BAB 1 PENDAHULUAN
A. Lata Latarr Bela Belaka kang ng
Sunnah adalah sebuah konsep perilaku dari Nabi Saw dimana praktek actual menjadi basis yang terpenting. terpenting. Sebagai sebuah konsep yang merujuk kepada perilaku Nabi, sunnah bisa dipastikan dipastikan mengalami mengalami perubahan perubahan yang sebagian besar berasal dari praktek actual masyarakat Muslim dari generasi ke generasi. Praktek aktual tersebut terus menjadi subyek modifika modifikasi si melalui melalui tambaha tambahan-ta n-tambah mbahan an yang yang berbandi berbanding ng lurus lurus dengan dengan perkemba perkembangan ngan situasional masyarakat dalam berbagai permasalahan yang menyangkut hokum, moral dan keaga keagamaa maan. n. Pada Pada tatar tataran an inila inilahh muncu muncull berba berbaga gaii kontr kontrov overs ersii dan penaf penafsir siran an yang yang bertentangan bertentangan yang kemudian diselesaikan diselesaikan oleh al-Syafii al-Syafii melalui proses kanonisasi kanonisasi dan kodifikasi sunnah ke dalam hadits. Pertentangan penafsiran terhadap materi sunnah pada tepian lain memunculkan istilah bidah sebagai kebalikan kebalikan konsep sunnah. !onsep sunnah dan bidah ini dipakai secara berbeda oleh para ahli hadits, ahli usul, ahli fi"h dan ahli kalam. #ika ahli fi"h lebih berorientasi berorientasi kepada penilaian hukum, ahli hadits dan ahli usul memaknainya sebagai proses keberag keberagama amann yang yang berorien berorientasi tasi pada Nabi Saw dan salaf al-Salih. Sementara ahli kalam I’tikad yang didasarkan kepada $llah dan %asulNya dan tidak memaknai memaknainya nya salam salam artian artian I’tikad
kepada rasio semata. Makna ini dimunculkan pada abad & ' oleh golongan $syariyah dan Maturidiyah Maturidiyah yang dikenal dengan sebutan ahl al-Sunnah, sementara golongan yang berbeda pandangan pandangan seperti Murjiah, !hawarij, Muta(ilah dan Syiah mendapatkan sebutan sebutan )ahl al bidah, ahl ahl al-alwa dan ahl al (aig wa al-tadlil.
1
B. Rumu Rumusa san n Masal Masalah ah 1. !onsep sunnah dan bidah * 2. Pembagian sunnah dan bidah * 3. +idah pada masa %asul dan sahabat * 4. !elompok anti bidah dan dalilnya *
C. Tuuan uan 1. Mengetahui konsep sunnah dan bidah. 2. Mengetahui pembagian sunnah dan bidah. 3. Mengetahui bidah pada masa %asul dan sahabat. 4. Mengetahui kelompok anti bidah dan dalilnya.
2
BAB 2 T!N"AUAN TE#R!
A $%nse $%nse& & 'u 'unna nnah h (an (an B)(*a B)(*ah h
iskursus tentang sunnah dan bidah oleh !yai 'asyim dipersandingkan dengan sunnah seca secara ra berl berlaw awan anan an.. erm bid’ah dipa dipakai kai oleh oleh !yai !yai 'asyi 'asyim m untuk untuk
mengiden mengidentifi tifikasi kasi kelompo kelompok-ke k-kelomp lompok ok yang yang tidak tidak memiliki memiliki kesesuai kesesuaian an dengan dengan parameter parameter Ahl al-sunnah dalam konsepsinya. Mereka ini, oleh !yai 'asyim disebut Ahl al-Bid’ah. Sela Selain in itu, itu, urai uraian an tent tentan angg bid’ah dikaitk dikaitkan an dengan dengan perbeda perbedaan an
pandangan pandangan antara kalangan pesantren pesantren dan pembaru mengenai sejauhmana sejauhmana sebuah ekspresi keagamaan atau pranata-pranata baru dalam agama bisa disebut bid’ah. alam Risalah Ahl al-sunnah wa al-jama’ah dan karya-karyanya yang lain, !yai bid’ah ah dan berbagai 'asyim 'asyim banyak banyak memberik memberikan an penjela penjelasan san secara secara detail detail tentang tentang bid’
manifestasinya di tengah-tengah masyarakat. erutama setelah diskursus bid’ah yang mengemuka banyak dipersinggungkan dengan praktek-prakter keberagamaan muslim tradisional di #awa, seperti peringatan hari kelahiran Nabi maulid nabi/, slametan sedekah untuk mayit/, (iarah ke makam leluhur dan para wali, dan sebagainya. bid’ah ah dapat diartikan mendatangkan atau menciptakan Menurut Menurut !yai 'asyim, 'asyim, bid’
suatu perkara baru di dalam agama, dan meyakininya sebagai bagian dari ajaran agama, padahal perkara tersebut sebenernya tidak menjadi bagian dari ajaran agama. berbeda dengan sementara kalangan yang menganggap menganggap bahwa, seluruh perkara baru muhdathah/ adalah bid’ah dan sekaligus sesat tanpa terkecuali, bagi !yai 'asyim muhdathah berstatus bid’ah. alam bahasa berbeda dapat dinyatakan, tidak semua muhdathah muhdathah hah adala bid’ah,, karena meskipun tidak terdapat dalil yang tidak tidak semua semua muhdat adalahh bid’ah
jelas sarih/, namun bisa jadi, tetap bersandar pada shariat. Sandaran dimaksud dapat dapat digali digali dengan dengan menggun menggunakan akan berbagai berbagai pendekat pendekatan an metodelo metodelogis gis yang yang ada, misalnya, melalui mekanisme penganalogian qiyas/. 'al ini berarti, penerjemahan terhadap teks-teks otoritatif 'adith/ tetang bid’ah harus menggunakan pendekatan yang lebih menyeluruh holistik / atau hanya tekstual semata. Setiap perkara yang baru datang harus ditelusuri secara meneyeluruh, sebelum diputus diputuskan kan status status hoku hokum m ke bid’ahannya. annya. #ika sebuah perkara perkara yang yang baru datang 3
muhdathah) memiliki sandaran shariat, baik secara langsung maupun setelah ditelisik melalui berbagai pendekatan kontekstual, maka hal itu tidak berstatus bid’ah. Sebaiknya, muhdathah baru disebut sebagai bid’ah, ketika ia tidak memiliki
persinggungan dengan shariat sedikitpun. Selain itu, pengambilan tentang bid’ah juga harus menyertakan kajian terhadap berbagai pendapat yang ada secara komprehensif. !etika, misalnya, terdapat dua pendapat atau lebih dalam satu perkara yang baru datang muhdathah/, tidak dengan serta merta mengambil pendapat yang membid’ahkan muhdathah tersebut. Sebaliknya, berbagai pendapat harus diuji atau ditarjih lebih dulu, dan pendapat yang paling unggul al-qur’an al mu’tamad / akhirnya dipakai sebagai rujukan memutuskan status muhdathah tersebut. 0ntuk menentukan status bid’ah pada suatu muhdathah, dibutuhkan terlebih dahulu analisa teks al-Sunnah berdasarkan kaidah-kaidah mustalah adith yang telah dibakukan oleh generasi pendahulu salafuna al-salih/, termasuk para mujtahid. Pendapat tentang status bid’ah baru akan di terima, setelah melalui analisis mendalam terhadap teks 'adith yang dijadikan sebagai rujukan. Selian itu, apakah muhdathah tersebut pernah dipraktekkan oleh generasi salaf atau tidak harusnya
ditetapkan secara proporsional. !uhdathah yang belum pernah dilakukan oleh generasi salat, selama tidak ada pelarangan dan memiliki argument shariat, tidak termasuk bid’ah. )ni berarti muhdathah yang tidak pernah dilakukan oleh generasi terdahulu tidak seluruhnya adalah bid’ah. !arena bisa jadi, ada kodisi-kondisi historis tertentu yang memungkinkan muhdathah belum pernah dilakukan. Penentuan status bid’ah pada muhdathah tertentu harus dirinci berdasarkan klasifikasi status hokum yang berlaku dalam shariat )slam. Status muhdathah sangat terkait dengan enam status hokum yang selama ini berlaku, yakni wajib, sunnah, haram, makruh, khilaf awla, dan mubah. Selama terdapat argumentasi dan dalil yang
dapat dijadikan sebagai ilhaq terhadap penentuan status muhdathah, maka tidak berstatus bid’ah. Sebaliknya, jika dengan menggunakan metode ilhaq dan tidak ditemukan argument maupun dalilnya, maka status muhdathah adalah bid’ah secara otomatis. engan penggunaan metode ilhaqi ini, maka bisa jadi muhdathah emiliki status bid’ah yang bermacam. erdapat muhdathah yang memiliki status bid’ah wajibah, 4
mandumah, namun juga terdapat status diharamkan mahrumah/ dan tersesat.
engan mengutip al-Shabshiri dalam Sharkh $rba in Nahwawi, !yai 'asyim menegaskan, terhadap 'adist Nabi yang mengatakan1
+arang siapa menciptakan suatu perkara yang baru datang dalam agama atau melindungi orang yang menciptakan perkara yang baru tersebut, maka baginya laknat $llah/. !aka termasuk dalam kandun"an adith tersebut adalah transaksi-transaksi yan" rusak,hukum-hukum yan" #enuh kebohon"an dan #enyelewen"an, dan $ontoh$ontoh lainnya yan" tidak bersesuaian den"an hokum shari’at. %ike$ualikan dari masalah-masalah di atas, adalah muhdathah yan" tidak memiliki dalil shara’ se#erti masalah-masalah ijtihadiyah yan" diantara masalah-masalah dan dalil-dalil #en"uatnya tidak memiliki #ersin""un"an lan"sun", ke$uali berdasarkan atas #ersan"kaan &jud"ement) mujtahid. Se#erti menulis teks al-'ur’an, membersihkan madhhab-madhhab &dari #enyelewen"an), menulis kitab-kitab "ramatika Bahasa Arab dan !atematika. Atas dasar #a#aran di atas, ibn (Abd al-Salam memba"i hukum #erkara-#erkara yan" baru datan" &al-hawadith) ke dalam lima status hokum. alu dia men"atakan* Bid’ah adalah #erbuatan yan" tidak diketahui #ada +aman abi SA, adalah wajib hukumnya se#erti belajar "ramatika Bahasa Arab, kosa kata-kosa kata yan" asin" &"harib) dalam al-'ur’an dan al-Sunnah berdasarkan ketentuan shari’at yan" ada. &Bid’ah) yan" disunnahkan, se#erti memban"un #esantren-#esantren dan lemba"a-lemba"a madrasah, dan berba"ai kebajikan lainnya yan" belum #ernah dilakukan #ada +aman !uhammad. &Bid’ah) yan" dimakruhkan se#erti di#erbolehkan se#erti bersalaman setelah shalat Asar dan Subuh, membuat aneka ra"am minuman, makanan, #akaian dan seba"ainya. ika en"kau men"etahui a#a yan" telah di#a#arkan di atas, jika dikatakan* Bid’ah se#erti membuat tasbih, men"u$a#kan niat den"an suara kerasa, tahlil
5
beserta sedekah ke#ada mayit ketika memiliki kesem#atan melakukannya, +iarah kubuh, dan seba"ainya. Seluruhnya ada dasarnya) bukanlah bid’ah/.
2ebih lanjut, !yai 'asyim membagi membagi bentuk-bentuk bid’ah menjadi tiga1 #ertama, bid’ah sarihah, yaitu suatu perkara yang dianggap merupakan bagian dari
agama, padahal tidak memiliki landasan dalil shar’i dan juga tidak memiliki kesesuaian atau tidak bisa disepadankan dengan suatu maslah yang telah memiliki ketetapan hokum shara’ apakah wajib, sunnah, mandub atau yang lainnya. Bid’ah jenis ini berpontensi membunuh eksistensi sunnah dan membatalkan perkara yang haq. Bid’ah ini merupakan seburuk-buruknya bidah, meskipun daripadanya
dikemukakan sejumlah alas an pada kerangka usul maupun furu tetaplah tidak dapat mempengaruhi ke- sarih-an bid’ah-nya3 kedua, bid’ah i+afiyah, yaitu suatu perkara yang disandarkan pada suatu masalah --yang telah memiliki ketetapan hokum tertentu--, sehingga apabila masalah itu diterima sebagai sandaran perkara bid’ah tersebut, maka akan menepis kontroversi mengenai status hukumnya, apakah sebagia sunnah atupun bid’ah, dan 3 keti"a, bid’ah khilafiyah, yaitu bid’ah yang dilandasi
oleh dua dalil yang saling bertentangan, di satu sisi bisa dinyatakan sebagai sunnah berdasarkan pada dalil tertentu, dan dinyatakan sebagi bid’ah jika menggunakan dalil yang berbeda. 4ontoh bid’ah jenis ini adalah membuat kepengurusan jamiyah atau majlis d(ikir dan doa bersama. Narasi !yai 'asyim tentang bid’ah di atas, secara umum berhasil mementahkan jud"ement kalangan modernis bahwa semua bidah adalah sesat kullu bid’ah dalalah/, sekaligus mengukuhkan fungsi shariat menjawab tuntutan )slam sebagai
hidayah dan rahmat bagi umat manusia. +erbagai pranata sosial yang diungkapkan oleh !yai 'asyim sebagai contoh !uhdathat dalam kutipan di atas, merupakan bentuk bid’ah yang tak terhindarkan dalam wilayah kebudayaan yang bersifat sangat dinamis. 5leh karena itu, tidak mungkin menyatakan bahwa semua kebaikan yang menyertai perkembangan kebudayaan manusia itu disebut bid’ah yang sesat. B Pem+ag)an 'unnah (an B)(*ah
Pembagian Sunnah Sunnah dalam pandangan ulama terbagi dalam empat bagian, yaitu 1 6
6. Sunnah "auliyah Sunnah "auliyah merupakan perkataan atau sabda %asulullah S$7 yang didalamnya menerengkan hukum-hukum agama dan maksud $l-8uran yang berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan, dan akhlak. Sunnah "auliyah ini juga dinamakan khabar, hadits, atau sunnah. Sunnah "auliyah pun terbagi menjadi tiga tingkatan 3 a/ Sunah "auliyah yang jelas dan pasti kebenarannya dari $llah melalui %asul dan diriwayatkan secara mutawatir. b/ Sunah "auliyah yang diragukan kebenarannya atau kesalahannya, karena tidak bisa membedakan mana yang kuat, benar atau salah, orang yang meriwayatkan diragukan kejujuran dan keadilannya, dst. c/ Sunah "auliyah yang dianggap tidak benar sama sekali, seperti tidak masuk akal, khabar yang menyalahi atau bertentangan dengan khabar mutawatir, dst. 9. Sunnah filiyah Sunnah filiyah adalah perbuatan nabi yang berdasarkan tuntunan rabbani untuk ditiru dan diteladani yang kemudian dinukilkan oleh para sahabat. Seperti 1 :;<= :>?@AB=CD@E =?;< $rtinya 1 Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat saya melaksanakan shalat '% +ukhari dan Muslim /. FGGHDIJ :IK=L $rtinya 1 $mbillah daripadaku cara O cara mengerjakan haji '% Muslim /. . Sunnah ta"ririyah Sunnah ta"ririyah merupakan pengakuan nabi dengan tidak mengingkari sesuatu yang diperbuat oleh seorang sahabat orang tunduk dan mengikuti syara / ketika dihadapan nabi atau diberitakan kepada beliau, lalu nabi sendiri tidak menyanggah, tidak menyalahkan atau juga tidak menunjukkan bahwa beliau meridhainya. Perkataan atau perbuatan yang didiamkan itu hukumnya sama dengan perkataan dan perbuatan Nabi S$7 sendiri yaitu dapat dijadikan hujjah ketetapan hukum/, seperti ketika sahabat melakukan shalat dibani 8uraidhah, Nabi bersabda 1 QRBT :IU :VW= FEXY= Z[;\BW 7
$rtinya 1 #anganlah melaksanakan shalat seseorang diantara kalian kecuali di +ani 8uraidhah. Pemaknaan hadits ini oleh kalangan sahabat dimaknai beragam, ada sahabat yang tidak shalat ashar kecuali setelah mereka sampai di +ani 8uraidhah, sebagian lagi memahami hadits tersebut mengharuskan segera shalat ashar, agar setelah shalat segera sampai di bani 8uraidhah. &. Sunnah hammiyah Sunnah hammiyah adala sesuatu yang dikehendaki Nabi lalu disampaikan kepada para sahabat sehingga sahabat itu mengetahui, tetapi beliau belum sempat melaksanakan. Menurut )mam $s-Syaukany, sunnah hammiyah tidak masuk kategori karena hanya merupakan goresan hati dan lintasan hati yang tidak pernah diperintahkan dan dilaksanakan %asulullah S$7. +erbeda halnya dengan imam Syafii
mengatakan bahwa sunah hammiyah termasuk, walaupun masih dalam lintasan hati, namun seandainya ada pada waktu pasti nabi akan melaksanakannya sehingga menjadi sunah bagi kita. Seperti ] nabi menghendaki puasa pada tanggal ^ Muharram dengan sabdanya 1 ] )nsya $llah tahun depan saya akan memuasai hari yang kesembilannya_. '% Muslim dan $bu awud/. 4ita-cita Nabi tersebut tidak sempat dikerjakan sebab sebelumnya sampai tanggal tersebut Nabi wafat. Pembagian +idah Secara garis besar, para ulama membagi bidah menjadi dua 3 yaitu bidah hasanah bidah yang baik/ dan bidah mad(mumah bidah yang tercela/. alam hal ini, al-)mam $bu $bdillah Muhammad bin )dris al-Syafi) Omujtahid besar dan pendiri mad(hab Syafi) yang diikuti oleh mayoritas $hlussunnah 7al-#amaah di dunia )slam-, berkata1
8
0Bid’ah &muhdatsat) ada dua ma$am1 #ertama, sesuatu yan" baru yan" menyalahi al-'ur’an atau sunnah atau Ijma’, dan itu disebut bid’ah dhalalah &tersesat). 2edua, sesuatu yan" baru dalam kebaikan yan" tidak menyalahi al-'ur’an, Sunnah dan Ijma’ dan itu disebut bid’ah yan" tidak ter$ela.3 $l-+aiha"i, Mana"ib al-
Syafi), 6`&^/. $l)mam
al-
Nawawi juga membagi bidah pada
dua
bagian. !etika membicarakan masalah bidah, dalam kitabnya ahd(ib al-$sma wa al2ughat `99/, beliau mengatakan 1
]+idah terbagi menjadi dua, bidah hasanah baik/ dan bidah "abihah buruk/._ $l-)mam al-Nawawi, ahd(ib al-$sma wa al-2ughat `99/. +ahkan dalam Syarh Shahih !uslim dan Raudhat al-4halibin, al-)mam al Nawawi membagi bidah tidak hanya menjadi dua bagian. +ahkan membagi bidah secara lebih rinci, yaitu menjadi lima hokum sesuai dengan alur yang diikuti oleh mayoritas ulama. Pembagian bidah menjadi dua, dan bahkan menjadi lima, juga dilakukan oleh al-'afi(h +in 'ajar al-$s"alani. alam kitab 5ath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, beliau berkata1
9
0Se$ara bahasa, bid’ah adalah sesuatu yan" dikerjakan tan#a men"ikuti $ontoh sebelumnya. %alam syara’, bid’ah diu$a#kan seba"ai lawan sunnah, sehin""a bid’ah itu #asti ter$ela. Sebenarnya, a#abilah bid’ah itu masuk dalam naun"an sesuatu yan" dian""a# baik menurut syara’, maka disebut bid’ah hasanah. Bila masuk dalam naun"an sesuatu yan" dian""a# buruk menurut syara’, maka disebut bid’ah mustaqbahah &ter$ela). Bila tidak masuk dalam naun"an keduanya, maka menjadi ba"ian mubah &boleh). %an bid’ah itu da#at diba"i menjadi lima hokum.3 ath al-+ari, &`9/.
Pembagian bidah menjadi lima juga dilakukan oleh al-)mam Muhammad bin )smail al-$mir al-Shanani, ulama Syiah aidiyah yang dikagumi oleh kaum 7ahabi. alam kitabnya Subul al-Salam Syarh Bulu"h al-!aram, beliau mengatakan 1
0Bid’ah menurut bahasa adalah sesuatu yan" dikerjakan tan#a men"ikuti $ontoh sebelumnya. 6an" dimaksud bid’ah di sini adalah sesuatu yan" dikerjakan tan#a 10
didahului #en"akuan syara’ melalui al-'ur’an dan
Sunnah.
7lama
telah
memba"i bid’ah menjadi lima ba"ian*
8)
bid’ah
membukukannya
dan
wajib
se#erti
menolak
memelihara
terhada#
ilmu-ilmu
kelom#ok-kelom#ok
a"ama
den"an
sesat
den"an
mene"akkan dalil-dalil, 9) bid’ah mandubah se#erti memban"un madrasahmadrasah, :) bid’ah mubabah se#erti menjamah makanan yan" berma$am-ma$am dan baju yan" indah, ;) bid’ah muharramah dan <) bid’ah makruhah, dan keduanya sudah jelas $ontoh-$ontohnya. adi hadist 0semua bid’ah itu sesat3, adalah katakata umum yan" dibatasi jan"kauannya.3 $l-)mam al-$mir al-Shanani, Subul al-
Salam, 9`&/. $l-)mam Muhammad bin $li al-Syaukani, ulama Syiah aidiyah yang dikagumi kaum 7ahabi, juga membagi bidah menjadi dua, bahkan menjadi lima bagian. alam kitabnya ail al-Authar `9/-yang telah diterbitkan dalam bahasa edisi )ndonesia oleh kaum 7ahabi-, al-Syaukani mengutip pernyataan al-'afi(h )bn 'ajar dalam 5ath al-Bari tentang pembagian bidah tanpa memberinya komentar.
11
0Al-afi+h Ibn ajar berkata dalam 5ath al-Bari, 0Asal mula bid’ah adalah suatu yan" dilakukan tan#a ada $ontoh sebelumnya. %alam istilah syara’, bid’ah diu$a#kian seba"ai kebalikan sunnah, sehin""a bid’ah itu ter$ela. Sebenarnya, a#bila bid’ah itu masuk dalam naun"an sesuatu yan" dian""a# baik menurut syara’, maka disebut bid’ah hasanah. Bila masuk dalam naun"an sesuatu yan" dian""a# buruk menurut syara’, maka disebut bid’ah mustaqbahah &ter$ela). Bila tidak masuk dalam keduanya, maka menjadi ba"ian mubah &boleh). %an bid’ah itu da#at diba"i menjadi lima hokum.3 al-)mam Muhammad bin $li al-Syaukani, Nail al-$uthar, ju(
hal. 9/. 2ebih dari itu, pembagian bidah menjadi dua, juga dilegitimasi dan dibenarkan oleh Syaikh )bn aimiyah, rujukan paling otoritatif kalangan Salafi 7ahabi/. alam hal ini, Syaikh )bn aimiyah berkata1
12
0%ari
sini
da#at diketahui kesesatan oran"
yan"
membuat-buat $ara atau keyakinan baru, dan ia berasumsi bahwa keimanan tidak akan sem#urna tan#a jalan atau keyakinan tersebut, #adahal ia men"etahui bahwa Rasulullah tidak akan #ernah menyebutnya. =andan"an yan" menyalahi nash adalah bid’ah yan" berdasarkan kese#akatan kaum !uslimin. Sedan"kan #andan"an yan" tidak diketahui menyalahinya, terkadan" tidak dinamakan bid’ah. Al-Imam al-Syafi’I berkata, 0Bid’ah itu ada dua. =ertama bid’ah menyalahi al'ur’an, Sunnah, Ijma’ dan astar sebaian sahabat Rasulullah. Ini disebut bid’ah dhalalah. 2edua, bid’ah yan" tidak menyalahi hal tersebut. Ini terkadan" disebut bid’ah hasanah, berdasarkan #erkataan 7mar, 0Inilah sebaik-baik bid’ah.3 =ernyataan al-Syafi’i ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab al-!adkhal den"an sanad yan" shahih.3 Syaikh )bn aimiyah, Majmu al-atawa, ju( 9, hal.
6/. ari uarian diatas dapat disimpulkan bahwa para ulama terkemuka dalam setiap kurun waktu mulai dari al-)mam al-Syafi), al-)mam al-Nawawi, al-'afi(h )bn 'ajar dan Syaikh )bn aimiyah telah membagi bidah menjadi dua, yaitu bid’ah hasanah dan bidah mad+munah. +ahkan lebih rinci, bidah dibagi menjadi lima bagian sesuai dengan komposisi hokum syara yang ada. Pembagian tersebut juga diikuti oleh dua ulama Syiah aidiyah yang menjadi rujukan kaum 7ahabi, yaitu al-)mam alShanani dan al-)mam al-Syaukuni dalam kedua kitab beliau, yaitu kitab Subul alSalam Syah Bulu"h al-!aram dan kitab ail al-Authar min Asrar !untaqa al Akhbar. 13
C B)(*ah Masa
Pa(a Rasul
(an 'aha+at Bid’ah hasanah
Pa(a
Masa Rasulullah 'a, 1. Ha()st 'a-)()na Mu*a( +)n "a+al
0Abdurrahman bin Abi aila berkata* 0#ada masa Rasulullah, bila seseoran" datin" terlambat bebera#a rakaat men"ikuti shalat berjamaah, maka oran"oran" yan" lebih dulu datan" akan memberi isyarat ke#adanya tentan" rakaat yan" tertin""al itu terlebih dahulu, kemudian masuk kedalam shalat berjamaah bersama mereka. =ada suatu hari !u’ad+ bin abal datan" terlambat, lalu oran"-oran" men"isyaratkan ke#adanya tentan" jumlah rakaat shalat yan" telah dilaksanakan, akan teta#i !u’ad+ lan"sun" masuk dalam shalat berjamaah dan tidak men"hiraukan isyarat mereka, namun setelah Rasulullah selesai shalat, maka !u’ad+ se"era men""anti rakaat yan" tertin""al itu. 4ernyata setelah Rasulullah selesai shalat, mereka mela#orkan #erbuatan !u’ad+ bin abal yan" berbedah den"an kebiasaan mereka. alu beliau menjawab* 0!u’ad+ bin jabal, beliau bersabda1 0!u’ad+ telah memulai $ara yan" baik buat shalat kalian. 0%alam riwayat !u’ad+ bin jabal, beliau bersabda1 0!u’ad+ telah memulai $ara 14
yan"
baik
buat
shalat
kalian. Be"itulah shalat
yan"
harus kalian kerjakan.3 '%. al-)mam $hmad `9/, $bu awud, )bn $bi Syabibah dan lain-
lain. 'adist ini dinilai shahih oleh al-'afi(h )bn a"i" al-)d dan al-hafi(h )bn 'a(m al-$ndalausi/. 'adist ini menunjukkan bolehnya membuat perkara baru dalam ibadah, seperti shalat atau lainnya, apabila sesuai dengan tuntutan syara. alam hadist ini, Nabi tidak menegur Muad( dan tidak pula berkata, 0!en"a#a kamu membuat $ara baru dalam
shalat
sebelum bertanya ke#adaku>3
+ahkan
beliau
membenarkannya, karena perbuatannya Muad( sesuai dengan kaidah berjamaah, yaitu makmum harus mengikuti imam. 2. Ha()st 'a-)()na B)lal
15
Abu ”
hurairah meriwayatkan bahwa abi bertanya ke#ada bilal ketika shalat
fajar. 0ai bilal, kebaikan a#a yan" #alin" en"kau hara#kan #ahalanya dalam islam, karena aku telah menden"ar suara kedua sandalmu disur"a>3 Ia menjawab* 02ebaikan yan" #alin" aku hara#kan #ahalanya adalah aku belum #ernah berwudhu’, baik sian" mau#un malam, ke$uali aku melanjutkan den"an shalat sunat dua rakaat yan" aku tentukan waktunya.3 %alam riwayat lain, beliau berkata ke#ada bilal*3%en"an a#a kamu mendahuluiku ke sur"e>3 Ia menjawa* 0Aku belum #ernah ad+an ke$uali aku shalat sunat dua rakaat setelahnya. %an aku belum #ernah hadast, ke$uali aku berwudhu’ setelahnya dan harus aku teruskan den"an shalat sunat dua rakaat karena Allah.3 abi berkata* 0%en"an dua kebaikan itu,
kamu
meraih derajat itu.3 '%. al-+ukhari dan Muslim/
Menurut al-'afi(h )bn 'ajar dalam 5ath al-Bari `&/, hadist ini memberikan faidah bolehnya berijtihad dalam menentukan waktu ibadah, karena bilal memperoleh derajat tersebut berdasarkan ijtihadnya, lalu Nabi membenarkannya. Nabi belum pernah menyuruh atau mengerjakan shalat dua rakaat setiap selesai berwudhu atau setiap selesai ad(an, akan tetapi bilal melakukannya atas ijtihadnya sendiri, tanpa dianjurkan dan tanpa bertanya kepada Nabi. ernyata Nabi membenarkannya, bahkan memberikannya kabar gembira tentang derajatnya disurga, sehingga shalat dua rakaat setiap selesai wudhu menjadi sunat bagi seluruh umat.
16
3. Ha()st !+n A++as
]Sayyidina Ibn Abbas r.a berkata* 0Aku mendatan"i Rasulullah #ada akhir malam, lalu aku shalat di belakan"nya. 4eryata beliau men"ambil tan"anku dan menarikku lurus ke sebelahnya. Setelah Rasulullah Saw memulai shalatnya, aku mundur ke belakan". alu Rasulullah Saw menyelesaikan shalatnya. Setelah aku mau #ulan", beliau berkata1 0Ada a#a. Aku tem#atkan kamu lurus di sebelahku, teta#i kamu malah mundur>3 Aku menjawab* 06a Rasulullah, tidak selayaknya ba"i seoran" shalat lurus di sebelahmu sedan" en"au Rasulullah yan" telah menerima karunia dari Allah. 0Ibn Abbas berkata* 4eryata beliau senan" den"an jawabanku, lalu
mendoakanku a"ar Allah senantiasa menambah ilmu dan #en"ertianku terhada# a"ama.3 adits shahih. & '%. al-)mam $hmad/.
17
'adits ini membolehkan berjihat membuat perkara baru dalam agama apabila sesuai dengan syara. )bn $bbas mundur ke belakang berdasarkan ijtihadnya, padahal sebelumnya %asulullah Saw telah menariknya berdiri lurus di sebelah beliau Saw, teryata Saw
beliau tidak
menegurnya, bahkan merasa senang
dan
memberinya hadiah doa. an seperti
inilah
yang dimaksud dengan
bid’ah
hasanah. 4. Ha()ts Al) +)n A+) Thal)+ r.a
0Sayidina Ali r.a berkata* 0Abu Bakar bila memba$a al-'ur’an den"an suara lirih. Sedan"kan 7mar den"an suara keras. %an Ammar a#abila memba$a al'ur’an, men$am#ur surah ini den"an surah ini den"an surah itu. 2emudianhal itu dila#orkan #ada abi Saw. Sehin""a beliau Saw bertanya ke#ada Abu Bakar* 18
0!en"a#a kamu memba$a den"an suara lirih>3 Ia menjawab* 0Allah da#at menden"ar suaraku walau#un lirih. 0alubertanya ke#ada 7mar. 0!en"a#a kamu memba$a den"an suara keras>37mar menjawab* 0Aku men"usir setan dan men"hilan"kan kantuk.3 alu beliau bertanya ke#ada Ammar* 0!en"a#a kamu men$am#ur surah ini den"an surah itu>3Ammar menjawab* 0A#akah en"kau #ernah
menden"arku
men$am#urnya
den"an
sesutau
yan"
bukan
al-
'ur’an>3Beliau menjawab* 04idak.3alu beliau bersabda* 0Semuanya baik.3
'%. $hmad/. 'adits ini menunjukkan bolehnya membuat bid’ah hasanah dalam agama. !etiga sahabat itu melakukan ibadah dengan caranya sendiri berdasarkan ijtihatnya masingmasing, sehingga sebagian sahabatnya melaporkan cara ibadah mereka bertiga yang berbeda-beda itu, dan teryata %asulullah Saw membenarkan dan menilai semuanya baik serta tidak ada yang buruk. ari sini dapat disimpulkan, bahwa
tidak
selamanya sesuatu
yang
belum diajarkan oleh %asulullah Saw pasti buruk atau keliru. /. Ha()ts 0Amr alAsh r.a
19
+)n
0Amr bin al-Ash r.a ketika dikirim dalam #e#eran"an %+at al-Salasil berkata* 0Aku bermim#i basah #ada malam yan" din"in sekali. Aku mau manid, ta#i takut sakit. Akhirnya aku betayamum dan menjadi imam shalat shubuh bersama sahabat-sahabatku. Setelah kami datan" ke#ada Rasulullah Saw, mereka mela#orkan kejadian itu ke#ada Rasulullah Saw. Beliau bertanya* 0ai (Amr, men"a#a kamu menjadi imam shalat bersama sahabat-sahabatmu sedan" kamu junub>3Aku menjawab* 0Aku terin"at firman Allah* 0%an jan"anlah kamu membunuh dirimu1 Sesun""uhnya Allah adalah !aha =eyanyan" ke#adamu.3
8s. $l-N)S$1 9^/. !aka aku bertayamum dan shalat.3 alu Rasulullah Saw tersenyum dan tidak berkata a#a-a#a3 '%. $bu awud, $hmad dan al-
ara"uthni. 'adits ini dinilai shahih oleh al-'akim, al-(ahabi dan lain-lain/. 'adits ini menjadi dalil bid’ah hasanah.’ $mr bin al-$sh melakukan tayamum karena kedinginan berdasarkan
ijtihadnya.
!emudian setelah
Nabi Saw
mengetahuinya, beliau
tidak
menegurnya bahkan
membenarkannya. engan demikian, tidak semua perkara yang tidak dianjurkan oleh 20
Nabi Saw itu pasti tertolak, bahkan dapat menjadi bid’ah hasanah apabila sesuai dengan tuntunan syara seperti dalam hadits ini. . Ha()ts Umar +)n al$haththa+ r.a
07mar r.a berkata* Seoran" laki-laki datan" #ada saat shalat berjamaah didirikan. Setelah sam#ai di shaf, laki-laki itu berkata* 0Allahu akbar kabiran walhamdulillahi katsiran wa subhanallahi bukratan wa ashila.3Setelah abi Saw selesai shalat, beliau bertanya* 0Sia#a yan"
men"u$a#kan kalimat tadi>3aki-laki itu menjawab* 0Saya, ya Rasulullah. %emi Allah saya hanya bermaksud baik den"an kalimat itu, 0Beliau bersabda* 0Sun""uh aku telah melihat #intu-#intu lan"it terbuka menyambut kalimat itu. 0Ibn 7mar berkata* 0Aku belum #ernah menin""alkannya sejak menden"arnya.3
'%. Muslim/.
21
. Ha()ts R)a*ah +)n Ra)* r.a
0Rifa’ah bin Rafi’ r.a berkata* 0Suatu ketika kami shalat bersama abi r.a. ketika beliau ban"un dari ruku’, beliau berkata* 0sami’allahu liman hamidah.3 alu seoran" laki-laki di belakan"nya berkata* 0rabbana walakalhamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fih. 3Setelah selesai shalat, beliau bertanya* 0Sia#a yan" memba$a kalimat tadi>3 aki-laki itu menjawab* 0Saya,3Beliau bersabda* 0Aku telah melihat lebih :? malaikat berebutan menulis #ahalanya.3
'%. al-+ukhari/. !edua sahabat di atas mengerjakan perkara baru yang belum pernah diterimanya dari Nabi Saw, yaitu menambah bacaan d(ikir dalam iftitah dan d(ikir dalam I’tidal. eryata Nabi Saw membenarkan perbuatan mereka, bahkan member kabar gembira tentang pahala yang mereka lakukan, karena perbuatan mereka sesuai dengan syara, dimana dalam i’tidal dan iftitah itu tempat memuji kepada $llah. 5leh karena itu al)mam al-'afi(h )bn 'ajar al-$s"alani menyatakan dalam 5ath al-Bari 9`9/, bahwa hadits ini menjadi dalil bolehnya membuat d(ikir baru dalam shalat, selama d(ikir tersebut tidak menyalahi d(ikir yang ma’tsur datang dari Nabi Saw/, dan bolehnya mengeraskan suara
dalam
bacaan
d(ikir
selama
tidak
mengganggu orang lain.
Bid’ah hasanah setelah
Rasulullah 'a, 5aat
1. Pengh)m&unan al6ur*an (alam Mushha
22
0Sayidina 7mar r.a mendatan"i 2halifah Abu Bakar r.a dan berkata* 0ahai 2halifah Rasulullah Saw, saya melihat #embunuhan dalam #e#eran"an 6amamah telah men"orbanan #ara #en"hafal al-'ur’an, dan ba"aimana kalau anda men"ihim#un
al-'ur’an
dalam
satu
!ushhaf>3
2halifah
menjawab*
0Ba"aimana kita akan melakukan sesuatau yan" belum #ernah dilakukan oleh Rasulullah Saw>3 7mar berkata* 0%emi Allah, ini baik.3 7mar terus meyakinkan Abu Bakar, sehin""a akhirnya Abu bakar menerima usulan 7mar. 2emudian keduanya menemui @aid bin 4sabit r.a, dan menyam#aikan tentan" ren$ana mereka ke#ada @aid. Ia menjawab* 0Ba"aimana kalian akan melakukan sesuatu yan" belum #ernah dilakukan oleh Rasulullah Saw>3 2eduanya menjawab* 0%emi Allah, ini baik.3 2eduanya terus meyakinkan @aid, hin""a akhirnya Allah mela#an"kan dada @aid seba"imana telah mela#an"kan dada Abu Bakar dan 7mar dalam ren$ana ini,3 '%. al-+ukhari/.
0mar mengusulkan penghimpunan al-8uran dalam satu Mushhaf. $bu +akar mengatakan, bahwa hal itu belum pernah dilakukan oleh %asulullah Saw. etapi 0mar meyakinkan $bu +akar, bahwa hal itu tetap baik walupun belum pernah dilakukan oleh %asulullah Saw. engan demikian, tindakan beliau ini tegolong bidah. an para ulama sepakat bahwa menghimpun al-8uran dalam satu mushhaf 23
hukumnya wajib, meskipun termasuk bidah, agar al8uran
tetap
terpelihara. 5leh karena itu, penghimpunan al-8uran
ini
tergolong bid’ah hasanah
yang wajibah. 2. 'halat Tara,)h
] Abdurrahman bin Abd al-'ari berkata* 0Suatu malam di bulan Ramadhan aku #er"i ke masjid bersama 7mar bin al-2haththab. 4eryata oran"-oran" di masjid ber#en$ar-#en$ar dalam sekian kelom#ok. Ada yan" shalat sendirian. Ada ju"a yan" shalat menjadi imam bebera#a oran". alu umar r.a berkata* 0Aku 24
ber#enda#at, andaikan mereka aku kum#ulkan dalam satu imam, tentu akan lebih baik.3 alu beliau men"um#ulkan mereka #ada 7bay bin 2a’ab. !alam berikutnya, aku ke masjid la"i bersama 7mar bin al-2haththab, dan mereka melaksanakan shalat bermakmum #ada seoran" imam. !enyaksikan hal itu, 7mar berkata* 0Sebaik-baik bid’ah adalah ini. 4eta#i menunaikan shalat di akhir malam, lebih baik dari#ada di awal malam.3=ada waktu itu, oran"-oran" menunaikan tarawih di awal malam.3 '%. al-+ukhari/.
%asulullah Saw tidak pernah menganjurkan shalat tarawih secara berjamaah. +eliau
hanya
melakukanya beberapa malam, kemudian meninggalkannya. +eliau tidak pernah pula melakukannya secara rutin setiap malam. idak pula mengumpulkan mereka untuk melakukanya.demikian pula pada masa !halifah $bu +akar r.a kemudian 0mar r.a mengumpulkan mereka untuk melakukan shalat tarawih pada seorang imam, dan menganjurkan mereka untuk melakukanya. $pa yang beliau lakukan ini tergolong bidah. etapi bid’ah hasanah, karena itu beliau mengatakan1 ]Sebaik-baik bid’ah
ini._
adalah Pada
hakekatnya, apa yang
beliau
lakukan ini termasuk sunnah, karena %asulullah Saw telah bersabda1
] Rasulullah Sawbersabda* 0Ber#e"an"lah den"an sunnahku dan sunnah 2hulafaur Rasyidin yan" mem#eroleh #etunjuk3. 25
3. A(an "um*at
0Al-Sa’ib bin 6a+id r.a berkata* 0=ada masa Rasulullah Saw, Abu Bakar dan 7mar ad+an um’at #ertama dilakukan setelah imam duduk di atas mimbar. 2emudian #ada masa 7tsman, dan masyarakat semakin banyak, maka beliau menambah ad+an keti"a di atas @aura’, yaitu nama tem#at di #asar !adinah.3
'%. al-+ukhari/. Pada masa %asulullah Saw, $bu +akar dan 0mar ad(an #umat dikumandangkan apabila imam telah duduk diatas mimbar. Pada masa 0tsman, kota Madinah semakin luas, populasi penduduk semakin meningkat, sehingga mereka perlu mengetahui dekatnya waktu #umat sebelum imam hadir ke mimbar. 2alu 0tsman menambahkan ad(an pertama, yang dilakukan di aura, tempat di Pasar Madinah, agar mereka segera berkumpul untuk menunaikan shalat jumat, sebelum imam hadir diatas mimbar. Semua sahabat yang ada pada waktu itu menyetujuinya. $pa yang beliau lakukan ini termasuk bidah, tetapi bid’ah hasanah dan dilakukan hingga sekarang oleh kaum Muslimain. +enar pula menamainya dengan sunnah, karena 0stman termasuk 2hulafaur Rasyidin yang sunnahnya harus diikuti berdasarkan hadist sebelumnya.
26
4. 'halat 'unnah 'e+elum 'halat
0!(
(an 'esu(ahn-a
0Al-alid bin Sari berkata* 0=ada suatu hari raya, kami keluar bersama, Amirul !u’minin Ali bin Abi 4holib ra. alu bebera#a oran" dari sahabat beliau menanyakan tentan" melakukan shalat sunat sebelum shalat (id an sesudahnya. 4erta#i beliau tidak menjawabnya. alu datan" la"i bebera#a oran" yan" menayakan hal yan" sama #ada beliau. %an beliau#un tidak menjawabnya. Setelah kami tiba di tem#at shalat, beliau menjadi imam shalat dan bertakbir kali, dan lima kali, kemudian diteruskan den"an khotbah. Setelah turun dari mimbar, beliau menaiki kendaraannya. 2emudian mereka bertanya* 3ai Amirul 27
!u’minin, mereka melakukan shalat sunnah sesudah shalat (id3 Beliau menjawab* 0A#a yan" akan aku lakukan> 2alian bertanya #adaku tentan" sunnah, sesun""uhnya abi Saw belum #ernah melakukan shalat sunnah sebelum shalat (id dan sesudahnya. 4eta#i sia#a yan" mau melakukan,lakukanlah, dan sia#a yan" mau menin""alkan, tin""alkanlah. Aku tidak akan men"halan"i oran" yan" mau shalat, a"ar tidak termasuk 0oran" yan" melaran" seoran" hamba ketika dia men"erjakan shalat.3 '%. al-)mam al-+a((ar dalam al-Musnad.
2ihat1 al-'afi(h al-'aitsami, Majma al-awaid 9`&/. %asulullah Saw tidak pernah melakukan shalat sunnah sebelum shalat id dan sesudahnya. !emudian beberapa orang melakukannya pada masa $mirul Muminin $li
bin
$bi
halib r.a, dan teryata
beliau
membiarkan dan tidak menegur mereka. !arena apa yang mereka lakukan termasuk bid’ah hasanah, siapa saja boleh melakukannya. i sini, Sayidina $li bin $bi halib, salah
satu 2hulafaur Rasyidin, memahami bahwa sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh %asulullah Saw belum tetntu salah dan tercela. /. Ha()ts Tal+)-ah
$bdullah bin 0mar r.a meriwayatkan bahwa doa talbiyah yang dibaca oleh %asulullah Saw ketika menunaikan ibadah haji adalah1
etapi $bdullah bin 0mar r.a sendiri menambah doa talbiyah tersebut dengan kalimat1
28
'adits
tentang
doa
talbiyah Nabi Saw dan
tambahan )bn 0mar ini diriwayatkan oleh +ukhari 9`6/, Muslim 66&/, $bu awud 669/ dan lain-lain. Menurut )bn 0mar, Sayidina 0mar r.a juga melakukan tambahan dengan kalimat yang sama sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim 66&/. +ahkan dalam riwayat )bn $bi Syaibah dalam al-!ushannaf, Sayidina 0mar menambah bacaan talbiyah dari Nabi Saw dengan kalimat1
alam
riwayat
$bu awud 66/
dengan sanad yang shahih, $hmad `9/ dan )bn !hu(aimah 99/, sebagai sahabatmenambah bacaan talbiyah-nya dengan kalimat1
$l-
)mam al-'afi(h )bn 'ajar
al-$s"alani dalam al-!athalib al-Aliyah meriwayatkan bahwa, Sayidina $nas bin Malik r.a dalam talbiyah-nya menambah kalimat1
Menurut al-'afi(h )bn 'ajar dalam 5ath al-Bari, hadits-hadits talbiyah yang beragam dari para sahabat, menunjukkan bolehnya menambah bacaan d(ikir dalam tasyahhud, talbiyah dan lain-lainya terhadap d(ikir yang ma’tsur datang dari Nabi
Saw/. !arena Nabi Saw sendiri telah mendengar tamabahan para sahabat dalam talbiyah, dan membiarkannya. Sebagaimana tokoh-tokoh sahabat melakukan
tambahan pula, seperti 0mar )bn 0mar, $bdullah bin Masud, 'asan bin $li, $nas dan lain-lain r.a. !ebolehan menambahkan d(ikir baru terhadap d(ikir yang ma’tsur ini adalah pendapat mayoritas ulama, bahkan bisa dikatakan ijma’ konsensus/ ulama. . Re(aks) 'hala,at Na+) 'a, 29
Syaikh 8ayyim
)bn al-
#au(iyah,
murid
terdekat
Syaikh
)bn aimiyah dan salah satu ualama otoritatif di kalangan kaum 7ahabi, meriwayatkan beberapa redaksi shalawat Nabi Saw yang disusun oleh para sahabat dan ulama salaf, dalam kitabnya ala’ al-Afham fi al-Shalat wa al-Salam (ala 2hair al-Anam Saw. $ntara lain shalawat yang disusun
oleh $bdullah bin Masud r.a berikut ini1
Syaikh )bn 8ayyim al#au(iyah juga meriwayatkan redaksi shalawat Sayidina $bdullah bin $bbas r.a, berikut ini1
Syaikh )bn al-8ayyim juga meriwayatkan shalawat yang disusun oleh al-)mam $l"amah al-Nakha) r.a, seorang tabiin, sebagai berikut1
30
Syaikh )bn 8ayyim al-#au(iyah juga meriwayatkan shalawat yang disusun oleh al)mam al-Syafii r.a sebagai berikut1
emikian beberapa redaksi shalawat Nabi Saw yang disusunoleh para sahabat dan ulama salaf yang diriwayatkan olek Syaikh )bn al-8ayyim dalam kitabnya jala’ al-Afham fi al-Shalat wa al-Salam (ala 2hair al-Anam Saw. 'al tersebut yang menjadi inspirasi bagi para
ulama untuk menyusun beragam redaksi shalawat, sehingga lahirlah shalawat ariyah, 4hibbul 'ulub, al-5atih, al-!unjiyat dan lain-lain.
D. $el%m&%k Ant) B)(*ah (an Dal)ln-a
Sebelum pemaparan dalil-dalil bid’ah hasanah, perlu disebutkan disini hadist yang dijadikan sebagian kalangan untuk menolak adanya bid’ah hasanah. 'adist tersebut berbunyi 1
0abir bin Abdullah berkata, 0Rasuluallah bersabda * 0Sebaik-baik u$a#an adalah kitab Allah. Sebaik-baik #etunjuk adalah #etunjuk !uhammad. Sejelek jelek #erkara, adalah #erkara yan" baru. %an setia# bid’ah itu kesesatan.3 '%.
Muslim/. Menurut kelompok ini, hadist di atas sangat tegas mengatakan bahwa semua bidah itu adalah kesesatan. dalam hal ini, seorang ulama 7ahabi kontemporer bernama Syaikh Muhammad bin Shalih al-0tsaimin, berkata dalam kitabnya al-
31
Ibda’ fi kamal al-Syar’I wa 2hathar al-Ibtida’ kreasi tentang kesempurnaan syara
dan bahanya bidah/ 1
0adist (semua bid’ah adalah sesat’, bersifat "eneral, umum, menyeluruh &tan#a terke$uali) dan di#a"ari den"an kata yan" menunjuk #ada arti menyeluruh dan umum yan" #alin" kuat yaitu kata-kata 0kull &seluruh).3 A#akah setelah kete#atan menyeluruh ini, kita dibenarkan memba"i bid’ah menjadi ti"a ba"ian, atau menjadi lima ba"ian> Selamanya, emba"ian) ini tidak akan #ernah.3
Muhammad bin Shalih al0tsaimin, al-)bda fi !amal al-Syar) wa !hathar al-
)btida, hal. 6/ Pernyataan di atas memberikan pengertian bahwa hadist 0semua bid’ah adalah sesat3, bersifat general, umum dan menyeluruh terhadap seluruh jenis bidah, tanpa
terkecuali, sehingga tidak ada satu pun bidah yang boleh disebut bidah hasanah, apalagi disebut bidah mandubah yang mendatangkan pahala bagi pelakunya. Penolakan pembagian bidah menjadi dua atau lima bagian berdasarkan hadist diatas, masih perlu dipertimbangkan. !erena tidak semua kosa kata 3kullu3 dalam al-8uran dan hadist, bermakna menyeluruh tanpa memiliki pengecualian dan pembatasan. alam hal ini, Syaikh al-0tsaimin sendiri misalnya berkata 1
32
0Redaksi se#erti 0kullu syay’in &se"ala sesuatu)3 adalah kalimat "eneral yan" terkadan" dimaksudkan ke#ada makna yan" terbatas, se#erti firman Allah tentan" Ratu Saba’ *0Ia dikarunia se"ela sesuatu.3 &'S. Al-aml* 9:). =adahal banyak sekali sesuatu yan" tidak masuk dalam kekuasaannya, se#erti kerajaan abi Sulaiman.3
alam pernyataan diatas, Syaikh al-0tsaimin mengakui bahwa tidak semua kata 0kullu3 dalam teks al-8uran dan hadist bermakna general &(am), tetapi ada yang
bermakna terbatas &khash). i sisi lain, ketika dihadapkan dengan sekian banyak persoalan baru yang harus diakui, Syaikh al-0tsaimin juga terjebak dalam pembagian bidah menjadi beberapa bagian. alam hal ini, Syaikh al-0tsaimin berkata1
33
0ukum asal #erbuatan baru dalam urusan-urusan dunia adalah halal. adi, bid’ah dalam urusan-urusan dunia itu halal, ke$uali ada dalil menunjukkan keharamannya. 4eta#i hokum asal #erbuatan baru dalam urusan-urusan a"ama adalah dilaran". adi, berbuat bid’ah dalam urusan-urusan a"ama adalah haram dan bid’ah, ke$uali ada dalil dari al-2itab dan Sunnah yan" menunjukkan keberlakuannya.3 $l-0tsaimin, Syarh al-$"idah al-7asithiyyah, hal. ^-&/.
Pernyataan al-0tsaimin ini membatalkan tesis sebelumnya, bahwa semua bidah secara keseluruhan itu sesat, dan sesat itu tempatnya di neraka. engan klasifikasi bidah menjadi dua versi al-0tsaimin/, yaitu bid’ah dalam hal agama, dan memberi bukti bahwa al-0tsaimin tidak konsisten dengan pernyataan awalnya tidak ada pembagian dalam bidah/. alam bagian lain, al-0tsaimin juga menyatakan 1
0%i antara kaidah yan" diteta#kan adalah bahwa #erantara itu men"ikuti hokum tujuannya. adi #erantara tujuan yan" disyariatkan, ju"a
disyariatkan.
=erantara tujuan yan" tidak disyariatkan, ju"a tidak disyariatkan. Bahkan #erantara tujuan yan" diharamkan ju"a diharamkan. 2arena itu, #emban"unan madrasah-madrasah, #enyusunan ilmu #en"etahuan dan kitab-kitab, meski#un bid’ah yan" belum #ernah ada #ada masa Rasulullah dalam bentuk se#erti ini, namun ia bukan tujuan, melainkan hanya #erantara, sedan"kan hokum #erantara men"ikuti hokum tujuannya. Cleh karena itu, bila seoran" memban"un madrasah untuk men"ajarkan ilmu yan" diharamkan, maka memban"unnya di hukumi haram. Bila ia memban"un madrasah untuk men"ajarkan syariat, maka
34
memban"unnya disyariatkan.3 Syaikh Muhammad bin Shalih al-0tsaimin, al-
)bda fi !amal al-Syar) wa !hathar al-)btida, hal. 6-6^/. alam pernyataan ini, al-0tsaimin juga membatalkan tesis yang diambil sebelumnya. Pada awalnya dia mengatakan bahwa semua bidah secara keseluruan, tanpa terkecuali adalah sesat, dan sesat tempatnya dineraka, dan tidak akan pernah benar membagi bidah menjadi tiga apalagi lima. engan demikian, para ulama ahli hadist dan ahli fikih berpandangan bawha hadist 0semua bid’ah itu sesat3, adalah kata-kata general &(am) yang maknanya terbatas &khash). alam hal ini al-)mam al-'afi(h al-nawawi menyatakan1
0Sabda abi Saw 0semua bid’ah adalah sesat3, ini adalah kata-kata umum yan" dibatasi jan"kauannya. !aksud 0semua bid’ah itu sesat3, adalah seba"ian besar bid’ah itu sesat &bukan seluruhnya).3 al-)mam al-
Nawawi, Syarh Shahih Muslim, `6&/. 5leh karena hadist 0semua itu sesat3, adalah redaksi general yang maknanya terbatas, makna para ulama membagi bidah menjadi dua, bid’ah hasanah baik/ dan bidah sayyi’ah buruk/. 2ebih rinci lagi, bidah itu terbagi menjadi lima bagian sesuai komposisi hukum islam yang lima3 wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah. idak semua bidah itu sesat dan tercela. alil-dalil berikut ini akan dibagi menjadi dua3 dalil-dalil bid’ah hasanah pada masa %asulullah, dan dalil-dalil bid’ah hasanah sesuai Nabi wafat.
35
BAB 3 PENUTUP
A. $es)m&ulan
Sunnah adalah sebuah konsep perilaku dari Nabi Saw dimana praktek actual menjadi basis yang terpenting. Sebagai sebuah konsep yang merujuk kepada perilaku Nabi, sunnah bisa dipastikan mengalami perubahan yang sebagian besar berasal dari praktek actual masyarakat Muslim dari generasi ke generasi. Praktek aktual tersebut terus menjadi subyek modifikasi melalui tambahan-tambahan yang berbanding lurus dengan perkembangan situasional masyarakat dalam berbagai permasalahan yang menyangkut hokum, moral dan keagamaan. Pada tataran inilah muncul berbagai kontroversi dan penafsiran yang bertentangan yang kemudian diselesaikan oleh al-Syafii melalui proses kanonisasi da kodifikasi sunnah ke dalam hadits. +idah adalah mengerjakan suatu yang tidak pernah dikenal terjadi/ pada masa %asulullah_ 8awaid al-$hkam fi Mashalil al-$nam,9`69/. efinisi serupa juga dikemukakan oleh al-)mam M0hyiddin $bu akariya ahya bin Syaraf al-Nawawi, hafi(h dan fa"ih dalam mad(hab Syafii. +eliau berkata 1 ]+idah adalah mengerjakan suatu yang baru yang belum ada pada masa %asulullah ] $l-)mam al-Nawawi, ahd(ib al-$smawa al-2ughar,`99/. B. 'aran
engan adanya makalah ini, para perawat mampu mengetahui konsep keluarga sejahtera dengan baik dan mampu mengaplikasikannya dengan lancar.
36