2.3.6 Sistem Pelayanan Rekam Medis 2.3.6.1 Pendaftaran
Menurut Budi (2011), pendaftaran adalah pelayanan pertama di suatu fasilitas pelayanan kesehatan. Beberapa pasien memutuskan berobat di suatu fasilitas
pelayanan
kesehatan
dengan
mempertimbangkan
tempat
pendaftaran pasien yang nyaman dan petugas yang memuaskan. Selain fasilitas yang mendukung, petugas pendaftaran pasien harus menguasai alur pasien, alur berkas rekam medis, dan prosedur penerimaan pasien, sehingga petugas dapat memberikan pelayanan dan informasi yang tepat dan cepat. Menurut DEPKES RI (2006), berikut merupakan jenis penerimaan pasien : a. Penerimaan pasien rawat jalan Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ) adalah tempat pendaftaran pasien rawat jalan yang mempunyai tugas pokok menerima pasien yang berobat di rawat jalan dan mencatat pendaftaran pasien (registrasi). Menyediakan formulir-formulir rekam medis dalam folder dokumen rekam medis, memberi informasi tentang pelayanan-pelayanan di rumah sakit yang bersangkutan. Setiap pasien baru diterima di Tempat Pendaftaran Pasien (TPP) dan akan diwawancarai oleh petugas guna mendapatkan informasi mengenai data identitas sosial pasien yang harus diisikan pada formulir ringkasan riwayat rumah sakit. Setiap pasien baru akan memperoleh nomor pasien yang akan digunakan sebagai kartu pengenal (kartu berobat), yang harus dibawa pada setiap kunjungan berikutnya ke rumah satit atau puskesmas yang sama, baik sebagai pasien berobat jalan maupun sebagai pasien rawat inap. Sedangkan untuk pasien lama, langsung menuju ke tempat pendaftaran pasien dengan menyerahkan kartu berobat kepada petugas
rekam medis dan petugas mencari dokumen rekam medis pasien, yang langsung akan diantar menuju poliklinik yang akan dituju oleh pasien. Menurut Hatta (2008), prosedur penerimaan pasien rawat jalan adalah sebagai berikut : 1)
Pasien mendaftar ke tempat penerimaan pasien, petugas pendaftaran mencatat pada buku register pasien, nomor rekam medis dan data indentitas pasien, membuat KIB (Kartu Identitas Berobat) untuk diberikan kepada pasien, yang harus dibawa apabila pasien tersebut berobat ulang.
2)
Bagi pasien kunjungan ulang, diminta untuk menunjukkan KIB kepada petugas pendaftaran, bila tidak membawa maka data pasien dicari melalui KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien), setelah itu petugas mengambil berkas pasien sesuai dengan nomor rekam medisnya.
3)
Bila pasien membawa surat rujukkan maka surat rujukkan tersebut dilampirkan pada berkas rekam medisnya.
4)
Petugas rekam medis mengantar berkas rekam medis pasien ke poliklinik / IGD.
5)
Setelah dilakukan pemeriksaan, maka dokter akan mencatat riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnose, dan terapi pada kartu lembar rekam medis pasien.
6)
Petugas instalasi rawat jalan / poliklinik membuat sensus harian pasien rawat jalan.
7)
Keesokan harinya seluruh berkas rekam medis rawat jalan berikut rekapitulasi pasien diambil petugas rekam medis.
8)
Petugas rekam medis memeriksa kelengkapan pengisian rekam medis dan yang belum lengkap dikembalikan ke unit pelayanan untuk dilengkapi.
9)
Petugas rekam medis mengolah berkas rekam medis yang sudah lengkap, dicoding , dan dimasukkan dalam kartu index.
10) Berkas rekam medis disimpan di ruang penyimpanan sesuai urutan nomor rekam medis. b. Penerimaan pasien rawat inap Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap (TPPRI) adalah tempat pendaftaran pasien rawat inap yang mempunyai tugas pokok menerima pasien berdasarkan admission note yang dibuat dokter bersama-sama pasien atau keluarga pasien, menentukan kelas perawatan dan bangsal yang dituju serta menjelaskan tarif dan fasilitas yang ada, menyiapkan formulir-formulir rawat inap yang sesuai dengan kasus penyakitnya. Penerimaan pasien rawat inap adalah penerimaan pasien untuk mendapatkan pelayanan lanjutan setelah mendapatkan surat pengantar dirawat dari pihak yang berwenang. Dalam hal ini, pihak yang memberi surat pengantar adalah dokter dari klinik atau pelayanan rawat darurat di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut bukan dari fasilitas pelayanan yang lain. Menurut Hatta (2008), prosedur penerimaan pasien rawat inap adalah sebagai berikut : 1)
Setiap pasien yang dinyatakan rawat inap oleh dokter poliklinik / IGD menghubungi tempat pendaftaran pasien.
2)
Apabila ruang rawat inap yang dimaksud masih tersedia, maka petugas rekam medis mencatat dalam buku rawat inap, serta mengisi identitas pasien pada lembar masuk surat perawatan.
3)
Petugas rekam medis mengirim berkas rekam medis ke unit pelayanan yang meminta rawat inap untuk digabungkan dengan berkas rekam medis yang telah ada.
4)
Petugas poliklinik / IGD mengantar pasien berikut berkas rekam medisnya ke ruang rawat inap yang dimaksud.
5)
Dokter yang bertugas mencatat tentang riwayat penyakit hasil pemeriksaan fisik, terapi serta semua tindakan yang diberikan kepada
pasien
pada
lembar-lembar
rekam
medis
dan
menandatanganinya. 6)
Perawat / bidan mencatat pengamatan mereka terhadap pasien dan pertolongan perawatan yang mereka berikan pada pasien ke dalam catatan perawatan / bidan dan membubuhkan tanda tangannya serta mengisi lembar grafik tentang suhu, nadi, dan pernapasan seorang pasien.
7)
Selama dirawat inap perawat / bidan menambah lembar-lembar rekam medis sesuai kebutuhan pelayanan yang diberikan pada pasien.
8)
Perawat / bidan berkewajiban membuat sensus harian pada lembaran mutasi pasien mulai jam 00.00 sampai dengan jam 24.00 ditandatangani oleh kepala ruang.
9)
Petugas rekam medis setiap pagi mengambil sensus harian serta berkas rekam medis pasien pulang dengan buku ekspedisi.
10) Petugas rekam medis memeriksa kelengkapan berkas rekam medis apabila
ada
ketidaklengkapan,
batas
waktu
untuk
pengisian
ketidaklengkapan rekam medis adalah 14 hari. 11) Apabila berkas lengkap maka dilakukan pengkodingan dan diindex untuk membuat laporan dan statistik rawat inap. 12) Berkas rekam medis disimpan di ruang penyimpanan. c. Penerimaan pasien gawat darurat Tempat Pendaftaran Pasien Gawat Darurat (TPPGD) adalah tempat pelayanan pendaftaran di rumah sakit yang melayani pasien selama 24 jam setiap harinya. Pada dasarnya, pasien yang datang merupakan pasien dalam keadaan darurat (emergency), namun tidak jarang pasien datang dalam keadaan tidak darurat, tetapi darurat waktunya yaitu pasien yang
datang pada waktu malam hari pada waktu loket pendaftaran tidak dibuka. Berbeda dengan prosedur pelayanan pasien baru dan pasien lama, di sini pasien ditolong terlebih dahulu baru penyelesaian administrasinya. Setelah mendapat pelayanan yang cukup, ada beberapa kemungkinan yaitu, pasien boleh langsung pulang, pasien dirujuk / dikirim ke rumah sakit lain atau pasien harus dirawat. Menurut Hatta (2008), prosedur penerimaan pasien gawat darurat adalah sebagai berikut : 1)
Pasien telah diterima di IGD, maka pengantar mendaftar ke tempat penerimaan pasien, petugas pendaftaran mencatat pada buku register, nama pasien, nomor rekam medis, dan data identitas pasien, serta membuat KIB untuk pasien yang dapat digunakan bila pasien berobat ulang.
2)
Bila data penderita ternyata menunjukan bahwa penderita pernah menginap di rumah sakit, maka nomor rekam medisnya dicari melalui KIUP, setelah itu petugas mengambil berkas rekam medis pasien sesuai nomor rekam medisnya.
3)
Bila pasien membawa surat rujukan, maka surat rujukan tersebut dilampirkan pada berkas rekam medisnya.
4)
Petugas rekam medis mengantar berkas rekam medis pa sien ke IGD.
5)
Setelah dilakukan pemeriksaan, maka dokter akan mencatat riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosa, dan terapi pada kartu lembar rekam medis pasien.
6)
Petugas IGD membuat sensus harian pasien IGD.
7)
Keesokan harinya seluruh berkas rekam medis rawat jalan berikut rekapitulasi pasien diambil petugas rekam medis.
8)
Petugas rekam medis memeriksa kelengkapan pengisian rekam medis dan yang belum lengkap dikembalikan ke IGD untuk dilengkapi.
9)
Petugas rekam medis mengolah berkas rekam medis yang sudah lengkap, dicoding , dimasukkan dalam kartu index.
10) Berkas rekam medis disimpan di ruang penyimpanan sesuai urutan nomor rekam medis. 2.3.6.2 Identifikasi
Menurut Budi (2011), identifikasi adalah proses pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang bukti-bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan mempersamakan keterangan tersebut dengan individu seseorang. Identifikasi dilakukan untuk mengetahui identitas seseorang agar kita dapat mengenal dan membedakannya dari orang lain. Cara pengumpulan data pada kegiatan identifikasi di TPP dapat dilakukan melalui : 1) Wawancara langsung dengan sumbernya atau orang lain. 2) Orang yang bersangkutan mengisi formulir identifikasi yang telah disiapkan. 3) Pengumpulan
data
identitas
yang
lain
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan gabungan antara wawancara dan mengisi formulir. Kegiatan mengisikan data identifikasi pasien ini perlu diperhatikan tentang keakuratan data pada identifikasi. Hal ini perlu dilakukan karena proses identifikasi ini merupakan proses pengumpulan data pertama sebelum pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, data ini juga yang dijadikan dasar untuk pelayanan medis dan pelaporan. Unit rekam medis mempunyai tanggung jawab atas kelengkapan data identifikasi setiap pasien, maka dalam mengumpulkan data identitas pasien harus diperoleh data yang lengkap sehingga dalam proses pelayanan kesehatan selanjutnya akan berjalan dengan baik. Masalah yang timbul
akibat dari kesalahan identifikasi akan menyebabkan kerugian untuk fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri. Hal ini dikarenakan terjadinya pemborosan waktu, tenaga, materi ataupun pekerjaan yang tidak efisien dan lebih jauh akan merugikan pasien itu sendiri. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan identifikasi, adalah: 1) Petugas
harus
tenang,
ramah,
sopan
dalam
melayani
pasien,
mendengarkan dengan penuh perhatian dan sabar menjelaskan hal-hal yang ditanyakan. 2) Petugas harus teliti dalam mencatat atau entri dat a identitas pasien. 3) Harus ada petunjuk tertulis Standar Operasional Prosedur (SOP) atau Prosedur Tetap (PROTAP) tentang cara pencatatan atau penulisan yang harus diikuti oleh semua petugas. 2.3.6.2 Penamaan
Menurut Budi (2011), sistem penamaan adalah tata cara penulisan nama seseorang atau pasien yang bertujuan untuk membedakan satu pasien dengan pasien lain. Sistem pemberian nama seseorang atau pasien menurut kebangsaan, suku dan marga mempunyai cara dan ciri masing-masing yang berbeda-beda. Nama orang dibedakan menjadi : 1. Nama orang Indonesia. 2. Nama orang Cina, Korea, Vietnam, dan sejenisnya. 3. Nama orang India, Jepang, Muangthai, dan sejenisnya. 4. Nama orang Arab, Persia, Turki, dan sejenisnya. 5. Nama orang Eropa, Amerika, dan sejenisnya. Di Indonesia sendiri sangat beragam untuk jenis penamaannya, hal ini karena nama biasanya dikaitkan dengan suku, gelar kepangkatan, baptis, atau tambahan pada wanita yang sudah menikah dengan nama suaminya.
Aturan penamaan di atas kurang cocok diterapkan di Indonesia karena di negara ini tidak ada pengaturan tentang penulisan nama, selain itu juga tidak adanya aturan penggunaan nama keluarga pada setiap nama. Dengan adanya kebebasan pemberian nama ini menyulitkan pengindeksian dengan sistem penamaan di atas. Tetapi ada yang perlu diperhatikan untuk penulisan nama pada nama pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga sistem penamaan yang digunakan akan seragam dan dapat mempermudah pelayanan. Tata cara penulisan nama pasien, meliputi : a. Penulisan nama pasien diikuti singkatan yang menunjukkan status pasien. Singkatan ini bisa dituliskan di depan nama atau di belakang nama pasien, pada dasarnya di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut sebaiknya konsisten penulisannya. b. Penulisan gelar/pangkat dituliskan di belakang nama pasien, untuk nama pasien yang seharusnya mempunyai gelar di depan namanya, maka gelar tetap dituliskan di belakang nama pasien. c. Nama pasien dituliskan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (bukan nama panggilan). d. Penulisan nama menggunakan ejaan yang disempurnakan (sesuai EYD). e. Nama pada sampul berkas rekam medis ditulis dengan menggunakan huruf kapital, hal ini untuk mempermudah membaca nama pasien. f. Pada lembar identitas pasien disertakan nama penanggungjawab yang sah. 2.3.6.4 Penomoran
Menutut Budi (2011), sistem penomoran adalah tata cara penulisan nomor yang diberikan kepada pasien yang datang berobat sebagai bagian dari identitas pribadi pasien yang bersangkutan. Nomor rekam medis memiliki berbagai kegunaan atau tujuan yaitu : a. Sebagai petunjuk pemilik berkas rekam medis pasien yang bersangkutan.
b. Untuk pedoman dalam tata cara penyimpanan (penjajaran) berkas rekam medis. c. Sebagai petunjuk dalam pencarian berkas rekam medis yang telah tersimpan di filing. Ada tiga sistem pemberian nomor pasien masuk ( Admission Numbering System), yaitu : a. Pemberian nomor cara seri (Serial Numbering System) Pada sistem ini, petugas pendaftaran memberikan nomor baru (berkas baru) pada setiap kali pasien datang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan. Petugas memberikan nomor baru (berkas baru) tanpa membedakan antara pasien baru atau pasien lama, sehingga seorang pasien bisa saja memiliki sejumlah berkas rekam medis sesuai jumlah kunjungannya ke fasilitas pelayanan kesehatan. b. Pemberian nomor cara unit (Unit Numbering System) Pada sistem ini, setiap pasien yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan
kesehatan akan mendapatkan satu nomor rekam medis (berkas rekam medis) ketika pasien tersebut pertama kali datang. Nomor (berkas) rekam medis ini dapat dipergunakan untuk semua pelayanan kesehatan yang bersangkutan, tanpa membedakan pelayanan rawat jalan, rawat inap atau penunjang medis. c. Pemberian nomor cara seri unit (Serial Unit Numbering System) Sistem ini merupakan perpaduan antara sistem seri dan unit yaitu dengan memberikan nomor baru (berkas rekam medis baru) kepada seluruh pasien yang berkunjung tetapi kemudian untuk pasien lama akan dicarikan berkas rekam medisnya. Pada sistem ini, berkas rekam medis lama akan digabung dengan berkas rekam medis baru dan selanjutnya digabung dengan menggunakan nomor (berkas) baru. Pada tempat berkas lama diberikan petunjuk penggabungan ke tempat berkas yang baru. d. Penomoran Keluarga ( Family Numbering )
Menurut IFHRO (1992), sistem penomoran keluarga yang paling sesuai untuk klinik perawatan kesehatan. Sistem ini suatu nomor unit yang dikeluarkan untuk rumah tangga, dan ekstra digit ditambahkan untuk menunjukkan setiap individu dalam rumah tangga. Semua catatan kesehatan kemudian dikelompokkan secara numeric dengan keluarga, tetapi folder dapat dipisah dan dipertahankan untuk setiap pasien. Keuntungan sistem ini adalah untuk pusat perawatan rawat jalan yang menekankan keluarga sebagai unit (misalnya konseling keluarga). Sedangkan kelemahan utamanya adalah keluarga berbah, perkawinan atau penyebab perceraian, perubahan dari jumlah rumah tangga atau digit tambahan. Dari keempat sistem pemberian nomor pada berkas rekam medis pasien datang, sistem yang paling dianjurkan adalah pemberian nomor unit, karena memiliki kelebihan yaitu : a. Semua berkas rekam medis pasien memiliki satu nomor dan terkumpul dalam satu folder. b. Secara tepat memberikan informasi kepada klinisi dan manajemen, suatu gambaran yang lengkap mengenai riwayat penyakit dan pengobatan seorang pasien. c. Menghilangkan kerepotan mencari dan mengumpulkan berkas rekam medis pasien yang terpisah-pisah dalam sistem seri. d. Menghilangkan kerepotan mengambil berkas rekam medis lama, untuk disimpan ke nomor baru dalam sistem seri.
2.5 Sistem Pengelolaan Rekam Medis 2.5.1 Assembling
Menurut Budi (2011), Assembling berarti merakit, tetapi untuk kegiatan assembling berkas medis di fasilitas pelayanan kesehatan tidaklah hanya sekedar merakit atau mengurutkan satu halaman ke halaman yang lain sesuai dengan aturan
yang berlaku. Pengurutan halaman ini dimulai dari berkas rekam medis rawat darurat, rawat jalan, dan rawat inap. Pergantian pada masing-masing pelayanan akan diberikan kertas pembatas yang menonjol sehingga dapat mempermudah pencarian formulir berkas rekam medis. Kegiatan assembling berfungsi mengecek kelengkapan pengisian berkas rekam medis dan formulir yang harus ada pada berkas rekam medis. Beberapa parameter yang dapat dilihat untuk mengetahui mutu rekam medis di rumah sakit khususnya yang melibatkan kegiatan assembling diantaranya : 1. Ketepatan waktu pengembalian. 2. Kelengkapan formulir pada berkas rekam medis. 3. Kelengkapan pengisian pada berkas rekam medis. Menurut DEPKES RI (2006) agar diperoleh kualitas rekam medis yang optimal perlu dilakukan audit dan analisis rekam medis dengan cara meneliti rekam medis yang dihasilkan oleh staf medis dan paramedis serta hasil-hasil pemeriksaan dari unit-unit
penunjang
medis
sehingga
kebenaran
penempatan
diagnosa
dan
kelengkapan rekam medis dapat dipertanggung jawabkan. Proses analisa rekam medis ditujukan pada dua hal, yaitu : a. Analisis kuantitatif adalah analisis yang ditujukan pada jumlah lembaranlembaran rekam medis sesuai dengan lamanya perawatan, meliputi kelengkapan lembaran rekam medis, paramedis, dan penunjang medis sesuai prosedur yang ditetapkan. Petugas akan menganalisis setiap berkas yang diterima apakah lembaran rekam medis yang seharusnya ada pada berkas seseorang pasien sudah ada atau belum. Jika terdapat ketidaklengkapan berkas pasien dari lembaran tertentu, maka harus segera menghubungi ke ruang perawatan dimana pasien dirawat. b. Analisis kualitatif adalah analisis yang ditujukan pada mutu dan setiap berkas rekam medis. Petugas akan mengambil dan menganalisa kualitas rekam medis pasien sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Analisa kualitatif meliputi penelitian terhadap pengisian lembar rekam medis baik oleh staf medis, paramedis, dan unit penunjang medis lainnya. Ketidaklengkapan dalam pengisian
rekam medis akan sangat mempengaruhi mutu rekam medis, mutu rekam medis akan mencerminkan baik tidaknya mutu pelayanan. Pembuatan resume bagi setiap pasien yang dirawat merupakan cerminan mutu rekam medis serta pelayanan yang diberikan. Dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang menangani pasien wajib melengkapi rekam medis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Rumus
analisa
berkas
rekam
medis
dalam
menghitung
Angka
Ketidaklengkapan Pengisian Catatan Medis (AKLPCM), yaitu : Jumlah catatan medis tidak lengkap AKLPCM =
x 100 % Jumlah seluruh cacatan medis yang diperiksa
2.5.2 Coding
Menurut Budi (2011), kegiatan pengkodean adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf dan angka atau kombinasi antara huruf serta angka yang mewakili komponen data. Kegiatan yang dilakukan dalam coding meliputi kegiatan pengkodean diagnosis penyakit dan pengkodean tindakan medis. Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode bertanggungjawab atas keakuratan kode. Kecepatan dan ketepatan coding dari suatu diagnosis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tulisan dokter yang sulit dibaca, diagnosis yang tidak spesifik, dan keterampilan petugas coding dalam pemilihan kode. Dalam proses coding akan terjadi kemungkinan, yaitu : a.
Penetapan diagnosis yang salah sehingga menyebabkan hasil pengkodean salah
b.
Penetapan diagnosis yang benar, tetapi petugas pengkodean salah menentukan kode, sehingga hasil pengkodean salah
c.
Penetapan diagnosis dokter kurang jelas, kemudian dibaca salah oleh petugas pengkodean, sehingga hasil pengkodean salah Oleh karena itu, kualitas hasil pengkodean bergantung pada kelengkapan
diagnosis, kejelasan tulisan dokter, serta profesionalisme dokter dan petugas pengkodean.
Menurut PERMENKES Nomor 5 Tahun 2014, cara pengkodean penyakit menggunakan ketentuan sebagai berikut : 1) Kode International Classification of Primary Care (ICPC) 2, merupakan kodefikasi yang dirancang khusus untuk fasilitas pelayanan primer. Kode disusun berdasarkan atas alasan kedatangan, diagnosis dan penatalaksanaan. Alasan kedatangan dapat berupa keluhan, gejala, masalah kesehatan, tindakan maupun temuan klinik. 2) Kode International Classification of Diseased (ICD) 10, merupakan kodefikasi yang dirancang untuk rumah sakit. Kodefikasi dalam bentuk nomenklatur berdasarkan sistem tubuh, etiologi, dan lain-lain. 2.5.3 I ndexing
Menurut Budi (2011), Index dalam arti bahasa yaitu daftar kata atau istilah penting yang terdapat dalam buku tersusun menurut abjad yang memberi informasi tentang halaman tempat kata atau istilah tersebut ditemukan. Kegiatan indexing adalah pembuatan tabulasi sesuai dengan kode yang sudah dibuat ke dalam kartu index. Jenis index yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut : 1. Index Pasien Kartu katalog yang berisi data pokok mengenai identitas pasien untuk mengidentifikasi semua pasien yang pernah berobat. Index ini sering disebut Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP). Kegunaannya sebagai kunci untuk menemukan berkas rekam medis seorang pasien dan alat bantu penyusunan laporan kunjungan pasien. 2. Index Penyakit Kartu katalog yang berisi daftar tabulasi kode-kode penyakit yang disusun dalam masing-masing daftar sesuai dengan kode penyakitnya. Ketentuan penulisan index penyakit yaitu : a) Satu jenis penyakit menggunakan satu kartu index. b) Setiap nama penyakit diikuti dengan penulisan kode ICD-10.
3. Index Operasi/Tindakan Medis Kartu katalog yang berisi tindakan medis yang diberikan kepada pasien yang disusun ke dalam daftar tabulasi index sesuai dengan masing-masing kode tindakan medisnya. Ketentuan penulisan index operasi/tindakan medis yaitu : a) Satu jenis tindakan medis dimasukkan dalam satu daftar index tindakan medis. b) Setiap nama operasi diikuti dengan penulisan kode tindakan (ICD-9 CM atau ICOPIM). 4. Index Kematian Informasi yang tepat dalam index kematian. Cara penyimpanannya disusun menurut nomor index kematian. 5. Index Dokter Kartu katalog yang berisi daftar tabulasi nama-nama pasien yang mendapatkan pelayanan dari dokter tertentu. Penyimpanan index dokter didasarkan pada nama dokter dan nomor kodenya urut secara alfabetik. Ketentuan penulisan index dokter yaitu : a) Setiap nama dokter menggunakan kartu index yang berisi daftar pasien yang mendapatkan pelayanan. b) Setiap nama dokter diikuti dengan penulisan kode dokter yang ditetapkan oleh institusi pelayanan kesehatan tersebut. 2.5.4 Filing
Menurut Hatta (2008), filing adalah sistem yang digunakan pada penyimpanan berkas rekam medis agar kemudahan kerja penyimpanan dapat diciptakan dan penemuan dengan cepat bila dibutuhkan. Menurut Budi (2011), penyimpanan berkas rekam medis bertujuan : a. Mempermudah dan mempercepat ditemukan kembali berkas rekam medis yang disimpan dalam rak filling. b. Mudah mengambil dari tempat penyimpanan.
c. Mudah pengembaliannya. d. Melindungi berkas rekam medis dari bahaya pencurin, bahaya kerusakan fisik, kimiawi, dan biologi. Dengan
demikian
maka
diperlukan
sistem
penyimpanan
dengan
mempertimbangkan jenis sarana dan peralatan yang digunakan, tersediannya tenaga ahli dan kondisi organisasi. Syarat berkas rekam medis dapat disimpan yaitu apabila ada tulisan data hasil pelayanan pada lembar formulir rekam medis telah terisi dengan lengkap sedemikian rupa sehingga riwayat penyakit seorang pasien urut secara kronologis. Menurut Rustiyanto (2011) ditinjau dari lokasi penyimpanan berkas rekam medis, maka cara penyimpanan dibagi menjadi 3, yaitu : a) Sentralisasi Semua berkas rekam medis pasien pasien disimpan dalam satu berkas dan satu tempat, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Kelebihannya : 1. Mengurangi terjadinya duplikasi dalam pemeliharaan dan penyimpanan. 2. Mengurangi jumlah pembiayaan, untuk peralatan dan pembuatan ruangan. 3. Peningkatan efisiensi petugas dalam penyimpanan atau penemuan kembali dokumen rekam medis. 4. Lebih efektif didalam pelaksanaan koordinasi dan kontrol dalam penyimpanan. 5. Penggunaan alat dan prosedur lebih mudah diseragamkan. 6. Dokumen rekam medis lebih terjamin keselamatannya baik fisik maupun informasinya. 7. Memudahkan dalam pelaksanaan penyusutan dokumen rekam medis. 8. Lebih mudah dalam menjaga hubungan data, baik data rawat jalan, inap dan IGD. Kekurangannya :
1. Petugas lebih sibuk, karena menangani rawat jalan dan rawat inap. 2. Sistem penerimaan pasien harus 24 jam. 3. Jika tempat/unit kerja berjauhan, maka akan menimbulkan permasalahan bagi penggunaan atau pemakaian dokumen rekam medis, sehingga nilai akan accesbility kurang terpenuhi. b) Desentralisasi Sistem penyimpanan berkas yang dibuat terpisah antara data yang satu dengan yang lain. Didalam sistem desentralisasin penyimpanan dokumen rekam medis ada beberapa rumah sakit untuk pelayanan dibagian poliklinik disimpan di bagian pendaftaran atau unit kerja rekam medis rawat jalan dan dokumen rekam medis rawat inap disimpan di bagian pencatatan medis atau unit rekam medis rawat inap. Kelebihannya : 1. Efisiensi waktu, sehingga pasien lebih cepat mendapatkan pelayanan. 2. Beban kerja petugas lebih ringan. Kekurangannya : 1. Banyak terjadi duplikasi data rekam medis. 2. Biaya untuk pembuatan rak dan ruangan lebih banyak. 3. Membutuhkan rak dan biaya yang banyak. 4. Membutuhkan banyak tenaga pelaksana. c) Sentralisasi Elektronik Sistem
penyimpanan
yang
dikembangkan
dari
sistem
sentralisasi
konvensional, berubah menjadi sistem sentralisasi elektronik. Kelebihannya : 1. Lebih mudah ditemukan kembali. 2. Menghemat waktu untuk mencari, tidak harus dating ke bagian filing .
3. Menghemat kertas, ruang dan peralatan filing . 4. Lebih cepat dalam memberikan pelayanan kepada pasien. 5. Ketika membutuhkan informasi medis, kita tinggal memasukkan kode atau nomor rekam medis, maka informasi medis pasien akan dapat di akses melalui file. Kekurangannya : 1. Jika terjadi kerusakan gangguan pada sistem software (virus, dll) maupun hardware, maka sistem akan mengalami erroe, sehingga pelayanan
akan
terganggu. 2. Jika pengguna atau user belum mahir, maka pelayanan juga akan lamban, sehingga pelayanan juga akan terganggu. 3. Membutuhkan biaya yang banyak. Menurut Budi (2011), sistem penyimpanan rekam medis berdasarkan numerik adalah sebagai berikut : a) Straight Numerical Filing System Dikenal dengan sistem penjajaran dengan nomor langsung, yaitu suatu sistem penyimpanan berkas rekam medis dengan menjajarkan berkas rekam medis berdasarkan
urutan
nomor
rekam
medisnya
secara
langsung
penyimpanan. Contoh : 08
00
01
Angka ke-1
angka ke-2
angka ke-3
( primary digits)
(secondary digits)
(tertiary digits)
08-00-02
07-01-01
06-02-01
08-00-03
07-01-02
06-02-02
08-00-04
07-01-03
06-02-03
pada
rak
Kelebihannya : 1. Mudah dalam mengambil berkas rekam medis dengan nomor rekam medis yang berurutan tanpa jeda beberapa nomr. 2. Mudah
melatih
petugas-petugas
yang
harus
melaksanakan
pekerjaan
penyimpanan tersebut. Kekurangannya : 1. Memungkinkan petugas berdesak-desakan dalam satu rak, jika berkas yang diambil merupakan berkas yang belum lama disimpan di rak penyimpanan. 2. Mudah terjadinya kekeliruan dalam penyimpanan. b) Middle Digit Filing System Yaitu suatu sistem penyimpanan dokumen rekam medis dengan menjajarkan berkas rekam medis berdasarkan urutan nomor rekam medis pasa 2 angka kelompok tengah. Contoh : 12
11
24
Angka ke-2
angka ke-1
angka ke-3
(primary digits)
(tertiary digits)
( secondary digits)
05-01-03
03-11-96
00-10-14
05-01-04
03-11-97
00-10-15
05-01-05
03-11-98
00-10-16
Kelebihannya : 1. Penambahan jumlah dokumen rekam medis selalu tersebar secara merata dalam rak penyimpanan. 2. Petugas filing tidak akan berdesakan di tempat penyimpanan. 3. Petugas dapat diserahi tanggung jawab untuk jumlah section tertentu. 4. Pekerjaan akan terbagi secara merata.
5. Dokumen rekam medis yang dapat diambil di rak penyimpanan disetiap section. 6. Jumlah dokumen rekam medis untuk setiap section terkontrol. 7. Memudahkan perencanaan peralatan penyimpanan. 8. Kekeliruan menyimpan (misfile) dapat dicegah. Kekurangannya : 1. Latihan dan bimbingan untuk petugas lebih lama. 2. Membutuhkan biaya awal lebih besar.
c) Terminal Digit Filing System Yaitu sistem penyimpanan berkas rekam medis dengan menyejajarkan folder dokumen rekam medis berdasarkan urutan nomor rekam medis pada 2 angka atau 2 digit kelompok terakhir. Contoh : 50
93
26
Angka ke-3
angka ke-2
angka ke-1
(tertiary digits)
(secondary digits)
(primary digits)
95-05-26
98-05-26
01-06-26
96-05-26
99-05-26
02-06-26
97-05-26
00-06-26
03-06-26
Kelebihannya : 1. Penambahan jumlah dokumen rekam medis selalu tersebar secara merata dalam rak penyimpanan. 2. Petugas penyimpanan tidak akan berdesakan di tempat penyimpanan. 3. Petugas dapat diserahi tanggung jawab untuk jumlah section tertentu. 4. Pekerjaan akan terbagi secara merata.
5. Dokumen rekam medis yang dapat diambil di rak penyimpanan disetiap section. 6. Jumlah dokumen rekam medis untuk setiap section terkontrol. 7. Memudahkan perencanaan peralatan penyimpanan. 8. Kekeliruan menyimpan (misfile) dapat dicegah. Kekurangannya : 1. Latihan dan bimbingan untuk petugas lebih lama. 2. Membutuhkan biaya awal lebih besar. 2.5.5 Retensi dan Pemusnahan
Menurut PERMENKES RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008, rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung dari tanggal berobat atau dipulangkan. Setelah batas 5 tahun dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik. Ringkasan pulang da n persetujuan tindakan medik harus dismpan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut. Penyimpanan rekam medis dan ringkasan pulang dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Menurut Budi (2011), penyusutan rekam medis adalah suatu kegiatan pengurangan arsip dari rak penyimpanan dengan cara : 1. Memindahkan arsip rekam medis inaktif dari rak aktif ke rak inaktif dengan cara memilah pada rak penyimpanan sesuai dengan tahun kunjungan. 2. Memikrofilmisasi berkas rekam medis inaktif sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Memusnahkan berkas rekam medis yang telah dimikrofilm dengan cara tertentu sesuai ketentuan. 4. Membuat berita acara, pemindahan dan pelaksanaan pemusnahan arsip dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pimpinan untuk kerja.
Sebelum dilakukan retensi harus disusun dulu jadwal retensinya, dimana menurut Surat Edaran Dirjen Yanmed No.HK.00.06.1.5.01160 tanggal 21 Maret 1995, jadwal retensi dan pemusnahan yaitu : Tabel 2.1 Jadwal Retensi dan Pemusnahan
No.
Keluhan Penyakit
1
Aktif
Inaktif
RJ
RI
RJ
RI
Umum
5th
5th
2th
2th
2
Mata
5th
10th
2th
2th
3
Jiwa
10th
5th
5th
2th
4
Orthopedi
10th
10th
2th
5th
5
Kusta
15th
15th
2th
2th
6
Ketergantungan Obat
15th
15th
2th
2th
7
Jantung
10th
10th
2th
2th
8
Paru
5th 10th 2th 2th Menurut 9 Anak 2th 2th Kebutuhan Alur proses penyusutan dan pemusnahan berkas rekam medis adalah seperti pada gambar berikut : Menurut Barthos (2007), pemusnahan arsip adalah tindakan atau kegiatan menghancurkan secara fisik yang sudah berakhir fungsinya serta yang tidak memiliki nilai guna. Penghancuran tersebut harus dilaksanakan secara total, yaitu dengan cara Penyusutan RM
Pemindahan
RM Tertentu
RM Aktif
Dilestarikan
RM In-aktif
RM Ada Nilai Guna
RM Tidak Ada Nilai Guna
RM Rusak
Dimusnahkan
membakar habis, dicacah atau dengan cara lain sehingga tidak dapat lagi dikenal baik isi maupun bentuknya. Pemusnahan dokumen rekam medis dapat dilakukan dengan mengikuti tahapan yang telah ditentukan. Menurut Sugiarto dan Wahyono (2011), pemusnahan arsip dapat dilakukan dengan langkah-langkah : 1. Seleksi, untuk memastikan arsip-arsip yang akan dimusnahkan; 2. Pembuatan daftar jenis arsip yang akan dimusnahk an (daftar pertelaan); 3. Pembuatan berita acara pemusnahan kearsipan; 4. Pelaksanaan pemusnahan dengan saksi-saksi. Pemusnahan arsip dapat dilakukan dengan cara : a. Pembakaran, cara pembakaran arsip ini merupakan cara yang paling dikenal untuk memusnahkan arsip. Akan tetapi dianggap kurang aman karena terkadang masih ada dokumen yang belum terbakar, atau masih dapat dikenali. b. Pencacahan, cara pencacahan dokumen ini menggunakan alat pencacah baik manual atau mesin penghancur. Dengan menggunakan mesin pencacah kertas, dokumen akan terpotong-potong sehingga tidak bisa dikenali lagi. c. Proses kimiawi, merupakan pemusnahan dokumen dengan menggunakan bahan kimia guna melunakkan kertas dan melenyapkan tulisan. d. Pembuburan, merupakan metode pemusnahan dokumen yang ekonomis, aman, nyaman, dan tak terulangkan. Dokumen yang akan dimusnahkan dicampur dengan air kemudian dicacah dan disaring yang akan menghasilkan lapisan bubur kertas. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI No. HK.00.06.1.5.01160 tanggal 21 Maret 1995 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Formulir Rekam Medis Dasar dan Pemusnahan Arsip Rekam Medis di Rumah Sakit, tata cara penilaian berkas rekam medis yang akan dimusnahkan dilakukan dengan cara : a. Berkas rekam medis yang dinilai adalah berkas rekam medis yang telah 2 tahun in-aktif.
b. Indikator yang digunakan untuk menilai berkas rekam medis in-aktif yaitu : 1) Seringnya rekam medis digunakan untuk pendidikan dan penelitian 2) Nilai guna primer, mencakup administrasi, hukum, keuangan, dan iptek 3) Nilai guna sekunder, mencakup pembuktian dan sejarah c. Lembar rekam medis yang dipilah : 1) Ringkasan masuk dan keluar 2) Resume medis 3) Lembar operasi 4) Lembar identifikasi bayi lahir hidup 5) Lembar persetujuan 6) Lembar kematian d. Berkas rekam medis tertentu disimpan di ruang berkas rekam medis in-aktif. e. Lembar rekam medis sisa dan berkas rekam medis rusak atau tidak terbaca disiapkan untuk dimusnahkan. f. Tim penilai dibentuk dengan SK Direktur beranggotakan komite rekam medis/komite medis, petugas rekam medis senior, perawat senior dan petugas lain yang terkait. Tata cara pemusnahan adalah sebagai berikut : 1) Pembuatan tim pemusnahan dari unsur rekam medis dan tata usaha dengan SK Direksi rumah sakit. 2) Pembuatan daftar pertelaan Tabel 2.2 Daftar Pertelaan Rekam Medis inaktif
No.
Nomor RM
Tahun
Jangka Waktu Penyimpanan
Diagnosa Akhir
1
2
3
4
5
Petunjuk pengisian daftar pertelaan rekam medis inaktif yang akan dimusnahkan : 1. Nomor : nomor unit arsip rekam medis; 2. Nomor RM : nomor arsip rekam medis yang akan disimpan; 3. Tahun : tahun terakhir kunjungan/pelayanan pasien di rumah sakit; 4. Jangka waktu penyimpanan : menunjukkan jangka/tenggang waktu yang ditentukan oleh komite rekam medis untuk penyimpanan arsip rekam medis inaktif yang mempunyai nilai guna tertentu; 5. Diagnosis akhir : diagnosa penyakit pasien pada saat terakhir dilayani di unit pelayanan rumah sakit atau diagnose yang paling dominan bagi pasien yang mempunyai lebih dari satu diagnosa. 3) Pelaksanaan pemusnahan, dibakar dengan menggunakan incinerator atau dibakar biasa, dicacah, dibuat bubur oleh pihak ke tiga disaksikan tim pemusnah. 4) Pembuatan berita acara pemusnahan yang ditandatangani Ketua dan Sekretaris, diketahui Direktur rumah sakit. BERITA ACARA PEMUSNAHAN
Pada hari ini …………………………… Yang bertandatangan di bawah ini : 1. …………………………… 2. ……………………………
Telah melakukan pemusnahan arsip dengan cara ………………… terhadap ………………… sebagaimana tercantum pada daftar pertelaan yang telah dimusnahkan terlampir pada berita acara pemusnahan ini. Selanjutnya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa ………………… tersebut di atas telah dimusnahkan dengan
sempurna,
sehinggan tidak dapat dikenal lagi baik isi maupun bentuknya. Demikian berita acara pemusnahan ini dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan pembagian sebagai berikut : -
Lembar ke 1 ……………………………
-
Lembar ke 2 ……………………………
5) Berita acara pemusnahan rekam medis yang asli sisimpan di rumah sakit, lembar ke 2 dikirim kepada pemilik pelayanan kesehatan (Depkes, Dinkes, dan yayasan). Khusus untuk rekam medis yang sudah rusak / tidak terbaca dapat langsung dimusnahkan dengan terlebih dahulu membuat pernyataan di atas kertas segel oleh Direktur rumah sakit.