Film Sokola Rimba tekankan maksud pendidikan yang berbeda dengan Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Prisia Nasution jadi pemeran tokoh utamanya, Butet Manurung. Jadilah cerita tentang Butet Manurung (diperankan Prisia Nasution) yang sudah tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di daerah Jambi. Tugasnya Tugasnya adalah mengajarkan baca, tulis dan menghitung kepada anak-anak Orang Ri mba yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan Bukit Duabelas. Karena diselamatkan oleh Nyungsang Bungo ketika Butet diserang malaria di tengah rimba, muncul keinginan untuk mengajar anak-anak Orang Rimba yang tinggal di hilir sungai Makekal. Bungo memang berasal dari hilir yang jaraknya sekitar tujuh jam berjalan kaki dari tempat Butet mengajar. Bungo juga rupanya ingin belajar kepada Butet supaya bisa memahami isi gulungan kertas yang kerap dia bawa-bawa. Sayangnya, saat Butet berhasil masuk ke kelompok rombong Bungo di hilir sungai Makekal dan mulai mengajar di sana, muncul rintangan. Bahar (Rukman Rosadi), bosnya di lembaga tempat dia bekerja, tak merestui niat Butet. Ditambah lagi, ada kepercayaan yang diyakini rombong di mana Bungo hidup, yakni belajar baca tulis dan menghitung bisa munculkan malapetaka.
Prisia cepat diterima oleh anak-anak Orang Rimba sebagai ibu guru Butet. Film Sokola Rimba yang berlatar waktu tak lama setelah masa reformasi bergulir itu mengetengahkan perjuangan Butet Manurung supaya dia bisa mengajar anak-anak Orang Rimba di hilir sungai Makekal. Dia tak mau mengecewakan Bungo, yang punya kecerdasan di atas rata-rata. Berbarengan Ber barengan dengan itu, Butet juga tak ingin terpisahkan dari masyarakat Orang Rimba yang sudah kadung dicintainya itu. Di mata Riri Riza, cerita Sokola Rimba menjadi Rimba menjadi menarik karena memuat dilema, rasa khawatir, ketakutan yang menimpa para tokohnya. Cerita seperti ini juga memiliki komponen lengkap untuk sebuah film drama. "Saya nggak berniat berniat untuk buat film action atau action atau film yang lebih keras. Yang penting adalah ada cerita tentang zaman kita. Ada hal relevan dalam film ini yang bisa membuat orang berpikir tentang situasi saat i ni, soal lingkungan, masyarakat
adat, tentang komunitas yang hidup dengan keyakinannya sendiri yang sering disalahpahami," jelas Riri. Sinopsis dan Alur Cerita Film Sokola Rimba (2013)
Film ini mengajarkan kita akan pentingnya pendidikan bagi masa depan seseorang. Banyak masyarakat di pedalaman yang belum mendapat akses pendidikan yang layak sampai-sampai mereka menganggap pendidikan adalah hal yang dapat membawa bencana. Beginilah alur cerita film ini : Butet Manurung (Prisia Nasution) bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi selama hampir 3 tahun. Disinilah ia telah menemukan cita-cita dalam hidupnya yaitu mengajarkan baca tulis dan menghitung kepada anak - anak suku anak dalam atau yang lebih dikenal sebagai Orang Rimba. Suku ini tinggal di hulu sungai Makekal di hutan bukit Duabelas. Suatu hari Butet terkena penyakit malaria di tengah hutan, seorang anak tak dikenal datang menyelamatkannya. Anak itu bernama Nyungsang Bungo . Ia berasal dari Hilir sungai Makekal, yang berjarak sekitar 7 jam perjalanan untuk
bisa mencapai hulu sungai, tempat B utet mengajar. Secara sembunyi-sembunyi, Bungo telah lama memperhatikan cara Butet mengajar membaca. Ia membawa kertas perjanjian yang telah di 'cap jempol' oleh kepala adatnya, sebuah surat persetujuan orang-orang desa mengeksploitasi tanah adat mereka. Bungo ingin belajar membaca dengan ibu guru Butet agar dapat membaca surat perjanjian itu. Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet agar memperluas wilayah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal. Namun keinginannya itu tidak mendapatkan restu dari tempatnya bekerja, maupun
dari kelompok rombong Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis bisa membawa malapetaka bagi mereka. Butet mencari segala cara agar ia bisa tetap mengajar Bungo, hingga malapetaka yang ditakuti oleh Kelompok Bungo betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari masyarakat Rimba yang dicintainya. Dapatkah ia kembali? Produser, Sutradara, dan Pemain Film Sokola Rimba (2013)
Produser : Mira Lesmana Sutradara : Riri Riza Aktor dan Aktris : Prisia Nasution, Rukman Rosadi, Nadhira Suryadi, Nyungsang Bungo, Nengkabau
9 WIB
Kabar Terkait
Film Sang Pemberani: Mengambil Latar Belakang Peristiwa Tsunami Aceh
Festival Film Indie 2014 Perebutkan 12 Kategori Terbaik Film Hijabers In Love Gelar Lomba Casting Online "A Long Way to Go, Kisah Transgender Muslim, Karya Sineas Indonesia Curi Perhatian di Festival Film London 6 Maret Tayang Di Bisokop, Ini Sinopsis Aku Cinta Kamu Film Aku Cinta Kamu Siap Tayang, Terinspirasi Lagu Piyu Padi
Antara Prisia Nasution dalam film Sokola Rimba
Kabar24.com, JAKARTA- Produser Mira Lesmana dan penulis skenario Riri Ri za menuangkan kisah anak-anak suku pedalaman Hutan Bukit Duabelas, Jambi, lewat film yang diadaptasi dari buku Sokola Rimba.
"Ini adalah suara kecil dari pedalaman rimba di Jambi, semoga bisa terdengar luas," kata Mira sebelum pemutaran perdana film Sokola Rimba di Jakarta, Selasa (12/11). Kisah Butet Manurung, antropolog penerima penghargaan Time Asia Hero 2004, saat menjadi guru bagi anak-anak rimba dalam film itu memang tidak persis sam a dengan cerita dalam buku Sokola Rimba. Riri Riza hanya menuangkan aspek-aspek menarik dalam buku ke dalam film berdurasi 90 menit tersebut dan menambahkan dramatisasi serta tokoh rekaan ke dalamnya. Namun film itu tetap mengusung isi inti buku Sokola Rimba, tentang kepedulian Butet pada kaum marjinal yang terdesak arus perubahan dan modernisasi.
Dalam film itu, Butet, yang diperankan Prisia Nasution, mencoba mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat rimba, seperti baca tulis dan berhitung, agar mereka tidak tergilas oleh tekanan dunia luar. Dia kemudian bertemu dengan seorang anak bernama Nyungsang Bungo yang menunjukkan ketertarikan untuk belajar. Bersama anak-anak lain seperti Beindah dan Nengkabau, Nyungsang Bungo melahap pelajaran dari Butet di sela kegiatan mereka di rimba. Upaya Butet tidak sepenuhnya mulus karena masih banyak kelompok rimba yang percaya bahwa belajar baca tulis melanggar adat dan dapat menyebabkan malapetaka. Film itu juga menggambarkan kehidupan orang rimba yang belum banyak diketahui, seperti ritual memanjat pohon untuk mengambil madu. (Antara) Editor: Andhina Wulandari
Sokola Rimba Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sokola Rimba
Poster film Sutradara
Riri Riza
Produser
Mira Lesmana Prisia Nasution
Pemeran
Rukman Rosadi Nadhira Suryadi Nyungsang Bungo
Distributor
Visi Lintas Films
Tanggal rilis
21 November 2013
Durasi
90 menit
Negara Bahasa
Bahasa Indonesia
Sokola Rimba adalah film drama Indonesia tahun 2013. Film ini dibintangi oleh Prisia Nasution dan Nyungsang Bungo.
Sinopsis Setelah hampir tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi, Butet Manurung (Prisia Nasution) telah menemukan hidup yang diinginkannya, mengajarkan baca tulis dan menghitung kepada anak-anak masyarakat suku anak dalam, yang dikenal sebagai Orang Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan bukit Duabelas. Hingga suatu hari Butet terserang demam malaria di tengah hutan, seorang anak tak dikenal datang menyelamatkannya. Nyungsang Bungo (Nyungsang Bungo) nama anak itu, berasal dari Hilir sungai Makekal, yang jaraknya sekitar 7 jam perjalanan untuk bisa mencapai hulu sungai, tempat Butet mengajar. Diam-diam Bungo telah lama memperhatikan Ibu guru Butet mengajar membaca. Ia membawa segulung kertas perjanjian yang telah di’cap jempol’ oleh kepala adatnya, sebuah surat persetujuan orang desa mengeksploitasi tanah adat mereka. Bungo ingin belajar membaca dengan Butet agar dapat membaca surat perjanjian i tu. Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas wila yah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal. Namun keinginannya itu tidak mendapatkan restu baik dari tempatnya bekerja, maupun dari kelompok rombong Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis bias membawa malapetaka bagi mereka. Namun melihat keteguhan hati Bungo dan kecerdasannya membuat Butet mencari segala cara agar ia bisa tetap mengajar Bungo, hingga malapetaka yang ditakuti oleh Kelompok Bungo betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari masyarakat Rimba yang dicintainya.[1]
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Hari ini, (21/11/2013) film "Sokola Rimba" bakal tayang serentak di 29 kota se-Indonesia. Di Jambi, premier film terbaru karya Riri Riza dan Mira Lesmana ini lebih spesial.
Selain dihadiri dua sineas kondang itu, sederet tokoh penting di balik suksesnya film tersebut juga dijadwalkan menonton langsung pemutaran perdana di Jambi. Mereka adalah Prisia Nasution selaku pemeran utama, dan Butet Manurung selaku penulis buku sekaligus inspirator dalam film ini. Rombongan tersebut sudah tiba di Jambi sejak Rabu (20/11) siang. Mereka menumpang pesawat Garuda Indonesia dan tiba di Bandara Sultan Thaha Jambi sekitar pukul 14.00 WIB. Di hadapan para awak media, Riri Riza menyampaikan bahwa ia mengaku senang karena dapat mengikuti pemutaran film perdana di tempat pembuatan film itu dilakukan. "Kami senang sekali dan berterima kasih diberi kesempatan untuk mengadakan pemutaran di tempat dimana film ini hampir bisa dikatakan 95 persen dari lokasi pengambilan gambarnya dilakukan di Provinsi Jambi. Tepatnya di kabupaten Merangin dan muara Tebo," katanya. Hal ini menurutnya spesial, karena sebuah film yang diputar di tempat film itu dibuat memiliki kepuasan tersendiri. Ia juga bisa melihat respon masyarakat setempat mengenai film tersebut. "Sangat spesial kalau sebuah film yang diproduksi dilakukan pengambilan gambarnya atau setting ceritanya itu diputar perdana itu di tempat dimana video itu dibuat. Kami senang sekali ada di sini hari ini dan esok," ujar pemilik nama asli Mohammad Rivai Riza ini. Selain spesial buat Riri, premier Sokola Rimba di Jambi juga spesial bagi pecinta film di Jambi sendiri. Pasalnya, duet sineas tersebut akan memutar film Sokola Rimba satu jam lebih awal dari seluruh tempat pemutaran di Indonesia. Hal i tu dikatakan produser Sokola Rimba, Mira Lesmana, kemarin. "Serentak seluruh Indonesia di 29 kota. Besok kita akan adakan pemutaran sebelum jam bioskop dimulai. Jadi jam 9 pagi, mungkin akan sama juga pak gubernur," paparnya. Sokola Rimba merupakan sebuah film terbaru karya sutradara Riri Riza dan diproduseri oleh Mira Lesmana. Film ini merupakan drama yang sarat akan unsur pendidikan dan kemanusiaan. Dibintangi oleh Prisia Nasution, cerita film Sokola Rimba ini diangkat dari kisah nyata dan sebagian melibatkan sejumlah warga suku Anak Dalam serta fil m Sokola Rimba ini menggunakan dialek warga Rimba. Selain di Jakarta, film ini banyak mengambil setting di hutan bukit duabelas selama 14 hari, dengan membawa tim sekitar 35 orang dari Jakarta ditambah dukungan tim lokal sekitar 15 orang. Pemain dari hutan bukit duabelas yang terlibat hampir 80 orang. Film ini menghabiskan dana hingga Rp 4,8 miliar. Banyak tantangan
Masuk hutan untuk melakukan syuting baru pertama kali dilakukan Prisia Nasution. Namun perempuan kelahiran 1 Juni itu mengaku senang dan betah selama menjalani syuting di hutan Bukit Duabelas hingga dua minggu lamanya. "Saya sebelumnya belum pernah masuk hutan untuk melakukan proses syuting jadi ini pertama kalinya masuk ke rimba dengan harus beradegan," paparnya saat ditemui di ruang kedatangan VIP bandara Sultan Thaha, Rabu (20/11) siang. Namun menurutnya kehidupan di dalam hutan tidak seburuk yang ia bayangkan. Perempuan yang akrab disapa Phia ini juga mengaku menemukan banyak hal positif selama berada di dalam hutan, salah satunya ia lebih fokus melakukan syuting. Ia juga belajar langsung mengenai kehidupan masyarakat rimba secara langsung. Memerankan tokoh Butet Manurung, perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi masyarakat suku anak dalam, mengharuskannya melakukan apa yang dialami pemeran aslinya, termasuk mandi di sebuah sungai kecil dengan ruang yang terbuka. "Iya ikut (mandi.red), seru juga, airnya dingin. Tapi kita di camp juga ada air di bilik untuk ambil air atau mandi," lanjutnya. Menjadi tokoh utama dalam film Sokola Rimba menurutnya merupakan hal menyenangkan sekaligus penuh tantangan baginya. Berbeda dengan cerita drama fiksi yang cukup sering ia perankan, film yang ia bintangi saat ini diadaptasi dari cerita nyata dengan tokoh asli yang masih hidup dan eksis. "Saya kan memerankan tokoh yang masih ada dan masih aktif itu sudah kesulitan tersendiri, gitu. Gimana nanti orang nanti melihatnya di sini Butet Manurung bukan Prisia Nasution udah tantangan tersendiri." ujarnya. Tantangan lain yang dirasakan adalah membuat anak-anak Suku Anak Dalam merasa dekat dengannya seolah-olah menjadi guru yang sebenarnya. Hal itu menurutnya membutuhkan pendekatan khusus. Ia harus berbaur dengan anak-anak serta orang tua rimba asli. "Bagaimana caranya mereka anak-anak rimbanya bisa menerima sa ya sebagai ibu guru mereka juga. Bagaimana kita baru kenal tapi mereka harus bisa bilang ibu guru padahal yang dipanggil bu guru kak Butet sendiri," pungkasnya.
Film Sokola Rimba: beda tapi tetap seru November 23, 2013 by Aar 4 Comments
Membaca buku dan menonton film adalah dua hal yang berbeda. Aku sadar sepenuhnya tentang itu.
Saat membaca, kita memiliki ruang imajinasi yang luas untuk berkhayal sesuai gambaran kita. Demikian pula, kita memiliki banyak kesempatan untuk merenungkan pertanyaan pertanyaan dan kontemplasi penulis. Sebaliknya, menonton film adalah membuka diri terhadap imaji dan sentuhan emosi yang dibangun dari gambar, dialog, dan suasana yang terbangun bersama penataan suara. Sensasinya berbeda dari membaca buku. Berbeda itu ya berbeda. Tak lebih baik. Tak pula lebih buruk. Mungkin seperti merasakan apel dan jeruk. Begitulah sudut pandangku saat berniat menonton film Sokola Rimba yang diadaptasi dari buku Sokola Rimba karya Butet Manurung. Tapi tak dapat dipungkiri, sejak awal aku penasaran; sudut pandang dan plot seperti apa yang dibangun Riri Riza (sutradara) dan Mira Lesmana (produser) untuk film Sokola Rimba ini. Apakah film ini akan berkisah tentang proses Butet yang pada awalnya ditolak oleh Orang Rimba hingga kemudian diterima dan mendirikan Sokola Rimba? Apakah film ini akan menekankan pada keunikan Sokola Rimba yang menghadirkan pendidikan yang berbeda dari sekolah umum? Ataukah film ini akan bercerita tentang keindahan Taman Nasional Bukit Duabelas yang eksotik? Apakah ini film tentang kemanusiaan? Film romantika keindahan alam? Film perjuangan lingkungan? Film tentang perjuangan? Atau apa? Pilihan pasti harus dibuat. Dan di sinilah hal yang menarik buatku untuk menikmati tafsir sutradara dan produser sekelas Riri Riza dan Mira Lesmana terhadap buku Sokola Rimba.
*** Satu hal yang mengejutkan aku, dialog dalam film ini menggunakan bahasa Orang Rimba seperti apa adanya, dengan sub title dalam bahasa Inggris. Bahasa Indonesia hanya digunakan kalau memang dialognya di kantor LSM Wanaraya (sebagai pengganti nama Warsi) atau di kota.
Ini keren! Penonton disajikan bahasa visual, dengan bahasa hanya menjadi instrumen pendukung yang tak menjadi penghalang untuk menikmati bangunan cerita dalam film. Salut untuk Prisia Nasution (pemeran Butet Manurung) yang terlihat sangat fasih berbahasa Oran g Rimba dan memerankan dengan baik Butet Manurung. Dia sudah mengerjakan PR-nya dengan baik, sebuah profesionalitas yang patut diacungi jempol. Plot film Sokola Rimba ini dibangun berdasarkan dua kisah. Yang pertama adalah interaksi antara Butet-Bungo-Orang Rimba dalam konteks belajar/ bersekolah. Bungo adalah seorang anak rimba yang berasal dari suku di hilir sungai Makekal. Bungo terus “membuntuti” Butet walaupun jarak antara tempat tinggalnya dengan tempat Butet mengajar di hulu membutuhkan perjalanan tujuh jam. Plot kedua disusun berdasarkan konflik antara LSM Wanaraya dengan Butet. Sudut pandang berbeda antara LSM Wanaraya yang mementingkan konservasi hutan dan Butet yang mementingkan pemberdayaan manusia melahirkan konflik alami. Apalagi dalam konteks benturan inisiatif pribadi idealis dengan kehidupan organisasi yang tergantung pada batasan kegiatan yang disepakati dengan donor.
***
Hal yang paling mengharukan buatku adalah momen saat Bungo membaca surat perjanjian kaumnya dengan orang luar dan memprotes beberapa pasal yang ada di perjanjian itu. Momen itu menjadi titik balik Orang Rimba yang mencurigai dampak pendidikan kepada anak-anak mereka, apakah akan membuat anak-anak menjadi tercabut dari adat dan keluar dari hutan, atau memberikan penguatan agar bisa survive di tengah modernitas yang terus menggilas kehidupan mereka. Film ini keren! Sangat bagus untuk menghangatkan hati kita, melihat perspektif yang berbeda, dan menjadi renungan-renungan untuk kehidupan. Untuk anak-anak, film ini bagus untuk memberikan wawasan kepada mereka tentang keragaman teman-teman mereka yang ada di berbagai penjuru Indonesia. Membayangkan perjalanan 7 jam menuju sekolah dan belajar dengan fasilitas seadanya adalah benih yang bagus untuk memperbesar kapasitas bersyukur mereka.