TINJAUAN PUSTAKA
A. St Strok rokee Infar Infark k I. Def Definis inisii Stro Stroke ke Infa Infark rk (St (Strok rokee Non Non Hem Hemora oragik) gik)
Stroke merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian) yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (Stroke Iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intravent intra ventrikule rikulerr dan beberapa beberapa kasus kasus perdara perdarahan han subarach subarachnoid noid (Warl (Warlow, ow, Gijn, Hankey, Sandercock, Sandercock, & Bamford, 2007) Stroke infark merupakan stroke yang disebabkan oleh menurunnya aliran darah ke otak akibat obstruksi pada pembuluh darah pada suatu area otak sehingg sehi nggaa area tersebu tersebutt kekuranga kekurangan n nutrisi nutrisi dan oksig oksigen en (Gofir (Gofir,, 2011)
II. Pa Pato tofis fisiol iologi ogi Str Strok okee Infar Infark k
1. Meka Mekanisme nisme Atero Ateroskler sklerosis osis dan Ather Atherotrom otrombus bus Aterosklerosis merupakan kerusakan dinding arteri akibat deposit lemak/plak
sehingga
terjadi
penyempitan
dan
pengerasan
yang
menyebabkan berkurangnya fungsi pada jaringan yang disuplai oleh arteri tersebut. Berulangnya kerusakan dinding arteri akan membentuk bekuan darah yang disebut trombus. Pada proses ini akan terjadi penurunan aliran darah lebih lanjut. Pada beberapa kasus thrombus akan membesar dan menutup lumen arteri atau trombus dapat terlepas dan membentuk emboli yang akan mengikuti aliran darah dan menyumbat arteri di daerah yang lain. Aterosklerosis dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius seperti PJK (Penyakit Jantung Koroner), Stroke, dan penyakit arteri perifer tergantung terga ntung arte arteri ri yang yang terke terkena na (Gofir (Gofir,, 2011). 2011). Berik Berikut ut merup merupakan akan pros proses es terjadi plak aterosklerosis :
13 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
Gambar 1. Proses pembentukan Plak Aterosklerosis
Keterangan : 1. Akumulasi lipoprotein pada tunika intima . Lipoprotein yang tertimbun terutama adalah LDL dan VLDL. Hal ini bisa terjadi oleh karena kebiasaan buruk seperti makan makanan tinggi kolestrol dan jarang berolahraga. berolahraga. 2. Stress Oksidatif . Timb Timbunan unan VLDL VLDL dan atau atau LDL akan akan dioksidas dioksidasii karena pembuluh darahnya mengalami jejas (stress) 3. Aktivasi Sitokin. Stress oksidatif oksidatif akan menimbulkan menimbulkan reaksi reaksi inflamasi. Sel-sel radang mengeluarkan mediator-mediator inflamasi berupa sitokin seperti IL-2 (Interleukin-2) dan TNF (Tumor Necrosis Factor) 4. Penetrasi Monosit. Sel-se Sel-sell radan radang g juga juga mengh menghasilk asilkan an semac semacam am Monocyte Chemotactic Factor , sehi sehingga ngga monos monosit it akan mela melakuka kukan n
penetrasi sampai ke dasar tunika intima dan kemudian berubah menjadi makrofag.
14 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
5. Migrasi Makrofag dan Pembentukan
Foam
Cell .
Makrofag
bermigrasi sambil memfagosit LDL yang tertimbun dan terbentuk sel foam /sel sabun.
6. Migrasi
Smooth Muscle Cell
(SMCs). Sel Selain ain mig migras rasii mak makrofa rofag, g,
terjadi migrasi SMCs dari tunika media vasa menuju tunika intima yang akan menimbulkan akumulasi matriks. 7. Akumulasi Matriks Ekstra Seluler. Matriks ekstra seluler seperti serabut hialin, kolagen, elastin, dan fibrosa. Matriks ini diproduksi oleh SMCs. 8. Kalsifikasi dan Fibrosis. Adanya akumulasi matriks ekstraseluler menimbulkan kalsifikasi dan fibrosis plak ateroma sehingga elastisitas dan diameter pembuluh darah berkurang. Atherosklerosis dan pembentukan plak yang terjadi selanjutnya menghasilkan penyempitan atau oklusi arteri dan merupakan penyebab stenosis arteri yang paling sering. Pembentukan trombus paling mungkin terjadi pada area dimana aterosklerosis menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang paling berat.
2. Pe Pemb mben entu tuka kan n Tr Trom ombu buss Endotel pembuluh darah yang normal bersifat anti-trombosis. Hal ini disebabkan adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel serta adanya prostasiklin (PGI 2) pada pada en endot dotel el ya yang ng ber bersif sifat at vasodilator dan inhibisi agregasi trombosit. Endotel yang mengalami kerusakan akan menyebabkan darah berhubungan langsung dengan serat kolagen pembuluh darah dan merangsang agregasi trombosit serta pengeluaran bahan-bahan granula trombosit dan bahan-bahan dari makrofag yang mengandung lemak. Proses thrombosis pada pembuluh darah yang rusak melewati tiga fase yakni :
15 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
a) Adhesi trombosit. Merupakan proses perlekatan trombosit pada jaringan sub-endotelial lewat interaksi antara glikoprotein Ib dengan von wildebrand factor (vWF). b) Perubahan bentuk dan sekresi . Merupakan tanda dari aktivasi trombosit dimana bentuk trombosit yang awalnya bulat berubah menjadi cakram akibat pembentukan pseudopodia yang kemudian melekat pada pada endotel. endotel. Trombosit yang sudah aktif aktif tadi kemudian kemudian mensekresikan mensekresik an ADP (adhenosine diphospate) yang memulai proses agregasi trombosit c) Ag Agre rega gasi si trom trombo bosi sit. t. Proses ini diawali dengan ADP yang
disekresikan oleh trombosit aktif aktif yang membentuk membentuk agregasi agregasi primer yang bersifat reversibel. Trombosit pada agregasi primer kemudian akan mengeluarkan ADP lagi yang memicu proses agregasi sekunder yang ireversibel. Selain ADP juga dibutuhkan kalsium dan fibrinogen yang menunjang terjadinya agregasi trombosit. Proses ini akan terus berlanjut dimana ADP juga akan disekresikan bersama dengan tromboksan A 2 yang menyebabkan trombosit lain ikut beragregrasi ke tempat endotel yang rusak tadi.
3. Meka Mekanisme nisme Kema Kematian tian Neuro Neuron n pada pada Strok Strokee Infark Infark Aliran darah otak (ADO) adalah jumlah darah yang menuju ke otak. Otak orang orang dewasa dewasa mengg menggunak unakan an 20 % darah darah yang yang dipompa dipompa oleh oleh jantung pada saat keadaan istirahat dan darah dalam keadaan normal mengisi 10 % dari ruang intracranial. ADO secara ketat meregulasi kebutuhan dari metabolik metabolik otak, rata-rata rata-rata aliran ADO dipertahankan 50 ml/100 gram jaringan otak per menit pada manusia dewasa. Sangat penting untuk mempertahankan ADO dalam batas yang normal, karena jika terlalu banyak maka akan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga akan menekan dan dan merusak jaringan otak, otak, sedangkan sedangkan terlalu sedikit ADO akan menyebabkan suplai darah yang tidak adekuat. Iskemik akan terjadi jika aliran alira n darah darah ke ke otak otak dibaw dibawah ah 18-20 18-20 ml/10 ml/100 0 gram gram otak otak per menit dan
16 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
kematian jaringan otak terjadi bila ADO turun di bawah 8-10 ml/100 gram jaringan otak per per menit. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi volume aliran darah ke otak : 1. Fa Fakt ktor or In Intr trin insi sik k a) Te Teka kana nan n dara darah h sist sistem emik ik b) Ke Kemam mampua puan n jantun jantung g untuk untuk memom memompa pa c) Kual Kualitas itas arte arteri ri karotis karotis dan verte vertebroba brobasiler siler d) Kual Kualitas itas darah darah yang yang menentu menentukan kan visko viskositas sitas darah darah 2. Fa Fakt ktor or Eks Ekstr trin insi sik k a) Au Auto tore regu gula lasi si cer cereb ebra rall -
Vasokonstriksi terjadi jika tekanan intra luminalnya meningkat dan vasodilatasi terjadi jika tekanan intraluminalnya menurun.
-
Jika tekanan darah sistemik turun <50 mmHg autoregulasi tidak lagi mampu mengatur ADO.
b) Bi Biok okim imia iawi wi Reg Regio iona nall -
Kadar CO2 Peningkatan kadar CO 2 menyebabkan vasodilatasi arteri cerebral sehingga terjadi peningkata peningkatan n ADO.
-
Kadar O2 Peningkatan kadar O 2 menyebab menyebabkan kan vasokonstriksi sehingga terjadi penurunan ADO.
-
-
Asam Laktat menyebabkan vasodilatasi PH darah Aside Asi demia mia akan akan men mening ingkat katkan kan ADO ADO sedang sedangkan kan Alkalosis akan menurunkan ADO
c) Sy Syaara raff Oto Oton nom Ketika perfusi ke otak menghilang dalam beberapa detik atau menit akan menyebabkan terjadinya reaksi cascade iskemik yang menyebabkan
17 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
gambaran pusat sentral area infark irreversible yang dikelilingi oleh penumbra (potensial reversibel). Gambar 2. Skema Kematian Neuron pada Stroke Infark
III.. Kla III Klasif sifika ikasi si Str Stroke oke Inf Infark ark 1. Pe Perj rjal alan anan an Kli Klini niss a) Tra Transi nsient ent Isc Ischem hemic ic Atta Attack ck (TIA (TIA)) Merupaka Meru pakan n suatu ganggu gangguan an akut dari dari fungsi fungsi fokal serebral serebral yan yang g gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh trombus atau emboli.
18 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
b) Reve Reversible rsible Isch Ischemic emic Neur Neurolog ological ical Deficit Deficit (RIND (RIND)) Gejala pada RIND sama seperti TIA namun butuh waktu lebih lama untuk untu k menghilang menghilang.. RIND akan akan membaik membaik dalam waktu waktu 24-48 jam, sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Neurological Deficit) akan membaik dalam beberapa hari yakni 3-4 hari. c) Strok Strokee In Evol Evolution ution (Prog (Progress ressing ing Strok Stroke) e) Pada bentuk ini, gejala dan tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam. Kelainan atau deficit neurologic yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang bersifat ringan menjadi lebih berat. d) Com Comple plete te Strok Strokee non non hemmor hemmorhag hagic ic Kelainan Kela inan neu neurolog rologis is
yang yang
ada ada
sifatnyaa suda sifatny sudah h
menetap, meneta p,
tidak tidak
berkembang lagi. Kelainan neurologis yang muncul bermacammacam, tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.
2. Oxford Oxfordshire shire Commu Community nity Stroke Stroke Proje Project ct Classific Classification ation (OCSP) Klasifikasi ini menggolongkan stroke iskemik berdasarkan gambaran klinis pada waktu onset stroke muncul. Klasifikasi ini mempunyai kelemahan pada penjelasan patofisiologi stroke, namun klasifikasi ini memiliki kelebihan disisi kemudahan, kecepatan, dan tidak membutuhkan pemeriksaan diagnostik yang banyak. b anyak. a) TACS (Tota (Totall Anterio Anteriorr Circula Circulation tion Syn Syndrome drome)) Jika ditemukan trias gejala, yaitu : Hemiparesis (atau hemisensory loss), disfasia (atau gangguan fungsi luhur yang lain) dan homonymous hemianopia.
b) PACS (Parti (Partial al Anterio Anteriorr Circula Circulation tion Synd Syndrome) rome) Jika hanya ditemukan dua dari tiga gambaran klinis di atas atau dengan disfungsi kortikal tunggal atau deficit motorik dan sensorik sebagian (misalnya hanya tangan saja) c) LA LACS CS (Lac (Lacun unar ar Synd Syndro rome me))
19 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
Jika ditemukan gangguan motorik murni, gangguan sensorik murni atau ataksia hemiparesis. d) POCS (Post (Posterior erior Circu Circulatio lation n Syn Syndrome drome)) Jika ditemukan adanya gangguan batang otak, gangguan serebelum, atau ditemukan hanya homonymous hemianopia.
IV. Dia iag gnosis 1. Anamnesis a) Kar Karater ateristi istik k Gejal Gejala a dan dan Tan Tanda da
Modalitas yang terlibat (motorik, sensorik, visual)
Daerah anatomi yang terlibat
Apakah gejala tersebut fokal atau non fokal Gejala Fokal : Gejala motorik (kelemahan atau kekakuan tubuh
satu
sisi
atau
kedua
sisi,
gangguan
menelan,
gangguan
keseimbangan tubuh), Gangguan berbicara atau berbahasa (kesulitan
pemahaman
atau
ekspresi
berbahasa,
kesulitan
membaca/disleksia, membaca/disle ksia, atau menulis, kesulitan menghitung), Gejala sensorik (perubahan kemampuan sensorik tubuh satu sisi). Gejala Gej ala Non Foka Fokall : Kelumpuhan seluruh tubuh dan atau gangguan
sensorik, “Light Headedness”, pingsan, “Blackouts” dengan gangguan kesadaran, inkontinensia urine atau feses, bingung, tinnitus.
Apa kualitasnya (apkah negative misalnya hilangnya kemampuan sensorik, hilangnya kemampuan motorik atau visual), ataukah positif (misalnya menyebabkan sentakan tungkai limb jerking, tingling, halusinasi)
b) Kon Konsek sekuen uensi si Fu Fungsi ngsiona onall
Misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat tangan. c) Kec Kecepa epatan tan Onset Onset dan dan Perjalan Perjalanan an Gejala Gejala Neurolo Neurologis gis
Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam j am berapa)
Apakah onsetnya mendadak ?
20 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset, apakah menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul, ataukah progresif dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi antara fungsi normal dan abnormal.
d) Apa Apakah kah ada ada kemung kemungkin kinan an presip presipitas itasi? i?
Apakah Apak ah yang yang pasien pasien sedang sedang lakuka lakukan n pada saat saat dan tidak tidak lama lama sebelum onset? e) Apa Apakah kah ada ada gejalagejala-geja gejala la lain lain yang yang menyer menyertai tai
Nyeri kepala, kejang epilepsi, panik, anxietas, muntah, neyri dada f) Apa Apakah kah ada ada riwayat riwayat penyaki penyakitt dahulu dahulu atau riwa riwayat yat penyak penyakit it keluarga yang relevan
Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu
Apakah Apak ah ada ada riway riwayat at hipert hipertensi, ensi, hiper hiperkole kolestrole strolemia, mia, diab diabetes etes mellitus, angina, IMA, intermittent claudication atau arteritis.
g) Apa Apakah kah ada ada perilak perilaku u atau gaya gaya hidup hidup yang yang relevan relevan
Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khususnya obat kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan)
2. Pem Pemeri eriksa ksaan an Fisi Fisik k dan dan Neuro Neurolog logis is Pada stroke infark, pemeriksaan fisik dan neurologis sama dengan pemeriksaan gangguan saraf lainnya. Tujuannya adalah untuk menunjang diagnosis dan mencari komplikasi sistemik dan neurologis dari stroke. Hal ini harus dilakukan dengan cepat karena pada beberapa kasus pasien dalam keadaan kritis dan butuh penangana penanganan n segera. Pemeriksaan yang yang dilakukan meliputi pemeriksaan pemeriksaan kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Hal ini dilakukan untuk menilai kondisi kesadaran awal dan untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran. Pemeriksaan selanjutnya yang penting adalah pemeriksaan tanda rangsang rang sangan an meningea meningeall untuk menca mencari ri apakah apakah ada tanda-tand tanda-tandaa iritasi selaput meningeal. meningeal. Gejala subyektifnya subyektifnya meliputi sakit kepala, kuduk kuduk terasa
21 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
kaku, fotofobia, hiperakusis dan opistotonus. Secara obyektif, hal i ni dapat dinilai dengan pemeriksaan kaku kuduk (Nuchal/Neck Rigidity), Lasegue, Kernig, Brudzinsky I, dan Brudzinsky II. Setelah itu, kita tanda dapat dapat melakukan pemeriksaan fungsi fungsi saraf otak (nervus cranialis). Pemeriksaan saraf otak (I-XII) dapat membantu untuk menentuk mene ntukan an lokasi lokasi dan dan jenis peny penyakit. akit. Peme Pemeriksa riksaan an Motorik Motorik juga harus harus dilakukan karena karena sebaagian besar besar manifestasi objektif objektif kelainan saraf. Pada pasien dengan stroke infark terjadi kerusakan pada Upper Motor Neuron (UMN) dengan karakteristik lumpuh, hipertoni, hiper refleksi dan klonus serta refle reflex x patologis patologis.. Pemeriksa Pemeriksaan an sensorik sensorik juga dilaku dilakukan kan untuk untuk mengetahui apakah apakah ada komplikasi komplikasi ke sistem sensorik. 3. Pe Peme meri riks ksaa aan n Penu Penunj njan ang g Untuk pemeriksaan penunjang pada pasien dengan stroke, maka pemeriksaan yang harusnya dilakukan adalah CT Scan, EKG, glukosa darah, elektrolit serum, tes fungsi ginjal, hitung darah rutin, dan activated partial thromboplastin thrombopl astin time (aPTT).
V. Ma Mana naje jeme men n Tera Terapi pi 1. Ma Mana naje jeme men n Umu Umum m Str Strok okee a) Memberikan life support (bantuan hidup) secara umum 1) Pem Pembeb bebas asan an jalan jalan nafa nafass denga dengan n suction atau intubasi 2) Oksig Oksigenas enasii jika diperlu diperlukan kan untuk untuk menceg mencegah ah hipoksia hipoksia 3) Peng Pengenda endalian lian sirkulas sirkulasii darah agar agar tidak terjadi terjadi penuruna penurunan n perfusi perfusi ke jaringan otak 4) Man Manaje ajemen men cair cairan an dan dan elektr elektroli olitt 0
0
5) Meng Mengatur atur posi posisi si kepal kepalaa lebih lebih tingg tinggii 15 -30 sehingga memperbaiki venous return. 6) Me Meng ngat atas asii ke keja jang ng 7) Me Meng ngat atas asii rasa rasa nye nyeri ri 0
8) Men Menjag jagaa suhu suhu tubu tubuh h normal normal <37, <37,5 5 C 9) Me Meng nghi hila lang ngka kan n ra rasa sa ce cema mass
22 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
b) Mem Meminim inimalk alkan an les lesii str stroke oke c) Men Menceg cegah ah kompl komplika ikasi si akiba akibatt stroke stroke d) Mel Melak akuka ukan n reh rehab abilit ilitas asii e) Menc Mencega egah h timbulny timbulnyaa serang serangan an ulang strok strokee 2. Ma Mana naje jeme men n Stro Stroke ke Inf Infar ark k a) Ta Tata tala laks ksan anaa Hi Hipe pert rten ensi si Selama Sela ma jam-jam jam-jam pertama pertama sete setelah lah onset onset geja gejala la stroke, stroke, terap terapii hipertensi berat menjadi masalah, karena k arena penurunan mendadak tekanan darah dara h arteri arteri dapat dapat menyebab menyebabkan kan penur penurunan unan perfu perfusi si loka lokall yang berbahay berb ahaya. a. Manaje Manajemen men hiperte hipertensi nsi dilak dilakukan ukan tanp tanpaa obat obat kecuali kecuali bila bila mean arterial pressure (MAP) lebih lebih dari dari 140 140 mmHg mmHg atau teka tekanan nan
darah sistolik > 220 mmHg. Ini dikarenakan otoregulasi sirkulasi serebral di dalam dan disekitar lesi iskemik terganggu, dan aliran darah regional pada area tersebut berubah secara pasif seperti perubahaan tekanan perfusi. Selain itu hamper pada semua kasus tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 1-2 minggu. Penggunaan terapi anti hipertensi juga harus berhati-hati karena terdapat bukti klinis yang menunjukkan efek merugikan dari penurunan tekanan darah yakni perluasan infark. b) An Anti tiko koag agul ulan an (L (LMW MWH, H, Hepa Heparin rin)) Pemakaian anti koaguloan yang mendesak dengan tujuan pencegahan stroke rekuren, menghambat perburukan neurologis, atau memperbaiki
outcome
setelah
stroke
iskemik
akut
tidak
direkomendasikan untuk terapi pada pasien stroke iskemik akut. Bagi pasien dengan stroke iskemik atau TIA dengan AF persisten atau paroksismal direkomendasikan anti koagulan adjusted-dose warfarin. Pemakaian rutin antikoagulan tidak direkomendasikan untuk terapi strike iskemik dan progressing stroke. c) An Anti tipl plat atel elet et agr agreg egas asii Pemberian aspirin oral (dosis awal 325 mg) dalam 24-48 jam setelah onset stroke direkomendasikan. Bagi pasien dengan stroke iskemik
23 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
non kardioembolik atau TIA, obat antiplatelet lebih direkomendasikan dibanding antikoagulan oral untuk mengurangi resiko stroke rekuren dan kejadian kardiovaskuler lainnya. Pilihan obat yang tersedia untuk terapi awal adalah aspirin (50-325 mg), kombinasi aspirin dan extended-release dipiridamol (25-200 mg) dan monoterapi clopidogrel (75 mg).
B. Str Stroke oke Hem Hemipar iparese ese Alter Alternan nanss
Karena lesi vaskular regional di otak akan menyebabkan terjadinya hemipaaralisis atau hemiparesis yang kontralateral terhadap sisi lesi. Jika lesi vaskular berada di daerah batang otak sesisi, maka akan menyebabkan hemiparesis atau hemihipestesia alternans yang mana berarti pada tingkat lesi hemiparesis atau hemihipestesia bersifat ipsilateral sedangkan pada bagian distal dari lesi l esi hemeiparesis atau hemihipestesi bersifat kontralateral. Kerusakan unilateral pada kortikobulbar atau kortikospinal di tingkat batang otak menimbulkan di tingkat batang otak menimbulkan sindrom hemiplegia alternans. Sindrom tersebut terdiri atas kelumpuhan UMN yang melanda otot-otot belahan tubuh kontralateral yang berada di bawah tingkat lesi, sedangkan setingkat lesinya terdapat kelumpuhan LMN yang melanda otot-otot yang disarafi oleh saraf kranial yang terlibat dalam lesi. Tergantung pada lokasi lesi paralitiknya, dapatlah dijumpai sindrom hemiplegiaa alternans di mesensefalon, pons, dan medulla oblongata.
1. Sindrom Sindrom Hemiplegia Hemiplegia Alternans Alternans Alternans Alternans di Mesensefalon Mesensefalon
Gambaran penyakit tersebut di atas dijumpai bilamana hemilesi di batang otak menduduki pedunkulus serebri di tingkat mesensefalon. Nervus okulomotorius (N.III) yang hendak meninggalkan mesensefalon melalui permukaan ventral melintasi daerah yang terkena lesi sehingga ikut terganggu fungsinya. Hemiplegiaa alternans dimana nervus okulomotorius ipsilateral ikut terlibat dikenal sebagai hemiplegiaa alternans n. okulomotorius atau sindrom dari weber.
24 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
Adapun manifestasi kelumpuhan n.III itu ialah (a) paralisis m.rectus internus (medialis), m.rectus superior, m.rectus inferior, m.obliqus inferior, dan m.levator palpebrae superior sehingga terdapat strabismus divergen, diplopia jika melihat ke seluruh jurusan dan ptosis. (b) paralisis m.sfingter pupilae, sehingga terdapat pupil yang melebar (midriasis).
Jika salah satu cabang dari rami perforantes paramedialis a. basilaris yang tersumbat, maka infark akan ditemukan di daerah yang mencakup dua pertiga bagian pedunkulus serebri dan nucleus ruber. Oleh karena itu, maka hemiparesis alternans yang ringan sekali tidak saja disertai oleh paresis ringan n.III, akan tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan involunter pada lengan dan tungkai yang paretic ringan (di sisi kontralateral). Sindrom ini disebut dengan sindrom benedikt.
2. Sindrom Sindrom Hemiplegia Hemiplegia Alternans Alternans Alternans Alternans di Pons Pons
Sebagaimana sudah disinggung di atas, sindrom hemiplegiaa di pons disebabkan oleh lesi vascular unilateral. Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri maka lesi vaskuler di pons dapaat divagi di dalam: (1) Lesi paramedian paramedian akibat akibat penyumbatan penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes medialis arteri basilaris (2) Lesi lateral yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang pendek. (3) Lesi di tegmenum bagian rostral pons akibat penyumbatan arteri serebeli
25 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
superior. (4) lesi di tegmentum bagian kaudal pons yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang panjang. Hemiplegiaa alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada di bawah tingkat lesi yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN
pada otot-otot otot-otot yang disarafi oleh nervus abdusens abdusens (n.VI) atau
nervus fasialis (n.VII). Jenis-jenis hemiplegia alternans di pons berbeda karena adanya selisih selisih derajat derajat kelumpuhan kelumpuhan UMN yang melanda melanda lengan lengan dan dan tungkai tungkai berikut dengan gejala pelengkapnya yang terdiri dari kelumpuhan (LMN) pada otot-otot yang disarafi oleh n. VI (abdusens) dan n.VII (fasialis) dan gejala-gejala okuler.
Penyumbatan parsial dari terhadap salah satu cabang dari rami perforantes medialis a. basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika lesi paramedian itu bersifat unilateral dan luas, maka jaras kortikobulbar/kortikospina kortikobulbar/kortikospinall berikut dengan inti-inti inti -inti pes pontis serta serabut-serabut pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak terlibat dalam lesi tersebut. Manifestasi lesi semacam itu ialah hemiplegiaa kontralateral, yang pada lengan lebih berat daripada tungkai.
26 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
Jika lesi paramedian itu terjadi secara bilateral, maka kelumpuhan terlukis diatas terjadi pada kedua sisi tubuh. Jika lesi paramedian terletak pada baagian kaudal pons, maka akar nervus abdusens tentu terlibat. Maka dari itu pada sisi lesi terdapat kelumpuhan LMN m.rectus lateralis yang membangkitkan strabismus konvergen ipsilateral, yang mencakup lengan tungkai sisi kontralateral berikut dengan otot-otot yang dipersarafi oleh n.VII, n.IX, n.X, n.XI, dan n.XII sisi kontralateral. Gambaran penyakit ini dikenal dengan nama sindrom hemiplegiaa alternans nervus abdusens. Dapat juga terjadi suatu
lesi unilateral di pes pontis yang meluas ke samping sehingga melibatkan juga daerah yang dilintasi n. fasialis. Sindrom hemiplegia alternans pada sisi ipsilateral yang menyebabkan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang dipersarafi oleh n. abdusens dan n. fasialis dikenal sebagai sindrom millard gubler . Jika serabut-serabut kortikobulbar untuk nukleus n.VI
ikut terlibat dalam lesi, mala “deviation conjugee” mengiringi sindrom millard gubler . Kelumpuhan gerak bola mata yang konjugat itu dikenal
juga sebagai sindrom foville, sehingga hemiplegia alternans n. abdusens et n. fasialis yang disertai sindrom foville itu disebut sindrom Foville Millard-Gubler.
3. Sindrom Sindrom Hemiplegiaa Hemiplegiaa Alternans Alternans Alternans Alternans di Batang Otak
Kawasan-kawasan vaskularisasi di medulla oblongata ternyata sesuai dengan area lesi-lesi yang mendasari sindrom hemiplegiaa alternans di medulla oblongata. Bagian paramedian medulla oblongata diperdarahi oleh cabang a. vertebralis. Bagian lateralnya mendapat vaskulari vaskularisasi sasi dari dari a. serebeli serebeli inferior inferior poste posterior, rior, sedang sedangkan kan bagian bagian dorsalnya divaskularisasi oleh a. spinalis posterior dan a. serebeli inferior posterior. Lesi unilateral yang menghasilkan hemiplegiaa alternans sudah jelas harus menduduki kawasan pyramid sesisi dan harus dilintasi oleh radiks n. hipoglossus. Maka dari itu, kelumpuhan UMN yang terjadi melanda bagian tubuh kontralateral yang berada di bawah tingkat leher
27 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
dan diiringi oleh kelumpuhan LMN pada belahan lidah sisi ipsilateral. sindrom m hemi hemiple plegi gia a alter alternan nanss nervus nervus hipogl hipogloss ossus us atau sindrom Itulah sindro medular medial.
Dejerine
telah
melukis
sindrom
tersebut
berikut
dengan
kuadriplegia UMN yang disertai kelumpuhan LMN bilateral pada lidah. Sindrom itu disebabkan oleh lesi median yang bilateral. Selain itu juga ada sindrom medular lateral, yang lebih dikenal dengan nama sindrom Wallenberg. Gejala pokoknya ialah hemihipestesia alternans, yaitu
hipestesia pada belahan tubuh sisi kontralateral yang berkombinasi dengan hipestesia pada belahan wajah ipsilateral.
C. Si Sind ndro rom m Web Weber er (Sindrom Hemiplegia Hemiplegia Alternans Alternans Alternans Mesensefalon) Mesensefalon)
Kelumpuhan piramidalis akibat lesi di batang otak merupakan gejala bagian dari sindroma batang otak yang dapat diperinci dalam: (1) sindroma mesensefalon (sindrom Weber, sindrom Benedict, sindrom Caude), (2) sindrom pons (sindrom foville, sindrom Raymond-Cestan, sindrom MillardGubler) dan (3) sindrom medulla oblongata (sindrom Pra-Olivar, sindrom retro-Olivar, sindrom Lateralis/Wallenberg). Sindrom-sindrom tersebut terdiri dari manifestasi gangguan motorik dan sensibilitas, bahkan manifestasi gangguan sistema autonom juga bisa menjadi gejala tambahan.
28 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
Kelumpuhan piramidalis akibat kelumpuhan di batang otak, tidak perduli lokalisasinya, mempunyai satu ciri yang khas, yaitu: kelumpuhan UMN kontralateral yang disertai oleh kelumpuhan saraf otak motorik atau defisit sensorik akibat kerusakan pada saraf otak sensorik pada sisi dan tingkat lesi.
Kelumpuhan tersebut berupa hemiparesis. Dan hemiparesis yang diiringi gangguan saraf otak tersebut dinamakan hemiparesis alternans.
Anatomi
Mesensefalon dapat dibagi dalam daerah-daerah yang sesuai dengan kawasan arteri-arteri. (1) daerah di kedua sisi garis tengah, yang mengandung inti nurvus okulomotorius, inti nervus trokhlearis, fasikulus longitudinalis medialis dan satu per tiga bagian medial dari pedunkulus serebri, diperdarahi oleh ramus perforantes medial dari arteria basilaris. Sebagai cabang arteria basilaris yang menembus ke dalam mesensefalon dari bawah, tepat di garis tengahnya, ia menuju ke dorsal dan dan memberikan memberikan cabang-cabang cabang-cabang ke dua samping kepada bangunan-bangunan tersebut tadi. (2) cabang-cabang arteria basilaris yang menembus permukaan bawah mesensefalon di sisi lateral dari
29 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
garis tengah mesensefalon dinamakan rami perforantes paramedialis. Cabang ini mengurus vaskularisasi dua pertiga bagian lateral dari pedunkulus dan hampir seluruh daerah nucleus rubber berikut substansia nigra. (3) bagian tektum mesensefalon diperdarahi oleh cabang-cabang arteria serebeli superior (kolikulus inferior) dan cabang-cabang arteria serebri posterior (kolikulus superior).
Definisi
Sindrom Weber adalah suatu sindrom yang terdiri dari paralysis okulomotor pada sisi yang sama dengan lesi, yang mengakibatkan ptosis, strabismus, dan hilangnya refleks cahaya serta akomodasi, juga hemiplegi spastik pada sisi yang berlawanan dengan lesi dengan peningkatan refleksreflek reflekss serta serta hilang hilangnya nya refle refleks ks superf superfisi isial. al. Sindro Sindrom m Weber Weber disebut disebut juga juga Alternating oculomotor hemiplegia atau Weber’s paralysis atau hemiparesis alternans nervus okulomotorius. Sindrom Weber dapat disebabkan oleh hal sebagai berikut: 1. Penyumba Penyumbatan tan pembulu pembuluh h darah darah cabang cabang samping samping yang yang berinduk berinduk pada pada ramus perforantes medialis arteria basilaris. 2. Insufisien Insufisiensi si peredara peredarah h darah yang yang mengakib mengakibatkan atkan lesi lesi pada batang batang otak. 3. Lesi Lesi yang disebabka disebabkan n oleh proses proses neoplasmatik neoplasmatik sebag sebagai ai akibat akibat invasi dari thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan
keseragaman
oleh
karena
prosesnya
berupa
pinealoma, glioblastoma dan spongioblastoma dari serebelum. 4. Lesi Lesi yang merusak merusak bagian bagian medial medial pedunk pedunkulus ulus serebri. serebri. 5. Stroke Stroke (perdara (perdarahan han atau atau infark) infark) di pedunk pedunkulus ulus sereb serebri. ri. 6. Hema Hemato toma ma epid epidur ural alis is.. 7. Tumo Tumorr lobu lobuss temp tempor oral alis is..
30 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
Manifestasi Klinis
Manifestasi yang ditimbulkan dapat dengan mudah dimengerti oleh karena karena setiap setiap gejala gejala dan tanda tanda mencermin mencerminkan kan disfun disfungsi gsi sistem sistem saraf saraf yang yang terlibat dalam lesi lesi tertentu. Lesi yang yang disebabkan disebabkan oleh proses proses neoplasmatik neoplasmatik dapat merusak bangunan-bangunan mesensefalon sebagai akibat invasi dari thalamus atau serebelum. Oleh karena karena proses proses tersebut tersebut berupa pinealoma, glioblastoma dan spongioblastoma dari serebelum, maka tiap corakan kerusaka kerusakan n
dapat dapat
terjadi, terjadi,
sehingg sehinggaa
lesi lesi
neopl neoplasma asmatik tik
sukar sukar
sekali sekali
memperlihatkan suatu keseragaman. Lesi unilateral di mesensefalon mengakibatkan mengakibatkan timbulnya timbulnya hemiparesis hemiparesis atau hemiparesis kontralateral. Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri akan menimbulkan hemiparsis yang disertai paresis nervus okulomotorius ipsilateral. Kombinasi kedua jenis kelumpuhan ini dikenal dengan nama hemiparesis alternans nervus okulomotorius atau Sindroma dari weber. Lesi pada daerah fasikulus longitudinalis medialis akan mengakibatkan timbulnya hemiparesis alternans nervus okulomotorius yang diiringi juga dengan gejala yang dinamakan oftalmoplegia interneklearis.
Diagnosis
Diagnosis sindroma dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis tentang riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan, berapa lama keluhan sudah sudah timbul dan apakah apakah unilateral unilateral ataukah ataukah bilateral. bilateral. Pemeriksa Pemeriksaan an saraf biasanya dapat dilakukan dan dapat sangat membantu untuk menentukan adanya sindroma weber. Pemeriksaan nervus okulomotorius biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan nervus troklearis dan nervus abdusen, pemeriksaan tersebut terdiri atas: 1. Cela Celah h kelo kelopa pak k mata mata Pasien disuruh memandang lurus ke depan, kemudian dinilai kedudukan kelopak kelopak mata terhadap pupil dan iris. i ris.
31 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
2. Pupil Yang perlu diperiksa adalah (1) ukuran: apakah normal (diameter 4-5 mm), miosis, midriasis atau pin pont pupil (2) bentuk: apakah normal, isokor atau anisokor anisokor (3) posisi: posisi: apakah central central atau eksentrik (4) refleks pupil: refleks cahaya langsung dan tidak langsung. 3. Gera Geraka kan n Bol Bolaa Mat Mataa Fungsi otot-otot ekstrinsik bola mata dinilai dengan gerakan bola mata ke-enam arah yaitu lateral, medial, lateral atas, medial atas, medial atas dan medial bawah, cara: pasien menghadap ke depan dan bola mata digerakkan menurut perintah atau mengikuti arah objek.
Kelainan-kelainan yang dapat terjadi a. Kelemaha Kelemahan n otot-otot otot-otot bola mata (opthalm (opthalmopar oparese ese/optha /opthalmople lmoplegi) gi) berupa berupa : (1) gerakan terbatas terbatas (2) kontraksi sekunder sekunder dari anta-gonisnya (3) strabismus (4) diplopia b. Nistagmu Nistagmuss (gerakan (gerakan bolak-balik bolak-balik bola mata mata yang involunte involunter) r) dapat terlihat terlihat saat saat melihat ke samping, atas dan bawah.
32 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s
DAFTAR PUSTAKA
Gofir, A. (2011). Manajemen Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press. Warlow, C., Gijn, V., Hankey, G., Sandercock, P., & Bamford, J. (2007). Stroke In : a practical guide to management. mana gement. London: Blackwell Science.
42 | S t r o k e H e m i p a r e s e A l t e r n a n s