Sejarah Perkembangan Ilmu Manajemen Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Namun diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya piramida adanya piramida di [2] Mesir . Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida Giza tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang²tanpa mempedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu²yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai rencana. Praktik-praktik manajemen lainnya dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota Venesia Venesia,, Italia,, yang ketika itu menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di sana. Penduduk Venesia Italia mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan banyak kegiatan yang lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai co ntoh, di gudang senjata Venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang kanal dan pada tiap-tiap perhentian, bahan baku dan tali layar ditambahkan ke kapal tersebut. Hal ini mirip dengan model lini perakitan (assembly (assembly line) line) yang dikembangkan oleh Hanry Ford untuk merakit mobil-mobilnya. mobil-mobilnya. Selain S elain lini perakitan tersebut, orang Venesia memiliki sistem penyimpanan dan pergudangan untuk memantau isinya, manajemen sumber daya manusia untuk mengelola angkatan kerja, dan sistem akuntansi untuk melacak pendapatan dan biaya.[3] Sebelum abad ke-20, t erjadi dua peristiwa penting dalam ilmu manajemen. Peristiwa pertama terjadi pada tahun 1776 1776,, ketika Adam Smith menerbitkan sebuah doktrin ekonomi ekono mi klasik, The Wealth of Nation. Nation. Dalam bukunya itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari pembagian kerja (division (division of labor ), yaitu perincian pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang spesifik dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai contoh, Smith mengatakan bahwa dengan sepuluh orang²masing-masing melakukan pekerjaan khusus²perusahaan peniti dapat menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap orang bekerja sendiri menyelesaikan t iap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan (1) (1) meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja, (2) (2) menghemat waktu yang terbuang dalam pergantian tugas, dan (3) (3) menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat menghemat tenaga kerja. Peristiwa penting kedua yang mempengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalahRevolusi adalah Revolusi Industri di Inggris Inggris.. Revolusi Industri menandai dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia, yang berakibat pada pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yang disebut pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu membutuhkan teori yang dapat membantu mereka meramalkan permintaan, memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kepada bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli. Di awal abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama Henry Fayol mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950 1950,, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sumbangan penting lainnya datang dari ahli sosilogi Jerman Max Weber . Weber menggambarkan suatu tipe ideal organisasi yang disebut sebagai birokrasi ²bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci, dan sejumlah hubungan yang impersonal. Namun, Weber menyadari bahwa bentuk "birokrasi yang ideal" itu tidak ada dalam realita. Dia menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam kelompok besar. Teorinya tersebut menjadi contoh desain [4] struktural bagi banyak organisasi besar sekarang ini. Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1940-an ketika Patrick Blackett melahirlkan ilmu riset operasi, yang merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi. Riset operasi, sering dikenal dengan "Sains Manajemen", mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi. Pada tahun 1946, Peter F. Drucker ²sering disebut sebagai Bapak Ilmu Manajemen²menerbitkan salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: "Konsep Korporasi" (C oncept of the C orporation). Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.
Teori
manajemen
Manajemen ilmiah Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific management , pertama kali dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya yang berjudul Principles of Scientific Management pada tahun 1911. Dalam bukunya itu, Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah "penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan." Beberapa penulis seperti Stephen Robbins menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori manajemen modern. Ide tentang penggunaan metode ilmiah muncul ketika Taylor merasa kurang puas dengan ketidakefesienan pekerja di perusahaannya. Ketidakefesienan itu muncul karena mereka menggunakan berbagai macam teknik yang berbeda untuk pekerjaan yang sama²nyaris tak ada standar kerja di sana. Selain itu, para pekerja cenderung menganggap gampang pekerjaannya. Taylor berpendapat bahwa hasil dari para pekerja itu hanyalah sepertiga dari yang seharusnya. Taylor kemudian, selama 20 tahun, berusaha keras mengoreksi keadaan tersebut dengan menerapkan metode ilmiah untuk menemukan sebuah "teknik paling baik" dalam menyelesaikan tiap-tiap pekerjaan. Berdasarkan pengalamannya itu, Taylor membuat sebuah pedoman yang jelas tentang cara meningkatkan efesiensi produksi. Pedoman tersebut adalah: 1. Kembangkanlah suatu ilmu bagi tiap-tiap unsur pekerjaan seseorang, yang akan menggantikan metode lama yang bersifat untung-untungan. 2. Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian latihlah, ajarilah, atau kembangkanlah pekerja tersebut.
3. Bekerja samalah secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untuk menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi. 4. Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara hampir merata antara manajemen dan para pekerja. Manajemen mengambil alih semua pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja. Pedoman ini mengubah drastis pola pikir manajemen ketika itu. Jika sebelumnya peker ja memilih sendiri pekerjaan mereka dan melatih diri semampu mereka, Taylor mengusulkan manajemenlah yang harus memilihkan pekerjaan dan melatihnya. Manajemen juga disarankan untuk mengambil alih pekerjaan yang tidak sesuai dengan pekerja, terutama bagian perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan. Hal ini berbeda dengan pemikiran sebelumnya di mana pekerjalah yang melakukan tugas tersebut. Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth. Keduanya tertarik dengan ide Taylor setelah mendengarkan ceramahnya pada sebuah pertemuan profesional. Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan mikronometer yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang sia-sia yang luput dari pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan alat ini, untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema klasifikasi untuk memberi nama tujuh belas gerakan t angan dasar (seperti mencari, menggenggam, memegang) yang mereka sebut Therbligs (dari nama keluarga mereka, Gilbreth, yang dieja terbalik dengan huruf th tetap). Skema tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih tepat dari unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja. Skema itu mereka dapatkan dari pengamatan mereka terhadap cara penyusunan batu bata. Sebelumnya, Frank yang bekerja sebagai kontraktor bangunan menemukan bahwa seorang pekerja melakukan 18 gerakan untuk memasang batu bata untuk eksterior dan 18 gerakan juga untuk interior. Melalui penelitian, ia menghilangkan geraka n-gerakan yang tidak perlu sehingga gerakan yang diperlukan untuk memasang batu bata eksterior berkurang dari 18 gerakan menjadi 5 gerakan. Sementara untuk batu bata interior, ia mengurangi secara drastis dari 18 gerakan hingga menjadi 2 gerakan saja. Dengan menggunakan teknik-teknik Gilbreth, tukang baku dapat lebih produktif dan berkurang kelelahannya di penghujung hari. Teori
administrasi umum
Teori administrasi umum atau, dalam bahasa Inggris, general theory of administration, adalah teori umum mengenai apa yang dilakukan oleh para manajer dan bagaimana cara membentuk praktik manajemen yang baik. Sumbangan penting untuk t eori ini datang dari industrialis Perancis Henri Fayol dengan 14 prinsip manajemen-nya dan sosiolog Jerman Max Weber dengan konsep birokrasi ²bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang didefinisikande dengan jelas, peraturan dan ketetapan rinci, dan sejumlah hubungan impersonal.
Pendekatan kuantitatif Pendekatan kuantitatif adalah penggunaan sejumlah teknik kuantitatif²seperti statistik , model optimasi, model informasi, atau simulasi komputer ²untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan. Sebagai contoh, pemrograman linear digunakan para manajer untuk membantu mengambil kebijakan pengalokasian sumber daya; analisis jalur krisis (C ritical Path Analysis) dapat digunakan untuk membuat penjadwalan kerja yang lebih efesien; model kuantitas pesanan ekonomi (economic order quantity model ) membantu manajer menentukan tingkat persediaan optimum; dan lain-lain. Pengembangan kuantitatif muncul dari pengembangan solusi matematika dan statistik terhadap masalah militer selama Perang Dunia II. Setelah perang berakhir, teknik-teknik matematika dan statistika yang digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan militer itu diterapkan di sektor bisnis. Pelopornya adalah sekelompok perw ira militer yang dijuluki "Whiz Kids." Para perwira yang bergabung dengan Ford Motor Company pada pertengahan 1940-an ini menggunakan metode statistik dan model kuantitatif untuk memperbaiki penga mbilan keputusan di Ford. K ajian
Hawthorne
Kajian Hawthrone adalah serangkaian kajian yang dilakukan pada tahun 1920-an hingga 1930an. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja. Kajian dilakukan di Western Electric Company Works di Cicero, Illenois. Uji coba dilaksanakan dengan membagi karyawan ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen dikenai berbagai macam intensitas penerangan sementara kelompok kontrol bekerja di bawah intensitas penerangan yang tetap. Para peneliti mengharapkan adanya perbedaan jika intensitas cahaya diubah. Namun, mereka mendapatkan hasil yang mengejutkan: baik tingkat cahaya itu dinaikan maupun diturunkan, output pekerja meningkat daripada biasanya. Para peneliti tidak dapat menjelaskan apa yang mereka saksikan, mereka hanya dapat menyimpulkan bahwa intensitas penerangan tidak berhubungan langsung dengan produktivitas kelompok dan "sesuatu yang lain pasti" telah menyebabkan hasil itu. Pada tahun 1927, Profesor Elton Mayo dari Harvard beserta rekan-rekannya diundang untuk bergabung dalam kajian ini. Mereka kemudian melanjutkan penelitian tentang produktivitas kerja dengan cara-cara yang lain, misalnya dengan mendesain ulang jabatan, mengubah lamanya jam kerja dan hari kerja alam seminggu, memperkenalkan periode istirahat, dan menyusun rancangan upah individu dan rancangan upah kelompok. Penelitian ini mengindikasikan bahwa ternyata insentif-insentif di atas lebih sedikit pengaruhnya terhadap o utput pekerja dibandingkan dengan tekanan kelompok, penerimaan kelompok, serta rasa aman yang menyertainya. Peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan penentu utama perilaku kerja individu.
Kalangan akademisi umumnya sepakat bahwa Kajian Hawthrone ini memberi dampak dramatis terhadap arah keyakinan manajemen terhadap peran perlikau manusia dalam organisasi. Mayo menyimpulkan bahwa: y y y y
perilaku dan sentimen memiliki kaitan yang sangat erat pengaruh kelompok sangat besar dampaknya pada perilaku individu standar kelompok menentukan hasil kerja masing-masing karyawan uang tidak begitu menjadi faktor penentu output bila dibandingkan dengan standar kelompok, sentimen kelompok, dan rasa aman.
Kesimpulan-kesimpulan itu berakibat pada penekanan baru terhadap faktor perilaku manusia sebagai penentu berfungsi atau tidaknya organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi tersebut.
BEBERAPA SIMPUL PENTING PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MANAJEMEN DI MASA ISLAM
Perhatian Umat Islam akan ilmu manajemen ± khususnya - sebenarnya dapat dilacak dari beberapa aktivitas yang ditemukan pada masa Kekhilafahan Islam. Menurut Langgulung (1988), terdapat beberapa penulis yang menyatakan bahwa pengembangan ilmu-ilmu yang ada saat itu tidaklah dipisahkan sebagai sistem ilmu yang berdiri sendiri, namun sebagai bagian dari sistem ilmu lain. Salah satunya adalah Nizam al-idari atau sistem tatalaksana yang merupakan padanan bagi istilah manajemen yang digunakan kala itu. Beberapa peristiwa pada masa kekhalifahan Islam yang dapat dikemukakan bertalian dengan perkembangan ilmu manajemen ini adalah sebagai berikut: Tahun 1 Hijriah (622 M), Atas bimbingan wahyu Allah SWT, Rasulullah SAW membangun struktur negara Islam yang khas di Madinah yang bertahan hingga 14 abad kemudian. Struktur dengan bentuk dan sistem Islam yang memiliki 4 ciri berikut (Abdurrahman, 1998): 1. Negara Islam tidak berbentuk persekutuan (federation), persemakmuran (commonwealth), tetapi kesatuan (union). 2. Sistem pemerintahan Islam adalah sistem Khilafah atau Imamah, sebuah sistem pemerintahan khas yang bukan kerajaan - baik absolut maupun parlementer - juga bukan republik - baik presidensil maupun parlementer. 3. Sistem pemerintahan Islam adalah sistem syura. 4. Sistem manajemen (pentadbiran) pemerintahannya bersifat terpusat (sentralisasi), sedangkan administrasinya menganut sistem tak terpusat. Tahun 20 Hijriah (642 M), Atas usulan Al Warid bin Hisyam bin Al Mughiroh (seorang shahabat yang pernah melihat praktek pengelolaan kas negara di Syam) untuk membuat sistem pengarsipan/administrasi pengelolaan kas negara sebagaimana yang dilakukan oleh raja-raja di Syam (Romawi), Khalifah Umar memperbaharui teknik organisasi dan dokumentasi Baitul Maal ( Zallum, 1983).
Pada zaman Khilafah Muawiyah,Ilmu tatalaksana bagi pemerintahan berkembang (Langgulung, 1988). Pada zaman Khilafah Abbasiyah,Prinsip-prinsip dasar Ilmu tatalaksana dikembangkan secara terintegrasi dengan ilmu-ilmu lain: sejarah, ekonomi, politik dan sosiologi (Langgulung, 1988).
TADBIR DAN ADAB SEBAGAI KERANGKA TEORI MANAJEMEN ISLAM Maklum di khayalak ramai, terutama khayalak dengan latar pendidikan ekonomi atau yang berkecimpung di area bisnis, ketika ditanyakan, ³apa itu manajemen?´ Maka mereka akan kompak menjawab, ³manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan (PODC, dalam istilah lebih popular POAC) sumber daya perusahaan untuk 2 mencapai sasarannya´ . Menurut KBBI dan Kamus Encarta juga mirip seperti itu. Berbeda dengan jawaban diatas, Peter Drucker menyatakan, ³Management is about human beings´ 3. Manajemen berkisar pada akt ivitas manusia untuk mampu mengerjakan tugasnya, untuk membuat kekuatannya efektif dan kelemahannya tertutupi. Dengan pengertian Drucker, manajemen inheren ada pada manusia, dan bukan lahir dari Perang Dunia I ketika banyak Negara sedang berpikir tentang ³manajemen´ menyerang dan mempertahankan diri dari serangan Negara lawan. Oleh itu, pengertian yang benar akan manajemen perlu untuk dipahami oleh praktisi manajemen, dalam kasus ini, semua manusia. K onsep Tadbir
Manajemen, administrasi, governance, dalam bahasa arab sebagai salah satu arti dari kata ³tadbir´, bentuk masdar (verbal noun) dari kata kerja ³dabbara al-µamr´, untuk menyelesaikan urusan sampai akhir. Pengertian istilah yang ko mprehensif diberikan oleh al-Sayyid al-Sharif µAli al-Jurjani (w. 816 H) dalam kitabnya al-Ta¶rif: ³al-tadbir al-nazar fi a l-µawaqib bi ma¶rifat al-khayr´, menguji/memeriksa akibat-akibat (hasil) dengan mengetahui apa yang baik. Dan, menaruh perkara dengan pertimbangan ilmu tentang akibat-akibat yang dihasilkan (Ijra¶ al-µumur µala µilm al-µawaqib). Zaidi merumuskan kembali definisi tadbir sebagai: ³pertimbangan seksama intelektual atas akibat (hasil) dari sebuah urusan, kemudian diikuti dengan implementasi jika akibat tersebut adalah baik-tepat atau penolakan jika hasil diperkirakan akan buruk.´ 4 Dengan pengertian tersebut, ada dua aspek penting tadbir dalam pemahaman pemikir muslim otoritatif: Satu, sentralitas hasil akhir (outcomes) dan proses menuju kepadanya, yang oleh itu disebut tadbir. Dua, proses yang dilakukan dan tujuan yang diharapkan merupakan sesuatu yang baik (khayr ). Baik bukan dalam arti memilih sesuatu diantara banyak pilihan, tetapi baik dalam arti mencari yang tepat-baik (praiseworthy). Disini, tadbir didasarkan pada adab. Kata tadbir memang tidak digunakan dalam Al-Qur¶an, namun bentuk kerjanya yudabbir diulangi dalam 4 ayat (10: 3, 31; 13: 2; 32: 5).
5
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. (QS. al-Sajdah : 5) K onsep
Adab Adab dalam pengertian dasar berarti undangan kepada suatu perjamuan (banquet). Suatu perjamuan menyiratkan bahwa tuan rumah telah mengundang para tamu yang memang pantas untuk sebuah perjamuan. Sebagaimana perkataan Ibn Mas¶ud tentang Al-Qur¶an: ³Sesungguhnya al_Qur¶an ini adalah undangan Allah kepada suatu perjamuan ruhaniah di bumi, dan pencapaian ilmu tentangnya berarti memakan makanan yang baik di dalamnya.´ Makna adab diperluas menjadi sebuah disiplin Berkait pada makna adab, terdapat hikmah, adil, dan kebenaran (haqq). Haqq adalah kebenaran dan realitas sekaligus. Hikmah dalam terminologi yang berarti pengetahuan (ma¶rifah) yang tegas dan pasti. al-Attas mengistilahkannya sebagai batas ilmu pengetahua n. Adil mempunyai makna untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dengan demikian, untuk dapat menjadi adil seseorang harus melalui pintu hikmah. Dengan pengertian akan kata-kata kunci tersebut, makna adab diperluas secara lugas sebagai: ³pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan berbagai-bagai tingkat dan derajat-tingkatan mereka dan tentang tempat sesorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dalam hubungannya dengan hakikat-realitas itu serta dengan kapasitas dan po tensi jasmaniah intelektual maupun ruhaniah seseorang.´ Manusia sebagai sebuah alam kecil (mikrokosmos) mempunyai dua aspek al-nafs al-natiqah (jiwa rasional) dan al-nafs al-hawaniyyah (jiwa hewaniah), mempunyai tuntutan untuk dapat menerapkan adab pada dirinya sendiri, yang menurut perumpamaan al-Ghazali dalam kitab µAjibul Qulub sebagai sebuah pengaturan ³Negara´ di dalam diri. Sehingga adab bukan hanya tentang hubungan antara manusia dengan manusia, melainkan juga manusia dengan dirinya sendiri, dan secara lebih luas manusia dengan segala Ciptaan Tuhan, dan secara transendental dengan Penciptanya, Tadbir
berbasiskan Adab Sebagai K erangka Teori Manajemen Islam Memasukkan adab dalam proses tadbir membentuk sebuah proses manajemen yang bertolakukur pada kebenaran dan keadilan, yang dapat diistilahkan dengan ³virtuous management´ . Karakterteristik manajemen yang dihasilkan dalam kerangka tadbir dan adab, sbb:
1. Pengenalan dan pengakuan yang tepat pada aspek teori dan praktik dalam manajemen sebagaimana juga dengan setiap elemen yang terdapat dalam setiap aspek. 2. Pengenalan dan pengakuan yang tepat pada ragam macam dan tingkat dari tujuan-tujuan (goals). Tujuan atau sasaran yang ditetapkan manajemen harus dievaluasi melalui o kacamata adab, ditempatkan pada tempat yang tepat, membentuk suatu sistem hierarki yang kemudian menentukan metode dan strategi yang berbeda dalam keputusan manajemen. Terdapat pembedaan dalam hasrat (desire) alamiah dan hasrat yang ingin didapat, antara kebutuhan dasar (dharuriyah), keinginan (hajiyah), dan pelengkap (tahsiniyah). Dalam Islam tujuan terakhir (ultimate goal)
adalah memperoleh kebahagiaan dengan melihat Allah swt di hari akhir. Untuk alasan inilah maka tidak ada mengejar tujuan yang bersifat tidak agamis, atau didorong oleh pertimbangan pragmatis dan azas manfaat. 3. Pengenalan dan pengakuan yang tepat pada ragam wewenang dan strata dalam manajemen dengan memberikan perhatian khusus secara mengakar pada diri pribadi. Penjelasan yang saksama tentang ini dapat dipahami dengan memperhatikan perkataan al-attas, ³Maksud dan tujuan etika di dalam Islam pada akhirnya adalah untuk perseorangan,´ dan ³Kita mengetahui bahwa di dalam analisa terakhir (ultimate) adalah selalu untuk diri pribadi,´ dan ³«setiap orang pada kenyataannya memang harus memikirkan dan berbuat untuk keselamatan nya sendiri, karena tiada oranga lain dapat dibuat bertanggungjawab atas perbuatan perbuatannya.´ Apa yang dimaksudkan ini oleh al-Attas, dijelaskan oleh Prof. Wan Mohd Noor Wan Daud, ³walaupun dalam analisis terakhir, kesuksesan dan kebahagiaan utama dari seseorang adalah bersifat pribadi, ranah dalam mencapainya tidak dimaksudkan terbatas pada aspek pribadi tetapi menggabungkan beraneka segi perannya: sebagai anak kepada orang tua, pekerja dalam perusahaan, suami, saudara, warga negara dan anggota dari komunitas internasional.´ Penutup Manajemen berbasis adab dapat menjadi sebuah jawaban atas manajemen yang dikembangkan barat yang mengakar pada ³liberal art´ ±disebut ³liberal´ karena manajemen berurusan dengan pokok-pokok ilmu, pengetahuan tentang diri, kebajikan, dan kepemimpinan; ³art´ karena berkenaan dengan praktik dan aplikasi ± setiap kata kunci tersebut didewesternisasi, dihilangkan makna-makna yang lahir dari pandan-hidup Barat, untuk kemudian dilakukan pemaknaan kembali menurut pandangan-hidup Islam, sebagaimana yang telah dilakukan sebagiannya diatas.