SATUAN ACARA PENYULUHAN TUBERKOLOSIS PARU DI POLI ANAK RSUD Dr. SOETOMO - SURABAYA
TIM PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT POLI ANAK RSUD Dr. SOETOMO – SURABAYA SURABAYA 2017 – 2018 2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN TUBERKOLOSIS PARU DI POLI ANAK RSUD Dr. SOETOMO - SURABAYA
KELOMPOK 4: 1. Anita Yunisma 2. Lifa Lestari 3. Ahmad Suyuti Ababil 4. Rahmatullah
PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO 2017 - 2018
Penyuluhan ini telah disarankan dan disetujui pada : Hari/tanggal
: Kamis, 18 Januari 2018
Tempat
: Ruang penyuluhan Poli Anak RSUD Dr. Soetomo - Surabaya
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik
(................................................)
(...................................................)
Kepala Ruangan
(………………………………………….)
SATUAN ACARA PENYULUHAN
A. Pengantar
Pokok bahasan
: Tuberkolosis Paru
Hari/tanggal
: Kamis, 18 Januari 2018
Sasaran
: Keluarga pasien dan pasien
Waktu
: 30 menit
Tempat
: Poli Anak RSUD Dr. Soetomo - Surabaya
B. Tujuan
1. Tujuan Umum Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan pasien dan keluarga mampu melakukan penatalaksanaan Tuberkolosis Paru 2. Tujuan Khusus 1) Mampu mengetahui tentang Pengertian tentang, penyebab, tanda gejala, komplikasi, pencegahan Tuberkolosis Paru 2) Mampu memahami penatalaksanaan Tuberkolosis Paru 3. Materi penyuluhan 1) pengertian Tuberkolosis Paru 2) Klasifikasi Tuberkolosis Paru 3) tanda dan gejala Tuberkolosis Paru 4) Penatalaksanaan Tuberkolosis Paru 5) Komplikasi Tuberkolosis Paru 6) Pencegahan Tuberkolosis Paru C. Sasaran dan Target
Sasaran ditujukan pada seluruh pasien dan keluarga pasien di Poli Anak RSUD Dr. Soetomo - Surabaya
D. Strategi Pelaksanaan
Hari dan Tanggal Pelaksanaan
: Kamis, 18 Januari 2018
Waktu
: 07.00 WIB – 07.30 WIB
Tempat
: Poli Anak RSUD Dr. Soetomo - Surabaya
E. Materi
(Terlampir) F. Media Materi
SAP
Banner
G. Setting Tempat
Keterangan :
: Penyuluh
: Fasilitator
: Moderator
: Observer
: Peserta
A. Metode
Ceramah
Tanya jawab
Diskusi
B. Pengorganisasian 1. Moderator
: Anita Yunisma
2. Penyaji
: Ahmad Suyuti Ababil
3. Fasilitator dan Dokumentasi
: Rahmatullah
4. Observer
: Lifa Lestari
TUGAS - TUGAS 1. MODERATOR
:
Tugas :
a. Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam. b. Memperkenalkan diri (Institusi) c. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan d. Menyebutkan materi yang akan diberikan e. Memimpin jalannya penyuluhan dan menjelaskan waktu penyuluhan f. Menulis pertanyaan yang diajukan peserta penyuluhan. g. Menjadi penengah komunikasi antara peserta dan pemberi materi. h. Mengatur waktu kegiatan penyuluhan 2. PENYULUH
:
Tugas :
a. Menggali pengetahuan peserta tentang Tuberkolosis Paru b. Menjelaskan materi mengenai Tuberkolosis Paru c. Menjawab pertanyaan peserta 3. FASILITATOR
:
Tugas :
a.
Menyiapkan tempat dan media sebelum memulai penyuluhan
b.
Mengatur teknik acara sebelum dimulainya penyuluhan
c.
Memotivasi keluarga klien agar berpartisipasi dalam penyuluhan
d.
Memotivasi
masyarakat
untuk
memberikan kesempatan bertanya
mengajukan
pertanyaan
saat
moderator
e.
Membantu pembicara menjawab pertanyaan dari peserta
f.
Membagikan leaflet kepada peserta di akhir penyuluhan
4. OBSERVASI
:
Tugas :
a.
Mengobservasi jalannya proses kegiatan
b.
Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta selama kegiatan penyuluhan berlangsung
5. DOKUMENTASI
:
a. Dokumentasi kegiatan penyuluhan. 6. Kegiatan penyuluhan No
1
Waktu
5 menit
Kegiatan Penyuluh
Pembukaan
Memberi salam
Memberi
Respon Peserta
Menjawab salam
Metode
Ceramah
Memberi salam pertanyaan Menyimak
apersepsi
Menjelaskan
tujuan
penyuluhan
Menyebutkan materi/pokok
bahasan
yang akan disampaikan 2
10 menit
Pelaksanaan
Menyimak
Menjelaskan
materi dan Memperhatikan
penyuluhan secara berurutan dan teratur. Materi :
Pengertian tentang Tuberkolosis Paru
Klasifikasi beserta tanda dan gejala tentang Tuberkolosis Paru
Mengetahui penatalaksanaan tentang Tuberkolosis Paru
Ceramah
Mengetahui komplikasi
tentang Tuberkolosis Paru Mengetahui pencegahan
tentang Tuberkolosis Paru 3
10 menit
Tanya Jawab
Tanya jawab dan
Peserta menanyakan apa
memperhatikan
yang
belum
*menjawab
materi
pertanyaan peserta
peserta
pahami
tentang
yang sudah disampaikan
sesuai
Tuberkolosis Paru
materi yang sudah
4
5 menit
Menyampaikan
Menyimak
Memberi kesempatan kepada ibu-ibu untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan Menyimpulkan materi penyuluhan yang telah disampaikan
Menyampaikan terimakasih atas perhatian dan waktu yang telah di berikan kepada peserta
Mengucapkan salam
H. Media yang di pakai
I.
Banner
KriteriaEvaluasi
Metode evaluasi
: Tanya jawab
Jenis pertanyaan
: Lisan
Jumlah soal
: 2 soal
dan
secara Menjawab salam
singkat materi penyuluhan
dengan
disampaikan
Evaluasi dan Penutup :
diskusi
Ceramah
1. Struktur
a. Persiapan alat/Media Alat dan Media yang digunakan dalam penyuluhan kesehatan semuanya lengkap dan bisa diguakan saat ceramah, dan tanya jawab. Alat dan Media berupa Gambar b. Persiapan Materi Materi disiapkan dalam bentuk powerpoint yang di tampilkan pada proyektor, dan leaflet untuk mempermudah penyampaian kepada pasien dan keluarga c. Sasaran pasien dan keluarga yang terdiri dari Bapak-bapak dan Ibu-ibu bersama anak yang terkena, serta mereka yang mengalami Tuberkolosis Paru d. Pengorganisasian dilakukan 2 hari sebelum pelaksanaan penyuluhan. 2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi yang disampaikan pemateri. b. Peserta tidak meninggalkan tempat selama penyuluhan berlangsung c. Peserta terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan d. Kehadiran peserta dapat mencapai target 3. Evaluasi Hasil
a. Jangka Pendek Peserta penyuluhan dapat menyampaikan kembali 70% materi yang disampaikan dengan Kriteria : 1. Peserta antusias terhadap materi yang disampaikan 2. Peserta antusias tidak ada yang meninggalkan tempat selama penyuluhan 3. Peserta sudah terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan 4. Kehadiran peserta sudah dapat mencapai target
Lampiran materi
A.
PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007). Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paruparu dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).
B.
KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan: 1) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: a)
Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b)
Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru: a)
Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b)
Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3) Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4) Tipe Pasien Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh (Relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default ) Adalah pasiena yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
Kasus setelah gagal (failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
Kasus lain : Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
C.
ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah : 1. M. Tuberculosae 2. Varian Asian 3. Varian African I 4. Varian African II 5. M. bovis. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant , tertidur lama selama bertahuntahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB (Depkes, 2006)
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
D.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006). Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001): 1. Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini. 2. Batuk/Batuk Darah Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produkproduk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. 3. Sesak Napas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. 5. Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
E.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) : 1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. 4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. 5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya. 6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
F.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis TB menurut Depkes (2006): 1. Diagnosis TB paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit
lain.
Ketepatan
diagnosis
tergantung
pada
metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001):
1) Pemeriksaan Radiologis Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru. 2) Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Tes Tuberkulin Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
G.
PENATALAKSANAAN
1. Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. 2. Prinsip pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment ) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. 1)
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2)
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
3. Jenis, sifat dan dosis OAT
4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak. Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian
obat
dan
menjamin
kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB: 1)
Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2)
Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3)
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3 . Jakarta: EGC Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.