Tugas Makalah TRK Lanjut
[Type the author name]
Difusi
Definisi Difusi adalah pencampuran spontan dari molekul-molekul karena suatu perbedaan. Perbedaan ini dapat berupa perbedaan suhu atau pun konsentrasi. Spesi sebuah molekul dalam satu fasa akan selalu berdifusi dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah, sampai tercapai konsentrasi yang sama. Ilustrasinya diberikan pada gambar dibawah ini.
Perpindahan molekul suatu spesi (misal A) dinyatakan dalam fluks molar W A (mol/area.waktu), kearah tertentu. Fluks A (W A) relatif terhadap sebuah koordinat vektor tertentu. Jumlah WA (partikel A yang berpindah) dalam koordinat rektangular dinyatakan oleh:
=
+
+
Jika kita mengaplikasikan mole balance pada spesi A, yang mengalir dan bereaksi di elemen volum ( ∆V=∆x∆y∆z ), kita akan mendapatkan fluks molar dalam tiga dimensi. Gambar berikut memperlihatkan aliran dari fkuls molar A d alam koorinat tiga dimensi.
Dengan:
Molar flux balance pada sistem diatas dinyatakan dengan :
− ∆∆ − ∆∆ ∆ ∆∆ − ∆∆ ∆ ∆∆ − ∆∆ ∆ ∆∆∆ ∆∆∆ +
=
+
+
+
+
+
+
=
Jika membagi persamaan diatas dengan ∆x∆y∆z dan mengambil limit mendekati nol, maka akan didapat persamaan molar flux balance pada koordinat rektangular:
− − − +
=
Fluks Molar Fluks molar A, WA adalah hasil dari kontribusi: J A (fluk molekuler difusi relatif terhadap gerakan fluida karena perbedaan konsentrasi) dan B A (fluk yang dihasilkan karena gerakan oleh fluida). Secara mikroskopis saat terjadi difusi juga terjadi gerakan dari fluida yang bersangkutan kearah difusi sehingga membantu difusi yang terjadi. WA = JA + BA BA dapat dinyatakan dalam konsentrasi A (C A) dan kecepatan molar (V) BA = CAV
Dimana V = Σ yi Vi
Vi adalah kecepatan partikel i, yi adalah faksi mol i. Dalam sebuah campuran biner A dan B, dengan VA sebagai kecepatan spesi A dan V B kecepatan spesi B. Total molar fluks A dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: WA = JA + CAV Dengan V = y AVA + yB VB Atau bisa juga dinyatakan dengan: WA = JA + yA (WA + WB)
Hukum Fick’s Hukum fick’s menyatakan jumlah difusi molekuler dalam bentuk konsentrasi dari spesi
terkait, misal J A . Hukum fick’s menyatakan bahwa jumlah partikel A yang berpindah sebanding dengan gradiet konsentrasi A dikalikan dengan sebuah konstanta. Untuk konsentrasi A yang tetap J A dapat dinyatakan dengan:
− =
DAB merupakan konstanta difusivitas A kedalam B, yang menyatakan kecepatan partikel A untuk berdifusi ke dalam B. Tanda minus menyatakan bahwa perpindahan molekul A relatif terhadap jumlah partikel A pada daerah yang lebih kaya konsentrasi A. Persamaan umum 3dimensi untuk J A fluks difusi yang dihasilkan karena perbedaan konsentrasi, bergantung pada fraksi mol pada hukum fick’s pertama:
− ∇ =
Dimana c adalah total konsentrai, D AB adalah difusivitas A dalam B, y A adalah fraksi mol A. Dengan begitu fluks molar A dapat dinyatakan dalam
− ∇ − ∇ =
+
+
Atau dalam bnetuk konsentrasi A dimana c x y A = C A
=
+
Reaksi Katalisis
Katalis adalah suatu subtansi yang dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa ikut bereaksi dengan reaktan maupun produk. Sebuah katalis biasanya mengubah laju reaksi dengan cara mengubah mekanisme dari suatu reaksi. Sebagai contoh, reaksi H 2 dan O2 yang biasanya lambat pada suhu ruang, dapat berlasung dengan cepat bila terekspos oleh platina. Kecepatan reaksi yang bertambah ini disebabkan oleh turunnya energi aktivasi reaksi H 2-O2. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar berikut.
Dengan turunnya energi akitivasi reaksi H 2-O2 akan mudah terjadi, karena membutuhkan lebih sedikit energi dibandingkan dengan tanpa katalis. Yang perlu dicatan adalah katalis hanya mempercepat reaksi, tidak mengubah kesetimbang antara produk dan reaktan. Jenis Reaksi Katalisis Reaksi katalisis dapat dibagi menjadi 2 yaitu, homogen dan heterogen. 1. Reaksi Katalisis Homogen Reaksi ini terjadi saat katalis memiliki fasa yang sama dengan reaktan, biasanaya dalam fasa gas atau liquid. Contoh dari reaksi ini adalah reaksi antara ion persulfat dengan ion iodida. Reaksi ini 2-
terjadi dalam fasa cair. Ion persulfat (S 2O8 ) adalah oksidator yang sangat kuat. Ion iodida sangat mudah teroksidasi menjadi iodin. Reaksi antara keduanya dalam air sangat lambat. Persamaan reksinya sebagai berikut;
Reaksi diatas memerlukan dua ion saling bertumbukkan, tetapi karena keduanya bermuatan sama, maka gaya tolak menolak keduanya sangat besar. Untuk itu ditambahkan fe
2+
ke dalam larutan. Ion fe 3+
2+
akan beraksi dengan ion persulfat
menghasilkan ion sulfat dan fe , seperti persamaan reaksi berikut:
Selanjutnya ion fe
3+
akan mengoksidasi ion iodida menjadi iodin, dan kembali menjadi
2+
ion fe .
Kedua reaksi ion fe ini akan menyebabkan lebih banyak tumbukan yang terjadi antara ion iodida dan ion persulfat. Hal ini menyebabkan laju reaksi akan bertambah cepat. 2. Reaksi Katalisis Heterogen Pengenalan
Reaksi ini terjadi saat katalis memiliki fasa yang berbeda dengan reaktan maupu produk yang dihasilkan. Umumnya katalis pada reaksi ini memiliki fasa padat, sedangkan reaktan memiliki fasa cair atau gas. Tahapan reaksi katalis heterogen adalah sebagai berikut -
Satu atau lebih reaktan akan teradsorpsi oleh permukaan katalis yang aktif. Disini reaktan akan bereaksi dengan permukaan katalis sehingga reaktan menjadi lebih reaktif.
-
Reaktan yang menempel pada permukaan katalis akan bertumbukkan dengan reaktan lain sehingga bereaksi menjadi sebuah produk.
-
Setelah produk terbentuk, katalis akan me-desorpsi produk dan terlepas dari permukaan katalis.
Contoh dari reaksi ini adalah hidrogenasi hidrogenasi etena dengan menggunakan menggunakan katalis
Ni.
Persamaan reaksinya sebagai berikut.
Molekul etena akan teradsopsi ke permukaan Ni, ikatan ganda pada karbon akan terputus dan mengikat pada permukaan Ni. Gas hidrogen yang juga teradsopsi ke permukaan Ni akan terputus ikatannya, menjadi atom H dan bergerak disekitar permukaan Ni. Saat atom-atom atom-atom H bertumbukkan bertumbukkan dengan ikatan Ni-karbon, maka akan akan terjadi ikatan antara karbon dengan hidrogen dan etana akan ter-deadsorpsi keluar dari permukaan Ni. Ilustrasi sebagai berikut.
Kinetika Reaksi Elementer: Adsorpsi, Desorospsi, dan Reaksi Permukaan
Pada saat reaktan teradsorpsi ke permukaan katalis, terjadi aktivasi reaktan oleh katalis dan secara tidak langsung terbentuk ikatan yang cukup kuat antara permukaan katalis dengan reaktan. Peristiwa ini disebut adsorpsi kimia. Adsorpsi kimia ini bersifat spesifik hanya pasangan katalis-subtrat tertentu yang dapat membentuk ikatan ini, dan adsorpsi kimia hanya terjadi pada layer pertama. Pada layer berikutnya hanya terjadi adsorpsi fisika, adsorpsi fisika hanya mengakibatkan melemahnya ikatan antar atom reaktan. Ilustrasi adsorpsi kimia dan fisika dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar diatas menyatakan perubahan energi disosiasi H 2 berdasarkan jarak dengan logam Ni. Adsorpsi kimia terjadi pada layer pertama saat atom H membentuk ikatan dengan Ni, sedangkan adsorpsi fisika terjadi pada layer kedua, saat ikatan molekul H 2 melemah. Misal H2 adalah A dan katalis padat(Ni) adalah *, dengan konsentrasi permukaan [*], maka adsorpsi H 2 ke permukaan Ni
Dimana A* adalah atom H yang teradsopsi secara kimia, k ads ads dan k des des adalah kontanta adsorpsi dan desorpsi, maka persamaan laju adsorpsi A adalah
Karena laju adsorpsi pada kesetimbangan sama dengan nol, maka
Jika θ A adalah fraksi permukaan katalis yang terisi dengan permukaan katalis total, dan
[*]0 adalah total permukaan katalis, maka diperoleh persamaan
*A+, θ A , dan [*] dapat dinyatakan dalam bentuk K ads ads sebagai berikut:
Tahap selajutnya setelah adsorpsi adalah reaksi permukaan ( surface reaction), persamaannya adalh sebagai berikut
Dengan laju reaksinya adalah
Atau
Kinetika Reaksi Overall
Diasumsikan terdapat reaksi-reaksi elementer yang terjadi pada permukaan katalis (adsorpsi reaktan, reaksi permukaan, dan desorpsi produk) dan interaksi antar molekul yang ters adsorpsi diabaikan, maka reaksi overall/ global yang terjadi adalah penjumlahan reaksi-reaksi elementer.
Dimana σi adalah jumlah reaksi stoikiometri yang terjadi berdasarkan persamaan reaksi
global. Laju reaksi global dapat ditulis sebagai berikut
Dengan asumsi bahwa persamaan pertama merupakan persamaan rate determining step dan persamaan sisanya adalah persamaan quasi-equilibrated reaction , maka
persamaan reaksi elementer diatas dapat di sederhanakan menjadi
Dengan asumsi diatas, yang berkontribusi dalam site balance hanya N*. [*]0 = [N*] + [*]
Pada kondisi seperti ini, dimana hanya ada satu spesi yang muncul pada permukaan katalis ([N*]), maka spesi tersebut dikatakan most abundant reaction intermediate ( mari ). ). Laju reaksi global dinyatkan dengan:
Dengan [*] dan [N*] yang didapat dari step 2
Maka, persamaan reaksi global dapat dinyatakan sebagai
Saat konversi rendah (saat reaksi baru berlangsung), reaksi balik dapat diabaikan,
Pengaruh Perpindahan Massa Pada Laju Reaksi
Reaksi pada katalis padat (reaksi katalis heterogen) tidak hanya tergantung pada konsentrasi reaktan/subtrat, tetapi juga tergantung pada perpindahan massa reaktan kedalam pori katalis melalui proses difusi. Kedua faktor ini mempengaruhi besarnya konversi reaktan menjadi produk dengan cara yang berbeda. Jika salah satunya terlalu mendominasi akan terjadi penurunan konversi reaktan menjadi produk. Untuk itu diperlukan kombinasi yang optimal dari kedua faktor ini. Perpindahan massa pada katalis dibagi 2 yaitu, perpindahan massa eksternal dan perpindahan
massa
internal.
Gambar
berikut
merupakan
perpindahan massa eksternal dan internal pada katalis heterogen.
gambaran
tentang
Pada region 1 terjadi perpindahan massa eksternal, yaitu difusi reaktan melalui sebuah boundary tetap diluar partikel katalis. Sedang pada region 2 terjadi perpindahan massa
internal, yaitu difusi reaktan kedalam partikel katalis melalui pori-pori katalis. a. Pengaruh perpindahan massa eksternal Pada katalis padat reaksi terjadi pada permukaan katalis, oleh karena itu reaktan perlu melewati boundary tetap untuk sampai ke permukaan katalis. Profil konsentrasi reaktan pada boundary tetap dinyatakan oleh persamaan Stefan-Maxwell
∇ − =
1
=1
Dimana Xi adalah fraksi mol komponen i, C adalah konsentrasi total, N i adalah fluks komponen i dan D ij difusifitas i ke dalam komponen j. Berikut adalah pro fil konsentrasi A dalam campuran AB (biner) pada tekanan tetap.
∇ − ∇ − =
1
Karena capuran biner, maka X B = 1 - XA persamaan diatas menjadi
=
1
+
Asumsi Equimolar counterdifusion (NA = - NB), membuat persamaan menjadi sederhana
− ∇ =
Persamaan diatas lebih dikenal dengan persamaan hukum pertama Fick’s. Untuk
mendapatkan fluks A yang melalui boundary tetap diperlukan asumsi dimana ketebalan boundary (δ) sangat kecil dibandingkan jari -jari dari katalis, sehingga fluks A hanya
kearah sumbu x seperti pada Gambar berikut.
Dengan kondisi seperti Gambar, maka hukum pertama Fick’s menjadi
− =
Karena fluks A harus tetap pada saat melewati boundary , maka turunan dari fluks = 0
=0
Dengan begitu, maka
2
2
Dengan menggunakan kondisi batas
=0
− − − =
=0
=
=
Didapatkan profil konsentrasi pada b oundary sebagai berikut
=
Dan fluks molar A
+
=
Karena sangat sulit untuk menentukan
oleh karena itu digunakan koefisien
perpindahan massa (k c) dan diasumsikan campuran tercampur sempurna sehingga konsentrasi A pada boundary sama dengan konsentrasi campuran (C AB), maka persamaan fluks molar rata-rata adalah
− =
Pada keadaan setimbang, laju reaksi pada permukaan katalis sama dengan f luks molar A.
− =
CAS dapat dinyatakan,
=
=
Subtusi C AS
+
=
+
=
1
+
1
Konstanta overall yang teramati dapat dinyatakan dalam k s dan
1
=
1
+
1
Maka laju reaksi yang teramati dinyatakan sebagai
=
Pengaruh difusional resistant terhadap laju reaksi yang teramati akan menyebabkan reaksi pada permukaan katalis sangat cepat, sehingga C AS dapat diabaikan
=
, konstanta perpindahan massa memiliki korelasi dengan konstanta difusifitas (D AB),
viskositas
, densitas (ρ), kecepatan linear fluida (μ), dan jari -jari partikel katalis R P
sebagai berikut
∝ 2 3
1 2
1 2 1 6 1 6
Dapat disimpulkan daripersamaan diatas, jika jari-jari partikel katalis diperkecil dan kecepatan linear fluida dinaikan, maka konstanta perpindahan massa akan bertambah besar. Korelasi ini dapat digunakan untuk mengurangi pengaruh difusional resistant pada laju reaksi. Pengaruh perpindahan panas dapat dianalogikan seperti perpindahan massa. Fluks panas (q) yang melewati boundary bergantung pada perbedaan suhu dan koefisien perpindahan panas.
− =
Pada keadaan setimbang fluks panas sama dengan panas yang dihasilkan, maka
∆ − → ∆ ∆ =
=
∆Hr adalah panas reaksi yang dihasilkan per satu mol A/reaktan. Dari persamaan diatas
juga didapatkan korelasi antara perbedaan suhu dengan laju reaksi yang teramati, yaitu jika ∆T <
b. Pengaruh perpindahan massa internal Difusi molekul pada katalis bepori sangat tergantung pada dimensi dari pori-pori yang bersangkutan. Gambar dibawah ini menunjukkan tipikal nilai dari difusivitas gas sebagai fungsi ukuran pori. Perpindahan molekul pada pori yang sangat besar diatur oleh difusi molekuler, karena kemungkinan tumbukkan dengan partikel lainnya sangat besar dibandingkan dengan tumbukkan dengan dinding pori katalis. Pada ukuran yang kecil, tumbukan molekul-dinding lebih mendominasi ( knudsen regime)dan difusivitas menurun dengan turunnya ukuran pori. Jika ukkuran pori lebih kecil lagi akan terjadi difusi configurational karena hanya ada satu lapisan yang dapat masuk kedalam pori.
Untuk sebuah pori silinder yang ideal pada lempeng katalis padat, seperti yang pada gambar di bawah ini. Untuk kondisi isothermal, isobarik, reaksi orde pertama pada permukaan, fluks molekul A dapat dinyatakan sebagai:
− =
2
Dengan ks adalah konstanta laju reaksi per luas permukaan katalis, dan R pore adalah jari jari pori.
Hukum fick’s pertama dapat ditulis sebagai berikut
− =
DTA adalah difusivitas transisi. Subtitusi N A akan didapatkan profil konsentrasi A didala pori-pori katalis sebagai berikut.
− =
Dengan asumsi DTA konstan,
2
2
2
=0
2
Untuk menyederhanakan persamaan diatas, diambil permisalan sebagai berikut:
Φ − Φ =
2
;
=
;
=
2
2
2
Pada kondisi batas
=
=0
Konsentrasi A dinyatakan sebagai
=0
=0
=1
Φ Φ − Φ − cosh
=
1
x
cosh
Jika pori katalis tidak beraturan, N A menjadi
=
Dengan pelet)
=
adalah porositas (rasio volume kosong pada pelet terhadap total volume
adalah tortusitas (perbandingan panjang pori tak beraturan dengan pori ideal
nilainya lebih dari atau sama dengan 1), dan
adalah konstantas difusivitas efektif.
Pengunaan katalis padatan dapat berupa silinder, plat ( slab), ataupun sphere (bola). Perbedaan pada feometri katalis akan mempengaruhi η (efektifitas overall katalis) = (laju reaksi aktual/teramati)/ (laju reaksi yang dihasilkan bila semua bagian katalis terekspose) semakin mendekati 1 (η) maka katalis akan semakin efektif. Berikut perbandingan η untuk beberapa bentuk katalis:
φ adalah Thiele modulus, bilangan tanpa dimensi yang menyatakan akar dari
karakteristik laju reaksi dibagi dengan karakteristik difusi. φ menyatakan laju mana yang menjadi pembatas, jika φ kecil, maka laju difusi tidak dapat menahan laju reaksi,
sehingga konsentrasi reaktan akan berada pada permukaan reaksi. Tetapi apabila φ besar, maka laju reaksi akan tertahan oleh laju difusi, sehingga reaktan dapat masuk kedalam pori-pori katalis, tetapi hal ini menyebabkan laju reaksi yang teramati menjadi kecil. Pengaruh φ dapat dilihat pada gambar berikut
Untuk kondisi non-isothermal, isobarik dan reaksi orde pertama pada permukaan, kesetimbangan massa dan energi dinyatakan dalam persamaan berikut
− −∆ 2
2
=
=
q didefinisikan sebagai hasil perkalian konduktivitas termal efektif dengan gradien suhu.
=
Subtitusi q
2
2
=
−∆
Konstanta laju reaksi k(T) dapat dinyatakan dinyatakan dalam T s sebagai berikut
−Γ − Γ −Γ − 1
= ex p
1
Untuk menyederhanakan persamaan diatas, diambil permisalan sebagai berikut:
=
;
=
;
=
;
=
Maka persamaan neraca massa dan energi menjadi 2
2
2
=
exp
1
1
Γ − −∆ −Γ − 2
2
2
=
1
exp
1
Kedua persamaan dapat di ekspresikan dalam φ adalah Thiele modulus.
Φ −Γ − Γ −Φ −∆ −Γ − −∆ 2
2
=
2
1
exp
1
2
2
Bilangan prater β
2
=
1
exp
1
=
Maka neraca energi menjadi
Γ −Φ −Γ − 2
2
2
=
1
exp
1
Untuk mencari hubungan antara perbedaan suhu dan konsentrasi reaktan, dapat dengan cara membagi neraca massa dengan neraca energi, e nergi, sperti berikut
− Γ Γ − Γ − Γ Γ − Γ 2
1
2
=
2
2
2
Integrasi pertama memberikan
2
=
=
Dengan kondisi batas
d =
+
=0 1
Integrasi kedua menghasilkan
=
Dengan kondisi batas
=
1
=1
=0
=0
+
2
=1
Γ − −∆ − −∆ − 2
=1+
Maka hubungan antara suhu dengan konsentrasi adalah
=1+
=1+
=
1
1
+
Perbedaan Laju reaksi intrinsik dengan laju reaksi global/overall pada reaksi katalis heterogen Laju reaksi intrinsik Laju reaksi inrinsik menyatakan laju tiap-tiap step (adsopsi, reaksi pada permukaan katalis, desorpsi) pada reaksi antara katalis dengan reaktan. Laju reaksi intrinsik juga dapat menjadi pembatas dari laju reaksi global. Contoh reaksi intrinsik:
Adsorpsi:
Reaksi permukaan:
Desorpsi:
Laju reaksi global/overall Laju reaksi global/overall adalah laju reaksi pengurangan reaktan, yang dipengaruhi maupun tidak dipengaruhi oleh laju reaksi intrinsik. Contoh laju reaksi global yang tidak dipengaruhi laju reaksi intrinsik = + 1 1 Laju reaksi global yang dipengaruhi laju reaksi intrinsik sebagai pembatas: Dibatasi reaksi Adsorpsi:
− −
Dibatasi reaksi Reaksi permukaan:
Dibatasi reaksi Desorpsi:
Reaksi Bio Katalisis
Reaksi biokatalisis adalah reaksi yang menggunakan katalis alam, seperti enzim atau mikroba. Seperti halnya Ni pada contoh sebelumnya, enzim juga dapat mengurangi energi aktivasi sebuah reaktan.
Dengan berkurangnya energi aktivasi, maka reaksi akan terjadi lebih cepat. Keuntungan dari enzim adalah sifatnya yang sangat spesifik, satu enzim hanya dapat mengkatalis satu jenis reaksi, dengan begitu reaksi yang tidak diingakan dapat berkurang. Contohnya enzim protease hanya menghidrolisis ikatan asam amino spesifik, amilase hanya bekerja pada ikatan glukosa pada starch dan enzim lipase hanya mengurai lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Terdapat dua model untuk menggambarkan interaksi antara subtrat (reaktan) dan enzim, yaitu lock and key model , dan induced fit model .
Pada model lock and key , enzim memiliki sisi aktif yang sama persis dengan bentuk substrat, sehingga ketika substrat menempel pada sisi aktif enzim akan terjadi reaksi yang mengakibatkan subtrat terurai atau tergabung menjadi sebuah produk dan terlepas dari enzim. Sedangkan pada model induced fit model sisi aktif enzim tidak sama persis dengan bentuk substrat, sehingga ketika substrat menempel pada enzim akan terjadi simpangan pada molekul enzim dan molekul substrat. Akibatnya satu atau lebih ikatan pada substrat akan melemah dan menjadi molekul lain.
Contoh reaksi pada enzim adalah dekomposisi urea menjadi CO 2 dan NH3 dengan menggunakan enzin urease. Tahapan reaksinya sebagai berikut: -
Enzim urease (E) bereaksi dengan substrat urea (S) dan membentuk enzim kompleks (E•S)
→ ∙ ∗ ∙ ∗ → ∙∗ → 1
+ 2 2 Enzim kompleks ini dapat terdekomposisi menjadi urease dan urea kembali 2
-
2
2
+ Enzim kompleks ini juga bisa membentuk CO2, NH3 dan urease bila bereaksi 2
-
2
2
2
dengan H2O 2
+
2
3
2
2
3
+
2
+
Jika E, S, W, E•S dan P adalah enzim, subtrat (urea), air, enzim -subtrat kompleks dan produk,
maka persamaan reaksi dari dekomposisi urea diatas menjadi:
→∙ ∙→ ∙ → ∙ ∙ − − ∙ ∙ − ∙ − ∙ ∙ ∙ 1
+
2
+
3
+
+
Laju reaksi dari persamaan diatas adalah: 1
=
1
2
=
2
3
=
3
Laju pengurangan subtrat total adalah:
=
1
2
Laju reaksi untuk enzim-subtrat kompleks
=
1
2
Menggunakan asumsi PSSH
3
= 0, maka:
1
=
2
+
3
Subtitusi E•S, mka didapat persasmaan laju pengurangan subtrat:
− =
1 3 2
+
3
Dengan menganggap total enzim dalam reaksi yang berlangsung selalu tetap,
∙ =
+
Subtitusi E•S dan susun ulang persamaan diatas: 2
=
2
+
+
3
3
Subtitusi E ke persamaan laju pengurangan subtrat didapat persamaan:
− 1 3
=
+
1
2
+
3
Persamaan michaelis-menten. Karena air pada reaksi ini sebagai pelarut, dan berlebih oleh karena itu konsentrasi air dapat dianggap konstan,
=
=
3
+
2
1
Persamaan laju pengurangan subtrat dapat ditulis dengan persamaan Michaelis-Menten sebagai berikut:
− =
+
K M adalah kontanta Michaelis-Menten Jika laju reaksi maksimum ( V max max ) adalah
dapat ditulis dengan:
− =
+
, maka persamaan laju pengurangan subtrat
Referensi th
Fogler, H.Scott. Element of Chemical Reaction Engineering 4 edition. Prentice Hall. New York. 2006 Davis, Robert. J. and Mark. E. Davis. Fundamentals of Chemical Reaction Engineering. Mc Graw Hill. Boston. 2003 http://en.wikipedia.org/wiki/Biocatalysis http://en.wikipedia.org/wiki/Catalysis
http://en.wikipedia.org/wiki/Molecular_diffusion http://www.chemguide.co.uk/physical/catalysis/introduction.html