SERAT WEDHATAMA Pintu Pembuka Rahasia Spiritual Raja-Raja Mataram
Serat Wedhatama (asa (asall kat kata dal dalam baha bahasa sa Jawa Jawa;; Wredh redhat atam ama) a) merupakan salah satu karya agung pujangga sekaligus seniman besar pencipta berbagai macam seni tari (beksa) dan tembang. Wayang orang, wayang madya, pencipta jas Langendriyan (sering digunakan sebagai pakaian pakaian pengantin pengantin adat Jawa/Solo). Jawa/Solo). Beliau Beliau adalah enterpreneur enterpreneur sejati sejati yang yang sang sangat at suks sukses es mema memakm kmur urka kan n raky rakyat at pada pada masa masany nyaa deng dengan an membangun pabrik bungkil, pabrik gula Tasikmadu dan Colomadu di Jateng (1861-1863) (1861-1863) dengan melibatkan melibatkan masyarakat, masyarakat, serta perkebunan perkebunan kopi, kina, pala, dan kayu jati di Jatim dan Jateng. Masih banyak lagi, termasuk merintis pembangunan Stasiun Balapan di kota Solo. Beliau juga juga terken terkenal al gigih gigih dalam dalam melawa melawan n penjaj penjajaha ahan n Beland Belanda. a. Hebatn Hebatnya, ya, perl perlaw awan anan an dila dilaku kuka kan n cuku cukup p mela melalu luii tuli tulisa san n pena pena, sudah cukup membuat penjajah mundur teratur. Cara inilah menjadi contoh sikap perilaku utama, dalam menjunjung tinggi etika berperang (jihad a la Kejawen); “nglur nglurug ug tanpa tanpa bala bala” d a n “menang menang tanpa tanpa ngasora ngasorake ke”. Kemenan Kemenangan gan diraih diraih secara secara kesatri kesatria, a, tanpa tanpa meliba melibatka tkan n banyak banyak orang, orang, tanpa makan korban pertumpahan darah dan nyawa, dan tidak pernah mempermalukan lawan. Begitulah kesatria sejati. Selain terkenal kepandaiannya akan ilmu pengetahuan, juga terkenal karena beliau tokoh yang amat sakti mandraguna. Beliau terkenal adil, arif rif dan bijaksana selama dalam kepemimpinannya. Beliau adalah adalah Ngarsa Ngarsa Dalem Dalem Ingkang Ingkang Wicaks Wicaksana ana Kanjen Kanjeng g Gusti Gusti Pangera Pangeran n Adipati Arya Sri Mangkunegoro IV. Raja di keraton Mangkunegaran Solo. Berkat “laku” spiritual yang tinggi beliau diketahui wafat dengan kesempurnaan hidup sejati dalam menghadap Tuhan Yang meraih kesempurnaan Mahawisesa; yakni “warangka manjing curiga” atau meraih meraih kamuksan; menghadap Gusti (Tuhan) bersama raganya lenyap tanpa bekas. Wedhatama merupakan ajaran luhur untuk membangun budi pekerti dan olah spiritual bagi kalangan raja-raja Mataram, tetapi diajarkan pula SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
1
bagi siapapun yang berkehendak menghayatinya. Wedhatama menjadi salah satu dasar penghayatan bagi siapa saja yang ingin “laku” spiritual dan bersifat universal lintas kepercayaan atau agama apapun. Karena ajaran dalam Wedhatama bukan lah dogma agama yang erat dengan iming-iming surga dan ancaman neraka, melainkan suara hati nurani, yang yang menjad menjadii “jalan “jalan setapa setapak” k” bagi bagi siapap siapapun un yang yang ingin ingin menggap menggapai ai kehidu kehidupan pan dengan dengan tingkat tingkat spirit spiritual ual yang yang tinggi tinggi.. Mudah Mudah diikut diikutii dan dipelajari oleh siapapun, diajarkan dan dituntun step by step secara rinci. Puncak dari “laku” spiritual yang diajarkan serat Wedhatama adalah; mene menemu muka kan n kehi kehidu dupa pan n yang yang seja sejati ti,, lebi lebih h mema memaha hami mi diri diri send sendir iri, i, dan mend mendap apat at anug anugra rah h Tuha Tuhan n unt untuk manunggaling manunggaling kawula-Gus kawula-Gusti ti, dan melihat rahasia kegaiban (meminjam istilah Gus Dur; dapat mengintip rahasia langit). Serat yang berisi ajaran tentang budi pekerti atau akhlak mulia, digubah dala dalam m bent bentuk uk temb temban ang g agar agar muda mudah h diin diinga gatt dan dan lebi lebih h “mem “membu bumi mi”. ”. Sebab sebaik apapun ajaran itu tidak akan bermanfaat apa-apa, apabila hanya tersimpan di dalam “menara gadhing” yang megah. Kami sangat bersukur kepada Gusti Allah, dan berterimaka berterimakasih sih sebesar besarnya kepada Eyang-eyang Gusti dan para Ratu Gung Binatara yang telah njangkung lan njampangi kami kami dalam dalam membed membedah ah dan medhar ajaran luhur ini, sehingga dengan “laku” yang sangat berat dapat kami susun dalam bahasa Nasional. Karena keterbatasan yang ada pada kami, muda mudahh-m mudah udahan an tida tidak k meng mengur uran angi gi makna akna yang ang terk terkan andu dung ng di dalamnya. Tanpa adanya kemurahan Gusti Allah dan berkat doa restu dari para leluhur agung yang bijaksana, kami menyadari sungguh sulit rasan rasanya ya,, mema memaha hami mi dan dan menj menjab abark arkan an kawruh atau pitutur yang maknanya persis sama sebagaimana teks aslinya. Mudah-m Mudah-muda udahan han hakika hakikatt yang yang tersir tersirat at di dalam dalam pelaja pelajaran ran ini dapat dapat diserap secara mudah oleh para pembaca yang budiman. Harapan saya muda mudahh-m mudah udahan an tuli ulisan san ini ini berm berman anffaat aat bagi bagi siap siapaa saja, aja, tanp tanpaa memandang latar belakang agama dan kepercayaannya. Bagi siapapun yang lebih winasis pada sastra Jawa, saya tampilkan juga teks aslinya. Mudah-mudahan para pembaca, dapat memberikan koreksi, kritik dan saran kepada saya.
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
2
SERAT WEDHATAMA PANGKUR ( Sembah Sembah Raga/Syariat )
1
2
Mingkar mi mingkuring ang angkara, ra,
Meredam nafsu angkara dalam diri,
Akarana karanan mardi siwi,
Hendak berkenan mendidik putra-putri
Sinawung resmining kidung,
Tersirat dalam indahnya tembang,
Sinuba sinukarta,
dihias penuh variasi,
Mrih kretarta pakartining ngelmu agar menjiwai menjiwai hakekat ilmu luhur, luhur, luhung yang berlangsung di tanah Jawa (nusantara) ( nusantara) Kang tumrap neng tanah Jawa, agama sebagai “pakaian” kehidupan. Agama ageming aji. Jinejer neng Wedatama Disajikan dalam serat Wedhatama, Mrih tan kemba kembenganing pambudi
agar jangan miskin pengetahuan walaupun sudah tua pikun
Mangka nadyan tuwa pikun jika tidak memahami rasa sejati (batin) Yen tan mikani rasa, niscaya kosong tiada berguna yekti sepi asepa lir sepah, samun, bagai ampas, percuma sia-sia, Samangsane pasamuan di dalam setiap pergaulan Gonyak ganyuk nglilingsemi. sering bertindak ceroboh memalukan. 3
Nggugu kars arsaning priy riyangga,
Men Mengikuti kemaua auan sendiri,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
3
Nora nganggo peparah lamun angling,
Bila berkata tanpa dipertimbangkan dipertimbangkan (asal bunyi),
Lumuh ing ngaran balilu, Namun tak mau dianggap bodoh, Uger guru aleman, Selalu berharap dipuji-puji. Nanging janma ingkang wus waspadeng semu
(sebaliknya) Ciri orang yang sudah memahami (ilmu sejati) tak bisa ditebak
Sinamun ing samudana, berwatak rendah hati, Sesadon ingadu manis selalu berprasangka baik. 4
Si pengung nora nglegawa,
(sementara) Si dungu tidak menyadari,
Sangsayarda deniro cacariwis,
Bualannya semakin menjadi jadi,
Ngandhar-andhar angendhukur, Kandhane nora kaprah,
ngelantur bicara yang tidak-tidak, Bicaranya tidak masuk akal,
5
saya elok alangka longkanganipun,
makin aneh tak ada jedanya.
Si wasis waskitha ngalah,
Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah,
Ngalingi marang si pingging.
Menutupi aib si bodoh. Demikianlah ilmu yang nyata,
Mangkono ng ngelmu ka kang ny nyata, Sanyatane mung weh reseping ati,
Senyatanya memberikan ketentraman hati, Tidak merana dibilang bodoh,
Bungah ingaran cubluk, Tetap gembira jika dihina Sukeng tyas yen denina, Tidak seperti si dungu yang selalu sombong, Nora kaya si punggung anggung gumrunggung Ingin dipuji setiap hari.
6
Ugungan sadina dina
Janganlah begitu caranya orang hidup.
Aja mangkono wong urip. Urip sepisan rusak,
Hidup sekali saja berantakan,
Nora mulur nalare ting saluwir,
Tidak berkembang, pola pikirnya carut marut.
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
4
7
Kadi ta guwa kang sirung,
Umpama goa gelap menyeramkan,
Sinerang ing maruta,
Dihembus angin,
Gumarenggeng anggereng
Suaranya gemuruh menggeram,
Anggung gumrunggung,
berdengung
Pindha padhane si mudha,
Seperti halnya watak anak muda
Prandene paksa kumaki. Kikisane mung sapala,
masih pula berlagak congkak Tujuan hidupnya begitu rendah,
Palayune ngendelken yayah wibi, Maunya mengandalkan orang tuanya, Bangkit tur bangsaning luhur,
Yang terpandang serta bangsawan
Lha iya ingkang rama,
Itu kan ayahmu !
Balik sira sarawungan bae durung Sedangkan kamu kenal saja belum,
8
Mring atining tata krama,
akan hakikatnya tata krama
Nggon anggon agama suci. Socaning jiw jiwangganira,
dalam ajaran yang suci Cerminan dari dalam jiwa raga mu,
Jer katara lamun pocapan pasthi, Nampak jelas walau tutur kata halus, Lumuh asor kudu unggul,
Sifat pantang kalah maunya menang sendiri sendiri
Semengah sesongaran,
Sombong besar mulut
Yen mangkono keno ingaran katungkul,
Bila demikian itu, disebut orang yang terlena Puas diri berlagak tinggi
Karem ing reh kaprawiran, Tidak baik itu nak !
Nora enak iku kaki. 9
Kekerane ng ngelmu ka karang,
Di dalam ilmu yang dikarang-karang (sihir/rekayasa)
Kekarangan saking bangsaning gaib,
Rekayasa dari hal-hal gaib
Iku boreh paminipun,
Itu umpama bedak.
Tan rumasuk ing jasad,
Tidak meresap ke dalam jasad,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
5
10
Amung aneng sajabaning daging Hanya ada di kulitnya saja nak kulup, Bila terbentur marabahaya, Yen kapengok pancabaya, bisanya menghindari. Ubayane mbalenjani. Marm Marmaa ing ing sabi sabisa sa-b -bis isa, a, Karena itu sebisa-bisanya, Bebasane muriha tyas basuki,
Upayakan selalu berhati baik
Puruita-a kang patut,
Bergurulah secara tepat
Lan traping angganira,
Yang sesuai dengan dirimu
Ana uga angger ugering kaprabun,
Ada juga peraturan dan pedoman bernegara, Menjadi syarat bagi yang berbakti,
Abon aboning panembah, yang berlaku siang malam. Kang kambah ing siyang ratri. 11
Iku Iku kaki aki tak takok-e ok-en no,
Itulah nak, tanyakan
marang para sarjana kang martapi Kepada para sarjana yang menimba ilmu Mring tapaking tepa tulus,
Kepada jejak hidup para suri tauladan yang benar,
Kawawa nahen hawa, dapat menahan hawa nafsu Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu Pengetahuanmu adalah senyatanya ilmu,
12
Tan mesthi neng janma wredha
Yang tidak harus dikuasai orang tua,
Tuwin mudha sudra kaki.
Bisa juga bagi yang muda atau miskin, nak !
Sapa Sapant ntuk uk wahyu wahyuni ning ng Gust Gustii All Allah ah,, Siapapun yang menerima wahyu Tuhan, Gya dumilah mangulah ngelmu bangkit,
Dengan cermat mencerna ilmu tinggi, Mampu menguasai ilmu kasampurnan,
Bangkit mikat reh mangukut, Kesempurnaan jiwa raga, Kukutaning jiwangga, tua”. Bila demikian pantas disebut “orang tua”
Yen mengkono kena sinebut wong sepuh,
Arti “orang tua ” adalah tidak dikuasai hawa nafsu
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
6
Lire sepuh sepi hawa,
13
Paham akan dwi tunggal (menyatunya sukma dengan Tuhan)
Awas roroning atunggil Tan Tan sam samar ar pamo pamori ring ng sukm sukma, a, Tidak lah samar sukma menyatu Sinuksmaya winahya ing ngasepi, meresap terpatri dalam keheningan Sinimpen telenging kalbu, semadi, Pambukaning warana,
Diendapkan dalam lubuk hati
Tarlen saking liyep layaping aluyup,
menjadi pembuka tabir,
Pindha pesating sumpena,
berawal dari keadaan antara sadar dan tiada
Sumusuping rasa jati.
Seperti terlepasnya mimpi Merasuknya rasa yang sejati.
14
Seja Sejati tine ne kang kang mang mangka kana na,,
Sebenarnya ke-ada-an itu merupakan anugrah Tuhan,
Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi, Kembali ke alam yang mengosongkan, Bali alaming ngasuwung,
tidak mengumbar nafsu duniawi,
Tan karem arameyan,
yang bersifat kuasa menguasai. Kembali ke asal muasalmu
Ingkang sipat wisesa winisesa wus, Mulih mula ulanira. Mulane Oleh karena itu, wong anom sami. wahai anak muda sekalian…
(lanjut ke SINOM)
SINOM ( Sembah Cipta/Kalbu/Tarekat )
15
Nulada laku utama
Contohlah perilaku utama,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
7
Tumrape wong Tanah jawi,
bagi kalangan orang Jawa (Nusantara),
Wong agung ing Ngeksiganda,
orang besar dari Ngeksiganda (Mataram),
Panembahan Senopati,
Panembahan Senopati,
Kepati amarsudi,
yang tekun, mengurangi hawa nafsu, dengan jalan prihatin (bertapa),
Sudane hawa lan nepsu, serta siang malam Pinepsu tapa brata, Tanapi ing siyang ratri,
16
Amamangun karyenak tyasing sesama. Saman amang gsane sane pas pasam amua uan n, mamangun marta martani,
selalu berkarya membuat hati tenteram bagi sesama (kasih sayang)
Dalam setiap pergaulan, membangun sikap tahu diri.
Sinambi ing saben mangsa, Setiap ada kesempatan, Kala kalaning asepi, Di saat waktu longgar, Lelana teki-teki, mengembara untuk bertapa, Nggayuh geyonganing kayun, menggapai cita-cita hati, Kayungyun eninging tyas, hanyut dalam keheningan kalbu. Sanityasa pinrihatin, Puguh panggah cegah dhahar lawan nendra.
17
Sabe Saben n men mendr draa sak sakin ing g wis wisma ma,,
Senantiasa menjaga hati untuk prihatin (menahan hawa nafsu), dengan tekad kuat, membatasi makan dan tidur. Setiap mengembara meninggalkan rumah (istana),
Lelana lalading sepi, Ngingsep sepuhing supana,
berkelana ke tempat yang sunyi (dari hawa nafsu),
Mrih pana pranaweng kapti,
menghirup tingginya ilmu,
Tis tising tyas marsudi,
agar jelas apa yang menjadi tujuan (hidup) sejati.
Mardawaning budya tulus,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
8
Mesu reh kasudarman,
Hati bertekad selalu berusaha dengan tekun,
Neng tepining jalanidhi,
memperdayakan akal budi
Sruning brata kataman wahyu dyatmika.
menghayati cinta kasih, ditepinya samudra. Kuatnya bertapa diterimalah wahyu dyatmika (hidup yang sejati).
18
Wika Wikan n weng wengko koni ning ng samo samodr dra, a,
Memahami kekuasaan di dalam samodra seluruhnya sudah dijelajahi,
Kederan wus den ideri, “kesaktian” melimputi indera Kinemat kamot hing driya, Rinegan segegem dadi,
Ibaratnya cukup satu genggaman saja sudah jadi, berhasil berkuasa,
Dumadya angratoni,
Kangjeng Ratu Kidul,
Nenggih Kangjeng Ratu Kidul, Naik menggapai awang-awang, Ndedel nggayuh nggegana,
(kemudian) datang menghadap dengan penuh hormat,
Umara marak maripih, kepada Wong Agung Ngeksigondo. Sor prabawa lan wong agung Ngeksiganda 19 Dah Dahat denir eniraa ami amin nta, ta, Sinupeket pangkat kanthi,
Memohon dengan sangat lah beliau, agar diakui sebagai sahabat setia, di dalam alam gaib,
Jroning alam palimunan, ing pasaban saben sepi,
tempatnya berkelana setiap sepi.
Sumanggem anyanggemi,
Bersedialah menyanggupi,
Ing karsa kang wus tinamtu,
kehendak yang sudah digariskan.
Pamrihe mung aminta,
Harapannya hanyalah meminta
Supangate teki-teki,
restu dalam bertapa,
Nora ketang teken janggut suku Meski dengan susah payah. jaja. 20 Prajanjine abipraya, Perjanjian sangat mulia,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
9
Saturun-turuning wuri,
untuk seluruh keturunannya di kelak kemudian hari.
Mangkono trahing ngawirya, Begitulah seluruh keturunan orang luhur, Yen amasah mesu budi, bila mau mengasah akal budi Dumadya glis dumugi, akan cepat berhasil, Iya ing sakarsanipun,
Nugrahane prapteng mangkin,
apa yang diharapkan orang besar Mataram, anugerahnya hingga kelak dapat mengalir di seluruh darah keturunannya, dapat memiliki wibawa.
Trah tumerah dharahe padha wibawa. Amba Ambawa wan ni tan tanah ah Jawa, awa,
Menguasai tanah Jawa (Nusantara),
Kang padha jumeneng aji,
yang menjadi raja (pemimpin),
Satriya dibya sumbaga,
satria sakti tertermasyhur,
Tan lyan trahing Senopati,
tak lain keturunan Senopati,
Pan iku pantes ugi,
hal ini pantas pula
Tinelad labetipun,
sebagai tauladan budi pekertinya,
Ing sakuwasanira,
Sebisamu, terapkan di zaman nanti,
Enake lan jaman mangkin,
Walaupun tidak bisa
Sayektine tan bisa ngepleki kuna.
persis sama seperti di masa silam.
Lowu Lowung ng kala kalamu mun n tini tinimb mban ang, g,
Mending bila dibanding orang hidup tanpa prihatin,
Wong agung Ngeksiganda,
21
22
Ngaurip tanpa prihatin, namun di masa yang akan datang (masa kini), Nanging ta ing jaman mangkya, yang digemari anak muda, Pra mudha kang den karemi, meniru-niru nabi, rasul utusan Tuhan, Manulad nelad nabi, Nayakengrat gusti rasul,
yang hanya dipakai untuk menyombongkan diri,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
10
Anggung ginawe umbag,
setiap akan bekerja singgah dulu di masjid,
Saben seba mampir masjid,
Mengharap mukjizat agar mendapat derajat (naik pangkat).
Ngajab-ajab tibaning mukjijat drajat. 23 Angg Anggun ung g angg anggub ubel el sar saren enga gat, t,
Hanya memahami sariat (kulitnya) saja, sedangkan hakekatnya tidak dikuasai,
Saringane tan den wruhi, Dalil dalaning ijemak,
Pengetahuan untuk memahami makna dan suri tauladan tidaklah mumpuni
Kiyase nora mikani,
Mereka lupa diri, (tidak sadar)
Ketungkul mungkul sami,
bersikap berlebih-lebihan di masjid besar,
Bengkrakan mring masjid agung, Bila membaca khotbah Kalamun maca kutbah,
berirama gaya dandanggula (menghanyutkan hati),
Lelagone Dandanggendis,
24
Swara arum ngumandhang cengkok palaran Lamu Lamun n sira sira paks paksaa nula nulad, d,
suara merdu bergema gaya palaran (lantang bertubi-tubi). Jika kamu memaksa meniru,
Tuladhaning Kangjeng Nabi,
tingkah laku `Kanjeng Nabi,
O, ngger kadohan panjangkah,
Oh, nak terlalu naif,
Wateke tan betah kaki,
Biasanya tak akan betah nak,
Rehne ta sira Jawi,
Karena kamu itu orang Jawa,
Sathithik bae wus cukup,
sedikit saja sudah cukup.
Aywa guru aleman,
Janganlah sekedar mencari sanjungan,
Nelad kas ngepleki pekih,
Mencontoh-contoh mengikuti fiqih,
Lamun pangkuh pangangkah yekti karahmat.
apabila mampu, memang ada harapan mendapat rahmat.
25
Nagi Naging ng enak enak ngup ngupaa boga boga,,
Tetapi seyogyanya mencari nafkah,
Reh ne ta tinitah langip,
Karena diciptakan sebagai makhluk lemah,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
11
Apata suweting Nata,
Apakah mau mengabdi kepada raja,
Tani tanapi agrami,
Bercocok tanam atau berdagang,
Mangkono mungguh mami,
Begitulah menurut pemahamanku,
Padune wong dahat cubluk,
Sebagai orang yang sangat bodoh,
Durung wruh cara arab,
Belum paham cara Arab,
Jawaku wae tan ngenting,
Tata cara Jawa saja tidak mengerti,
Parandene paripaksa mulang putra. 26 Saki Saking ng duk duk mak maksi sih h tar tarun una, a,
Namun memaksa diri mendidik anak. Dikarenakan waktu masih muda,
Sadhela wus anglakoni,
Keburu menempuh belajar pada agama,
Aberag marang agama,
Berguru menimba ilmu pada yang haji, maka yang terpendam dalam hatiku, menjadi
Maguru anggering kaji, sangat takut akan hari kemudian, Sawadine tyas mami, Keadaan di akhir zaman, Banget wedine ing mbesuk, Tidak tuntas keburu “mengabdi” Pranatan ngakir jaman, Tidak sempat sembahyang terlanjur dipanggil. Tan tutug kaselak ngabdi, Nora kober sembahyang gya tinimbalan. 27 Mara Marang ng ing ingka kang ng asu asung ng pan panga gan, n, Kepada yang memberi makan, Yen kesuwen den dukani,
Jika kelamaan dimarahi,
Abubrah kawur tyas ingwang,
Menjadi kacau balau perasaanku,
Lir kiyamat saben ari,
Seperti kiyamat saban hari,
Bot Allah apa Gusti,
Berat “Allah” atau “Gusti”,
Tambuh tambuh solahingsun,
Bimbanglah sikapku,
Lawas lawas nggraita,
Lama-lama berfikir,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
12
Rehne ta suta priyayi,
Karena anak turun priyayi,
Yen mamriha dadi kaum temah Bila ingin jadi juru doa (kaum) dapatlah nista, nistha. 28
Tuwin win ket ketip ip surag ragama, ama,
begitu pula jika aku menjadi pengurus dan juru dakwah agama.
Pan ingsun nora winaris, Karena aku bukanlah keturunannya, Angur baya ngantepana, Lebih baik memegang teguh Pranatan wajibing urip, aturan dan kewajiban hidup, Lampahan angluluri, Menjalankan pedoman hidup Kuna kumunanira, Kongsi tumekeng samangkin,
warisan leluhur dari zaman dahulu kala hingga kelak kemudian hari.
Kikisane tan lyan amung ngupa Ujungnya tidak lain hanyalah mencari nafkah. boga. 29
Bong Bongga gan n kan kan tan tan mer merlo lokk-na na,,
Salahnya sendiri yang tidak mengerti,
Mungguh ugering ngaurip,
Paugeran orang hidup itu demikian seyogyanya,
Uripe lan tri prakara, hidup dengan tiga perkara; Wirya arta tri winasis, Kalamun kongsi sepi, Saka wilangan tetelu,
Keluhuran (kekuasaan), harta (kemakmuran), ketiga ilmu pengetahuan .
Bila tak satu pun dapat diraih dari ketiga perkara itu,
Telas tilasing janma, habis lah harga diri manusia. Aji godhong jati aking, Lebih berharga daun jati kering, akhirnya mendapatlah derita, jadi pengemis dan terlunta.
30
Temah papa papariman ngulandara. Kang Kang wus wus was waspa padh dhaa ing ing patr patrap ap,, Yang sudah paham tata caranya, Manganyut ayat winasis,
Menghayati ajaran utama,
Wasana wosing jiwangga,
Jika berhasil merasuk ke dalam jiwa,
Melok tanpa aling-aling,
akan melihat tanpa penghalang,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
13
31
32
Kang ngalingi kalingling,
Yang menghalangi tersingkir,
Wenganing rasa tumlawung,
Terbukalah rasa sayup menggema.
Keksi saliring jaman,
Tampaklah seluruh cakrawala,
Angelangut tanpa tepi,
Sepi tiada bertepi,
Yeku ingaran tapa tapaking Hyang Suksma.
Yakni disebut “tapa tapaking Hyang Sukma” Sukma ”.
Man Mangkon gkono o jan janma ma utam utama, a,
Demikianlah manusia utama,
Tuman tumanem ing sepi,
Gemar terbenam dalam sepi (meredam nafsu),
Ing saben rikala mangsa,
Di saat-saat tertentu,
Masah amemasuh budi,
Mempertajam dan membersihkan budi,
Laire anetepi,
Bermaksud memenuhi tugasnya sebagai satria,
Ing reh kasatriyanipun,
berbuat susila rendah hati,
Susilo anor raga,
pandai menyejukkan hati pada sesama,
Wignya met tyasing sesami,
itulah sebenarnya yang disebut menghayati agama.
Yeku aran wong barek berag agama. Ing jaman mengko pan ora, Arahe para taruni,
Di zaman kelak tiada demikian, sikap anak muda bila mendapat petunjuk nyata,
Yen antuk tuduh kang nyata, tidak pernah dijalani, Nora pisan den lakoni, Lalu hanya menuruti kehendaknya, Banjur njujurken kapti, Kakeknya akan diajari, Kakekne arsa winuruk, dengan mengandalkan gurunya, Ngandelken gurunira, yang dianggap pandita negara yang pandai, Panditane praja sidik, serta sudah menguasai makrifat.
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
14
Tur wus manggon pamucunge Mring makripat
PUCUNG ( Sembah Sembah Jiwa/ Jiwa / Hakekat Hakekat )
33
Ngelmu iku
Ilmu (hakekat) itu
Kalakone kanthi laku
diraih dengan cara menghayati dalam setiap perbuatan,
Lekase lawan kas dimulai dengan kemauan. Tegese kas nyantosani Setya budaya pangekese dur angkara
Artinya, kemauan membangun kesejahteraan terhadap sesama, Teguh membudi daya
34
Angkara gung
Menaklukkan semua angkara Nafsu angkara yang besar
Neng angga anggung gumulung ada di dalam diri, kuat menggumpal, menjangkau hingga tiga zaman, jika dibiarkan berkembang akan Gegolonganira Triloka lekeri kongsi
berubah menjadi gangguan.
Yen den umbar ambabar dadi rubeda. 35
Beda Beda lamu lamun n kan kang g wu wus sen sengs gsem em Berbeda dengan yang sudah menyukai dan menjiwai, Reh ngasamun Watak dan perilaku memaafkan Semune ngaksama pada sesama Sasamane bangsa sisip selalu sabar berusaha Sarwa sareh saking mardi martatama menyejukkan suasana,
36
Taman li limut
Dalam kegelapan.
Durgameng tyas kang weh limput
Angkara dalam hati yang menghalangi,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
15
Karem ing karamat
Larut dalam kesakralan hidup,
Karana karoban ing sih
Karena temggelam dalam samodra kasih sayang, kasih sayang sukma (sejati) tumbuh berkembang sebesar gunung
Sihing sukma ngrebda saardi pengira 37 Yeku Yeku patu patutt tin tinul ulat at tula tulatt tin tinur urut ut
Itulah yang pantas ditiru, contoh yang patut diikuti
Sapituduhira, seperti semua nasehatku. Aja kaya jaman mangkin Jangan seperti zaman nanti Keh pra mudha mundhi diri Banyak anak muda yang menyombongkan diri dengan hafalan ayat
38
Rapal makna Duru Durung ng becu becuss kes kesus usu u sel selak ak besu besuss Belum mumpuni sudah berlagak pintar. Amaknani rapal
Menerangkan ayat
Kaya sayid weton mesir
seperti sayid dari Mesir
Pendhak pendhak angendhak
Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain.
Gunaning jalma 39
Kang kadyeku
Yang seperti itu
Kalebu wong ngaku aku
termasuk orang mengaku-aku
akale alangka
Kemampuan akalnya dangkal
Elok Jawane denmohi
Keindahan ilmu Jawa malah ditolak.
Paksa langkah ngangkah met
Sebaliknya, memaksa diri mengejar ilmu di Mekah,
Kawruh ing Mekah 40
41
Nora weruh
tidak memahami
rosing rasa kang rinuruh
hakekat ilmu yang dicari,
lumeketing angga
sebenarnya ada di dalam diri.
anggere padha marsudi
Asal mau berusaha
kana kene kaanane nora beda
sana sini (ilmunya) tidak berbeda,
Uger lugu
Asal tidak banyak tingkah,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
16
Den ta mrih pralebdeng kalbu
agar supaya merasuk ke dalam sanubari.
Yen kabul kabuka
Bila berhasil, terbuka derajat kemuliaan hidup yang sebenarnya.
Ing drajat kajating urip
42
Kaya kang wus winahya sekar srinata Basa ng ngelmu
Seperti yang telah tersirat dalam tembang sinom (di atas). Yang namanya ilmu, dapat berjalan bila sesuai dengan cara pandang kita.
Mupakate lan panemune Dapat dicapai dengan usaha yang gigih. Pasahe lan tapa Bagi satria tanah Jawa, Yen satriya tanah Jawi dahulu yang menjadi pegangan adalah tiga Kuna kuna kang ginilut tripakara perkara yakni; 43
Lila Lila lamu lamun n kela kelang ngan an nora nora gegetun
Ikhlas bila kehilangan tanpa menyesal, Sabar jika hati disakiti sesama,
Trima yen ketaman Ketiga ; lapang dada sambil Sakserik sameng dumadi berserah diri pada Tuhan.
44
Tri legawa nalangsa srah ing Bathara Bathara gung
Tuhan Maha Agung
Inguger graning jajantung
diletakkan dalam setiap hela nafas
Jenek Hyang wisesa
Menyatu dengan Yang Mahakuasa
Sana pasenedan suci
Teguh mensucikan diri
Nora kaya si mudha mudhar angkara
Tidak seperti yang muda, mengumbar nafsu angkara.
45
Nora uwus
Tidak henti hentinya
Kareme anguwus uwus
gemar mencaci maki.
Uwose tan ana
Tanpa ada isinya
Mung janjine muring muring
kerjaannya marah-marah
Kaya buta buteng betah anganiaya
seperti raksasa; bodoh, mudah marah dan menganiaya sesama.
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
17
46
Sakeh lu luput
Semua kesalahan
Ing angga tansah linimput
dalam diri selalu ditutupi,
Linimpet ing sabda
ditutup dengan kata-kata
Narka tan ana udani
mengira tak ada yang mengetahui,
Lumuh ala ardane ginawa gada bilangnya enggan berbuat jahat
47
Durung punjul
padahal tabiat buruknya membawa kehancuran. Belum cakap ilmu
Ing kawruh kaselak jujul
Buru-buru ingin dianggap pandai.
Kaseselan hawa
Tercemar nafsu selalu merasa kurang,
Cupet kapepetan pamrih
dan tertutup oleh pamrih,
tangeh nedya anggambuh
sulit untuk manunggal pada Yang Mahakuasa.
mring Hyang Wisesa
GAMBUH (Langkah Catur Sembah)
48
Same Sameng ngko ko ings ingsun un tutu tutur r
Kelak saya bertutur,
Sembah catur supaya lumuntur Empat macam sembah supaya dilestarikan; Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki
Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat ; sembah rasa, anakku !
Ing kono lamun tinemu Di situlah akan bertemu dengan Tandha nugrahaning Manon pertanda anugrah Tuhan. 49
Semba embah h raga raga punik unikaa
Sembah raga adalah
Pakartine wong amagang laku
Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin”
Susucine asarana saking warih
Menyucikan diri dengan sarana air,
Kang wus lumrah limang wektu Yang sudah lumrah misalnya lima waktu Wantu wataking weweton
Sebagai rasa menghormat waktu
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
18
50
Inguni un uni du durung
Zaman dahulu belum
Sinarawung wulang kang sinerung
pernah dikenal ajaran yang penuh tabir,
Lagi iki bangsa kas ngetokken anggit
Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan, memamerkan ke-bisa-an nya
Mintokken kawignyanipun amalannya aneh aneh 51
Sarengate elok elok Thit Thithi hik k kay kayaa san santr trii Dul Dul
Kadang seperti seperti santri “Dul” (gundul)
Gajeg kaya santri brai kidul
Bila tak salah, seperti santri wilayah selatan
Saurute Pacitan pinggir pasisir Sepanjang Pacitan tepi pantai Ewon wong kang padha nggugu Ribuan orang yang percaya.
52
Anggere padha nyalemong Kasusu ar arsa we weruh
Asal-asalan dalam berucap Keburu ingin tahu,
Cahyaning Hyang kinira yen karuh
cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan,
Ngarep arep urub arsa den kurebi
Menanti-nanti besar keinginan (mendapatkan anugrah) namun gelap mata Orang tidak paham yang demikian itu
Tan wruh kang mangkono iku Nalarnya sudah salah kaprah 53
54
Akale kaliru enggon Yen Yen ta ta jam jaman an rum rumuhun hun
Bila zaman dahulu,
Tata titi tumrah tumaruntun
Tertib teratur runtut harmonis
Bangsa srengat tan winor lan laku batin
sariat tidak dicampur aduk dengan olah batin,
Dadi nora gawe bingung
jadi tidak membuat bingung
Kang padha nembah Hyang Manon Lire sa sarengat ik iku
bagi yang menyembah Tuhan
Kena uga ingaran laku
dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan tekun.
Sesungguhnya sariat itu
Dhingin ajeg kapindone ataberi Anakku, hasil sariat adalah dapat menyegarkan SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
19
Pakolehe putraningsun Nyenyeger badan mrih kaot 55 Wong ong seg seger er badan adanip ipun un
badan agar lebih baik, badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar,
Otot daging kulit balung sungsum
Mempengaruhi darah, membuat tenang di hati.
Tumrah ing rah memarah
Ketenangan hati membantu
Antenging ati
Membersihkan kekusutan batin
Antenging ati nunungku
56
57
Angruwat ruweding batos Mang Mangko kono no mung munggu guh h ing ingsu sun n
Begitulah menurut ku !
Ananging ta sarehne asnafun
Tetapi karena orang itu berbeda-beda,
Beda beda panduk pandhuming Beda pula garis nasib dari Tuhan. dumadi Sebenarnya tidak cocok Sayektine nora jumbuh tekad yang pada dijalankan itu Tekad kang padha linakon Nan Nangin ging ta ta pak paksa tutu tutur r Namun terpaksa memberi nasehat
Rehne tuwa tuwase mung catur Karena sudah tua kewajibannya hanya memberi petuah. Bok lumuntur lantaraning reh utami Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku utama. Sing sapa temen tinemu Barang siapa bersungguh-sungguh akan Nugraha geming kaprabon mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan. 58 Same Sameng ngko ko semb sembah ah kalb kalbu u Nantinya, sembah kalbu itu Yen lumintu uga dadi laku Laku agung kang kagungan Narapati
jika berkesinambungan juga menjadi olah spiritual.
Olah (spiritual) tingkat tinggi yang dimiliki Raja.
Patitis tetesing kawruh Tujuan ajaran ilmu ini; Meruhi marang kang momong SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
20
59
Sucin ucinee tan tanpa ban banyu Mung nyunyuda mring hardaning kalbu
60
untuk memahami yang mengasuh diri (guru sejati/pancer) Bersucinya tidak menggunakan air Hanya menahan nafsu di hati
Pambukane tata titi ngati ati
Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati (eling dan waspada)
Atetep telaten atul
Teguh, sabar dan tekun,
Tuladan marang waspaos
semua menjadi watak dasar,
Mrin Mring g jati jatini ning ng pand pandul ulu u
Teladan bagi sikap waspada. Dalam penglihatan yang sejati,
Panduk ing ndon dedalan satuhu Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar. Lamun lugu legutaning reh maligi Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasi Lageane tumalawung Sampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan Wenganing alam kinaot
61
Yen Yen wus wus kamb kambah ah kady kadyek eku u
Itulah, terbukanya “alam lain” Bila telah mencapai seperti itu,
Sarat sareh saniskareng laku
Saratnya sabar segala tingkah laku.
Kalakone saka eneng ening eling Berhasilnya dengan cara; Ilanging rasa tumlawung
Membangun kesadaran, mengheningkan cipta, pusatkan fikiran kepada energi Tuhan.
Kono adiling Hyang Manon
62
Gaga Gagare re ngun ngungg ggar ar kayu kayun n
Dengan hilangnya rasa sayup-sayup, di situlah keadilan Tuhan Tuhan terjadi. (jiwa memasuki alam gaib rahasia Tuhan) Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu)
Tan kayungyun mring ayuning kayun
Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati,
Bangsa anggit yen ginigit nora dadi
Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal.
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
21
63
Marma den awas den emut
Maka awas dan ingat lah
Mring pamurunging kalakon Same Sameng ngko ko kang kang tinu tinutu tur r
dengan yang membuat gagal tujuan Nanti yang diajarkan
Sembah katri kang sayekti katur Sembah ketiga yang sebenarnya diperuntukkan kepada Hyang sukma (jiwa). Mring Hyang Sukma sukmanen saari ari Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari Arahen dipun kacakup
Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku !
Sembaling jiwa sutengong 64
Sayek ayekti ti luwi luwih h perlu erlu
Sungguh lebih penting, yang
Ingaranan pepuntoning laku
disebut sebagai ujung jalan spiritual,
Kalakuwan tumrap kang bangsaning batin
Tingkah laku olah batin, yakni
Sucine lan awas emut
menjaga kesucian dengan awas dan selalu ingat akan alam nan abadi kelak.
Mring alaming lama maot 65
66
Rukt Ruktin inee nga ngang ngka kah h ngu nguku kutt
Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, mengikat, merangkul erat tiga Ngiket ngruket triloka kakukut jagad yang dikuasai. Jagad agung ginulung lan jagad Jagad besar tergulung oleh jagad kecil, alit Pertebal keyakinanmu anakku ! Den kandel kumadel kulup Akan kilaunya alam tersebut. Mring kelaping alam kono Kaleme ma mawi li limut Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”, Kalamatan jroning alam kanyut Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan, Sanyatane iku kanyatan kaki Sejatine yen tan emut
Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku !
Sayekti tan bisa awor
Sejatinya jika tidak ingat Sungguh tak bisa “larut”
67
Pamete saka luyut
Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
22
dan batin) Sarwa sareh saliring panganyut Lamun yitna kayitnan kang mitayani Tarlen mung pribadinipun
68
Tetap sabar sabar mengikuti mengikuti “alam “alam yang menghanyutkan” Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan tidak lain hanyalah diri pribadinya
Kang katon tinonton kono Ngin Nging g away away sala salah h suru surup p
yang tampak terlihat di situ
Kono ana sajatining urub
Di situ ada cahaya sejati
Tetapi jangan salah mengerti
Yeku urub pangareb uriping budi Ialah cahaya pembimbing,
69
Sumirat sirat narawung
energi penghidup akal budi.
Kadya kartika katonton
Bersinar lebih terang dan cemerlang,
Yek Yeku wen wenga gan ning ing kal kalb bu
tampak bagaikan bintang Yaitu membukanya pintu hati
Kabukane kang wengku winengku
Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan jiwa/roh).
Wewengkone wis kawengku neng sireki
Cahaya itu sudah kau (roh) kuasai Tapi kau (roh) juga dikuasai
Nging sira uga kawengku oleh cahaya yang seperti bintang cemerlang. 70
Mring kang pindha kartika byor Same Sameng ngko ko ings ingsun un tutu tutur r Nanti ingsun ajarkan, Gantya sembah ingkang kaping Beralih sembah yang ke empat. catur Sembah rasa terasalah hakekat kehidupan. Sembah rasa karasa wosing dumadi Terjadinya sudah tanpa petunjuk, Dadine wis tanpa tuduh
hanya dengan kesentosaan batin
Mung kalawan kasing batos 71
Kala Kalam mun durun urung g lug lugu u
Apabila belum bisa membawa diri,
Aja pisan wani ngaku aku
Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,
Antuk siku kang mangkono iku mendapat laknat yang demikian itu anakku ! kaki SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
23
Kena uga wenang muluk
72
Kalamun wus padha melok Meloke uj ujar ik iku Yen wus ilang sumelanging kalbu
73
Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah mengetahui dengan nyata. Menghayati pelajaran ini Bila sudah hilang keragu-raguan hati.
Amung kandel kumandel
Hanya percaya dengan sungguh-sungguh kepada takdir
Amarang ing takdir
itu harap diwaspadai, diingat,
Iku den awas den emut
dicermati bila ingin menguasai seluruhnya.
Den memet yen arsa momot Pamo amoting uj ujar iku
Melaksanakan petuah itu
Kudu santosa ing budi teguh Harus kokoh budipekertinya sarta sabar tawekal legaweng ati Teguh serta sabar Trima lila ambeg sadu tawakal lapang dada Weruh wekasing dumados Menerima dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat dipercaya
74
Saba Sabara rang ng tind tindak ak tand tanduk uk
Mengerti “sangkan paraning dumadi”. Segala tindak tanduk
Tumindake lan sakadaripun,
dilakukan ala kadarnya,
Den ngaksama kasisipaning sesami,
memberi maaf atas kesalahan sesama, menghindari perbuatan tercela,
Sumimpanga ing laku dur, (dan) watak angkara yang besar. Hardaning budi kang ngrodon. 75
Dad Dadya weru weruh h iy iya du dudu, du,
Sehingga tahu baik dan buruk,
Yeku minangka pandaming kalbu,
Demikian itu sebagai ketetapan hati,
Ingkang buka ing kijab bullah agaib,
Yang membuka membuka penghalang/tabir penghalang/tabir antara insan dan Tuhan, Tersimpan dalam rahasia,
Sesengkeran kang sinerung, Terletak di dalam batin. SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
24
76
Dumunung telenging batos. Rasan asanin ing g urip urip iku iku, Krana momor pamoring sawujud,
Rasa hidup itu dengan cara manunggal dalam satu wujud, Wujud Tuhan meliputi alam semesta,
Wujudollah sumrambah ngalam sakalir, bagaikan rasa manis dengan madu. Begitulah ungkapannya. Lir manis kalawan madu, Endi arane ing kono. 77
Endi manis anis end endi mad madu u,
Mana manis mana madu,
Yen wis bisa nuksmeng pasang apabila sudah bisa menghayati gambaran itu, semu, Bagaimana pengertian sabda Tuhan, Pasamoaning hebing kang Mahasuci, Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas dipahami secara lahir dan batin. Kasikep ing tyas kacakup,
78
Kasat mata lair batos. Ing Ing bat batin in tan tan kal kalir iru u
Dalam batin tak keliru,
Kedhap kilap liniling ing kalbu, Segala cahaya indah dicermati dalam hati, Kang minangka colok celaking Hyang Widhi,
Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat Tuhan,
Widadaning budi sadu,
Selamatnya karena budi (bebuden) (bebuden) yang jujur (hilang nafsu),
Pandak panduking liru nggon. 79
Nggoni gonira ra mrih rih tul tulu us,
Agar dapat merasuk beralih “tempat”. Agar usahamu berhasil,
Kalaksitaning reh kang rinuruh, Dapat menemukan apa yang dicari, Nggyanira mrih wiwal warananing gaib,
upayamu agar dapat melepas penghalang kegaiban,
Paranta lamun tan weruh,
Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang bagaimana terjadinya telur.
Sasmita jatining endhog. 80
Putih lan kuningipun,
Putih dan kuningnya,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
25
Lamun arsa titah, bila akan mewujud (menetas), titah teka mangsul, wujud datang berganti,
81
82
Dene nora mantra-mantra yen ing lair,
tak disangka-sangka,
Bisa aliru wujud,
bila kelahirannya
Kadadeyane ing kono.
dapat berganti wujud,
Istin stinga gara rah h tan tan metu, etu,
Kejadiannya di situ ! Dipastikan tidak keluar,
Lawan istingarah tan lumebu,
juga tidak masuk,
Dene ing njro wekasane dadi njawi,
Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar,
Rasakna kang tuwajuh,
Rasakan sunguh-sungguh, sunguh-sungguh,
Aja kongsi kabasturon. Kara Karana na yen keban ebanju jur, r,
Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami. Sebab apabila sudah terlanjur,
Kajantaka tumekeng saumur,
akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada gunanya bila kelak mati,
Tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi,
Menjadi orang hina yang bodoh,
Dadi wong ina tan weruh,
dirinya sendiri malah dianggap tamu.
Dheweke den anggep dayoh.
SERAT WEDHATAMA (lanjutan)
Melanjutkan wejangan atau pitutur Serat Wedhatama terdahulu. Serat Wedhatama terdiri dari empat pupuh yakni; pangkur, sinom, sinom, gambuh, dan kinanthi.
TEMBANG KINANTHI
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
26
83 Mang Mangka ka kant kanthi hini ning ng tumu tumuwu wuh, h, Salami mung awas eling, Eling lukitaning alam, Dadi wiryaning dumadi, Supadi nir ing sangsaya, Yeku pangreksaning urip. 84 Marm Marmaa den den tabe taberi ri kulu kulup, p, Anglung lantiping ati, Rina wengi den anedya, Pandak panduking pambudi, Bengkas kahardaning driya, Supaya dadya utami.` 85 Pang Pangas asah ahee sep sepii sam samun un,, Aywa esah ing salami, Samangsa wis kawistara, Lalandhepe mingis mingis, Pasah wukir reksamuka, Kekes srabedaning budi. 86 Dene Dene awas awas tege tegesi sipu pun, n, Weruh warananing urip, Miwah wisesaning tunggal, Kang atunggil rina wengi, Kang mukitan ing sakarsa, Gumelar ngalam sakalir. 87 Aywa Aywa semb sembra rana na ing ing kal kalbu bu,, Wawasen wuwus sireki, Ing kono yekti karasa, Dudu ucape pribadi, Marma den sembadeng sedya, Wewesen praptaning uwis. 88 Sirn Sirnak akna na sema semang ngin ing g kalb kalbu, u, Den waspada ing pangeksi, Yeku dalaning kasidan, Sinuda saka sethithik, Pamothahing nafsu hawa, Linalantih mamrih titih. 89 Aywa Aywa mema mematu tuh h nal nalut utuh uh,, Tanpa tuwas tanpa kasil, Kasalibuk ing srabeda, Marma dipun ngati-ati, Urip keh rencananira, Sambekala den kaliling. 90 Umpa Umpama mane ne wong wong luma lumaku ku,, Marga gawat den liwati, Lamun kurang ing pangarah, Sayekti karendhet ing ri. Apese kasandhung padhas,
Padahal bekal hidup, selamanya waspada dan ingat, Ingat akan pertanda yang ada di alam ini, Menjadi kekuatannya asal-usul, supaya lepas dari sengsara. Begitulah memelihara hidup. Maka rajinlah anak-anakku, Belajar menajamkan hati, Siang malam berusaha, merasuk ke dalam sanubari, melenyapkan nafsu pribadi, Agar menjadi (manusia) utama. Mengasahnya di alam sepi (semedi), Jangan berhenti selamanya, Apabila sudah kelihatan, tajamnya luar biasa, mampu mengiris gunung penghalang, Lenyap semua penghalang budi. Awas itu artinya, tahu penghalang kehidupan, serta kekuasaan yang tunggal, yang bersatu siang malam, Yang mengabulkan segala kehendak, terhampar alam semesta. Hati jangan lengah, Waspadailah kata-katamu, Di situ tentu terasa, bukan ucapan pribadi, Maka tanggungjawablah, perhatikan semuanya sampai tuntas. Sirnakan keraguan hati, waspadalah terhadap pandanganmu, Itulah caranya berhasil, Kurangilah sedikit demi sedikit godaan hawa nafsu, Latihlah agar terlatih. Jangan terbiasa berbuat aib, Tiada guna tiada hasil, terjerat oleh aral, Maka berhati-hatilah, Hidup ini banyak rintangan, Godaan harus dicermati. Seumpama orang berjalan, Jalan berbahaya dilalui, Apabila kurang perhitungan, Tentulah tertusuk duri, celakanya terantuk batu,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
27
Babak bundhas anemahi. 91 Lumr Lumrah ah bae bae yen yen kady kadyek eku, u, Atetamba yen wus bucik, Duweya kawruh sabodhag, Yen tan nartani ing kapti, Dadi kawruhe kinarya, Ngupaya kasil lan melik. 92 Melo Meloke ke yen yen arsa arsa mulu muluk, k, Muluk ujare lir wali, Wola wali nora nyata, Anggepe pandhita luwih, Kaluwihane tan ana, Kabeh tandha tandha sepi. 93 Kawr Kawruh uhee mun mung g ana ana wuwu wuwus, s, Wuwuse gumaib gaib, Kasliring thithik tan kena, Mancereng alise gathik, Apa pandhita antiga, Kang mangkono iku kaki, 94 Mang Mangka ka ta kan kang g ara aran n lak laku, u, Lakune ngelmu sejati, Tan dahwen pati openan, Tan panasten nora jail, Tan njurungi ing kahardan, Amung eneng mamrih ening.
95 Kaun Kaunan angi ging ng bud budii luhu luhung ng,, Bangkit ajur ajer kaki, Yen mangkono bakal cikal, Thukul wijining utami, Nadyan bener kawruhira, Yen ana kang nyulayani. 96 Tur Tur kan kang g nyu nyula laya yani ni iku, iku, Wus wruh yen kawruhe nempil, Nanging laire angalah, Katingala angemori, Mung ngenaki tyasing liyan, Aywa esak aywa serik. 97 Yeku Yeku ilap ilapat atin ing g wah wahyu yu,, Yen yuwana ing salami, Marga wimbuh ing nugraha, Saking heb Kang mahasuci, Cinancang pucuking cipta, Nora ucul ucul kaki. 98 Mangkono in ingkang ti tinamtu,
Akhirnya penuh luka. Lumrahnya jika seperti itu, Berobat setelah terluka, Biarpun punya ilmu segudang, bila tak sesuai tujuannya, ilmunya hanya dipakai mencari nafkah dan pamrih. Baru kelihatan jika keinginannya mulukmuluk, Muluk-muluk bicaranya seperti wali, Berkali-kali tak terbukti, merasa diri pandita istimewa, Kelebihannya tak ada, Semua bukti sepi. Ilmunya sebatas mulut, Kata-katanya di gaib-gaibkan, Dibantah sedikit saja tidak mau, mata membelalak alisnya menjadi satu, Apakah yang yang seperti seperti itu pandita palsu,..anakku ? Padahal yang disebut “laku”, sarat menjalankan ilmu sejati tidak suka omong kosong dan tidak suka memanfaatkan hal-hal sepele yang bukan haknya, Tidak iri hati dan jail, Tidak melampiaskan hawa nafsu. Sebaliknya, bersikap tenang agar menggapai keheningan jiwa. Luhurnya budipekerti, pandai beradaptasi, anakku ! Demikian itulah awal mula, tumbuhnya benih keutamaan, Walaupun benar ilmumu, bila ada yang mempersoalkan.. Walau orang yang mempersoalkan itu, sudah diketahui ilmunya dangkal, tetapi secara lahir kita mengalah, berkesanlah persuasif, sekedar menggembirakan hati orang lain. Jangan sakit hati dan dendam. Begitulah sarat turunnya wahyu, Bila teguh selamanya, dapat bertambah anugrahnya, dari sabda Tuhan Mahasuci, terikat di ujung cipta, tiada terlepas-lepas anakku. Begitulah ya yang di digariskan,
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
28
Tampa nugrahaning Widhi, Marma ta kulup den bisa, Mbusuki ujaring janmi, Pakoleh lair batinnya, Iyeku budi premati. 99 Pant Pantes es tinu tinula latt tin tinur urut ut,, Laladane mrih utami, Utama kembanging mulya, Kamulyan jiwa dhiri, Ora ta yen ngeplekana, Lir leluhur nguni-uni. 10 Ananging ta kudu kudu, 0 Sakadarira pribadi, Aywa tinggal tutuladan, Lamun tan mangkono kaki, Yekti tuna ing tumitah, Poma kaestokna kaki.
Untuk mendapat anugrah Tuhan. Maka dari itu anakku, sebisanya, kalian pura-pura menjadi orang bodoh terhadap perkataan orang lain, nyaman lahir batinnya, yakni budi yang baik. Pantas menjadi suri tauladan yang ditiru, Wahana agar hidup mulia, kemuliaan jiwa raga. Walaupun tidak persis, seperti nenek moyang dahulu. Tetapi harus giat berupaya, sesuai kemampuan diri, Jangan melupakan suri tauladan, Bila tak berbuat demikian itu anakku, pasti merugi sebagai manusia. Maka lakukanlah anakku !
SERAT WEDHATAMA – Sri Mangkunegoro Mangkunegoro IV Poestaka Pribadi Notaris Herman AALT Tejabuwana
29