BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Definisi Spirometri Spirometri merupakan susatu pemeriksaan yang menilai fungsi terintegrasi
mekanik paru, dinding dada dan otot-otot pernapasan dengan mengukur jumlah volume udara yang dihembuskan dari kapasitas paru total (TLC) ke volume residu. Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital, volume ekspirasi paksa ( forced expiratory volume in 1 second /FEV1) /FEV1) dan kapasitas vital paksa ( forced vital capacity/FVC). capacity/FVC). Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara mendalam. Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff, dkk, 2005). Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin dan Nilai KVP dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis
kelamin. Spirometer menggunakan prinsip salah satu hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini tercermin pada saat spirometer ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara akan naik turun karena adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang masuk ke spirometer. Spirometer juga menggunakan hukum newton yang diterapkan dalam sebuah katrol. Bandul ini kemudian dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang bergerak diatas silinder berputar. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Melalui spirometri ini, bisa diketahui gangguan obstruksi ,sumbatan dan restriksi atau pengembangan paru. (Blondshine,2000 )
2.2
Faktor yang Perlu dipertimbangkan Ketika Memilih Sebuah Spirometri
2.3
Mudah digunakan Penyediaan mudah dibaca menampilkan real-time grafis dari maneuver Pemberian umpan balik langsung tentang kualitas penerimaan termasuk reproduktifitas Penyediaan laporan spirometri disesuaikan akhir Harga dan biaya operasional Keandalan dan kemudahan pemeliharaan Pelatihan, pelayanan dan perbaikan spirometer disediakan Kemampuan untuk percobaan spirometer dalam pengaturan Anda sebelum membeli Penyediaan sensor sekali pakai atau sirkuit pernapasan yang dapat dengan mudah dibersihkan dan didesinfeksi Penyediaan sesuai nilai normal dengan batas bawah normal Penyediaan sebuah manual yang komprehensif yang menjelaskan operasi spirometer itu pemeliharaan dan kalibrasi Kalibrasi persyaratan Kesesuaian dengan standar kinerja spirometri diterima Sesuai standar keselamatan listrik (Dewan Nasional Asma Australia).
Sejarah Spirometri
129-200 D:
Galen melakukan eksperimen ‘volumetric’ terhadap saluran
udara manusia. Dia menyuruh seorang anak menghirup dan mengeluarkan udara dan menemukan volum gas,setelah beberapa waktu,tetap. Galen menemukan ukuran yang mutlak dari ukuran paru paru. 1681:
Borelli mencoba untuk mengukur volume inspirasi dalam satu kali
bernafas. Dia melakukannya dengan menghisap cairan dari tabung silinder. (JPHAS, Winter 2005) 1718: Jurin J. meniupkan udara dalam kantung dan mengukur volume udara menggunakan prinsip arcimedes.Dia mengukur 650 ml volum tidal dan volume ekspirasi maksimal sebanyak 3610 ml. 1788: Goodwyn E. menghisap air ke dalam bejana berisi udara yang sudah diukur beratnya dalam skala. Dia menyebutkan bahwa kapasitas vital paru-paru dapat mencapai 4460 ml. Dia memeriksa temperaturnya, tapi dia tidak menggunakan nose-clip. 1793: Abernethy mencoba untuk menentukan seberapa jauh kadaluarsa gas yang dihabiskan oksigen. Dia mengumpulkan gas-gas kadaluarsa di sekeliling merkuri. Abernethy mengukur kapasitas vital paru-paru adalah 3150 ml. (JPHAS, Winter 2005) 1796: Menzies R. mencelupkan seorang laki-laki ke dalam air berisi l ebih dari satu barel ke dagunya dan mengukur kenaikan dan penurunan tingkatan sekitar dagu. Dengan metode ‘body plethysmography’,dia menentukan volume tidal paru-paru. 1799: Pepys W.H. jun. menemukan volum tidal biasa menjadi 270 ml dengan menggunakan dua gasometer air raksa dan sebuah gastometer biasa. 1800: Davy H. mengukur kapasitas vital paru-parunya sendiri sebesar 3110 ml. volume tidal paru-paru sebesar 210 ml menggunakan gasometer dan
volume residu paru-paru sebesar 590-600 ml menggunakan metode pengenceran hidrogen atau hydrogen dilution method. ( JPHAS,2005) 1813: Kentish E. menggunakan pulmometer yang cukup sederhana untuk mempelajari volum saluran udara ketika sakit. 1831: Thrackrah C.T. menggambarkan pulmometer mirip dengan Kentish, tetapi udara memasuki botol kaca dari bawah. Disana tidak terdapat perbaikan untuk tekanan, sehingga pengukuran mesin tidak hanya terpaku pada volume respirasi tetapi juga kekuatan dari otot-otot ekspirasi. 1844: Maddock, A.B. mempublikasikan di Lancet, sebuah surat untuk editor tentang “Pulmometer” nya. “Penemuan luar biasa yang saya temukan sangat berguna untuk mengukur kekuatan dari paru-paru di dalam lingkungan dan kondisi yang berbeda.” Maddock tidak menyebutkan Thrackrah atau Kentish. 1845: Vierordt mempublikasikan bukunya ‘Physiologie des Athmens mit besonderer Rücksicht auf die Auscheidung der Kohlensäure’. Walaupun Vierordt tertarik tentang penentuan penghembusan nafas, dia telah melakukan penentuan parameter volume dengan seksama. Dalam percobaannya dia menggunakan ‘expirator’. Vierordt mendeskripsikan beberapa parameter tersebut masih digunakan dewasa ini dalam spirometer modern. Sebagai contoh volume residu (‘Rückständige Luft’), kapasitas vital (‘vitales Atmungsvermögen’) dagu. Dengan metode ‘body plethysmography’,dia menentukan volume tidal paru paru. 1799: Pepys W.H. jun. menemukan volum tidal biasa menjadi 270 ml dengan menggunakan dua gasometer air raksa dan sebuah gastometer biasa. 1800: Davy H. mengukur kapasitas vital paru-parunya sendiri sebesar 3110 ml. volume tidal paru-paru sebesar 210 ml menggunakan gasometer dan
volume residu paru-paru sebesar 590-600 ml menggunakan metode pengenceran hidrogen atau hydrogen dilution method. ( JPHAS,2005) 1813: Kentish E. menggunakan pulmometer yang cukup sederhana untuk mempelajari volum saluran udara ketika sakit. 1831: Thrackrah C.T. menggambarkan pulmometer mirip dengan Kentish, tetapi udara memasuki botol kaca dari bawah. Disana tidak terdapat perbaikan untuk tekanan, sehingga pengukuran mesin tidak hanya terpaku pada volume respirasi tetapi juga kekuatan dari otot-otot ekspirasi. 1844: Maddock, A.B. mempublikasikan di Lancet, sebuah surat untuk editor tentang “Pulmometer” nya. “Penemuan luar biasa yang saya temukan sangat berguna untuk mengukur kekuatan dari paru-paru di dalam lingkungan dan kondisi yang berbeda.” Maddock tidak menyebutkan Thrackrah atau Kentish. 1845: Vierordt mempublikasikan bukunya ‘Physiologie des Athmens mit besonderer Rücksicht auf die Auscheidung der Kohlensäure’. Walaupun Vierordt tertarik tentang penentuan penghembusan nafas, dia telah melakukan penentuan parameter volume dengan seksama. Dalam percobaannya dia menggunakan ‘expirator’. Vierordt mendeskripsikan beberapa parameter tersebut masih digunakan dewasa ini dalam spirometer modern. Sebagai contoh volume residu (‘Rückständige Luft’), kapasitas vital (‘vitales Atmungsvermögen’) 1852: John Hutchinson mempublikasikan laporannya tentang air di spirometer yang tetap digunakan sampai hari ini hanya dengan perubahan kecil (perubahan besar yang terjadi sekarang adalah penambahan alat pengukur grafik dan waktu dan reduksi masa bel). Hutchinson mencatat kapasitas vital paru-paru 4000 orang dengan spirometernya. Dia mengklasifikasikan manusia, sebagai contoh ‘Paupers’, ‘First Battalion Grenadier Guards’, ‘Pugilists and Wrestlers’,
‘Giants and Dwarfs’, ‘Girls’, ‘Gentleman’, ‘Deseased cases’. Dia menunjukan bahwa kapasitas vital paru-paru berbanding lurus dengan tinggi dan dia pun menunjukan bahwa kapasitas vital paru-paru tidak memiliki kaitan dengan berat badan. Hutchinson telah memulai pekerjaannya dengan spirometers pada tahun 1844. (Tissier) 1854: Wintrich mengembangkan spirometer yang sudah diperbaharui, pengunaan spirometer ini lebih sederhana dibandingkan dengan spirometer Hutchinson. Wintrich menguji 4000 orang dengan spirometernya. Terdapat 500 kasus tentang penyakit di paru-paru. Dia menyimpulkan ada 3 parameter yang menentukan kapasitas vital paru paru yaitu tinggi badan, berat badan dan umur. (Tissier) 1859: E.Smith mengembangkan konsep spirometer portabel dan mencoba untuk mengukur metabolisme gas. 1866: Salter menambahkan kymograph pada spirometer untuk merekam waktu serta volume yang diperoleh. 1868: Bert.P memperkenalkan plethysmography total tubuh. 1879: Gad.J menerbitkan sebuah artikel tentang pneumatography yang ditambahkan sebagai parameter dar pemeriksaan spirometer dan juga perubahan volume rongga dada selama inspirasi dan ekspirasi. 1902: Brodie.T.G adalah yang pertama mengunnakan spirometer baji bawah, pendahulu dari spirometer fleisch yang masih digunakan saat ini. 1904: Tissor memperkenalkan spirometer sirkuit tertutup. 1974: Campbell memperkembangkan suatu peak flow meter yang ringan. 2.4
Indikasi Pemeriksaan Spirometri Ada beberapa indikasi-indikasi dari pemeriksaan spirometri seperti: 1. Diagnostik :
-
Untuk mengevaluasi gejala dan tanda
-
Untuk mengukur efek penyakit pada fungsi paru
-
Untuk menilai resiko pra-operasi
-
Untuk menilai prognosis
-
Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas fisik berat program
2. Monitoring -
Untuk menilai intervensi terapeutik
-
Untuk menggambarkan perjalanan peyakit yang mempengaruhi fungsi paru-paru
-
Untuk memantau efek samping obat dengan toksisitas paru diketahui
-
Untuk memantau orang terkena agen merugikan
3. Penurunan Nilai Evaluasi
2.5
-
Untuk menilai pasien sebagai bagian dari program rehabilitasi
-
Untuk menilai resiko seb agai bagian dari evaluasi asuransi
Kontraindikasi
Kontraindikasi Sprometri terbagi dalam kontraindikasi absolute dan realtif. Kontraindikasi absolut meliputi : - Peningkatan tekanan intrakranial - Space occupying lesion (SOL) pada otak - Ablasio retina - Dan lain sebagainya Kontraindikasi relatif antara lain : - Hemoptisis yang tidak diketahui penyebabnya - Pneumothoraks - Angina pektoris tidak stabil - Hernia skrotalis - Hernia inguinalis - Hernia umbilikalis - Hernia Nucleous Pulposus (HNP) tergantung derajat keparahan - Dan lain-lain 2.6
Cara Penggunaan Spirometri
Siapkan alat spirometer, dan kalibrasi harus dilakukan sebelum pemeriksaan Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran napas bagian atas dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu serangan asma Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan makanan berat dalam waktu 2 jam Pasien juga tidak harus merokok dalam waktu 1 jam dan menkonsumsi alkohol dalam waktu 4 jam Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, dan ras untuk megetahui nilai prediksi Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup mouth piece Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biaa tiga kali berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuatkuatnya dihembuskan udara melalui mouth piece. Manuver dilakukan 3 kali untuk mendapatkan hasil terbaik ( Johns DP, Pierce, 2007).
2.7
Beberapa Masalah yang Berkaitan dengan Pemeriksaan Spirometri 1. Submaksimal usaha 2. Kebocoran antara bibir dan mulut 3. Tidak lengkap inspirasi atau ekspirasi (sebelum atau selama manuver paksa) 4. Ragu-ragu pada awal pemeriksaan 5. Batuk (terutama dalam hitungan detik pertama ekspirasi) 6. Penutupan Glotis 7. Obstruksi corong dengan lidah
8. Fokalisasi selama manuver dipaksa 9. Buruknya postur tubuh.
Sekali lagi, demonstrasi prosedur akan mencegah banyak masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan spirometri dan, mengingat bahwa semua upaya pengukuran tergantung akan variabel pada pasien yang tidak kooperatif atau mencoba untuk menghasilkan nilai-nilai rendah. Penutupan glotis harus dicurigai jika aliran berhenti tiba-tiba selama tes bukan menjadi halus terus menerus kurva. Rekaman dengan batuk, terutama jika ini terjadi dalam hitungan detik pertama, atau ragu-ragu di awal harus ditolak. Fokalisasi selama pengujian akan mengurangi arus dan tidak bisa melakukan manuver dengan leher diperpanjang sering membantu. Upaya yang kuat diperlukan untuk spirometri sering difasilitasi dengan menunjukkan tes sendiri. InstrumenTerkait Masalah Ini sangat tergantung pada jenis spirometer yang digunakan. Pada volume perpindahan spirometer mencari kebocoran pada koneksi selang; pada aliran-sensing spirometer mencari robekan dan air mata dalam tabung konektor flowhead, di spirometer elektronik sangat berhati-hati tentang kalibrasi, akurasi dan linearitas. Standar menyarankan memeriksa kalibrasi setidaknya setiap hari dan diri-tes sederhana spirometer merupakan pemeriksaan, tambahan sehari-hari berguna bahwa inst rumen berfungsi dengan benar. (Johns DP, Pierce R, 2007)
2.8
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Sebelum melakukan interprestasi hasil pemeriksaan terdapat beberapa standar yang harus dipenuhi. American Thoracic Society (ATS) mendefinisikan bahwa hasil spirometri yang baik adalah suatu usaha ekspirasi yang menunjukkan 1. Gangguan minimal pada saat awal ekspirasi paksa 2. Tidak ada batuk pada detik pertama ekshalasi paksa, 3. Memenuhi 1 dari 3 kriteria valid end-of-test: a. Peningkatan kurva linier yang halus dari volumetime ke fase plateau dengan durasi sedikitnya 1 detik b. jika pemeriksaan gagal untuk memperlihatkan gambaran plateau ekspirasi, waktu ekspirasi paksa/ forced expiratory time (FET) dari 15 detik; atau
c. ketika pasien tidak mampu atau sebaiknya tidak melanjutkan ekshalasi paksa berdasarkan alasan medis. Setelah standar terpenuhi, tentukan nilai referensi normal FEV1 dan FVC pasien berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan (beberapa tipe spirometri dapat menghitung nilai normal dengan memasukkan data pasien). Kemudian pilih 3 hasil FEV1 dan FVC yang konsisten dari pemerikssan spirometri yang selanjutnya dibandingkan dengan nilai normal yang sudah ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan persentase nilai prediksi.
a. Fungsi Paru Normal Hasil spirometri normal menunjukkan FEV1 >80% dan FVC >80%. Gambar 2. Normal Spirometri. PEF: peak expiratory flow; RV: residual volume; TLC: total lung capacity. (\b. Obstructive Ventilatory Defects (OVD) Gangguan obstruktif pada paru, dimana terjadi penyempitan saluran napas dan gangguan aliran udara di dalamnya, akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam mengatasi resistensi nonelastik dan akan bermanifestasi pada penurunan volume dinamik. Kelainan ini berupa