Taufiq El-Hakim dilahirkan tahun 1898 di Iskandariyah, Mesir. Ayahnya ke turunan Arab Mesir dan ibunya keturunan Turki. Orang tua Taufiq El-Hakim termasu k keluarga petani kaya. Ayahnya bekerja sebagai Hakim. Masa kecil Taufiq bebas b ermain dengan anak-anak petani sekampungnya. Tetapi kemudian ibunya mengurungnya dalam rumah dan tidak boleh lagi bergaul bersama mereka. Pada usia 7 tahun, Taufiq El-Hakim dimasukkan ayahnya ke Sekolah Dasar di Damanh ur. Taufiq berusaha membebskan diri dari ikatan ibunya yang memencilkanya dari k ehidupan di luar rumah. Tetapi dia tidak bisa berbuat banyak untuk itu. Setamat SD dia dikirim ayahnya ke Kairo untuk melajutkan belajar di Sekolah Menengah (di Indonesia: SMA), dan tinggal bersama dua orang pamannya, yang menjadi guru SD d an yang kuliah di Fakultas Teknik. Di Kairo inilah Taufiq El-Hakim mendapat kebebasan dari otoritas ibunya dan di sela-sela kegiatan menyelesaikan sekolah menengahnya ia mulai mendalami s eni suara dan seni musik yang menghantarkannya kepada seni teater. Setamatnya da ri sekolah menengah, ia melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Hukum. Sementara ba kat seni dan sastranya mulai bangkit dalam hati dan pikirannya. Ia pun kemudian bergabung dengan para seniman muda sebayanya, seperti di antaranya dengan Mahmud Taimur. Pada tahun 1922, Taufiq menyusun beberapa naskah lakon (scenario drama) yang dipentaskan oleh grup teater Ukasyah di gedung teater Al-Azbekiyah, di ant aranya : Al-Mar'ah al-Jadiidah, Al-'Ariis, dan Khootam Sulaiman. Naskah-naskah t ersebut tidak diterbitkan. Hal itu mnunjukkan bahwa karya-karya tersebut diangga pnya masih belum sempurna. Pada tahun 1924, Taufiq El-Hakim tamat dati Sekolah Tinggi Hukum. Ia mer ajuk pada ayahnya agar membolehkannya pergi ke Paris, dengan alasan untuk melanj utkan studi hukum di sana. Ayahnya sangat senang dan menyutujui keinginannya. Te tapi apa yang terjadi setelah Taufiq berada di Paris? Empat tahun Taufiq di Pari s tanpa sesaat pun mempelajari masalah hukum. Waktu selama itu ia gunakan untuk membaca novel sebanyak-banyaknya, mendalami sastra dan teater, baik di Prancis m aupun di luar Prancis. Ia juga sangat suka sekali dengan musik barat. Biaya hidu p kiriman ayahnya yang kaya raya itu sangat memungkinkan baginya untuk hidup mel ulu dalam seni. Seluruh waktunya dihabiskan di gedung-gedung opera, konser-konse r musik dan mendalami teater, sementara itu ia juga membaca sebanyak-banyaknya b udaya dan intelektualitas dari masa lalu dan masa modern. Pada tahun 1928 Taufiq kembali ke Mesir dan bekerja sebagai anggota Dewan Perwak ilan Rakyat sampai tahun 1934. Kemudian pindah menjadi Direktur Pelaksana pada K ementrian Pendidikan dan Pengajaran sampai tahun 1939. Lalu pindah ke Kementrian Sosial dengan jabatan sebagai Direktur pada Departemen Pelayanan Sosial. Meski sibuk dengan kegiatan berkaitan jabatannya, Taufiq masih tetap menulis, baik cer pen, novel dan naskah lakon (scenario darama). Pekerjaannya sebagai anggota DPR dan seringnya mengunjungi daerah-daerah dan pekampungan-pekampungan, melahirkan karya tulis berupa catatan harian berjudul Yaumiyyat an-Naib fi al-Aryaaf. Dalam catatan harian itu Taufiq menuliskan dengan cermat keadaan pekampungan Mesir da n penduduknya yang belum melek hukum dan perlakuan pemerintah terhadap mereka de ngan menjelaskan aib-aib para penguasa eksekutif, legislative dan yudikatif. Taufiq El-Hakim pensiun dari pegawai negeri dengan jabatan-jabatan resmi pemerintahnya pada tahun 1943, kemudian ia mencurahkan hidupnya untuk seni, sam pai ia wafat tahun 1987. Di antara karya-karyanya yang lain adalah : Ahlu al-Kah f (novel - 1933), 'Audat ar-Ruuh (novel - 1933), Syahrazad (novel - 1934), 'Ushf uur min asy-Syarq (novel), Ahl al-Fann (kumpulan dari : tiga fragmen naskah lako n, sebuah cerpen komedi, dan dua cerpen), Al-Qoshr al-Mashaur (novel, bersama Th oha Husen - 1936), Muhammad (Biografi Nabi Muhammad saw. dalam bentuk cerita - 1 936), 'Ahd asy-Syaithoon (kumpulan cerpen-cerpen sosial - 1938), Braksa au Musyk ilat al-Hukm (naskah lakon - 1939), Ma'saat Bigamaliyyuun (naskah lakon - 1942), Sulaiman al-Hakiim (naskah lakon), Al-Malik al-Udib (novel - 1949), Izeus (nask ah lakon), dan Shofqoh (naskah lakon).