Laporan Kasus Tuberkulosis dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Penularan terjadi melalui udara yang mengandung basil TB (droplet infeksi) yang dihirup oleh orang sehat. Sumber penularan adalah penderita yang mengeluarkan me ngeluarkan kuman tuberkulosis dengan dahak yang dibatukkan keluar. Berdasarkan cara penularan ini penyakit TB disebut sebagai airborne disease. disease. Tindakan pencegahan dan pemberantasan penyakit TB sangat diperlukan, karena:
- Setiap tahun jumlah manusia yang meninggal akibat TB ternyata lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya.
- TB lebih banyak membunuh penduduk usia muda dan dewasa, dibandingkan dengan penyakit infeksi lain.
- Jika tidak diobati, seseorang dengan TB aktif dapat menulari 10-15 orang dalam satu tahun.
- Seperti influenza, TB menyebar melalui udara, saat orang yang terinfeksi batuk, meludah, berbicara atau bersin. Peningkatan jumlah kasus tuberculosis di berbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan oleh beberapa hal, yaitu diagnosis tidak tepat, pengobatan tidak adekuat, program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, infeksi endemic HIV, migrasi penduduk, mengobati sendiri (self treatment), meningkatnya kemiskinan, pelayan kesehatan yang kurang memadai. Oleh sebab itu, usaha untuk mengatasi masalah tersebut terus dilakukan, salah satunya adalah pelayanan kesehatan dengan pendekatan kedokteran keluaraga. Dokter keluarga merupakan dokter yang dapat memberikan p elayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga dan tidak memandang pasien sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya 1
menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya. Dengan pendekatan kedokteran keluarga, maka pemeliharaan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative dapat dilakukan dengan mengkaji masalah kesehatan keluarga dan individu dalam keluarga dengan mempelajari riwayat penyakit secara komprehensif sehingga pemeliharaan kesehatan dapat dilakukan. Hal ini dapat dilakukan pada setiap penyakit, termasuk dalam penanganan penyakit Tuberkulosis.
1.2. Tujuan
Tujuan Umum Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Skill Lab Community Medicine Blok 26 tentang Family Folder di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta.
Tujuan Khusus Mahasiswa belajar menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran keluarga dalam mengatasi masalah tidak hanya pada penyakit pasien tetapi juga psikososial dari keluarga yang mempengaruhi timbulnya penyakit serta peran dari keluarga dalam mangatasi masalah kesehatan.
1.3. Manfaat
Manfaat untuk Puskesmas Manfaat
untuk
Puskesmas
adalah
sebagai
saran
kerjasama
yang
saling
menguntungkan untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapat umpan balik dari hasil observasi mahasiswa dalam rangka mengoptimalkan peran Puskesmas
Manfaat untuk Mahasiswa Manfaatnya adalah sebagai sarana ketrampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.
1.4. Metode
Metode yang dipakai adalah studi kasus dimana mahasiswa diharapkan untuk langsung mengunjungi rumah daripada pasien dan mengambil beberapa keterangan berikut dengan bukti-bukti seperti foto untuk diteliti dan dikaji dalam sebuah laporan kasus yang sedemikian akan dilakukan pembahasan.
2
BAB II TUBERKULOSIS
2.1. Etiologi
Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, tetapi kadang disebabkan oleh M.bovis atau M.africanum. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan penularan TB, antara lain:
- Agent : jumlah dan virulensi - Host : imunitas, status gizi, kebiasaan merokok, tingkat pendidikan dan perilaku - Lingkungan : sanitasi lingkungan buruk, kebersihan lingkungan kurang, dsb. 2.2. Patogenesis
Penularan TBC paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara di sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung dari ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman dapat bertahan hidup berharihari sampai berbulan-bulan. Bila partikel ini terhisap orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5um. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, maka akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil, disebut sarang primer atau afek primer atau sarang Ghon. Sarng primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura akan menyebabkan efusi pleura. Kuman ini dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati reginal kemudian bakteri masuk kedalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.
3
2.3. Gejala Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum -
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
-
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
-
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
-
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus -
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
-
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
-
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
-
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
- Gejala mata: conjunctivitis phlyctenularis, tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi
- TBC kulit/skrofuloderma 2.3. Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Fisik Umum
Suhu, tekanan darah, denyut nadi, frekuensi
pernapasan.
- Antropometri TB, BB, IMT - Pemeriksaan fisik khusus Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi 4
Pemeriksaan Imaging rongent toraks
Pemeriksaan Laboratorium
- Uji Tuberkulin - Uji laboratorium yang digunakan adalah hitung sel darah, LED, enzim hepar, urinalisis, asam urat, dll.
- Pemeriksaan Mikrobiologik dan serologi 3.4. Diagnosis
Diagnosis TB menular ditegakan berdasarkan gejala batuk berdahak lebih dari 3 minggu dan ditemukan 2 kali BTA dan pemeriksaan mikroskopis dahak 3 kali (sewaktu, pagi, sewaktu). Tanda pasti penderita TB ditetapkan dengan pemeriksaan kultur, sayangnya biaya mahal dan memerlukan waktu 6 - 8 minggu. Pemeriksaan 3 kali identik dengan pemeriksaan kultur. Pemeriksaan ini lebih cepat dan lebih murah. Pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan mikroskpis dahak yang telah di buat sediaan apus dan diwarnai dengan Ziehl Neelsen. Bila kuman Basil tahan asam dijumpai 2 kali dari 3 pemeriksaan dahak penderita disebut penderita BTA psitif/menular. Apabila dari 3 kali pemeriksaan BTA negatif sedangkan secara klinis mendukung sebagai TB, perlu dilakukan pemeriksaan rontgen. Diagnosis yang didasarkan pada pemeriksaan radiologi (foto rontgen) belum merupakan diagnosa pasti, pada beberapa orang yang sebelumnya menderita TB dan sekarang sudah sembuh, dapat mempunyai gambaran foto rontgen thorax mungkin berguna pada penderita-penderita suspek yang belum pernah diobati sebelumnya dengan hasil pemeriksaan dahaknya negatif.
3.5. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberculosis memiliki dua prinsip dasar, yaitu pengobatan
TB paru
memerlukan minimal 2 macam obat yang basilnya peka terhadap obat tersebut dan salah satu daripadanya harus bakterisid dan penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik setelah perbaikan gejala klinisnya, perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk meneliminasi basil yang persisten. Berdasarkan prinsip tersebut, program pengobatan tuberculosis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase bakterisidal awal (inisial) dan fase sterilisasi (lanjutan). Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah pekembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course Strategy) dimana terdapat petugas tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum 5
obat untuk memastikan kepatuhannya. WHO juga menetapkan resimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4 kategori. Regimen Pengobatan Tuberkulosis Regimen Pengobatan Kategori
Pasien TB Fase awal
Fase Lanjutan
- TBP sputum BTA (+) dan kasus baru
6 HE
- TBP sputum BTA (-) dan kasus baru 1
dengan kerusakan parenkim luas
4HR
2 SHRZ (EHRZ)
- Kasus baru dengan kerusakan berat
4H3R3
pada TB ekstra paru berat.
- TBP sputum BTA (+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya. 2
- Relaps
5H3R3E3
2SHZE/ 1HRZE
5HRE
- Kegalalan pengobatan, pengobatan tak selesai.
- TBP sputum BTA (-) dan kasus baru
6HE
(diluar kategori 1) 3
- Kasus baru TB esktra paru sedang-
2HRZ/ 2H3R3Z3
2HR/ 4H 2H3R3 / 4H
berat
- Kasus kronis (masih BTA positif 4
setelah pengobatan ulang yang
Tidak dapat diaplikasikan (mempertimbangkan menggunakan obat-obatan lini
supervisi)
kedua)
Dosis Obat 2 Dosis Harian Nama Obat
Dosis Berkala 3xseminggu
BB <50 kg (mg)
BB >50kg (mg)
(mg)
Isoniazid (H)
300
400
600
Rifampisin (R)
450
600
600
Pirazinamid (Z)
1000
2000
2000-3000
Etambutol (E)
750
1000
1000-1500
Streptomisin (S)
750
1000
1000
6
2.6. Prognosis
Dalam perjalanan penyakit TBC, sistem imunitas tubuh merupakan factor yang sangat berperan penting dalam proses penyembuhan. Jika sistem imunitas tubuh baik, maka penyakit TBC dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas atau meninggalkan sedikit bekas. Jika sistem imunitas buruk, maka prognosis penyakit TBC semakin buruk karena dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi. Diagnosis dini dan tindakan yang tepat terhadap penyakit TBC dapat menentukan prognosis yang baik.
7
BAB III LAPORAN KASUS
Puskesmas
: Puskesmas Kecamatan Wijaya Kusuma
No. Register
:-
Tanggal Kunjungan
: 20 Juli 2010
3.1. Pasien
1. Identitas Pasiean a. Nama
: Tn. Wn
b. Umur
: 34 tahun
c. Jenis Kelamin
: Laki-laki
d. Pekerjaan
: Tukang parkir
e. Pendidikan
: SD (tamat)
f. Alamat
: Jl. Jelambar Utama X No. 33 RT.05 RW.03, Jakarta
g. Agama
: Islam
h. Suku
: Jawa
2. Anamnesis
Keluhan utama: batuk-batuk lebih dari 3 minggu
Keluahan tambahan: demam, keringatan malam hari, sesak napas, cepat lelah
Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke Puskesmas 3 bulan yang lalu dengan keluhan batuk-batuk lebih dari 3 minggu dan batuk darah. Batuk berdahak dengan dahak berwarna hijau. Pasien mengalami demam dan berkeringat terutama pada malam hari, sedikit sesak napas dan merasa cepat lelah pada saat beraktivitas. Pasien telah menjalani pengobatan selama 3 bulan dan saat ini, pasien masih dalam tahap pengobatan. Selama 3 bulan masa pengobatan, pasien pernah berhenti berobat selama 1 bulan. Walaupun telah mendapat terapi selama 3 bulan, pasien masih mengeluhkan gejala-gejala yang telah disebutkan.
Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit dahulu disangkal
Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit keluarga disangkal 8
3. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum
: kurang baik
- Kesadaran
: compos mentis
- Vital sign
: tidak diukur
- Statu gizi
: kurang baik
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan sputum BTA positif. Usulan pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan darah lengkap - Fungsi hati dan ginjal - Rontgen paru 4. Diagnosis
Diagnosis kerja
: TBC paru pada orang dewasa
Diagnosis banding
: Kanker Paru, Pneumonia, Abses paru
Diagnosis keluarga
:
- Fungsi keluarga yang terganggu: fungsi biologis, fungsi kesehatan, fungsi ekonomi, fungsi psikologis, fungsi pendidikan.
- Faktor yang mempengaruhi: faktor ekonomi, faktor lingkungan - Faktor yang dipengaruri: kesehatan, status gizi, lingkungan. 5. Penatalaksanaan
Medika mentosa Terapi medika mentosa yang diberikan oleh Puskesmas, yaitu obat anti tuberculosis (OAT) dalam bentuk tablet Fixed Dose Combination (FDC), yang terdiri dari INH 75 mg, Rifampisin 150 mg, Pirazinamid 400 mg, dan Ethambutol 275 mg. Obat ini diminum 3 kali sehari.
Edukasi Pasien dianjurkan untuk istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi dan berperilaku hidup bersih dan sehat, patuh terhadap pengobatan yang diberikan, serta selalu kontrol kesehatan ke puskesmas.
9
6. Prognosis Prognosis dari penyakit TB paru yang diderita pasien ini adalah dubia karena perjalanan penyakit dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan perilaku dari pasien, keluarga dan masyarakat, serta dipengaruhi oleh lingkungan dimana pasien tinggal.
3.2. Keluarga Pasien / Pasien Sendiri
1. Daftar anggota keluarga No
Nama
1
Wahidin
2
Kusuma
Hub dgn KK KK
Keadaan
Keadaan
Kesehatan
gizi
Islam
Sakit
Kurang
Islam
Sehat
Baik
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
34 th
SD
Tukang parkir
29 th
SMP
Tukang Parkir
Adik kandung
2. Keadaan Biologis
Keadaan kesehatan pasien sekarang tampak kurang baik karena pasien tampak lemas, masih ada keluhan batuk berdahak, sering merasa sesak napas, dan cepat lelah dalam melakukan aktivitasnya.
Kebersihan perorangan dalam keluarga pasien kurang.
Dalam keluarga tidak ada penyakit keturunan yang diderita oleh anggota keluarga dan tidak ada anggota keluarga yang cacat. Tetapi ada penyakit kronis / menular yang diderita oleh salah satu anggota keluarga, yaitu penyakit Tuberkulosis.
Pola makan pasien cukup baik. Pasien makan 3 kali sehari sesuai dengan waktu dimana pasien harus meminum obat yang diberikan untuk terapi penyakit yang dideritanya.
Pola istirahat pasien kurang karena pasien bekerja dari pagi hingga malam dan pasien hanya istirahat pada malam hari saja.
3. Keadaan Psikologis
Jumlah anggota keluarga yang tinggal satu rumah hanya 2 orang, yaitu pasien dan adiknya. Rumah yang mereka pakai sebagai tempat tinggal merupakan rumah kost/kontrakkan.
Kebiasaan buruk pasien, yaitu sering tidur larut malam dan kadang-kadang tidur di luar rumah, misalnya tidur di pos kamling. Sebelum menderita penyakit TB, pasien merupakan seorang perokok dan sering minum minuman beralkohol. 10
Untuk menyelesaikan suatu masalah, pengambilan keputusan dilakukan bersama dalam keluarga.
Pasien tidak mempunyai riwayat ketergantungan obat. Tetapi adik pasien memiliki riwayat ketergantungan narkotika, dan sekarang sedang menjalani terapi juga.
Tempat mencari pelayanan kesehatan, yaitu Puskesmas.
Pola rekreasi kurang, karena tiap setiap hari pasien dan keluarganya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
4. Keadaan Sosiologis
Tingkat pendidikan keluarga rendah. Pendidikan terakhir pasien, yaitu SD dan pendidikan terakhir adiknya, yaitu SMP.
Hubungan antar anggota keluarga baik
Hubungan dengan orang lain kurang baik karena pasien merasa malu dengan penyakit yang dideritanya sehingga pasien jarang berinteraksi dengan orang-orang di lingkugan tempat tinggalnya. Pasien juga tidak mengitkuti kegiatan organisasi social yang ada di lingkungan tempat tinggalnya.
5. Keadaan Ekonomi Keadaan ekonomi pasien rendah. Pasien dan adiknya tinggal di rumah kontrakan. Biaya kontrakan rumah dan biaya pengobatan pasien ditanggung oleh kakak pasien. Dalam menjalani hidupnya, pasien dan adiknya harus bekerja sebagai tukang parkir dan hasilnya hanya untuk membeli kebutuhan sehari-hari saja seperti makanan.
6. Spiritual Keluarga
Pasien beragama Islam. Ketaatan beribadah baik.
Keyakinan tentang kesehatan cukup baik karena pasien yakin bahwa dirinya dapat sembuh dari penyakit yang dideritanya.
7. Keadaan Kebudayaan Suku bangsa keluarga pasien adalah suku Jawa. Keadaan kebudayaan keluarga tidak ada yang berpengaruh terhadap kesehatan keluarga. Keluarga tidak percaya dengan adanya mitos-mitos yang ada di masyarakat.
11
8. Keadaan Rumah dan Lingkungan
Jenis bangunan permanen.
Lantai rumah terbuat dari keramik
Luas rumah 2 x 3 m 2 (6 m2)
Penerangan di dalam rumah kurang baik karena hanya menggunakan lampu dan kurang mendapat cahaya matahari.
Kebersihan dalam rumah kurang baik. Tata letak barang dalam rumah kurang rapi. Ruangan rumah tampak berantakan, kurang terawat, dan jarang dibersihkan.
Ventilasi cukup karena hanya terdapat pada 1 jendela rumah dengan ventilasi.
Dapur keluarga tidak ada
Jamban keluarga tidak ada. Keluarga pasien sering menggunakan jamban umum.
Sumber air minum dari air tanah
Sumber pencemaran air ada, yaitu dari limbah rumah tangga, limbah industry, dan limbah dari tempat umum lainnya.
Pemanfaatan pekarangan tidak ada karena tidak terdapat halaman rumah.
Sistem pembuangan air limbah ada, yaitu pembuangan menuju aliran selokan air dan tidak terdapat genangan air pada rumah pasien.
Tempat pembuangan sampah ada
Sanitasi lingkungan kurang baik karena sistem pembuangan air dan limbah kurang lancar, tempat pembuangan sampah masih kurang dan penyediaan air bersih masih kurang,
3.3. Anjuran Penatalaksanaan Penyakit
Promotif
- Memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita oleh pasien - Menjelaskan tentang perilaku hidup bersih dan sehat, seperti tidak merokok, menggunakan air bersih, beraktivitas dan istirahat secara teratur, makan makanan yang bergizi, dsb.
- Menjaga kebersihan pribadi, rumah dan lingkungan untuk memutuskan rantai penularan
Preventif
- Imunisasi BCG atau tindakan profilaksis pada orang yang tinggal serumah - Peningkatan gizi 12
- Pemeriksaan kesehatan rutin ke puskesmas - Kepatuhan dalam menjalankan terapi. - Untuk pencegahan penularan, pasien diharapkan untuk menutup mulut sa at batuk dan tidak membuang ludah atau dahak sembarangan.
Kuratif Pasien merupakan pasien TB dengan kategori 1 dam telah menjalani terapi selama 3 bulan. Hasil pemeriksaan BTA pada akhir bulan ke 2 masih positif. Oleh sebab itu, fase intensif dilanjutkan lagi dengan OAT sisipan selama 1 bulan. Setelah 1 bulan dieriksa dahak lagi, jika BTA negatif dilanjutkan dengan fase lanjutan. Bila BTA positif, pengobatan dengan kategori 1 harus dihentikan dan diganti dengan kategori 2 di mulai dari awal. Pengobatan kategori 1, yaitu fase intensif 2 SHRZ (EHRZ) dan fase lanjutan 6HE/ 4HR/ 4H 3R 3. Untuk menjamin kesembuhan dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan dan mencegah drop out/lalai perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian pengobatan dengan pendekatan DOTS (directly Observed Treatment Short-course), yaitu pengawasan langsung menelan obat jangka pendek.
Rehabilitatif Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan, yaitu merawat diri dengan baik, melakukan latihan atau olah raga yang ringan untuk mengusahakan agar fungsi paru dapat kembali normal, serta meningkatkan daya tahan tubuh.
3.4. Peran Keluarga dalam Pengobatan Pasien
Peran keluarga dalam mengobati penyakit pasien adalah usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat, lingkungan bersih, dan meningkatkan gizi keluarga. Sesama anggota keluarga juga, hendaknya dapat saling mengingatkan untuk dapat berperilaku hidup bersih dan sehat. Dalam upaya pengobatan, keluarga diharapkan dapat menjadi pengawasan dalam terapi pasien agar pasien tidak lalai dalam terapi, sehingga dapat menjamin kesembuhan dan mencegah resistensi obat.
13
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang tidak hanya berdampak pada masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial ekonomi. Penyebaran dan penularan TB berhubungan dengan Pengetahuan, Sikap, Perilaku masyarakat dan lingkungan. Oleh sebab itu, upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta peran serta dari keluarga dan masyarakat dalam pemberantasan TB harus dilakukan agar rantai penularan dapat diputuskan sehingga TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
4.2. Saran
Mahasiswa
- Lebih memahami dan aktif dalam menganalisa permasalahan kesehatan baik pada keluarga maupun lingkungannya.
- Lebih sering berhubungan dengan masyarakat khususnya dalam keluarga untuk menindak lanjuti suatu penyakit yang dialami oleh keluarga tersebut.
Puskesmas
- Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui penyuluhan-penyuluhan
dalam
usaha
promotif
dan
preventif
kesehatan
masyarakat khususnya penyakit menular dan penyakit yang tergolong berat.
Penderita
- Membicarakan masalahnya kepada orang terdekat atau orang yang dipercaya, sehingga mengurangi beban pikirannya.
- Berusaha untuk lebih memahami penyakit yang dideritanya. - Tetap rajin mengontrol kesehatannya ke pelayanan kesehatan masyarakat terdekat.
14
Daftar Pustaka
1. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan Indonesia; 2007. 2. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Jakarta: FK UI; 2007. 3. Program penanggulangan TB.2006. Diunduh dari www.pdpersi.co.id, 12 Juli 2010. 4. Aditama, Tjandra Yoga. Tuberkulosis, diagnosis, terapi dan masalahnya edisi V. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia; 1990. 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik. Farmakologi dan terapi edisi V. Jakarta: FK UI; 2008.
15