Clarisa Dian Saputra 168115090
Sistem Distribusi Obat di Rumah Sakit Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Sentralisasi Sistem distribusi sentralisasi merupakan sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu tempat Instalasi Farmasi ke seluruh daerah perawatan pasien rawat inap. Kelebihan sistem ini adalah semua resep dikaji langsung oleh apoteker dan persediaan obat lebih mudah dikendalikan. Sementara itu, kekurangan sistem ini adalah terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat karena permintaan obat yang cukup tinggi, jumlah tenaga farmasi yang dibutuhkan meningkat, serta tingginya resiko terjadinya kesalahan penyiapan obat (Siregar, 2004). 2. Desentralisasi Sistem distribusi desentralisasi merupakan sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan oleh beberapa cabang Instalasi Farmasi di dekat daerah perawatan pasien rawat inap (depo farmasi/satelit farmasi). Kelebihan sistem ini adalah obat dapat segera tersedia untuk pasien, obat dapat dikendalikan dengan baik, serta informasi dari apoteker dapat langsung tersampaikan kepada dokter dan perawat. Kekurangan sistem ini adalah tingginya kebutuhan apoteker yang memiliki kemampuan sebagai penyedia obat serta jumlah obat yang dibutuhkan harus cukup untuk memenuhi permintaan obat yang sama di depo farmasi yang berbeda-beda (Siregar, 2004). Berdasarkan penghantaran ke pasien, sistem distribusi dibagi menjadi 4 antara lain:
1. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock) Menurut buku Hospital Pharmacy, sistem persediaan lengkap di ruangan merupakan sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai kepada pasien rawat inap sesuai dengan permintaan dokter. Obat-obat tersebut diambil dari persediaan yang berada pada ruang perawatan. Sistem ini umumnya digunakan di rumah sakit pemerintah karena obat yang digunakan umumnya relatif terjangkau kecuali pada resep khusus. Sistem ini umumnya diterapkan pada situasi emergensi dimana obat harus cepat tersedia segera setelah dokter merespkan obat dan situasi yang dapat mengancam kehidupan pasien. Kelebihan sistem ini adalah obat yang dibutuhkan dengan segera selalu tersedia, meminimalkan terjadinya pengembalian obat, dan jumlah tenaga farmasi dapat diminimalkan. Kekurangan sistem ini adalah kemungkinan terjadinya medication error sangat tinggi, persediaan obat yang menumpuk, dan tingginya resiko pencurian (Siregar, 2004).
Gambar 1. Skema
sistem distribusi
persediaan lengkap
di ruangan
(Siregar, 2004).
2.
Sistem
resep
perorangan
Sistem resep perorangan merupakan sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai kepada pasien secara individu berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter. Obat-obat yang didistribusikan ditujukan
untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap yang mendapat resep saat pulang melalui Instalasi Farmasi (Wijayanti, 2011). Sistem ini umumnya digunakan oleh rumah sakit kecil karena tidak membutuhkan tenaga farmasi dalam jumlah banyak. Kelebihan sistem ini adalah semua resep yang masuk dikaji secara langsung oleh apoteker dan pengendalian persediaan juga lebih baik. Kekurangan sistem ini adalah adanya kemungkinan keterlambatan penyiapan obat serta jumlah tenaga farmasi yang dibutuhkan meningkat (ElTayeb, 2009).
Gambar 2. Skema sistem distribusi peresepan individual (Siregar, 2004). 3. Sistem unit dosis (Unit Dose Dispensing System: UDDS) Sistem unit dosis merupakan sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang disiapkan dalam unit dosis tunggal untuk penggunaan sekali pakai yang mengandung sejumlah dosis tertentu dan cukup untuk penggunaan dalam suatu waktu tertentu pada setiap pasien rawat inap (Permenkes 72, 2016). Umumnya obat-obatan yang didistribusikan adalah obat dengan rute administrasi oral, parenteral, dan inhalasi (Murray, 2001).
Menurut Shailaja, kelebihan sistem distribusi ini adalah: dapat mengurangi terjadinya medication error karena obat disiapkan dan diserahkan langsung oleh apoteker sehingga apoteker dapat menyampaikan langsung informasi dan edukasi kepada pasien, lebih ekonomis untuk pasien karena pasien hanya mengeluarkan biaya untuk obat yang telah dipakai, serta dapat meningkatkan monitoring penggunaan obat. Kekurangan sistem distribusi ini adalah diperlukan waktu dan tenaga yang lebih bagi apoteker dan tenaga farmasi lainnya dalam melakukan sistem distribusi tersebut (Murray, 2001).
Gambar 3. Skema sistem distribusi unit dosis (Siregar, 2004). 4. Sistem kombinasi Menurut Permenkes 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi sistem distribusi floor stock, peresepan individual, dan UDDS.
Gambar 4. Skem sistem distribusi kombinasi (Siregar, 2004). Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau resep individu yang mencapai 18% (Permenkes 72, 2016).
Daftar Pustaka ElTayeb,
W.A.,
2009,
Hospital
Pharmacy,
alalawi.weebly.com/uploads/3/1/1/2/3112304/hospital_pharmacy.pdf, diakses pada 22 Maret 2017. Murray, M.D., and Shojania, K.G., 2001, Unit –Dose Distribution Systems in Making Health Care Safer: A Critical Analysis of Patient Safety Practices, AHRQ Publication, Rockville, p. 101. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.
Shailaja,
K.,
Unit
Dose
Dispensing,
www.srmuniv.ac.in/sites/default/files/downloads/unit_dose_dispensing.pdf, diakses pada 22 Maret 2017. Siregar, C. J. P., 2004, Farmasi Rumah Sakit, EGC, Jakarta, hal. 6-71. Wijayanti, T., Danu, S.S., dan Inayati, 2011, Analisis Sistem Distribusi Obat di Instalasi Farmasi Inap Jogja International Hospital, Jurnal Farmasi Indonesia, 8 (1), 20-27.