Makalah Temper Tantrum
1
Makalah Temper Tantrum "
iii
Temper Tantrum dan Pandangan dalam Konseling
OLEH
Katharina Edeltrudis Prada Korohama
:
0105514046
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih, kami haturkan atas berkat rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Bimbingan Konseling Anak Usia Dini, yang berjudul "Temper Tantrum pada Anak Usia Dini dan Intervensi dalam Konseling".
Dalam Penyusunan tugas ini, penulis banyak mendapat pembelajaran melalui hambatan dan kesulitan, namun berkat dorongan dan arahan serta bimbingan dari berbagai pihak baik langsung maupun tak langsung telah menciptakan kekuatan tersendiri bagi kami. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu,Dr ...., M.Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah Bimbingan Konseling Anak Usia Dini, yang telah memberi bimbingan bagi penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Besar harapan penulis agar pembaca sekalian berkenan memberi saran dan kritik yang sangat diperlukan untuk pengembangan makalah ini selanjutnya. Sekian dan terima kasih.
Semarang, Januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan 3
Metode Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
Perkembangan Anak Usia Dini 4
Temper Tantrum 11
Peran guru dan orang tua 18
Intervensi Konseling untuk Anak dengan Tempertantrum 23
BAB III PENUTUP 28
3.1 Kesimpulan 28
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Manusia senantiasa berkembang dan bertumbuh dalam setiap kehidupannya. Setiap perkembangan kehidupan itu, selalu diwarnai dengan perubahan yang dialami dari setiap usia sebagai contoh ketika individu mengalami pertumbuhan dari masa bayi ke kanak-kanak dan kanak-kanak menuju masa remaja. Ada perubahan yang menyertainya baik dari segi psikis maupun fisik.
Anak akan mengalami suatu periode yang dinamakan sebagai masa keemasan anak saat usia dini dimana saat itu anak akan sangat peka dan sensitif terhadap berbagai rangsangan dan pengaruh dari luar. Laju perkembangan dan pertumbuhan anak mempengaruhi masa keemasan dari masing-masing anak itu sendiri. Saat masa keemasan, anak akan mengalami tingkat perkembangan yang sangat drastis di mulai dari perkembangan berpikir, perkembangan emosi, perkembangan motorik, perkembangan fisik dan perkembangan sosial. Lonjakan perkembangan ini terjadi saat anak berusia 0-8 tahun, dan lonjakan perkembangan ini tidak akan terjadi lagi di periode selanjutnya. Saat perkembangan anak khususnya saat perkembangan dini, orang tua harus betul menjadikannya sebagai perhatian khusus, karena hal ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa yang akan datang.
Sebelum memasuki masa sekolah, anak akan juga mengalami perkembangan pesat yang berkaitan dengan keterampilan bahasa, perkembangan motorik baik keterampilan motorik halus maupun keterampilan motorik kasar, anak juga belajar bagaimana mengembangkan fungsi dari anggota badan. Masa ini merupakan waktu dimana ia belajar apa saja yang dapat dilakukan secara individual dan bagaimana cara melakukannya. Keterampilan motorik kasar yang dikembangkan pada masa ini adalah berjalan, berlari, melompat maupun memanjat. Sedangkan keterampilan motorik halus yang dipelajarinya adalah menggambar, mewarnai, melukis, menggunting dan menempel.
Dalam perkembangan ini, juga tidak lupa anak-anak mengalami perkembangan sosial dan emosionalnya. Anak mulai belajar untuk mengelola emosi dirinya atau seringkali disebut dengan self regulation. Ia mulai belajar bagaimana mengelola emosi dan perilakunya, menunda kesenangan, serta membangun hubungan yang positif dengan orang lain.
Seiring dengan hal tersebut, maka ada beberapa masalah yang terjadi dalam setiap pertumbuhan anak, dan paling sering terjadi pada anak-anak usia pra sekolah yaitu perilaku tidak patuh dan perilaku mengamuk yang sering disebut temper tantrums yaitu perilaku mengamuk yang sering muncul adalah membuang atau membanting benda atau barang yang berada di sekitarnya. Selain itu, ia akan juga memukul atau menendang orang yang ada di sekitarnya.
Masalah lainnya yang juga nampak adalah masalah belajar yang akan mempengaruhi tercapainya perkembangan motorik, bahasa, moral, emosi, sosial dan kognitif anak. Salah satu aspek perkembangan terhambat maka akan mengganggu perkembangan aspek yang lain. Sebab setiap aspek perkembangan tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya, masing-masing aspek perkembangan akan saling mempengaruhi. Ini yang disebut sebagai perkembangan integratif artinya masing-masing aspek secara keseluruhan saling berpengaruh.
Perkembangan anak usia dini adalah masa-masa kritis yang menjadi fondasi bagi anak untuk menjalani kehidupannya di masa yang akan datang. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian dari potensi kecerdasan manusia berkembang pesar pada usia dini. Sehingga bila terjadi kesalahan penanganan maka akan menghambat perkembangan anak yang seharusnya optinal dari segi fisik maupun psikisnya.
Tempertantrum sebagai satu dari sekian banyak masalah pada anak usia dini pada dasarnya memiliki aspek positif yaitu sebagai suatu cara mempertahankan diri ketika seorang anak berada dalam keadaan frustasi, diganggu atau ketika sesuatu dari milik mereka diambil. Dalam hal ini perilaku temper tantrum merupakan release yang tentu saja akan lebih baik daripada keadaan pasif. Respons kemarahan yang dikeluarkan mungkin lebih sehat daripada memendam masalah. Temper tantrum akan menjadi masalah yang serius bila ia menjadi cara pemecahan masalah favorit bagi anak untuk memperoleh keinginannya. Jadi setiap saat ia menginginkan sesuatu maka anak akan menunjukkan temper tantrum.
Oleh sebab itu perilaku bermasalah merupakan pekerjaan yang tidak mudah bagi seorang guru, sebab jika tidak ditangani, akan sangat berdampak bagi perkembangan selanjutnya di usia-usia remaja hingga dewasanya. Sehingga dibutuhkan perhatian dan kerja sama guru serta orang tua untuk dapat mengawal tumbuh dan kembang anak di usia dini sebagai usia emas (golden age). Sehingga dalam makalah ini akan diketengahkan topik mengenai temper tantrum di anak usia dini.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana perkembangan anak usia dini?
Apa itu temper tantrum?
Bagaimana peran guru dan orang tua?
Bagaimana intervensi dan inovasi dalam konseling terhadap anak dengan temper tantrum?
TUJUAN
Untuk menjelaskan mengenai aspek-aspek dari setiap perkembangan anak usia dini
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai temper tantrum
Untuk menjelaskan mengenai peran dari guru dan orang tua bagi anak dengan temper tantrum
Untuk memaparkan intervensi dan inovasi dalam konseling terhadap anak dengan temper tantrum
METODE PENULISAN
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan kepustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Anak Usia Dini
Anak mengawal serangkaian pertumbuhan dan perkembangan sebagai awal ari kehidupan mereka sebagai makhluk hidup. Pertumbuhan dan perkembangan ini menjadi salah satu ciri dari eksistensi manusia menuju kepada kematangan. Beberapa hal akan dibahas di bawah ini menyangku perkembangan anak di usia dini atau kanak-kanak awal menurut Santrock (2011:310) :
Perkembangan Fisik dan Kognitif
Perubahan Fisik
Pertumbuhan dan perubahan tubuh
Di masa kanak-kanak awal, rata-rata anak bertambah tinggi 2½ inci dan bertambah berat 5 hingga 7 pon setiap tahunnya. Meskipun demikian pola pertumbuhan setiap individu bervariasi. Ada beberapa anak yang pendek karena masalah bawaan, kekurangan hormon pertumbuhan, masalah fisik atau masalah emosional. Peningkatan ukuran otak di masa kanak-kanak sebagian terkait dengan pengingkatan jumlah dan ukuran dendrit dan mielin. Selama usia 3 hingga 6 tahun, pertumbuhan otak paling banyak terjadi di lobus frontal.
Perkembangan motorik
Keterampilan motorik kasar meningkat secara dramatis di masa kanak-kanak awal. Ketika keterampilan motorik kasar anak-anak meningkat, mereka menjadi lebih berani. Di masa kanak-kanak awal, keterampilan motorik halus juga meningkat secara substansial.
Tidur
Para ahli merekomendasikan anak-anak tidur malam sebanyak 11 hingga 13 jam. Sebagian besar anak kecil tidur sepanjang malam dan juga tidur siang. Membantu anak-anak untuk bersantai sebelum waktu tidur seringkali menyebabkan berkurangnya keengganan untuk tidur. Masalah tidur pada anak kecil terkait dengan masalah lainnya, seperti kegemukan dan depresi. Gangguan tidur di masa kanak-kanak awal terkait dengan berkurangnya penyesuian yang optimal di prasekolah.
Nutrisi dan olahraga
Di Amerika Serikat, terlalu banyak anak-anak kecil yang dibesarkan dengan makanan yang tinggi yang lemak. Kehidupan anak seharusnya dipusatkan pada berbagai aktivitas, bukan pada makanan. Perhatian lainnya terhadap nutrisi mencakup kekurangan gizi di masa kanak-kanak awal dan diet yang tidak memadai di kalangan anak-anak yang kehidupannya miskin. Anak-anak tidak memperoleh latihan fisik sebanyak yang mereka butuhkan.
Penyakit dan kematian
Dalam beberapa dekade terakhir, berbagai vaksin telah berhasil membasmi banyak penyakit yang dulu pernah menyebabkan kematian pada banyak anak kecil. Penyakit yang masih paling fatal bagi anak0anak kecil adalah cacat lahir, kanker, penyakit jantung dan peningkatan dramatis untuk HIV/AIDS pada kalangan anak-anak kecil di negara-negara berkembang.
Perubahan kognitif
Tahap praoperasional menurut Piaget
Menurut Piaget, anak-anak yang berada di dalam tahap praoperasional belum mampu melakukan berbagai operasi yang bersifat aktivitas yang dibalik. Meskipun demikian mereka mulai mampu menyajikan dunia dengan menggunakan simbol, untuk membentuk konsep-konsep yang stabil dan untuk bernalar. Selama subtahapan fungsi simbolik yang berlangsung dari usia 2 hingga 4 tahun ini, anak-anak mulai menciptakan simbol meskipun demikian pemikiran mereka masih dibatasi oleh egosentrisme dan animisme. Selama subtahapan pemikiran intuitif yang berlangsung dari usia 4 hingga 7 tahun, anak-anak mulai bernalar dan mengajukan berbagai pertanyaan kepada orang dewasa. Pemikiran pada subtahapan ini disebut intuitif karena anak-anak tampaknya begitu yakin akan pengetahuannya namun tidak menyadari bagaimana caranya hingga mereka bisa mengetahui apa yang mereka ketahui itu. Tahap praoperasional ini juga ditandai oleh adanya pemusatan dan belum berkembangnya konservasi.
Teori Vygosky
Teori ini menyajikan pendekatan konstruktivis sosial terhadap perkembangan. Menurut Vygosky, anak-anak menyusun pengetahuannya melalui interaksi sosial dan mereka menggunakan bahasa tidak hanya untuk berkomunikasi dengan yang lain, namun juga untuk merencanakan, mengarahkan dan memonitor tingkah lakunya sendiri, serta untuk membantu mereka memecahkan masalah-masalahnya. Teori ini juga menyarankan agar orang dewasa serta kawan sebaya mengajar dengan menggunakan scaffolding. Artinya menghadirkan orang yang lebih terampil secara bertahap mengubah level dukungan di dalam rangkaian sesi pengajaran disesuaikan dengan level performa siswa.
Pemrosesan informasi
Selama masa kanak-kanak awal, kemampuan anak dalam menanggapi stimuli bertambah; meskipun demikian anak cenderung untuk lebih menanggapi ciri-ciri tugas yang menonjol dibandingkan yang relevan. Di masa kanak-kanak awal juga terjadi kemajuan di dalam memori jangka pendek. Melalui bantuan isyarat dan tanda yang tepat, memori jangka panjang anak-anak kecil dapat lebih akurat meskipun anak-anak kecil dapat lebiha akurat, meskipun anak-anak kecil dapat tergiring mengembangkan strategi agar dapat mengingat, namun mereka dapat belajar menggunakan strategi pemecahan masalah sederhana. Theory of mind merupakan kesadaran terhadap proses-proses mentalnya sendiri dan proses-proses menatal orang lain. Pada usia 2 hingga 3 tahun, anak-anak mulai memahami kondisi mental yang mencakup persepsi, keinginan dan emosi dan pada usia 4 hingga 5 tahun anak-anak menyadari bahwa manusia dapat memiliki keyakinan yang keliru. Apresiasi yang lebih dalam terhadap pikiran, yang bukan hanya sekedar pemahaman terhadap kondisi mental, dicapai setelah masa kanak-kanak awal.
Perkembangan bahasa
Memahami fonologi dan morfologi
Kemampuan anak kecil dalam menangkap aturan-aturan bahasa meningkat. Dalam batasan fonologi, kebanyakan anak-anak kecil menjadi lebih peka terhadap bunyi dari bahasa yang diucapkan. Eksperimen klasik Berko memperlihatkan bahwa anak-anak kecil memahami aturan-aturan morfologis.
Perubahan dalam sintaksis dan semantik
Anak-anak prasekolah belajar dan menerapkan aturan-aturan sintaksis dan bagaimana kata-kata sebaiknya diurutkan. Dalam batasan semantik, perkembangan perbendaharaan kata meningkat secara dramatis di masa kanak-kanak awal.
Kemajuan dalam pragmatik
Keterampilan percakapan anak-anak kecil meningkat, mereka meningkatkan kepekaannya terhadap kebutuhan orang lain dalam percakapan dan mereka belajar mengubah gaya bicaranya agar sesuai dengan situasi
Literasi anak-anak kecil
Anak-anak kecil memperlihatkan peningkatan minat di dalam literasi. Anak-anak kecil perlu mengembangkan gambaran yang positif dalam hal keterampilan membaca dan menulis melalui lingkungan yang suportif. Anak-anak sebaiknya berpartisipasi aktif dan terbenam dalam berbagai pengalaman-pengalaman mendengarkan, berbicara, menulis, membaca yang menarik dan menyenangkan
Pendidikan di masa kanak-kanak awal
Variasi dalam pendidikan masa kanak-kanak awal
Taman kanak-kanak yang berpusat pada anak menekankan pendidikan anak secara utuh, secara khusus, perhatian diarahkan pada variasi individual, proses belajar dan pentingnya bermain dalam perkembangan. Pendekatan Montessori mengijinkan anak-anak untuk memilih berbagai aktivitas yang tersedia sementara guru bertindak sebagai fasilitator. Praktik yang disesuaikan dengan perkembangan memfokuskan pada pola-pola tipikal anak dan keunikan setiap anak. Praktik-praktik semcam itu jauh berbeda dari praktik yang idak disesuaikan dengan perkembangan yang mengabaikan pendekatan yang kongkrit, langsung dalam belajar.
Kontroversi di dalam pendidikan masa kanak-kanak awal
Di dalam kurikulum pendidikan masa kanak-kanak awal, terdapat sejumlah kontroversi. Yang satu merupakan penganjur pendidikan konstruktif yang berpusat pada anak, sementara yang lain adalah penganjur pendekatan akademik instruktif. Kontroversi lain memfokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan prasekolah. Beberapa orang tua dapat mendidik anak-anak kecil dengan cara yang sama-sama efektif seperti yang dilakukan oleh sekolah, meskipun demikian kebanyakan orang tua tidak memiliki keterampilan, waktu dan komitmen untuk melakukan hal itu
Perkembangan Sosio Emosi
Perkembangan emosi dan kepribadian
Diri (self)
Menurut teori Erikson masa kanak-kanak awal merupakan suatu periode di mana perkembangan yang berlangsung melibatkan penyelesaian konflik inisiatif versus rasa bersalah. Pemahaman diri yang sederhana dari para bayi yang baru belajar berjalan berkembang menjadi representasi diri dari anak-anak prasekolah dalam hal gambaran tubuh, kepemilikan material dan aktivitas fisik.
Perkembangan emosi
Di masa kanak-kanak awal, rentang emosi anak-anak kecil meluas seiring dengan menungkatnya pengalaman emosi-emosi sadar diri seperti bangga, malu dan rasa bersalah. Anak-anak usia dua dan tiga tahun menggunakan lebih banyak istilah untuk mendeskripsikan emosi dan lebih banyak belajar mengenai berbagai penyebab dan konsekuensi dari perasaan. Pada usia 4 hingga 5 tahun, anak-anak memperlihatkan peningkatan kemampuan untuk merefleksikan emosi-emosi dan yang berbeda pada orang-orang yang berbeda. Mereka juga memperlihatkan peningkatan kesadaran dari kebutuhan mengelola emosi-emosi untuk memenuhi standar sosial. Para orang tua yang melatih emosi memiliki anak-anak yang lebih efektif dalam meregulasi diri berkaitan dengan emosi-emosinya, dibandingkan dengan para orang tua yang menolak emosi. Regulasi emosi memainkan peranan penting bagi keberhasilan menjalin relasi dengan kawan sebaya.
Perkembangan moral
Perkembangan moral melibatkan pikiran, perasaan dan tindakan dalam mempertimbangkan kaidah-kaidah serta peraturan-peraturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan seseorang ketika beinteraksi dengan orang lain. Teori psikoanalitik Freud menekankan pentingnya perasaan dalam perkembangan superego, cabang moral dari kepribadian. Dalam pandangan Freud, superego berkembang melalui identifikasi dengan orang tua yang berjenis kelamin sama dan anak-anak menyesuikan diri dengan satndar sosial agar terhindar dari rasa bersalah. Emosi-emosi positif seperti empati, juga berkontribusi pada perkembangan moral anak. Piaget menganalisis penalaran moral dan berkesimpulan bahwa anak-anak dari usia 4 hingga 7 tahun memperlihatkan moralitas heteronom, menilai tingkah laku berdasarkan konsekuensinya. Menurut para teoris behavioral dan sosial kognitif, tingkah laku moral berkembang sebagai hasil dari pemberian penguatan, hukuman dan imitasi, di samping itu terdapat cukup variabilitas situasional berkaitan dengan tingkah laku moral. Kendali diri merupakan sebuah aspek yang penting dalam memahami tingkah laku moral anak-anak
Gender
Gender merujuk pada dimensi sosial dan psikologis dari menjadi pria atau wanita. Pada sebagian besar anak, identitas gender diperoleh ketika anak mencapai usia 3 tahun. Sebuah peran gender merupakan seperangkat ekspektasi yang menentukan bagaimana para wanita atau para pria seharusnya berpikir, bertindak dan merasa. Ke 23 pasang kromosom dapat memiliki dua kromosom X untuk menghasilkan seorang wanita atau sebuah kromosom X dan Y untuk menghasilkan seorang pria. Biologi bukanlah sepenuhnya takdir di dalam perkembangan gender, pengalaman sosialisasi anak-anak memainkan peran penting. Baik teori psikoanalitik maupun teori sosial kognitif meneknkan adopsi dari karakteristik gender orang tua. Kawan-kawan sebaya secara khusus mahir dalam memberikan gender orang tua. Kawan-kawan sebaya secara khusus mahir dalam memberikan hadiah untuk tingkah laku yang sesuai dengan gender. Baik teori-teori perkembangan kognitif maupun teori-teori skema gender menekankan peran dari kognisi dalam perkembangan gender
Keluarga
Pengasuhan
Otoritarian, otoritatif, melalaikan dan memanjakan adalah empat gaya pengasuhan yang utama. Pengasuhan autoritatif merupakan gaya yang paling sering diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak. Meskipun demikian, variasi etnik dalam gaya pengasuhan memperlihatkan bahwa di dalam keluarga masing-masing memiliki gaya pengasuhan sendiri. Namun pengasuhan bersama sangat ditekankan sebab memiiki efek-efek positif bagi perkembangan anak-anak.
Perlakuan yang salah terhadap anak
Pengasuhan yang salah terhadap anak dapat berbentuk kekerasa fisik, mengabaikan anak, kekerasan seksual dan kekerasan emosional. Perlakuan yang salah terhadap anak dapat membuat anak memiliki resiko untuk mengalami masalah-masalah akademis, emosi dan sosial. Para orang dewasa yang ketika anak-anak memperoleh perlakuan yang salah juga rentan mengalami sejumlah masalah yang sama.
Relasi dengan saudara kandung dan urutan kelahiran
Diantara saudara-saudar kandung terjadi interaksi satu sama lain dalam cara yang positif maupun negatif. Dengan cara-cara tertentu, urutan kelahiran berkaitan dengan karakteristik anak, namun urutan kelahiran itu sendiri bukanlah sebuah prediktor yang baik untuk perilaku.
Perubahan keluarga di dalam masyarakat yang berubah
Secara umum, kondisi kedua orang tua yang bekerja seharian penuh di luar rumah, tidak memperlihatkan efek-efek negatif bagi anak-anak. Meskipun demikian, di dalam lingkungan spesifik, seorang ibu yang bekerja di luar rumah mesalnya ketika seoarang bayi masih berusia kurang dari 1 tahun, dapat memberikan efek-efek yang negatif. Perceraian dapat memberikan efek negatif bagi penyesuian anak-anak.
Relasi dengan kawan sebaya, bermain dan televisi
Relasi dengan kawan sebaya
Kawan-kawan sebaya merupakan agen sosialisasi yang kuat. Kawan-kawan sebaya menyediakan sumber informasi dan sumber perbandingan dengan dunia di luar keluarga.
Bermain
Bermain dapat memiliki fungsi afiliatif dengan kawan-kawan sebaya, melepaskan ketegangan, meningkatkan perkembangan kognitif, eksplorasi dan menyediakan tempat bersinggah yang aman. Parten telah mengembangkan kategori-kategori dari bermain yang mencakup onoccupied, solitary, onlooker, parallel, associative, cooperative play. Perspektif kontemporer mengenai bermain menekankan baik aspek-aspek kognitif maupun sosial dan bermain. Diantara tipe-tipe permainan anak yang paling banyak dipelajari adalah permainan sensorimotorik, permainan praktis, permainan pura-pura/simbolik, permainan sosial, permainan konstruktif dan games.
Televisi
Televisi dapat memberikan dampak negatif maupun dampak positif bagi perkembangan anak-anak.
Uraian di atas telah memperlihatkan bahwa penting bagi kita baik guru atau orang tua mengenal karakteristik anak usia dini, karena peluang perkembangan anak yang sangat berharga. Anak yang mengalamai masa bahagia terpenuhinya segala kebutuhan fisik, maupun psikis di awal perkembangannya, diramalkan akan dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan selanjutnya dengan baik.
Temper Tantrum
Dalam perkembangan anak, akan ditemui beberapa masalah yang bisa kita amati melalui kelainan perilaku mereka. Namun hal ini tidak dirasakan oleh anak itu sendiri, sehingga baik guru maupun orang tua agar tidak menimbulkan kesalapahaman tentang anak, perlu untuk benar-benar memahami anak dan perkembangannya serta adanya gangguan yang mungkin saja terjadi pada anak yang perlu kita sadari.
Dari kelima aspek perkembangan pada anak usia dini yang diuraikan di atas, salah satu yang penting untuk dikembangkan pada anak adalah perkembangan emosi. Hal ini bertujuan untuk memberikan kekuatan kepada anak dalam mengenali, mengelola dan mengontrol emosi, sehingga meningkatkan kemampuan di bidang keterampilan emosi yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah-masalah di kehidupan yang akan datang.
Untuk mengidentifikasinya menurut Dewi (2005:41), ada tiga alasan untuk menyatakan bahwa anak-anak tersebut memiliki potensi gagal di sekolah atau potensi bermasalah. Hal ini dapat dilihat dari 1) hasil pemeriksaan medis, 2) hasil pemeriksaan psikologis, 3) resiko kelahiran, 4) resiko lingkungan. Masalah anak tampil dalam bentuk yang sangat bervariasi. Misalnya gejala yang nampak pada perilaku anak yang sama, tetapi masalah dapat berbeda bentuknya. Masalah sama, tetapi gejala perilaku yang nampak pada anak berbeda. Begitu juga dengan akibat, walaupun gejala dan masalah sama, belum tentu akibatnya sama.
Sementara itu Saputro (dalam Dewi, 2005) menyatakan bahwa anak bermasalah dapat dilihat dari:
Frekuensi dari perilaku yang menyimpang maksudnya, seberapa banyak tingkah laku yang menimbulkan masalah muncul
Intensitas, yaitu tingkat kedalaman perilaku yang bermasalah. Misalnya rentang perhatian anak berkonsentrasi sangat pendek, anak mudah beralih perhatian baik dalam belajar maupun bermain, dengan rentang waktu yang sangat pendek.
Usia yaitu tingkah laku anak yang mencolok yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak seusianya
Ukuran norma budaya. Maksudnya anak dikatakan bermasalah sangat bergantung pada ukuran budaya setempat dimana subjek berada.
Masalah atau gangguan yang mungkin dialami oleh anak seringkali beragam, diantaranya cacat mental, kesulitan berbicara, agresifitas, penakut, pembangkang, pembohong, autisme, masalah buang air kecil dan besar serta temper tantrum.
Menurut Steward at all (1985), mengungkapkan bahwa ada berbagi bentuk emosi pada anak seperti gembira, marah, takut dan sedih. Marah adalah perilaku yang sering terjadi pada anak dari pada rasa takut, karena lebih banyak rangsangan-rangsangan yang menimbulkan rasa marah daripada rasa takut. Secara umum, hal-hal yang menyebabkan marah adalah ketika anak terhambat melakukan sesuatu. Ada dua macam marah, yaitu marah yang impulsif seperti temper tantrum dan marah yang terhambat atau hanya dengan menahan rasa marah itu sendiri.
Temper tantrum adalah suatu kondisi emosional yang umum dialami oleh anak-anak usia 1-4 tahun, terjadi pada anak-anak yang belum mampu menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan rasa frustrasi mereka akibat tidak terpenuhinya keinginan mereka, atau hanya sekedar ingin untuk mendapatkan perhatian dari orang tuanya saja. Anak temper tantrum adalah anak yang marah secara berlebihan. Kebiasaan mengamuk akan lebih sering dilakukan bila anak mengetahui bahwa dengan cara ini keinginanya akan dipenuhi. Semakin sering anak temper tantrum, semakin tinggi kecendrungannya untuk kembali memanfaatkan tantrum ketika dia perlu berkomunikasi, mengeluh atau melampiaskan energi dan emosinya.
Temper tantrum adalah salah satu dari sekian banyak kelainan pada kebiasaan-kebiasaan anak, sebagai suatu usaha untuk memaksakan kehendaknya pada orang tua, yang biasanya tampak dalam bentuk menjerit-jerit, berteriak dan menangis sekeras-kerasnya, berguling-guling di lantai dan sebagainya (Kartono, 1991: 13).
Menurut Hurlock (1998: 115) temper tantrum adalah ledakan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat dan iri hati yang tidak masuk akal. Hal ini tampak mencolok pada anak-anak usia 2,5 sampai 3,5 dan 5,5 sampai 6,5 tahun. Ledakan amarah mencapai puncaknya antara usia dua dan empat tahun, setelah itu amarah berlangsung tidak terlampau lama. Sementara menurut Chaplin (2009:502) temper tantrum merupakan suatu ledakan emosi yang kuat sekali, disertai rasa marah, serangan agresif, ,menangis, menjerit-jerit, menghentak-hentakkan kedua kaki dan tangan pada lantai atau tanah.
Menurut Mah (2008:2), anak-anak yang beusia lebih dari 4 tahun namun masih memiliki tantrum, harus dievaluasi oleh seorang profesional. Temper tantrum pada anak-anak antara usia 1 dan 4 adalah normal. Tantrum yang melampaui usia ini, terutama jika kadarnya sering, berat, dan yang berhubungan dengan perilaku agresif, adalah tanda dari masalah perilaku yang lebih besar. Anak-anak ini beresiko untuk mengalami masalah perilaku yang lebih serius di kemudian hari. Anak-anak lebih tua dari 4 tahun yang memiliki tantrum tersebut harus dievaluasi oleh seorang profesional. Meskipun mencari konsultasi profesional mungkin bijaksana bagi beberapa anak, namun peran orang dewasa juga penting untuk mengevaluasi amukan anak.
Temper tantrum merupakan salah satu ciri anak bermasalah dalam perkembangan emosi mereka antara lain (Dewi 2005):
Marah berlebihan, misalnya ingin merusak diri dan barang-barangnya
Tidak dapat mengungkapkan apa yang diinginkan
Takut yang sangat kuat sehingga mengganggu interaksi dengan lingkungannya
Malu, hingga menarik diri dari lingkungannya
Hipersensitif, sangat peka, sulit mengatasi perasaan tersinggungnnya dan pandangan yang cenderung negatif bersikap murung
Cara yang dapat digunakan guru untuk melihat anak yang bermasalah pada perkembangan emosi, melalui pengamatan gerak, mimik dan reaksi anak ketika bermain dalam kelompok, bekerja di kelas. Anak-anak yang bermasalah pada perkembangan emosi umumnya mudah tersinggung ketika bermain, merajuk, menyendiri, marah, memukul teman, menangis. Perilaku ini muncul dengan jumlah frekuensi yang tinggi, hampir setiap saat muncul. Menurut Mah (2008:3), Usia anak dan persentase anak-anak yang mengamuk adalah 18 sampai 24 bulan: 87 %, 30-36 bulan: 91 %, 42-48 bulan: 59 %. Rata-rata, amukan berlangsung selama dua menit di usia satu tahun, empat menit di usia dua sampai tiga tahun, lima menit di usia empat tahun. Selain itu, menurut Potegal & Davidson, 2003, perilaku ini terjadi delapan kali seminggu untuk usia satu tahun, sembilan kali seminggu untuk usia dua tahun, enam kali seminggu untuk usia tiga tahun, lima kali seminggu untuk usia empat tahun.
Hal ini juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Osterman dan Abo (2010) dimana temper tantrum pada anak-anak diselidiki dengan kuesioner pengalaman orangtua dari Tantrum pada Anak (PETTC; Osterman & Bjorkqvist, 2001). 132 orang tua (101 ibu, ayah 31) di daerah yang sebagian besar berbahasa Swedia dari Finlandia diisi kuesioner. 87% dari orang tua mengklaim bahwa satu atau lebih dari anak-anak mereka telah memiliki amarah. Perilaku yang paling umum selama amukan berteriak dan menangis. Paling sering anak mengamuk saat ganti, pada waktu makan, ketika akan tidur, dan ketika rutinitas yang berubah. Amukan biasanya dimulai ketika anak berusia 2 atau 3 tahun. Hanya 1,9% dari anak-anak itu memiliki tantrum ketika di bawah usia 1 tahun. Tantrum biasanya berakhir sebelum usia 5 tahun. Setelah usia 9 tahun, hanya 3,9% dari anak-anak itu memiliki amarah. Dalam 46,5% dari kasus, tantrum berlangsung antara 5 dan 10 menit. Amukan lebih lama dari setengah jam dilaporkan hanya 6% dari kasus.
Secara umum ada beberapa ciri untuk mengenali bahwa anak sedang temper tantrum, yaitu:
Anak tampak merengut atau mudah marah
Perhatian, pelukan atau pendekatan khusus lainnya tampak tidak memperbaiki suasana hatinya
Dia mencoba melakukan sesuatu di luar kebiasaannya atau meminta sesuatu yang dia yakini tidak akan diperolehnya
Dia meningkatkan tuntutannya dengan cara merengek dan tidak mau menerima jawaban "tidak"
Dia melanjutkan dengan menangis, menjerit, menendang, memukul atau menahan nafas.
Sementara perilaku mengamuk pada usia di bawah 3 tahun menunjukan perilaku: menangis, menggigit, menjerit, memukul, menendang, melemparkan diri ke lantai, melengking, melengkungkan punggung, memukul secara membabi buta, membenturkan kepala, menahan nafas, melemparkan barang. Jika ia marah karena keinginannya tidak terpenuhi. Kemudian untuk anak pada usia 3 sampai 4 tahun selain gejala-gejala di atas, ditambah dengan mengentakan kaki, meninju, membentak, membanting pintu, merengek bahkan memecahkan barang-barang. Sementara itu bagi anak-anak pada usia 5 tahun ke atas ciri-cirinya antara lain memaki, sengaja memecahkan benda-benda, mencela diri sendiri, mengancam, menyerang kakak atau teman.
Dalam temuan Belden (2010), karakteristik perilaku tantrum anak prasekolah berbeda dalam kaitannya dengan klasifikasi kelompok diagnostik. Anak sehat dilaporkan menunjukkan kekerasan, yang merugikan diri sendiri, merusak, dan secara lisan agresif perilaku tantrum secara signifikan lebih sedikit daripada anak-anak dengan gangguan mood, gangguan mengganggu, atau keduanya. Selanjutnya, anak-anak prasekolah sehat memiliki amukan kurang parah dan lebih singkat dan diperlukan waktu pemulihan lebih sedikit dibandingkan dengan anak-anak dengan diagnosa DSM-IV. Meskipun replikasi temuan ini diperlukan, hasil menunjukkan bahwa "anatomi" dari mengamuk di anak-anak prasekolah sehat secara signifikan berbeda dari rekan-rekan sebaya dengan gangguan mood, gangguan mengganggu atau keduanya.
Menurut Sutadi dkk (1996) penyebab amukan antara lain:
Anak merasa terhalang dalam pencapaian pemuasan atau keinginannya. Dalam hal ini guru harus tetap dan pasti dalam memberikan peraturan-peraturan jangan sampai terjadi peraturan yang telah diberikan pada suatu saat berubah, karena guru merasa harus atau ingin merubahnya. Bila hal ini terjadi, anak tidak dapat menarik kesimpulan mana aturan yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Misalnya, pada saat guru sedang senang anak boleh saat saling berebut mainan, ribut di dalam kelas dengan tidak marah. Pada suatu saat guru sedang kesal, anak tertawa karena melihat tingkahlaku temannya yang menggelikan, guru sudah langsung marah.
Anak dituntut melakukan sesuatu di luar kemampuannya. Tugas atau kewajiban yang diberikan tidak sesuai dengan tingkat kematangan dan kemampuannya menimbulkan kekesalan pada anak, akibatnya anak mudah mengamuk. Bila tugas tersebut tidak dapat dilakukan anak, kurangi tuntutan agar lebih mudah diselesaikan
Anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga dengan jumlah orang dewasa yang banyak. Setiap orang dewasa memiliki prinsip masing-masing. Banyaknya prinsip dan saling bertentangan membuat anak bingung. Perasaan bingung ini menyebabkan anak sering marah. Oleh karena itu guru perlu mengetahui keadaan tempat tinggal anak, melalui biodata anak. Guru dapat menyarankan pada orang tua untuk membuat suatu pendapat yang sama dengan keluarga.
Sikap yang terlalu mengkritik tingkah laku anak. Kritikan yang dilakukan guru dihadapan teman-teman akan menimbulkan kekesalan pada anak, yang dapat berakibat anak mengamuk. Bila guru ingin memperbaiki sikap anak yang dianggap keliru, perlu hati-hati jangan disampaikan di depan teman-temannya. Sampaikan cara yang lebih baik pada anak dengan mendekati anak dan sambil tersenyum, katakan "kamu tidak menyenangi temannya yang berbohong kan,... ibu juga tidak menyenangi anak yang berbohong".
Orang tua yang terlalu cemas dan berlebihan melindungi anak. Cara ini tidak dapat diterima anak, sebab merasa aktivitasnya dibatasi dan sementara itu menurut anak aktivitas merupakan kebutuhannya. Anak merasa keinginan-keinginannya terhambat, akhirnya anak mudah marah dan mengamuk. Demikian juga guru di sekolah, berilah kesempatan pada anak mencobakan apa saja sesuai dengan kemampuannya. Jangan cemas terhadap perilaku yang wajar.
Selain beberapa penyebab yang telah dikemukakan di atas, Osterman dan Abo (2010) juga menemukan bahwa amarah adalah salah satu bentuk paling awal agresi manusia. Studi tentang amarah pada anak kecil karena itu menarik bagi teori perkembangan agresi manusia. Perilaku marah, mengamuk yang terbaik didefinisikan di dalam persimpangan antara biologi dan budaya, mereka muncul tidak terlepas dari budaya, dan reaksi dari keluarga sangat bervariasi. Ada banyak bukti dari studi antropologi dan cerita rakyat tentang amarah. Diantaranya:
Ketika anak-anak kecil di Skandinavia nakal, cerita yang disebut "Bortbytingen" (Lagerlof, 1915) sering mengatakan kepada mereka. Cerita ini bercerita tentang seorang anak manusia yang akan diculik oleh penjahat yaitu ibu. Troll adalah makhluk mirip manusia yang tinggal di hutan. Dalam pertukaran dia meninggalkan keturunan jelek dan nakal sendiri. Ketika anak akhirnya meredah setelah mengamuk, orang tua mengumumkan bahwa sekarang anak manusia sendiri telah kembali dari troll, menambahkan peringatan: "Hati-hati sehingga troll tidak mengambil lagi".
Dalam cerita rakyat Jepang ada mitos yang sama tentang "Kan-ada-Mushi", yang diduga menjadi sumber perilaku dan dapat menyebabkan seorang anak untuk menjadi marah-marah. Diskusi keluarga tentang Kan-No-Mushi dapat membantu anak-anak belajar untuk hidup dengan frustrasi dan kemarahan (Tomm, Suzuki, Suzuki &, 1990).
Dalam komunitas Matsigenka dari Shimaa di selatan timur Peru kehamilan baru berarti bahwa balita yang tiba-tiba disapih. Pada titik ini anak Matsigenka memasuki fase marah-marah yang terdiri dari protes panjang sehari sekali selama jangka waktu sampai beberapa bulan. Keluarga tidak bereaksi sama sekali, dan anak diperbolehkan untuk memprotes kelelahan lebih atau kurang (Johnson, 2003).
The Bofi petani dan pengumpul Afrika Tengah dipelajari oleh Fouts, Hewlett, dan domba, (2005). Variasi besar dalam perilaku anak-anak di berhentinya kperawatan dikaitkan dengan perbedaan dalam praktek perawatan anak. Anak petani Bofi menunjukkan tingkat rewel dan menangis tinggi ketika tiba-tiba disapih sementara anak penjelajah Bofi menunjukkan tanda-tanda kesusahan.
Anak-anak Amerika, yang membuang amarah atas makanan, ditemukan berada pada risiko yang lebih tinggi daripada yang lain untuk menjadi kelebihan berat badan (Agras, Hammer, McNicholas, & Kraemer, 2004). Agras dkk. menunjukkan bahwa orang tua Amerika sulit menenangkan anak dengan makanan.
Simpanse juga memiliki amarah. Dalam konflik penyapihan simpanse adalah negosiasi pertama kehidupan sosial. Remaja pertama membuat tanda-tanda gawat, seperti cemberut.
Literatur psikoanalisis menjelaskan dua jenis kemarahan awal. Kemarahan pertama kali muncul sebagai respon terhadap rasa sakit atau ketidaknyamanan. Sekitar usia 18 bulan, ketika perjuangan internal anak otonomi dimulai, sifat amarah mulai berubah, dan anak sekarang dapat menggunakan perilaku marah untuk menegaskan kemerdekaan atau untuk mengekspresikan permusuhan
Peran Guru dan Orang Tua
Peran Guru
Guru dan orang tua memainkan peranan yang penting dalam tumbuh dan kembang anak di usia dini. Oelh sebab itu guru dan orang tua perlu mengetahui atau mengidentifikasi anak dengan tempertantrum baik di sekolah maupun di rumah dan merencanakan penanganan bagi si anak.
Menurut Dewi (2005:97), guru perlu mengenali ciri-ciri temper tantrum, kapan, di mana dan mengapa tentrum terjadi. Strategi yang terbaik adalah dengan membuat catatan atau bagan mengenai tantrum anaknya selama satu atau dua minggu. Hal-hal penting untuk dicatat antara lain:
Siapa yang hadir di sana menyaksikan anak mengamuk?
Kapan temper tantrum terjadi? (waktu, hari dan lama kejadian)
Di mana terjadinya? (di kelas, tempat bermain)
Apa yang dilakukan anak sebelumnya, selama dan setelah tantrum berlangsung. Apakah dia melemparkan benda-benda, menyakiti diri sendiri atau lainnya
Bagaimana respon anda terhadap anak dan bagimana tantrum akhirnya berakhir, misalnya anak meringkuk dalam pangkuan atau meminta untuk dipeluk
Mengapa anak kehilangan kendali, apakah usia, perkembangan atau tempramen.
Keenam pertanyaan ini berguna untuk mengenali cara pencegahan dan penanganan yang dilakukan jika tantrum terjadi pada anak tersebut di kemudian hari. Sehingga guru tidak lagi bingung, cemas bahkan sebaliknya dapat membantu anak yang sedang tantrum.
Peran guru dalam mengidentifikasi anak dengan tantrum dapat dengan membuat jurnal. Misalnya anak mengamuk, maka guru dapat mencatat apa yang menjadi pemicu, bagaimana anak mengakhiri amukannya. Hal ini penting bagi guru agar terampil mencegah terjadinya amukan. Menghindari amukan berarti membantu anak mengendalikan kemarahannya.
Contoh jurnal tantrum:
Identitas anak
Nama anak: Ani
Hari/jam : Senin, 09.00-09.30 WIB
Jenis kelamin: Perempuan
Umur : 3 tahun 2 bulan
Peristiwa tantrum
Yang menyaksikan: Guru dan teman-teman
Tempat : di Kelas ketika istirahat
Apa yang dilakukan?: dia melihat beberapa anak makan kue dan dia memutuskan ingin makan kue juga, sedangkan makanan yang dibawanya dari rumah adalah nasi goreng dan tidak ada temannya yang mau memberi kue kepada Ani.
Bagaimana? Saya mencoba menawarkan alternatif makanan lain milik temannya yang lain. Dia tidak mau mendengarkan dan menjerit-jerit. Ia memaksa agar temannya yang punya kue itu yang memberinya. Tantrum berakhir ketika temannya memberi kue yang diminta
Mengapa tantrum? Dia merasa marah dan diperlakukan tidak adil oleh temannya
Dalam menulis jurnal ini, guru diminta untuk jujur dan apa adanya mendeskripsikan kejadian yang sebenarnya terjadi. setelah jurnal selesai maka luangkan waktu untuk berdiskusi dengan teman sejawat tentang pola perilaku guru menghadapi anak tantrum. Cara yang terbaik mengetahui apa yang harus dihindari untuk mengurangi ledakan adalah dengan meninjau kembali jurnal tantrum. Setiap anak tentu berbeda pemicu terjadinya ledakan. Beberapa peristiwa yang sering memicu terjadinya amukan antara lain: lapar, lelah, kegagalan, situasi baru, mengantuk, tidak sabar menunggu giliran dsb.
Ann E. Laforge, menyatakan tentang langkah-langkah merespons ledakan emosi anak, yaitu:
Pastikan keamanan
Anak yang sedang mengamuk perlu diperhatikan keamanannya. Apakah anak menyakiti dirinya sendiri atau orang lain? Atau merusak benda-benda di sekelilingnya. Hal ini dijelaskan berarti anak memang menginginkan perhatian, tetapi mereka jarang ingin menyakiti diri sendiri. Namun, jika guru ragu dan khawatir akan kemungkinan bahaya, guru harus mengambil tindakan. Cara terbaik, dengan sabar dan sangat tenag selama tantrum berlangsung. Untuk menghindari luka ada beberapa tindakan yang harus dilakukan, yaitu: (a) memindahkan anak. Guru perlu memindahkan anak duduk di depan bersama guru dengan demikian guru dapat secepatnya mengetahui gerak gerik anak. (b) memeluk anak. Jika anak tidak dalam bahaya, tetapi barang-barang atau anak lain terancam amukannya, peganglah anak, angkatlah anak, pangku dan peluklah anak dengan erat tapi lembut. Jika perlu, lingkarkan juga kaki guru pada kakinya utnuk mencegahnya menendang. Dengan mengatakan "kau kehilangan kendali dan ibu akan membantumu". Atau "Ibu akan menunggu di sini sampai kau merasa lebih baik". (c)menghukum anak, jika anak memukuli, menyakiti anak lain, guru harus turun tangan, lindungi anak lain dan menarik anak yang tantrum dengan mengatakan "Kau dihukum karena memukuli".
Tenang
Setelah guru memastikan keamanan anak, biarkan ia menendang dan menjerit sendiri untuk beberapa saat. Guru harus dapat bersikap tenang, dingin dan sabar menghadapi tantrum. Untuk membantu guru mengendurkan ketegangan dirinya, lakukan kegiatan berikut: a) pejamkan mata dan mengambil nafas lambat-lambat, b) menghitung 1-100 dan kemudian ulangi lagi, c) ulangi mengucap dalam hati semacam mantra yang menenagkan misalnya, "Saya sudah besar, saya harus berperilaku sebagai anak besar, tenang, tenang, tenang" dsb, d) menjauh dari anak, e) mencoba melihat humor
Abaikan kegemparan
Guru mengabaikan tantrum dengan cara; tidak memandang, berbicara atau menyentuhnya. Mengabaikan tantrum memang sulit, karena guru menginginkan agar anak berprilaku baik. Hal ini tidak mungkin terjadi karena anak sedang tantrum. Agar dapat mengabaikan tantrum, guru harus yakin bahwa dengan tidak membantu, sesungguhnya kita telah membantu. Yang tidak boleh diabaikan adalah jika anak; memukul, menjerit, berteriak, menggit, memecahkan barang atau melemparkan benda-benda. Jika anak berusia 1 s/d 3 tahun dapat dilakukan dengan mengalihkan perhatian anak.
Membendung kekacauan
Langkah selanjutnya membantu anak menenangkan diri dan mengembalikan kendali dirinya. Beberapa pilihan tindakan dapat dilakukan seperti: memeluk anak dengan mengatakan "ibu akan mememlukmu sampai kau merasa lebih baik. Jika anak tidak ingin dipeluk, berdirilah dekat anak dan katakan "ibu akan berdiri di sini sampai kau merasa lebih baik". Selanjutnya diperlukan waktu unutk pendinginan.
Memaafkan dan melupakan
Pada akhir tantrum jangan melanjutkannya dengan memberi ceramah, meyalahkan atau mengolok-ngolok anak. Sebaliknya segera alihkan perhatiannya pada kegiatan yang menyenangkan. Ajak anak untuk melakukan aktivitas bersama teman dan guru
Peran Orang Tua
Orang tua memeiliki peran yang krusial dalam perkembangan dan pertumbuhan anak mereka. Hal ini disebabkan karena anak lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan setengah harinya di sekolah. Oleh karenanya orang tua perlu dibekali pengetahuan dan informasi yang penting bagi penafsiran yang benar dalam mengasuh anak-anaknya. Terlebih lagi anak usia dini adalah usia potensial. Menurut Mah (2008;107), orang tua sering mencari beberapa saran dengan profesional-profesional yang benar-benar tentang bagaimana anak-anak harus bersikap, sementara anak orang tua tidak tahu anak-anak benar-benar dapat berperilaku sebagaimana diamanatkan. Oleh sebab itu, apapun itu orang tua harus memiliki strategi sendiri untuk dapat memahami anak tantrum beserta bagaimana mengatasinya. Di bawah ini akan diuraikan beberapa cara yang dikutip dari buku The One-Minute Solution Strategies for Responding to Children's Challenging Behaviors (Ronald Mah):
Manjakan anak
Salah satu premis adalah bahwa anak-anak hanya berfokus pada perolehan sesuatu dan bahwa anak-anak harus puas karena jika tidak mereka akan rusak secara emosional oleh kekecewaan. Ketahanan tidak bisa dipelajari tanpa mengalami kekecewaan. Anak-anak tidak begitu rapuh, kecuali orang dewasa mengajarkan mereka untuk menjadi kuat. Itulah mengapa disebut "ketidakberdayaan yang dipelajari." Premis lainnya untuk memanjakan anak-anak dengan apa yang mereka inginkan adalah bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan mereka berhenti tantruming. Cara utama yang berurusan dengan amarah adalah untuk memberikan anak-anak apa pun yang mereka punya. Pada dasarnya, ini mengajarkan anak-anak bahwa jika mereka menangis cukup keras, atau bertindak cukup, mereka akan mendapatkan apa pun mereka ingin". Hal ini kemungkinan besar terjadi jika orang dewasa tidak bisa mentolerir. Memanjakan anak yang marah-marah memperkuat teknik yang tidak pantas untuk kekuasaan dan kontrol, baik penderitaan anak atau tidak dapat menderita merengek, menjerit, atau konflik dengan anak. Kebahagiaan mengembangkan indra keenam di samping lima indera penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa, dan sentuhan-rasa hak.
Anak-anak dan orang dewasa mengembangkan harapan bahwa mereka akan dimanjakan dan tidak mungkin menjadi marah dan dendam.
Mengasuh anak
Adalah premis bahwa memelihara akan memenuhi kebutuhan anak untuk dukungan emosional dan dengan demikian menghentikan ulah tersebut. Anak-anak harus selalu dipupuk. Mereka perlu kedewasaan untuk memberikan pengasuhan sehingga mereka akhirnya dapat belajar bagaimana memelihara diri. Namun, tidak semua amukan dilemparkan dengan tujuan mencari pengasuhan atau dukungan emosional. Disebut dukungan kedewasaan menjadi kontraproduktif jika anak benar-benar mencari kekuasaan dan kontrol yang lebih besar dan tidak tepat.
Anak malu
Premis adalah bahwa anak egosentris dan egois mengabaikan kebutuhan orang lain. Ini juga mengasumsikan bahwa anak akan berhenti tantruming untuk menghindari rasa malu yang mengerikan yang ditimbulkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa ingin menghentikan amukan karena ketidaknyamanan atau frustrasi karena harus berurusan dengan itu, anak mungkin malu dan menjadi berhenti. Mempermalukan di sini tidak berarti memberi labeling pada anak namun memberi asuhan kedewasaan agar anak merasa malu jika melakukan tantrum.
Mengalihkan perhatian anak
sengaja menarik atau mengarahkan perhatian anak jauh dari apa pun yang memotivasi mengamuk untuk beberapa hal lain atau masalah.
Temper tantrum seringkali terjadi pada anak-anak yang terlalu sering diberi hati, sering dicemaskan oleh orang tuanya, serta sering muncul pula pada anak-anak dengan orang tua yang bersikap terlalu melindungi. Lingkungan sosial rumah mempengaruhi intensitas dan kuatnya amarah anak. Ledakan amarah lebih banyak timbul di rumah bila ada banyak tamu atau ada lebih dari dua orang dewasa. Jenis disiplin dan metode latihan anak juga mempengaruhi frekuensi dan intensitas ledakan amarah anak. Semakin orangtua bersikap otoriter, semakin besar kemungkinan anak bereaksi dengan amarah.
Pengasuhan demokratis yang menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan akan menghasilkan anak yang memiliki penyesuaian pribadi dan sosial yang baik, kemandirian dalam berpikir, inisiatif dalam tindakan dan konsep diri yang sehat, positif, penuh rasa percaya diri, terbuka dan spontan, sehingga dapat mengurangi perilaku temper tantrum.
Intervensi Konseling untuk Anak dengan Tempertantrum
Usia puncak terjadi tantrum adalah antara 1 hingga 3 tahun. Akan tetapi, mungkin pula terjadi pada anak usia 7 hingga 8 tahun. Perilaku tantrum ini umumnya membuat banyak orang tua bingung harus melakukan apa. Hal ini karena ketika tantrum terjadi, upaya apapun untuk menghentikannya biasanya tidak berhasil.
Jika anak melakukan tantrum ditempat umum, orang tua akan merasa malu karena menjadi pusat perhatian. Orang tua pun biasanya buru-buru memenuhi keinginan anak yang tadinya ditolak atau orang tua akan menjanjikan kepada anak untuk membelikan mainan makanan, atau baju baru.
Untuk sesaat, tindakan ini mungkin dapat menghentikan aksi anak. Namun, di lain waktu anak akan kembali melakukan aksi tantrum. Cara terbaik untuk menangani anak tantrum bukan dengan memenuhi segala keinginannya, namun dengan menghilangkan perilaku ini perlahan-lahan. Sebab, tantrum tidak hanya merepotkan dan membingungkan orang tua, tetapi dapat membahayakan, baik anak sendiri maupun orang lain.
Perilaku tantrum merupakan bagian tidak terpisah dari fase perkembangan anak. Hampir semua anak pernah melakukan hal tersebut, hanya kadar dan insensitasnya yang berbeda. Tantrum dapat berhenti dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya usia anak. Akan tetapi, berbagai upaya penanganan tetap harus dilakukan agar anak tidak selalu melakukan aksi tantrum setiap kali keinginannya tidak terpenuhi, menghadapi kesulitan, diajari disiplin dan lain-lain.
Oleh sebab itu, dalam lingkup bimbingan dan konseling, ada intervensi yang dapat dilakukan dengan mengadopsi teknik atau model konseling yang sesuai dengan kasus yang dibahas dalam makalah ini. konseling sendiri memberikan perhatian pada segala usia terhadap hal yang bermasalah atau tidak bermasalah, dalam rangka pencegahan dan pengembangan.
Dalam penanganan temper tantrum ada beberapa hal yang dapat dilakukan, seperti yang diuraikan di bawah ini:
Orang tua adalah pengasuh sekaligus pendidik pertama dan utama bagi anak dalam perkembangannya. Anak-anak yang mengalami gangguan seperti salah satunya temper tantrum memang memerlukan pola didikan dan pengasuhan serta perhatian yang tepat dari orang tua mereka. Dalam artikelnya, Borrego & Burrell, mereka menerapkan program pelatihan perilaku orangtua. Terapi Interaksi Parent-Child (PCIT), dalam pengobatan gangguan perilaku pada anak-anak. PCIT adalah unik karena bekerja baik dengan anak dan orang tua dalam perawatan dan berfokus pada peningkatan hubungan orangtua-anak sebagai sarana untuk meningkatkan orangtua dan perilaku interaksi anak satu sama lain.
Dalam jenis interaksi orang tua dan anak-anak menggunakan strategi pengendalian permusuhan untuk mempengaruhi perilaku masing-masing (Chamberlain & Patterson, 1995). Sebagai contoh, orang tua dapat memberikan perintah dan anak dapat mulai merengek dalam upaya tidak harus mematuhi perintah. Orang tua dapat menarik perintah dalam upaya untuk anak berhenti merengek. Dengan menarik perintah, perilaku merengek anak negatif diperkuat. Orang tua juga secara negatif dapat diperkuat dengan anak berhenti merengek setelah perintah ditarik.
Anak-anak juga dapat diperkuat secara positif untuk perilaku negatif mereka. Salah satu contoh adalah ketika orang tua memberikan perhatian positif kepada anak selama marah-marah. Orang tua juga dapat memberikan jenis reinforcers lain (misalnya, permen, mainan, atau soda) dalam upaya anak mengakhiri amukan tersebut. Akhirnya, di samping memperkuat perilaku yang tidak pantas, orang tua sering gagal untuk memperkuat secara positif anak untuk terlibat dalam perilaku prososial. Contoh dari ini adalah ketika orang tua tidak memperkuat sosial anak untuk berbagi mainan dengan anak-anak lain atau duduk di meja untuk jangka waktu. Orangtua mungkin keliru berpikir bahwa anak-anak harus dibiarkan sendirian ketika berperilaku tepat.
Dari jenis interaksi orangtua-anak, intervensi yang diperlukan bahwa hubungan target orangtua-anak. Lebih khusus, intervensi yang mengajarkan orang tua untuk (a) hadir untuk perilaku prososial anak, (b) mengabaikan perilaku anak yang tidak pantas, (c) mengurangi penggunaan strategi disiplin hukuman dan koersif, dan (d) meningkatkan penggunaan yang efektif, strategi manajemen anak tanpa paksaan dapat membantu dalam mengubah pola koersif interaksi dan mengajarkan orang tua keterampilan manajemen anak yang efektif.
Behavioral Parent Training (BPT) adalah perawatan yang berasal dari prinsip-prinsip pembelajaran sosial yang berfokus pada interaksi orang tua-anak (Wierson & Forehand 1994) di mana orang tua dilatih untuk menerapkan prosedur tertentu untuk meningkatkan perilaku prososial anak dan mengurangi perilaku bermasalah. Pendekatan pengobatan telah terbukti berkhasiat untuk pengobatan eksternalisasi masalah perilaku pada anak-anak.
Salah satu perawatan ini adalah Induk-Anak Interaksi Therapy (PCIT). PCIT adalah pengobatan berbasis bukti umumnya digunakan untuk prasekolah untuk anak-anak usia sekolah dasar awal dengan eksternalisasi masalah perilaku. Meskipun ada banyak intervensi BPT, PCIT berbeda dalam beberapa hal penting. Pertama, PCIT berfokus pada kedua orang tua dan anak dalam perawatan di mana intervensi BPT lain terutama berfokus pada pengajaran keterampilan orangtua untuk digunakan di rumah dengan anak. Dengan memiliki orang tua yang terlibat, ini memungkinkan orang tua untuk menggunakan keterampilan yang mereka pelajari dalam pengobatan dengan anak.
Seperti dibahas di atas, PCIT adalah intervensi psikososial berbasis bukti dikembangkan untuk keluarga dengan anak-anak dengan gangguan perilaku yang mengganggu sosial. PCIT dilakukan dalam sesi mingguan 1 jam dan orang tua rata-rata antara 12 sampai 16 sesi untuk menyelesaikan program. Meskipun PCIT biasanya dilakukan melalui perangkat bug-in-the-ear sementara pelatih terapis balik cermin satu-arah, terapis juga dapat melatih orang tua sementara di ruang terapi jika teknologi ini tidak tersedia. Dalam PCIT, terapis umumnya menargetkan dua domain dalam pengobatan: (a) meningkatkan hubungan orangtua-anak, dan (b) memberikan orang tua dengan efektif, teknik disiplin tanpa paksaan.
Pendekatan behavioristik, digunakan untuk membantu dalam rangka memperbaiki perilaku anak-anak yang kurang adaptif menuju kepada perilaku yang adaptif. Model analisis behavioristik ini sering dijadikan dasar perlakuan untuk memperbaiki perilaku, prestasi di bidang akademik maupun non akademik. Sejumlah model penanganan yang sering digunakan untuk menangani anak dengan masalah kurang adaptif banyak dipengaruhi oleh teori behavioristik, misalnya metode Lovas, analisis tugas dan modifikasi perilaku. Penanganan dengan pendekatan behavioristik ini sering dikenal dengan terapi perilaku dan modifikasi perilaku.
Menurut Gross (2008:649) Modifikasi perilaku adalah bidang psikologi klinis yang menekankan pengukuran yang objektif perilaku sebelum dan sesudah intervensi untuk mendokumentasikan efek intervensi. Intervensi melibatkan penerapan prinsip-prinsip perilaku untuk membantu orang mengubah perilaku sosial yang signifikan. Prosedur modifikasi perilaku yang ditujukan untuk mengubah aspek lingkungan fisik atau sosial untuk membawa perubahan dalam perilaku. Prosedur modifikasi perilaku digunakan untuk membantu orang mengembangkan perilaku baru (untuk mengatasi defisit perilaku) dan untuk membantu orang berhenti terlibat dalam perilaku yang tidak diinginkan (untuk mengurangi ekses perilaku).
Menurut Gross (2008:243), bila menggunakan prosedur modifikasi perilaku untuk membantu anak mengatasi masalah perilaku, pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi digunakan. Sebuah penilaian fungsional dilakukan pertama yang mengidentifikasi variabel yang berkontribusi terhadap masalah perilaku. Intervensi tersebut kemudian dikembangkan berdasarkan hasil informasi penilaian fungsional. Intervensi berusaha untuk mengubah anteseden dan konsekuensi yang berkontribusi terhadap masalah perilaku sementara mempromosikan perilaku alternatif fungsional setara untuk menggantikan perilaku masalah. Prosedur modifikasi perilaku yang sukses ketika mereka menghasilkan perubahan perilaku yang diinginkan yang menggeneralisasi ke lingkungan sehari-hari klien.
Sebuah langkah penting dalam analisis perilaku terapan adalah melakukan penilaian fungsional. Penilaian afungsional memungkinkan praktisi untuk mengidentifikasi dan menggambarkan perilaku masalah dan anteseden dan konsekuensi dari perilaku dalam konteks di mana hal itu terjadi. Individu melakukan perilaku tidak dapat dipisahkan dari konteks saat ini dan sejarah.
Tujuan dari penilaian fungsional, atau kasus konseptualisasi fungsional, adalah untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk mengembangkan strategi pengobatan yang efektif yang menghasilkan hasil yang diinginkan. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi tujuan perilaku yang berfungsi dan hipotesa, berdasarkan informasi itu, yang anteseden dan konsekuensi mungkin dimanipulasi untuk mengurangi perilaku maladaptif dan mengoptimalkan perubahan positif. Analis perilaku membedakan antara penilaian fungsional dan analisis fungsional. Penilaian fungsional mengacu pada prosedur yang terlibat dalam menjelaskan anteseden dan konsekuensi; analisis fungsional mengacu pada manipulasi langsung dari kontinjensi lingkungan untuk mengamati dampaknya terhadap perilaku sasaran.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Anak mengawal serangkaian pertumbuhan dan perkembangan sebagai awal dari kehidupan mereka sebagai makhluk hidup. Pertumbuhan dan perkembangan ini menjadi salah satu ciri dari eksistensi manusia menuju kepada kematangan. dalam perkembangannya, anak mengalami pertumbuhan dalam beberapa aspek, diantaranya perkembangan fisik, kognitif dan sosio emosi. Namun dalam perkembangannya ada sejumlah masalah yang dihadapi yang akan menyertai tugas perkembangan anak. Masalah tersebut diantaranya temper tantrum, autisme, bullying, gangguan makan dan lain sebagainya.
Tempertantrum merupakan suatu kondisi emosional yang umum dialami oleh anak-anak usia 1-4 tahun, terjadi pada anak-anak yang belum mampu menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan rasa frustrasi mereka akibat tidak terpenuhinya keinginan mereka, atau hanya sekedar ingin untuk mendapatkan perhatian dari orang tuanya saja. Anak temper tantrum adalah anak yang marah secara berlebihan. Kebiasaan mengamuk akan lebih sering dilakukan bila anak mengetahui bahwa dengan cara ini keinginanya akan dipenuhi.
Oleh sebab itu perlu penanganan segera yang melibatkan orang tua di rumah dan guru di sekolah. beberapa penanganan membutuhkan kerja sama dan juga keterlibatan aktif dari pihak-pihak tertentu. Dengan bantuan konseling, teknik dan model dapat diterapkan untuk membantu anak yang memiliki gangguan. Salah satunya adalah model konseling behavior yang kini mendapat banyak pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Belden, Thomson, and Luby. 2008 . Temper Tantrums in Healthy Versus Depressed and Disruptive Preschoolers: Defining Tantrum Behaviors Associated with Clinical Problems. The Journal of Pediatrics
Borrego, Burrell. 2010. Using Behavioral Parent Training to Treat Disruptive Behavior Disorders in Young Children: A How-to Approach Using Video Clips. Journal of Cognitive and Behavioral Practice 17 25–34.
Chaplin, J.P. 2006. Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Corey, Gerald. 1988. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Eresco
Dewi, Rosmala. 2005. Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depertemen Pendidikan Nasional
Gross, Hersen. 2008. Handbook of Clinical Psychology Volume 2 Children and Adolescents. Canada: JohnWiley & Sons, Inc
Mah, Ronald. 2008. The one-minute temper tantrum solution: strategies for responding to children's challenging behaviors. United Kingdom: Corwin Press
Osterman K., & Abo. 2010. Journal Temper tantrums in children. http://www.vasa.abo.fi/svf/up/tempertantrum.pdf
Potegal, M., & Davidson, R. J. (2003). Temper tantrums in young children: Behavioural composition. Journal of Developmental and Behavioural Pediatrics, 24, 140–148.
Santrock. 2011. Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Edisi Ketigabelas Jilid Satu. Jakarta: Erlangga
Sutadi, Deliana. 1996. Permasalahan Anak Taman Kanak-Kanak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
[Type the company name]
[Type the company name]