SEJARAH PERADABAN KEDOKTERAN ISLAM “
Sejarah Perkembangan Ilmu Kimia
”
Disusun oleh : Siti Aulia Musyayyadah Musyayyadah
: 362015721177
Erma Srisofiarani Sudarsono
: 362015721178
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR 2017
A. Pendahuluan
Alkimia semula diawali dengan pemahaman pada perubahan suatu zat menjadi zat lain. Alkimia klasik yang diwarisi dari peradaban sebelumnya yang kerap kali disebut psedo-sains yang berupaya mengubah timah menjadi emas dan meyakini bahwa semua materi tersusun atas empat unsur tanah, udara, api dan air yang seringkali menggabungkan unsur astrologi, mistisme dan metafisis dalam mengungkap fenomena.. Dari sudut pandang masa kini, upaya dan keyakinan mereka dianggap memiliki keabsahan terabatas. Dengan dipelopori oleh Jabir bin Hayyan, identitas ini perlahan mulai berubah dan ditransformasikan sebagai sebuah sains yang berusaha mendemistifikasi alam dengan menggunakan pendekatan akal-budi.
B. Definisi dan Sejarah
Alkimia berasal dari bahasa arab al-khimiya, kata al- diambil dari bahasa Mesir yang berarti tanah hitam di antara dua sisi sungai Nil yang dimuntahkan ketika air sungai meluap sedangkan kata kimia dari bahasa Yunani khumeia yang berarti “mencetak bersama”, “menuang” “melebur”. Pada awalnya, terdapat dua aliran alkimia yang berbeda, yaitu Alkimia Cina yang berkaitan erat dengan Taoisme yang berpusat di Cina dan Alkimia Barat yang berkaitan dengan ajaran agama yang pusatnya berpindah-pindah antara Mesir, Yunani dan Romawi.
1. Alkimia di Mesir Kuno Pendiri Alkimia Mesir diyakini adalah Dewa Thoth yang disebut Hermes-Thoth oleh bangsa Yunani. Lambang utama alkimia adalah Hermes atau tongkat ular, dimana lambang ini mengadopsi dari simbol Dewa Thoth. Orang-orang Mesir kala itu beranggapan bahwa tubuh manusia (mikrokosmos) dipengaruhi oleh dunia luar (makrokosmos). Keyakinan makrokosmos-mikrokosmos ini adalah inti bagi filsafat Hermetis. Kebanyakan pekerjaan yang digemari adalah perubahan logam biasa menjadi logam mulia (emas), orang-orang Mesir telah mengetahui cara-cara pengekstrakan logam-logam seperti emas, perak, besi dan timah.
2. Alkimia di Yunani Bangsa Yunani mengambil keyakinan hermetis bangsa Mesir dan memadukkannya dengan filsafat Pythagoreanisme, ionianisme dan gnostisisme. Filsafat Pythagorean adalah keyakinan bahwa bilangan mengatur alam semesta, sedangkan filsafat ionianisme didasarkan pada keyakinan bahwa alam semesta dapat dijelaskan melalui mempelajari fenomena alam dan filsafat gnostisisme merupakan keyakinan bahwa dunia itu tidak sempurna karena diciptakan dengan cara yang tercacat serta mereka percaya bahwa memuja kosmos, alam dan makhluk dunia berarti memuja Tuhan Sejati. Aristoteles mulai mengembangkan konsep alam yang menyatakan bahwa semua materi alam semesta terbentuk dari empat unsur, yaitu tanah, udara, air dan api.
gambar 1. 4 unsur pembentuk semua materi alam semesta
3. Alkimia di Romawi Alkimia dianggap oleh masyarakat zaman pertengahan sebagai ilmu yang tidak Ilahiah. Alkimia menjadi terpisah dari agama. Hal ini berakibat ahli alkimia menjadi tidak bebas dalam menyampaikan karya dan tulisannya.
C. Alkimia Islam sebagai Embrio Ilmu Kimia Modern
Para ahli alkimia muslim berusaha mengungkap fenomena alam yang kadangkala bagi sebagian orang masih misteri dan sulit dimengerti menjadi sesuatu yang dapat dipelajari. Tidak jarang pula ahli alkimia muslim seringkali dianggap sebagai ahli pseudosains. Transmutasi logam biasa menjadi logam mulia (emas) menjadi perhatian para ahli alkimia muslim yang mana peristiwa ini melambangkan upaya menuju kesempurnaan, maka mereka berasumsi bahwa seluruh alam semesta sedang bergerak menuju keadaan sempurna dan emas, karena tak pernah rusak dianggap zat yang paling sempurna.
1. Peran dan Kontribusi Alkimia Islam bagi Peradaban Ada beberapa zat yang ditemukan oleh ahli alkimia muslim yang sampai saat ini masih terus digunakan dan bahkan telah dikembangkan menjadi senyawa penting antara lain: a) Asam sulfat (H2 SO4) = obat-obatan, peralatan rumah tangga, produksi sabun, pupuk, serat nilon, kertas, air aki dan lain-lain b) Asam nitrat (HNO3) = salah satu penyusun utama dari bahan peledak TNT (trinitrotoluena), sebagai pupuk pertanian jika berikatan dengan ammonium c) Aqua regia = sebagai bahan pelarut beberapa material khususnya logam murni, emas dan perak, peralatan militer dan peralatan raja. d) Besi (Fe) e) Alcohol f) Karya tulis ilmuwan muslim, ex: al-Ushul al-Kimya-I (buku susunan kimia) dan Asy-Syam Al Kamil (Matahari Kesempurnaan) yang keduanya merupakan karya Jabir bin Hayyan.
2. Kemunduran Alkimia Islam Pada akhir abad ke-14, alkimia mulai kehilangan daya pikat spiritualnya, diawali oleh Ar-Razi yang lebih menyukai pembuktian secara eksperimen daripada procedural teoritis. Secara perlahan, alkimia mulai beralih kearah ilmu kimia modern. Kebenaran
alkimia dianggap tidak pernah terbukti dan sulit diterangkan secara fisis, sehingga alkimia perlahan mulai ditinggalkan oleh kaum intelektual.
3. Pengaruh Alkimia Islam di Eropa Barat Meluasnya terjemahan sains-sains Islam menjadi pemicu kebangkitan ilmu pengetahuan di Eropa. Alkimia mulai diperkenalkan di Eropa melalui Spanyol di abad ke12 oleh Adelard. Mereka mulai menggukan dan memodifikasi metode ilmiah Jabir bin Hayyan. Sebelum Renaissance Eropa, perhatian kimiawan tertuju pada pencarian batu filosof sebagai agen spiritual (elixir ) dalam proses pembersihan jiwa manusia, sehingga ada kepercayaan bahwa manusia harus memiliki keseimbangan unsur dalam tubuhnya. Pada era ini juga banyak orang-orang yang mengaku memiliki kemampuan rahasia dalam transmutasi logam biasa menjadi logam mulia (emas) dengan tipuan kimiawi dan sulap. Setelah abad ke-18 ilmu alkimia memudar seiring dengan munculnya ilmu kimia modern.
4. Kemunculan Ilmu Kimia Modern Sampai pada abad ke-16, kimia masih diidentikkan dengan alkimia, tepatnya setelah ditekankan penggunaan eksperimen pada setiap penemuan kimia dipisahkan dari alkimia. Pada abad ke-17, kimia muncul di beberapa universitas di Eropa sebagai cabang ilmu pengetahuan alam, muncul seiring dengan semangat renaissance para kaum intelektual Eropa Abad ke-18, ilmuwan masih menaruh perhatian pada unsur-unsur dan komposisi berbagai materi alam yang tentunya melalui analisis dan sintesis zat Abad ke-19, ilmu kimia dibagi menjadi 2 cabang yaitu kimia organic (unsur-unsur dari bahan yang hidup) dan kimia anorganik (unsur-unsur alam selain karbon). Abad ke-20, ilmu kimia meluas dalam berbagai bidang antara lain pertanian, kesehatan, pengobatan dan industry.
D. Ilmu Kimia Modern dalam Masyarakat Muslim
1. Sumbangan Ilmuwan Muslim terhadap Kimia Modern Sumbangan ilmuwan kimia muslim kontemporer terhadap kemajuan kimia tidak bisa dilepaskan dari kesuksesan Ahmad Zewail dari Mesir yan g berhasil memperoleh nobel bidang kimia tahun 1999 atas jasanya menemukan metode fetokimia yaitu mempelajari reaksi kimia skala waktu yang luar biasa pendek, sekitar 10-15 sekon. Selain itu, ia menciptakan sebuah laser Femtosecond transition-state spectroscopy (FTS) yaitu sebuah kimia yang mampu mengcapture gerakan molekul skala 5 triliun perdetik. 2. Hambatan Ilmuwan Kimia Muslim Adapun sebab kegagalan umat Islam dalam mempertahankan kontinyunitas atas kemajuan sains, yaitu: a) Tradisi intelektual masyarakat muslim dalam bidang sains tidak disertai proses rekonsiliasi (memulihkan pada keadaan semula) dengan unsur agama. b) Terpisahnya tradisi filsafat dengan tradisi pemikiran keagamaan
E. Penutup
Alkimia merupakan cikal bakal ilmu kimia modern saat ini. Alkimia di tangan ilmuwan muslim mengalami lonjakan kemajuan besar karena ilmu pengetahuan telah dikemas menggunakan sebuah analisis dengan eksperimen. Berpindahnya alkimia Islam ke Eropa dalam era renaissance menjadi titik balik kemunduran alkimia dan sains-sains Islam pada umumnya. Namun, semangat dan kinerja ditunjukkan ilmuwan muslim menjadi modal dan asset untuk kemajuan ilmu kimia yang lebih baik serta pemanfaatan yang lebih meluas dalam lingkup masyarakat terutama masyarakat muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Fajriati, Imelda. 2010. Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim. Jurnal Sosio-Religia, Volume 9 Nomor 3. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yamani, Ja’far Khadem. 2002. Jejak Sejarah Kedokteran Islam. Bandung : Pustaka Umat.