NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK
Alternatif Resolusi Thailand-Kamboja Dalam Konflik Perbatasan Kuil Preah
Vihear (2008-2011)
Dosen Pengampu: Sugito, S.IP., M.Si
Di susun oleh:
UNTARI NARULITA MADYAR DEWI
20130510316
KELAS B
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
BAB I 2
A. Latar Belakang Konflik 2
Grafis Urutan Kejadian 1 4
Grafis Urutan Kejadian 2 5
B. Aktor dan Pola Hubungan 6
Grafis Pemetaan Konflik 1 7
C. Posisi dan Kepentingan Para Aktor 8
D. Gaya dan Taktik Berkonflik Para Aktor 11
BAB II 12
E. Alternatif Resolusi Konflik 12
KESIMPULAN 17
DAFTAR REFERENSI 18
BAB I
Latar Belakang Konflik
Kuil Hindu Preah Vihear yang berusia kurang lebih 900 tahun.
Preah Vihear merupakan salah satu provinsi di Kamboja bagian utara
yang beribu kota di Phnum Tbeng Meanchey. Wilayah tersebut yang
menjadi sumber perselisihan antara Thailand dan Kamboja, setelah
pasukan Prancis menarik diri dari kawasan Indochina pada tahun 1954,
kedua negara saling mengklaim wilayah tersebut sebagai kedaulatannya
masing-masing. Kamboja mengklaim wilayah Kuil tersebut berdasarkan
peta yang dibuat tahun 1907, sementara Thailand menggunakan peta tahun
1904.
Kuil Preah Vihear merupakan kuil yang dibangun oleh suku asli
Kamboja (suku Khmer) sehingga atas dasar sejarah itulah pada tahun
1962 Mahkamah Internasional memutuskan Kuil tersebut merupakan milik
Kamboja. Tetapi menurut Thailand sebenarnya wilayah di sekitar Kuil
Preah Vihear bukan milik siapapun, karena daerah perbatasan tersebut
dibuat secara sembarangan pada zaman kolonial Prancis. Kuil tersebut
merupakan tempat suci bagi seluruh masyarakat sekitar untuk beribadah.
Konflik tersebut semakin berkelanjutan setelah Kuil Preah Vihear
disebutkan terletak di wilayah Kamboja secara resmi telah masuk
kedalam daftar warisan dunia (World Heritage List) yang dikeluarkan
oleh UNESCO (United Nations Economic, Social and Organization) pada
tahun 2008. Langkah ini tidak dapat diterima oleh Pemerintah Thailand.
Sehingga konflik antara Thailand dan Kamboja mulai muncul pada tahun
2008 lalu pasca keputusan UNESCO tersebut.
Sejak saat itu kedua pihak telah membangun pertahanan militer
disepanjang perbatasan dan bentrokan secara berkala pernah terjadi
sehingga mengakibatkan kematian sejumlah tentara dari kedua pihak.
Konflik kedua negara ini disebabkan oleh ketidakjelasan keputusan
Mahkamah Internasional atas wilayah seluas 4,6 km2 di sekitar wilayah
Kuil Preah Vihear. Sehingga kedua negara saling mengklaim daerah
seluas 4,6 km2 tersebut masuk ke dalam wilayah kedaulatannya masing-
masing.
Tahun 2011 lalu telah terjadi beberapa kali bentrokan bersenjata
antara kedua pasukan militer kedua negara di wilayah Kuil Preah
Vihear, ketegangan di sekitar Kuil semakin meningkat pada bulan
Februari 2011 setelah Thailand dan Kamboja melakukan klaim wilayah
Kuil Preah Vihear. Bentrokan senjata terjadi sekitar 100 kilometer
dari Kuil tersebut. Thailand mengungkapkan bahwa pasukan mereka tengah
berpatroli ketika pasukan Kamboja menembak, sedangkan Kamboja
mengklaim bahwa pasukan Thailand melakukan serangan bersenjata secara
agresif ke tentara Kamboja. Akibat dari bentrokan tersebut dinyatakan
sepuluh orang tewas. Pada April 2011 lalu kedua negara ini kembali
terlibat dalam bentrokan bersenjata dan menewaskan enam orang,
duabelas terluka, dan tiga orang dalam kondisi kritis.
Konflik ini telah menjadi komoditi politik domestik di kedua
negara. Mengingat kekalahannya di Mahkamah Internasional pada 1962,
Thailand hanya ingin menyelesaikan konflik dalam level bilateral
dengan Kamboja. Dalam posisi ini, Thailand secara angka akan cenderung
lebih kuat dibandingkan Kamboja. Sementara itu, Kamboja lebih percaya
diri melibatkan pihak luar, baik PBB maupun ASEAN. Keterlibatan pihak
luar dipercaya bisa menaikan posisi tawar Kamboja dimata Thailand.
Dalam menganalisa faktor sejarah yang muncul dalam konflik
perbatasan antara Thailand dan Kamboja di wilayah Kuil Preah Vihear,
terdapat urutan kejadian yang dapat mempermudah kita membaca alur
konflik yang terjadi. Urutan kejadian dianalisa berdasarkan data-data
yang terkait satu dengan yang lain, menyusunnya berdasarkan urutan
tanggal kejadian, dan menganalisa kebijakan yang diambil oleh kedua
negara. Hal tersebut dimaksudkan guna memberikan pemahaman bagaimana
respon masing-masing negara dalam menghadapi kemunculan aktor-aktor
eksternal.
Grafis Urutan Kejadian 1
Grafis Urutan Kejadian 2
Aktor dan Pola Hubungan
Berdasarkan sumber data yang didapatkan mengenai konflik antara
Thailand dan Kamboja ini, tidak hanya dua aktor yang terlibat dalam
persengketan wilayah Kuil Preah Vihear. Akan tetapi, kemunculan aktor-
aktor eksternal menjadikan konflik ini semakin kompleks ketika UNESCO
memasukkan Kuil Preah Vihear kedalam daftar warisan dunia pada tahun
2008. Dan keputusan sebelumnya oleh Mahkamah Internasional pada tahun
1962, bahwa Kuil tersebut milik Kamboja. Hal tersebut yang menjadikan
isu perbatasan kedua negara mencuat kembali.
Dilihat dari pemerintah Thailand yang mengatakan akan
menyelesaikan konflik ini secara bilateral dengan Kamboja, tanpa
campur tangan dari pihak ketiga baik PBB maupun ASEAN. Sebaliknya
pemerintah Kamboja berharap agar konflik tersbut diselesaikan dengan
bantuan pihak ketiga agar tidak ada lagi bentrokan bersenjata antara
pasukan militer kedua negara.
Atas desakan dari PBB akhirnya Thailand setuju untuk melibatkan
pihak ketiga dalam kasus tersebut dan meminta konflik perbatasan ini
diselesaikan melalui ASEAN. Jika dilihat dari keinginan pihak Thailand
yang hanya ingin menyelesaikan konflik dengan mekanisme bilateral, hal
ini dikarenakan posisi Thailand akan lebih diuntungkan karena power
yang dimiliki Thailand dari kekuatan militer dan ekonomi lebih tinggi
daripada Kamboja.
Disisi lain, hal tersebut merupakan ancaman bagi pihak Kamboja
karena sebagian besar wilayahnya masih dalam kedaulatan Kamboja. Pada
konflik ini yang menjadi mediator adalah Indonesia. Indonesia dipilih
sebagai mediator atas permintaan DK PBB. Mengingat kedua negara
tersebut merupakan anggota ASEAN oleh sebab itu Indonesia dianggap
sebagai pihak yang berkompeten untuk menjadi mediator dalam konflik
kedua negara. Dan pada saat itu Indonesia masih menjabat sebagai ketua
ASEAN. Peran Indonesia dalam penyelesaian konflik tersebut hanya
sebatas memfasilitasi dan memberikan solusi-solusi yang terbaik dalam
penyelesaian konflik tersebut.
Grafis Pemetaan Konflik 1
Keterangan:
: Beraliansi
: Netral
: Berkonflik
Tabel 1
"Kekuatan "Thailand "Kamboja "
"Size "513.120 km "181.035 km "
"Populasi (2009)"67.764.000 jiwa "14.805.000 jiwa "
"Ekonomi (2009) "US$ 263.889 "US$ 10.798 "
"Militer "306.600 "124.300 "
Posisi dan Kepentingan Para Aktor
Berikut ini penjabaran mengenai posisi dan kepentingan masing-
masing aktor yang terlibat dalam konflik perbatasan Thailand dan
Kamboja:
a) Thailand :
Pasca Prancis menarik diri dari kawasan Indochina pada tahun
1954, Thailand berupaya melakukan klaim terhadap wilayah
disekitar Kuil Preah Vihear. Klaim dilakukan berdasarkan peta
yang dibuat pada tahun 1904.
Setelah Mahkamah Internasional menyatakan bahwa kawasan yang
dipersengketakan tersebut milik Kamboja. Thailang menyatakan
bahwa sebenarnya wilayah disekitar Kuil Preah Vihear bukan milik
siapapun, karena daerah tersbut merupakan tempat suci bagi
seluruh masyarakat untuk beribadah.
Thailand menyatakan tidak menerima upaya UNESCO memasukkan
Kuil Preah Vihear dalam daftar warisan dunia.
Dalam bentrokan bersenjata pada bulan Februari 2011, Thailand
mengatakan bahwa pasukan mereka tengah berpatroli ketika pasukan
Kamboja menembak. Thailand masih tetap menerjunkan pasukan
militernya diwilayah perbatasan tersebut.
Thailand menekankan hanya ingin menyelesaikan konflik dalam
level bilateral dengan Kamboja, tanpa ada campur tangan dari
pihak ketiga.
Posisi Thailand lebih tinggi dari pada Kamboja dari sisi
kekuatan militer dan ekonomi. Oleh karena itu, Thailand merasa
lebih baik menyelesaikan konflik secara bilateral saja.
b) Kamboja :
Pasca Prancis menarik diri dari kawasan Indochina pada tahun
1954, Kamboja berupaya melakukan klaim terhadap wilayah
disekitar Kuil Preah Vihear. Klaim dilakukan berdasarkan peta
yang dibuat pada tahun 1907.
Kuil Preah Vihear berada pada wilayah Preah Vihear yang
merupakan salah satu provinsi di Kamboja bagian utara yang
beribu kota di Phnum Tbeng Meanchey. Hal itulah yang menjadikan
Kamboja yakin banyak wilayah Kuil Preah Vihear masih bagian dari
kedaulatan negara.
Ketika bentrokan bersenjata Kamboja mengklaim bahwa pasukan
Thailand melakukan serangan bersenjata secara agresif ke tentara
Kamboja.
Kamboja menginginkan adanya keterlibatan pihak ketiga dalam
konflik ini, karena hal tersebut bisa menaikan posisi tawar
Kamboja dimata Thailand.
Kamboja telah mempersiapkan strategi untuk menyelesaikan
konflik tersebut sehingga dapat menjaga wilayah kedaulatannya di
Kuil Preah Vihear.
Kamboja beranggapan jika konflik perebutan wilayah seluas 4,6
km2 diperbatasan kedua negara hanya diselesaikan melalui
mekanisme bilateral maka konflik tersbut akan semakin berlanjut
dan tidak akan menemukan kesepakatan damai.
c) Mahkamah Internasional :
Mahkamah Internasional menetapkan Kuil Preah Vihear milik
Kamboja, berdasarkan sejarah pembangunan kuil tersebut dibangun
oleh suku asli Kamboja (suku Khmer).
Mahkamah Internasioanl memutuskan agar militer kedua negara
ditarik secara menyeluruh dan bersamaan dari kawasan seluas 17,3
km2 di sekeliling Kuil Preah Vihear, yang ditetapkan sebagai
kawasan demiliterisasi. Sebagai gantinya, polisi kedua negara
yang dikerahkan dikedua perbatasan.
Mahkamah Internasional menegaskan bahwa Kuil Preah Vihear
merupakan tempat relijius dan budaya yang sangat penting bagi
masyarakat sekitar kuil.
Berdasarkan pasal 6 World Heritage Convention, dua belah pihak
Thailand dan Kamboja harus terus bekerja sama dengan masyarakat
internasional untuk melindungi warisan dunia tersebut.
d) UNESCO :
Menetapkan Kuil Preah Vihear yang terletak di wilayah Kamboja
sebagai salah satu situs warisan dunia.
e) Indonesia :
Indonesia dipilih sebagai mediator atas permintaan DK PBB.
Peran Indonesia dalam penyelesaian konflik tersebut hanya
sebatas memfasilitasi dan memberikan solusi-solusi yang terbaik
dalam penyelesaian konflik tersebut.
Indonesia mengadakan pertemuan JBC (Jakarta Border Commitee)
di Istana Bogor, mempertemukan Menlu kedua negara yang
berkonflik.
Menlu Indonesia Marty Natalegawa dalam pertemuan JBC
menegaskan bahwa permasalahan kedua negara merupakan masalah
yang rumit dan memerlukan pertemuan yang selanjutnya untuk
merundingkan permasalahan tersebut.
Indonesia menargetkan pengiriman 30 orang anggota tim
peninjau, yang masing-masing 15 orang akan berada di sisi
perbatasan Kamboja- Thailand.
Pemerintah Indonesia selaku Ketua ASEAN tahun 2011 telah
menetapkan tiga rekomendasi yang dihasilkan pada pertemuan
keduan negara yang difasilitasi Indonesia.
Indonesia selaku Ketua ASEAN berkomitmen tidak akan ada lagi
baku tembak antara pasukan Thailand-Kamboja dikawasan perbatasan
kedua negara.
f) ASEAN :
ASEAN memiliki kewenangan menjadi pihak ketiga yang ikut serta
dalam penyelesaian konflik Thailand –Kamboja, didasarkan kedua
negara merupakan anggota negara ASEAN.
ASEAN mempercayai Indonesia selaku Ketua tahun 2011 sebagai
mediator untuk upaya penyelesaian konflik.
g) DK-PBB :
DK-PBB memberikan mandat kepada Indonesia untuk ikut dalam
negosiasi Thailand-Kamboja.
Pihak PBB mengundang Indonesia sebagai pemimpin ASEAN melalui
Menteri Luar Negeri Indonesia dan dihadiri oleh 15 anggota Dewan
Keamanan PBB.
DK-PBB menanggapi pengiriman pasukan perdamaian ke daerah
sekitar Kuil Preah Vihear.
PBB dipercayai oleh Kamboja menjadi pihak ketiga (Abriator)
dalam penyelesaian perebutan wilayah kedua negara.
Peranan PBB dalam kasus ini adalah sebagai hakim (abriator)
dalam penyelesaian konflik sengketa tersebut.
Gaya dan Taktik Berkonflik Para Aktor
Konflik perebutan wilayah di sekitar Kuil Preah Vihear dapat
diamati bahwa masing-masing aktor yang terlibat dalam konflik ini
memiliki karakteristik gaya berkonflik yang berbeda samu dengan yang
lain. Hal itu terlihat dalam upaya penentuan mekanisme penyelesaian
konflik. Pihak Kamboja menginginkan bahwa kasus ini dapat melibatkan
pihak ketiga untuk ikut serta upaya penyelesaian konflik. Sementara
itu, Thailand memilih untuk menyelesaikan kasus ini dalam level
hubungan bilateral dengan Kamboja, tanpa ada campur tangan dari pihak
ketiga.
Berdasarkan hal diatas, Kamboja memiliki gaya berkonflik
Competing yang mana pihak tersebut tidak peduli dengan hubungannya
dengan negara lain akan tetapi lebih mementingkan kepentingannya
sendiri. Sementara itu, Thailand terlihat gaya berkonflik dengan
Kamboja secara Collaboration yakni setelah konflik, hubungan tetap
berjalan bahkan ada keinginan untuk lebih dekat serta dapat memperoleh
keinginan masing-masing pihak. Terlihat pasca pergantian Perdana
Menteri Thailand yakni Yingluck Shinawarta. Perdana Menteri Thailand
yang baru tersebut merupakan teman dan mantan penasihat ekonomi
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen.
Strategi penyelesaian konflik kedua negara ini dengan
menggunakan strategi kalah-kalah (Lose-Lose Strategy) yang dimaksudkan
dengan strategi kalah-kalah ini adalah kedua negara yang bertikai baik
itu pihak Thailand maupun pihak Kamboja saling mengalah dan tidak
memperlihatkan sikap egoisme masing-masing negara tentang mekanisme
penyelesaian yang akan digunakan dalam penyelesaian sengketa kedua
negara. Kedua negara mengambil jalan tengah (Compromasing) dan pada
akhirnya melibatkan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa wilayah
perbatasan kedua negara. Dalam menggunakan gaya berkonflik kompromi
masing-masing pihak memandang tujuan tidak begitu penting, akan tetapi
tetap ada pemenuhan tujuan melalui cara-cara tertentu. Terlihat dalam
gaya ini, ada salah satu pihak yang mengalah. Aplikasinya adalah
ketika Thailand yang awalnya meminta mekanisme penyelesaian konflik
secara bilateral, berubah pikiran setelah mendapat desakan dari PBB
akhirnya Thailand setuju untuk melibatkan pihak ketiga dalam kasus
tersebut dan meminta konflik perbatasan ini diselesaikan melalui
ASEAN.
BAB II
Alternatif Resolusi Konflik
Tahapan resolusi konflik dalam kasus perbatasan antara Thailand
dan Kamboja ini sebenarnya telah melalui tahapan informal sebelum
mengarah ke dalam tahapan atau mekanisme formal penyelesaian konflik
tersebut.
Tahapan pertama alternatif resolusi konflik yakni negosiasi yang
dilakukan kedua pihak yang bersengketa. Dalam konflik ini, tahapan
negosiasi dinyatakan gagal karena salah satu pihak menolak apabila
mekanisme penyelesaian hanya secara negosiasi bilateral kedua negara.
Kamboja beranggapan bahwa mekanisme penyelesaian secara bilateral
tidak memberikan kesepakatan damai antara kedua negara melainkan
bentrokan bersenjata antara pasukan militer kedua negara terus
terjadi. Oleh karena itu, pihak Kamboja berkeinginan perlunya peran
pihak ketiga untuk menjadi penengah dalam penyelesaian sengketa
tersebut.
Pada bulan Februari 2011, setelah pertemuan informal Menteri
Luar Negeri ASEAN, kedua negara sepakat untuk melibatkan Indonesia
didalam penyelesaian konflik sengketa wilayah disekitar Kuil Preah
Vihear dan menunjuk Indonesia menjadi peninjau konflik kedua negara
yang bersengketa.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan
cara melibatkan pihak ketiga bila diperundingan mengalami jalan buntu,
maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang
berselisih atau barangkali atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama
dalam campur tangan pihak ketiga di konflik Thailand-Kamboja ini:
1) Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur dimana pihak ketiga mendengarkan
kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak
sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik
tersebut melalui suatu perjanjian yang mengikat.
2) Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh mediator untuk menyelesaikan konflik
tidak seperti yang diselesaikan oleh arbitrator, karena seorang
mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-
pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak
mengikat.
Upaya penyelesaian konflik perbatasan Thailand-Kamboja
berdasarkan urutan alternatif resolusi sebagai berikut:
1. Negosiasi
a. Aktor yang terlibat: Thailand, Kamboja, dan Indonesia
b. Tempat: Istana Bogor Jakarta, Indonesia
c. Waktu: 3-4 Februari 2000
d. Sasaran dan Tujuan:
Penyelesaian konflik lebih awal
e. Agenda:
- Pembahasan mekanisme penyelesaian kedua negara
- Penetapan pilar perbatasan
- Pembuatan peta foto untuk mengidentifikasi perbatasan
f. MoU:
Disepakatinya perundingan JBC yakni adanya "check-point" antara
kedua negara.
2. Fasilitasi
a. Aktor yang terlibat: Thailand, Kamboja, dan Indonesia
b. Tempat: Istana Bogor Jakarta, Indonesia
c. Waktu: 7-8 April 2011
d. Sasaran dan Tujuan:
Mempertemukan kedua negara dalam pertemuan JBC
e. Agenda:
- Mengaktifkan kembali pertemuan GBC (General Border Committee)
- Kedua negara melihat kembali nota kesepahaman (MoU) yang
telah disepakati pada tahun 2000 yang lalu.
- Membangun mutual trust, kehadiran observer, dalam hal ini
adalah Indonesia
f. MoU:
- Disepakatinya nota kesepahaman penarikan pasukan dan rakyat
sipil dari kawasan sengketa, yaitu di sekitar wilayah Kuil
Preah Vihear.
- Tidak ada pergerakan apapun dari pasukan dan rakyat sipil di
kawasan yang dipersengketakan.
3. Mediasi
a. Aktor yang terlibat: Thailand, Kamboja, dan Indonesia
b. Tempat: Istana Bogor Jakarta, Indonesia
c. Waktu: 7 Mei 2011
d. Sasaran dan Tujuan:
Indonesia selaku ketua ASEAN dan bertindak sebagai mediator
antara Thailand dan Kamboja memfasilitasi dan mempertemukan
kedua negara.
e. Agenda:
- Pertemuan ini merupakan upaya lanjutan setelah tahapan
fasilitasi yang disiapkan Indonesia selaku juru tengah
konflik, bersamaan dengan posisinya sebagai ketua organisasi
ASEAN tahun 2011.
f. MoU:
Disetujuinya kerangka acuan pengiriman tim pemantau ke daerah
perbatasan kedua negara yang disengketakan tersbut.
4. Arbitrasi
a. Aktor yang terlibat: Thailand, Kamboja, dan PBB
b. Tempat: Istana Bogor Jakarta, Indonesia
c. Waktu: 10-11 Juli 2011
d. Sasaran dan Tujuan:
- PBB menjadi pihak ketiga (abriator) dalam penyelesaian
perebutan wilayah kedua negara.
- Pengiriman pasukan perdamaian ke daerah sekitar Kuil Preah
Vihear oleh Dewan Keamanan PBB.
e. Agenda:
- Mengundang Indonesia sebagai pemimpin ASEAN melalui Menteri
Luar Negeri Indonesia, Menteri Luar Negeri Thailand dan
Kamboja.
- Guna mencari solusi terbaik dalam penyelesaian konflik antar
kedua negara.
- Peranan PBB dalam kasus ini adalah sebagai hakim (abriator)
dalam penyelesaian kasus sengketa tersebut.
- PBB memiliki wewenang penuh untuk menentukan tentang apa yang
harus dilakukan untuk menyelesaikan konflik perebutan wilayah
sengketa tersebut.
f. MoU:
- Keputusan yang ditetapkan oleh PBB memiliki kekuatan yang
mengikat dan pihak Thailand dan Kamboja harus menaati aturan
tersebut.
KESIMPULAN
Strategi yang digunakan oleh pemerintah Kamboja untuk
menyelesaikan sengketa perebutan wilayah seluas 4,6 Km2 disekitar Kuil
Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja yaitu dengan melibatkan pihak
ketiga didalam penyelesaian konflik yang melibatkan kedua negara
tersebut. Keinginan pihak Kamboja yang meminta adanya peran pihak
ketiga dalam penyelesaian konflik sengketa tersebut karena pihak
Kamboja beranggapan bahwa mekanisme penyelesaian secara bilateral
tidak memberikan kesepakatan damai antara kedua negara melainkan
bentrokan bersenjata antara pasukan militer kedua negara terus
terjadi. Oleh sebab itu, pihak Kamboja berkeinginan perlunya peran
pihak ketiga untuk menjadi penengah dalam penyelesaian sengketa
tersebut.
Didalam upaya penyelesaian konflik antara Thailand dan Kamboja
tersebut Indonesia selaku pemimpin ASEAN tahun 2011 dipilih sebagai
mediator dan memfasilitasi pertemuan antara kedua negara. Peran
Indonesia dalam upaya penyelesaian konflik tersebut hanya sebagai
pihak yang mendengarkan dan memberikan rekomendasi yang harus
dilakukan untuk meredakan konflik kedua negara. Selain itu juga,
Kamboja mengadukan kasus tersebut kepada Mahkamah Internasional (PBB)
dan meminta Mahkamah Internasional untuk mejelaskan tentang
kepemilikan wilayah yang disengketakan.
Keputusan dari Mahkmah Internasional tentang kepemilikan wilayah
disekitar Kuil Preah Vihear kedua negara harus menjalin hubungan baik
antar keduanya. Baik pihak Thailand dan pihak Kamboja harus menjaga
perdamaian dan berkerja sama untuk membangun kawasan perbatasan yang
disengketan antara kedua negara.
DAFTAR REFERENSI
Ali. (2013, November 13). Sengketa Kuil, Kamboja Kalahkan Thailand di
Mahkamah Internasional. Dipetik Desember 27, 2015, dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5283964a53cf7/sengketa-kuil--
kamboja-kalahkan-thailand-di-mahkamah-internasional.
Mahkamah PBB Putuskan Wilayah Sengketa. (2013, November 11). Dipetik
Desember 27, 2015, dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/11/131111_thailand_perebutancan
di.
Pical, H. (2009). Skripsi S-1 HI UMY. Dipetik Desember 27, 2015, dari
http://thesis.umy.ac.id/temp/1512292c48f868944f8b5fd31ba9c83c4947ef7.pd
f.
Volman, R. (2014). Strategi Kamboja Dalam Penyelesaian Konflik Kuil Preah
Vihear Pasca Bentrokan Bersenjata Dengan Militer Thailand Tahun 2011.
e-Journal Ilmu Hubungan Internasional, volume 2, nomor 1, 37-48.
-----------------------
Kehadiran Menlu Kamboja Hor Namhong
Kehadiran Menlu Thailand diwakilkan oleh Sekretaris Menlu Thailand
Chavanond Intarakomalyasuf
Kamboja mengklaim jika pasukan Thailand melakukan serangan bersenjata ke
tentara Kamboja
Kamboja sepakat untuk melibatkan Indonesia dalam penyelesaian konflik
sengketa
Pasca Bentrokan, Kamboja mengajukan permohonan kepada Mahkamah
Internasional
Thailand mengungkapkan pasukan mereka tengah berpatroli, ketika pasukan
Kamboja menembak
Thailand sepakat untuk melibatkan Indonesia dalam penyelesaian konflik
sengketa
Pihak Militer Thailand menentang tindakan Kamboja tersebut
Thailand tidak menerima pengakuan dari UNESCO
Kuil Preah Vihear resmi masuk dalam daftar warisan dunia di wilayah Kamboja
Disepakati bahwa tidak ada pergerakan pasukan di kawasan yang
dipersengketakan
Disepakati bahwa tidak ada pergerakan pasukan di kawasan yang
dipersengketakan
Klaim Kamboja berdasarkan peta tahun 1907
Klaim Thailand berdasarkan peta tahun 1904
TIMELINE
THAILAND
KAMBOJA
Tahun 1954, Pasca Prancis menarik diri dari Kawasan Indochina
Tahun 1962, Keputusan Mahkamah Internasional
Tahun 2000, MoU antara Thailand-Kamboja
Bulan Februari 2011, Terjadi Bentrokan Senjata
Tahun 2008, Penetapan UNESCO
Bulan Februari 2011, Pertemuan Informal Menteri Luar Negeri ASEAN
28 April 2011, Kembali Terjadi Bentrokan Bersenjata
7-8 April 2011, Indonesia memfasilitasi dalam pertemuan JBC di Istana Bogor
Mahkamah Internasional memutuskan Kuil Preah Vihear merupakan milik Kamboja
Thailand berpendapat bahwa wilayah disekitar Kuil bukan milik siapapun
Kamboja memiliki kedaulatan di area sekitar Preah Vihear
PM Yingluck, teman PM Kamboja Hun Sen
Menarik 500 personel militer dan menempatkan 250 polisi dan 100 petugas
keamanan
Thailand berkewajiban menarik pasukan militer dan polisinya dari Preah
Vihear
Pergantian Perdana Menteri Thailand dan PM Yingluck Shinawarta mulai
berkuasa
Pemerintah Thailand sepakat menarik pasukan militernya
Kamboja diminta menarik pasukan militer dari kawasan sengketa
Thailand menyetujui Indonesia selaku Ketua ASEAN dutunjuk sebagai mediator
Thailand diminta menarik pasukan militer dari kawasan sengketa
Kamboja memerlukan pihak luar sebagai mediator. Dan Indonesia yang terbaik
selaku Ketua ASEAN
TIMELINE
THAILAND
KAMBOJA
7 Mei 2011, KTT ASEAN
18 Juli 2011, Mahkamah Internasional Meminta Penarikan Pasukan
11 November 2013, Keputusan oleh Mahkamah Internasional, Den Haag
Bulan Agustus 2011, Ketegangan Kedua Negara Menurun
Juli 2012, Sepakat Melakukan Penarikan Pasukan
THAILAND
KAMBOJA
UNESCO
ASEAN
INDONESIA
DK PBB
MAHKAMAH INTERNASIONAL
Thailand
Indonesia
Kamboja
Thailand
Indonesia
Kamboja
Menlu Kamboja
Sekretaris Menlu Thailand
Menlu Indonesia
Thailand
PBB
Kamboja