Stress Oksidatif pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik Stress oksidatif merupakan gangguan keseimbangan oksidatif yang berawal dai kombinasi peningkatan produksi dan penurunan klierens prooksidan, serta tidak adekuatnya mekanisme pertahanan antioksidan (Kao et al, 2010). Komponen oksidan seperti ROS merupakan bagian dari radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandun g satu atau lebih electron tidak berpasangan pada orbital luarnya, tidak stabil, sangat reaktif mencari pasangan menjadi bentuk yang lebih stabil serta berimplikasi terhadap signal transduksi dan ekspresi genetic, menimbulkan reaksi rantai yang sangan destruktif (Gosmanova 2011). Radikal bebas dapat dihasilkan secara endogen maupun eksogen baik dalam keadaan normal maupun patofosiologis. Radikal bebas dapat mengoksidasi biomolekul seperti protein, lipid, DNA d an juga mengakibatkan cedera maupun kematian sel. Oleh karena itu, efek sitotoksik radikal bebas ini akan sangat berpengaruh terhadap keadaan pathogenesis. Istilah stres oksidatif juga didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi peningkatan level Reactive level Reactive Oxygen Spesies Spesies (ROS) (ROS) (Paravicini dan Touyz, 2008). Peningkatan Reactive Peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari metabolisme oksigen, reperfusi oksigen Species (ROS) saat kondisi hipoksia, oksidasi hemoglobin dan mioglobin, dan lain-lain (Finaud dkk, 2006). Dalam jumlah normal, Reactive normal, Reactive Oxygen Spesies Spesies (ROS) (ROS) berperan pada berbagai proses fisiologis seperti sistem pertahanan, biosintesis hormon, fertilisasi, dan sinyal seluler (Paravicini d an Touyz, 2008). Reactive 2008). Reactive Oxygen Species (ROS) juga berperan penting pada sistem kekebalan tubuh dengan melawan antigen selama proses fagositosis (Finaud dkk, 2006). Akan tetapi, peningkatan produksi Reactive produksi Reactive Oxygen Spesies Spesies (ROS) (ROS) yang dikenal dengan kondisi stres oksidatif memiliki implikasi pada berbagai macam penyakit pen yakit seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes, gagal jantung, stroke, dan penyakit kronis lainnya (Paravicini dan Touyz, 2008). Stres oksidatif di dalam tubuh memiliki target kerusakan pada seluruh tipe biomolekul seperti protein, lipid, dan DNA (Wahyuni dkk, 2008), serta berperan pada proses penuaan dan pemicu terjadinya beberapa penyakit p enyakit seperti kanker dan penyakit Parkinson P arkinson (Finaud dkk, 2006). 20 06). Stres oksidatif pada sistem biologis sering ditandai dengan beberapa parameter meliputi: (1) peningkatan formasi radikal bebas dan oksidan lainnya, (2) penurunan antioksidan, (3) ketidakseimbangan reaksi redoks pada sel, dan (4) kerusakan oksidatif pada komponen-komponen sel seperti lemak, protein, dan DNA (Powers dan Jackson, 2008: 1252).
Terdapat beberapa macam senyawa yang dapat dijadikan sebagai indikasi terjadinya stres oksidatif. Powers dan Jackson (2008) menyebutkan macam-macam senyawa yang dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya stres oksidatif yaitu: (1) golongan oksidan meliputi Superoxide anions, Hydroxyl radical, Hydrogen peroxide, dan Peroxynitrite, (2) golongan antioksidan meliputi Glutathione, Ascorbate, Alpha-tocopherol, dan Total antioxidant capacity, (3) golongan penyeimbang
antioksidan/pro-oksidan
meliputi GSH/GSSH
ratio,
Cysteine
redox
state, dan Thiol/disulfide state, serta (4) golongan produk oksidasi meliputi Protein carbonyls, Isoprostanes, Nitrotyrosine, 8-OH-dG, dan Malondialdehyde (MDA). Malondialdehid adalah rincian produk peroksidasi asam lemak rantai panjang yang meningkat ketika terjadi proses peroksidasi lipid. Peroksida lipid selanjutnya mengalami dekomposisi menjadi MDA. Sehingga MDA yang merupakan produk akhir proses peroksidasi lipid dan yang paling sering digunakan untuk mengukur proses peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid adalah reaksi penyerangan radikal bebas terhadap asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap. Reaksi ini dapat terjadi secara alami di dalam tubuh yang diakibatkan oleh pembentukan radikal bebas secara endogen dari proses metabolisme di dalam tubuh. Peroksidasi lipid diinisiasi oleh radikal bebas seperti radikal anion superoksida, radikal hidroksil dan radikal peroksil. Radikal bebas secara berkesinambungan dapat dibuat oleh tubuh kita. Setiap radikal bebas yang terbentuk oleh tubuh dapat memulai suatu reaksi berantai yang akan terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh radikal bebas lain dan oleh sistem antioksidan tubuh. Radikal bebas dapat menyerang hampir semua biomolekul termasuk membran lipid. Asam lemak polyunsaturated teroksidase secara invivo oleh radikal bebas dan spesies reaktif lainnya. Produk lanjutan dari degradasi molekul lipid yang teroksidase itu menyebabkan pembentukan beberapa metabolit spesifik yang termasuk didalamnya adalah aldehid dengan panjang rantai yang bervariasi misalnya malondialdehid dan hexanal. MDA, sebuah produk peroksidase lipid yang larut air, separuhnya tereksresi lewat urin dibawah kondisi normal.
Penelitian yang ekstensif dengan menggunakan sitem model dan dengan material biologis in vitro, secara jelas menunjukkan bahwa radikal bebas dapat menimbulkan perubahan kimia dan kerusakan terhadap protein, lemak, karbohidrat, dan nukleotida. Bila radikal bebas diproduksi in vivo, atau in vitro di dalam sel melebihi mekanisme pertahanan normal, maka akan terjadi berbagai gangguan metabolik dan seluler. Jika posisi radikal bebas yang terbentuk dekat dengan DNA, maka bisa menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga bisa terjadi mutasi atau sitotoksisitas.
Radikal bebas juga bisa bereaksi dengan nukleotida sehingga menyebabkan perubahan yang signifikan pada komponen biologi sel. Bila radikal bebas merusak grup thiol maka akan terjadi perubahan aktivitas enzim. Radikal bebas dapat merusak sel dengan cara merusak membran sel tersebut. Kerusakan pada membran sel ini dapat terjadi dengan cara: (a) radikal bebas berikatan secara kovalen dengan enzim dan/atau reseptor yang Universitas Sumatera Utara berada di membran sel, sehingga merubah aktivitas komponen-komponen yang terdapat pada membran sel tersebut; (b) radikal bebas berikatan secara kovalen dengan komponen membran sel, sehingga merubah struktur membran dan mengakibatkan perubahan fungsi membran dan/atau mengubah karakter membran menjadi seperti antigen; (c) radikal bebas mengganggu sistem transport membran sel melalui ikatan kovalen, mengoksidasi kelompok thiol, atau dengan merubah asam lemak polyunsaturated; (d) radikal bebas menginisiasi peroksidasi lipid secara langsung terhadap asam lemak polyunsaturated dinding sel. Radikal bebas akan men yebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel. Peroksidaperoksida lipid akan terbentuk dalam rantai yang makin panjang da n dapat merusak organisasi membran sel. Peroksidasi ini akan mempengaruhi fluiditas membran, cross-linking membran, serta struktur dan fungsi membran (Powers and Jackson, 2008). Mekanisme kerusakan sel atau jaringan akibat serangan radikal bebas yang paling awal diketahui dan terbanyak diteliti adalah peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid paling banyak terjadi di membran sel, terutama asam lemak tidak jenuh yang merupakan komponen penting penyusun membran sel. Pengukuran tingkat peroksidasi lipid diukur dengan mengukur produk akhirnya, yaitu malondialdehyde (MDA), yang merupakan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh dan yang bersifat toksik terhadap sel. Pengukuran kadar MDA merupakan pengukuran aktivitas radikal bebas secara tidak langsung sebagai indikator stres oksidatif. Pengukuran ini dilakukan dengan tes Thiobarbituric Acid Reactive Substances (TBARS test) (Powers and Jackson, 2008). Malondialdehid adalah suatu struktur solid, cukup stabil dalam kondisi netral, tetapi tidak dalam kondisi asam. Biasanya zat ini diproduksi dan dipakai dalam jumlah yang kecil untuk tujuan penelitian. Secara alamiah, malondialdehid dijumpai pada jaringan manusia dan hewan sebagai produk akhir dari peroksidase lemak. Zat ini juga merupakan produk sampingan dari biosintesis prostaglandin dan tromboksan. Malondialdehid ini dijumpai pada trombosit darah dan juga serum. Peningkatan MDA juga dijumpai pada keadaan gagal ginjal kronik yang mengalami keadaan stress oksidatif yang dieksaserbasi oleh hemodialisis. Dikatakan bahwa sel darah sebenarnya memiliki jalur proteksi yang lengkap terhadap kemungkinan trauma oksidatif, baik
pada darah sendiri maupun pada sistem intravaskuler. Pada keadaan gagal ginjal kronik, dimana sel darah sangat sedikit diproduksi, maka mekanisme pertahanan terhadap keadaan ini tidak terpenuhi.