Usaha
dari banyak Indonesia untuk menyediakan pangan bagi penduduk adalah dengan
giat melakukan pembangunan atau modernisasi pertanian.
Usaha
ini dilakukan baik melalui
perluasan tanah pertanian yang ada ( ekstensifikasi) maupun meningkatkan produksi per hektarnya ( intensifikasi). Indonesia tercatat baru pada tahun 1968-1969 sebagai peserta revolusi hijau dengan luas areal 198.000 hektar yang pada tahun 1972-1973 menjadi 1.521.000 hektar, meskipun sesungguhnya Indonesia telah memulainya sekitar tahun 1964-1965. Pada tahun 1973 produksi padi dengan Bimas telah mencapai 52 kuital per hektar dan dengan Inmas 40 kuintal per hektar. Adapun program transmigrasi setelah Indonesia merdeka dalam Pola Umum Pelita Ktiga (Lihat GBH N, TAP MPR No. II/MPR/1978) disebutkan antara lain: ³Program transmigrasi ditujukan untuk meningkatkan penyebaran penduduk dan tenaga kerja serta pembukaan dan pengembangan daerah produksi dan pertanian baru dalam rangka pembangunan daerah
khususnya di luar Jawa, yang dapat menjamin taraf hidup para transmigran, dan taraf hidup masyarakat sekitar´. Program Keluarga
Berencana
merupakan upaya pemerintah dalam mencegah dan
mengatur kelahiran. Pemerintah melalui
Badan
Koordinasi Keluarga
Berencana
Nasionak
(BKK B N) bergerak dalam penyebaran alat-alat dan pengetahuan kontrasepsi. Setiap desa dan kota Petugas Lapang K B siap membantu keluarga-keluarga yang ingin memasuki program K B. Dapus
Rusli, Said. 1983. Pengantar Ilmu Kependudukan. Bogor: Lembaga Penelitian dan Penerangan Ekonomi dan Social. Rusli, Said. 1983. Kepadatan Penduduk dan Peledakannya. Bogor: PN Balai Pustaka.