Bahan Ajar Bahasa Sanskerta untuk Mahasiswa STHD Klaten
pnlDescripción completa
aFull description
Descripción: edades
ejerc semana 6Descripción completa
Descripción: Mata vela
Full description
2Descripción completa
Full description
Descripción: sn d ofnsdc oefnsd
corregidoDescripción completa
caracterisiticasDescripción completa
Razgovori sa TeslomFull description
Descrição completa
ghghDescripción completa
pengecoran
GUÓA, VÅDDHI DAN SAÝDHI
Gau
Svàra atau Vokal dalam bahasa Sanskerta dapat mengalami perubahan yang disebut sebagai “guóa” dan “våddhi”. Setiap vokal dapat di - guóa-kan dan di-våddhi-kan. Kata “guóa” berarti “benang, tali, keunggulan, mutu yang baik, sifat dan kualitas”. Dalam kaitan dengan penggunaan abjad Sanskerta kata “di- guóa-kan” sebagaimana telah disebutkan sebelumnya diartikan sebagai dipanjangkan. Sementara kata “våddhi” berarti “kesejahteraan, kemakmuran, kemewaha n, kesuburan, perkembangan dan pertumbuhan”. Namun kaitan penggunaan abjad Sanskerta, kata “di-våddhi-kan” seperti telah disinggung di atas diartikan sebagai “dikembangkan”. Mengingat Svàra dapat di- guóa-kan dan di-våddhi-kan maka vokal dalam bahasa Sanskerta
ini dikenal dalam tiga tingkatan yaitu : Vokal Asli Guóa Våddhi
a a
à à à
i
ì e ai
u
ù o au
å
æ aå àæ
í aí àí
Svàrasaýdhi
Vokal akhir suatu kata vokal awal kata berikutnya umumnya diluluhkan, sehingga terdapatlah bentuk baru yang biasanya berbeda dari vokal aslinya. Persambungan dua vokal semacam ini disebut sebagai “Svàrasaýdhi”. Bentuk baru yang didapat ini, harus sesuai dengan aturan Svàrasaýdhi yang telah ada. Berikut ini beberapa aturan mengenai aturan-aturan Svàrasaýdhi. Vokal a atau à pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal a atau à yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi saýdhi-an berupa à, contoh: sveta + aúvena svetàsvena kanyà ari kanyàri
Vokal a atau à pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal i atau ì yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi-an berupa vokal e, contoh nara + indra narendra mahà + ìúvara maheúvara
Vokal a atau à pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal u atau ù yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi-an berupa vokal o, contoh : våka + udara våkodara dirgha + uru dirghoru
Vokal a atau à pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal å atau æ yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi-an berupa vokal ar, contoh : atrarûi atra + åûi mahà + åddhika maharddhika
Vokal a atau à pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal o atau aù yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi-an berupa vokal aù, contoh : ghaþàudanam ghaþa + odanam mahausadhaá mahà + ausadhaá Vokal a atau à pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal e atau ai yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi-an berupa vokal ài, contoh : nàikaá na + ekaá ca + airàvataá càiràvataá
Vokal i atau ì pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal i atau ì yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi-an berupa vokal ì, contoh : bhavaitìti bhavati + iti kuûumani + ìúvaram kuûumanìúvaram 9
Vokal i pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal selain i atau ì yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi-an berupa konsonan y, contoh : tiûþhati + atra tiûþhatyatra namati + agnim namatyagnim
Vokal ì pada akhir kata benda dualis, jika diikuti oleh sesuatu vokal, tidak berubah, contoh : agnì + iha agnì iha munì + indhanam munì indhanam
Vokal u atau ù pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal u atau ù yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi-an berupa vokal ù, contoh : madhu + upa madhùpa agniûùrahaá agniûu + uragaá
Vokal u pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal selain u atau ù yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi-an berupa menjadi konsonan v, contoh : madhu + iti madhviti vaneûu + atra vaneúvatra
Vokal ù pada akhir kata benda dualis, jika diikuti oleh sesuatu vokal, tidak berubah, contoh : sàdhù + atra sàdhù atra vaneúvatra vaneûu + atra
Vokal å atau æ pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal å atau æ yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi-an berupa vokal æ, contoh : katå + åûiá kartæûiá
Vokal å atau æ pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal selain å atau æ yang menjadi awal kata berikutnya menjadi bentuk per- saýdhi-an berupa konsonan r, contoh : katå + iha kartriha dàtå + icchati dàtaricchati
Vokal e atau o pada akhir kata jika di- saýdhi-kan dengan vokal a yang menyusulnya, e atau o itu tidak berubah tetapi a yang menyusulnya berubah menjadi tanda avagraha, contoh : vane + atra vane’tra bhano’tr a bhano + atra
Vokal e atau o pada akhir kata jika di- saýdhi saýdhi-kan dengan vokal selain a yang menjadi awal kata berikutnya, masing-masing akan menimbulkan bentuk per- saýdhi saýdhi-an berupa aya dan av, malahan keduanya lebih sering menjadi a saja, contoh : vanayiti vane + iti bhàno + eva bhànaeva deve + iti devayiti
Di dalam suatu kata, vokal-vokal e, o, ài dan àu yang di- saýdhi-kan dengan suatu vokal masing-masing berubah menjadi ay, av, ày dan àv; kecuali hendak dipergunakan ketentuan-ketentuan yang diberikan pada huruf o di atas, contoh : ne + a naya bho + a bhava nàyaya nài + aya bhàu + aya bhàvaya
Vokal ì, ù, dan e pada akhir kata kerja atau kata benda dualis, demikian pula vokal akhir pada kata seru, jika disusul oleh vokal apapun juga, tidak berubah, contoh : girì iha girì + iha sàdhù + atra sàdhù atra phale atra phale + atra he Indra he + Indra
10
Diphtong akhir ài dan àu bila disusul oleh suatu vokal / yaitu yang menjadi awal sesuatu kata, masing-masing berubah menjadi ày dan àv, atau keduanya hanya menjadi à saja, contoh : senàyài + atra senàyàyatra / senàyà atra devavatra / devà atra devau + atra
Saýdhi Visarga (Visargasaýdhi)
Bunyi -s di akhir suatu kata, jika di- saýdhi-kan akan mengalami perubahan tidak secara langsung, melainkan melalui bentuk pertengahan. Bentuk pertengahan -s termaksud ialah -h (visarga). Misalnya : devas, bentuh pertengahannya ialah devaá. Selanjutnya per- saýdhi-an dilakukan terhadap kata devaá; atau tegasnya terhadap visarga itu. Berikut ini beberapa aturan Visargasaýdhi Jika visarga didahului oleh vokal a serta diikuti oleh vokal a pula, maka visarga itu dihilangkan saja dan vokal a yang tadinya ditutup oleh visarga berubah menjadi o, dan vokal a yang mengikutinya diganti dengan tanda avagraha, contoh: janah + adhuna janodhunà sùtah + aúvam sùto’úvam pàpaá + aham papo’ham papo’ham nåpo’tra nåpaá + atra
Jika visarga didahului oleh vokal a, serta diikuti oleh vokal selain a, maka visarga itu dihilangkan, contoh: kapotaá + icchati kapota icchati hastaá + udaram hasta udaram nåpa iva nåpaá + iva
Jika visarga didahului oleh vokal a, serta diikuti oleh konsonan yang bukan konsonan tajam, kecuali konsonan desis dan r, maka visarga itu dihilangkan dan vokal a yang mendahuluinya dijadikan o, contoh: dàsaá + gacchati dàso gacchati nåpo jayati nåpaá + jayati tato namati tataá + namati
Jika visarga didahului oleh vokal à, serta diikuti oleh konsonan yang bukan konsonan tajam, kecuali konsonan desis, maka visarga itu dihilangkan, contoh: gajàá + indhanam gajà indhanam nåpàá + jayanti nåpà jayanti narà dànàni naràá + dànàni
Jika visarga didahului oleh vokal selain a dan à, serta diikuti oleh vokal atau konsonan yang bukan konsonan tajam, kecuali konsonan desis dan r, maka visarga itu dijadikan r, contoh: agniá + atra agniratra munir gacchati muniá + gacchati vàyoh + balena vàyor balena
Jika visarga didahului oleh suatu vokal (apapun juga), serta disusul oleh konsonan r, maka visarga itu dihilangkan dan vokal yang mendahuluinya dijadikan vokal dìrgha/diphtong contoh: agniá + rocate agnì rocate munì rakûati muniá + rakûati naraá + ràmam narà ramam
Jika visarga didahului oleh vokal, serta diikuti oleh konsonan k, kh, p, ph, ú, û, s, maka visarga itu tidak berubah, contoh: sudaá + pacati sudaá pacati itaá sarati itaá + sarati naraá + úaýsati narà úaýsati 11
Jika visarga didahului oleh vokal, serta diikuti oleh konsonan c atau ch, maka visarga itu berubah menjadi ú, contoh: ataá + calati ataúcalati viûóuá + ca viûóuúca naraúchalena naraá + chalena
Jika visarga didahului oleh vokal, serta diikuti oleh konsonan k, kh, p, ph, ú, û, s, maka visarga itu tidak berubah, contoh: sudaá + pacati sudaá pacati itaá + sarati itaá sarati narà úaýsati naraá + úaýsati
Jika visarga didahului oleh vokal, serta diikuti oleh konsonan þ, þh, maka visarga itu berubah menjadi û, contoh: kaá + þhakkuraá kaûþhakkuraá punaá + þaòkaá punaûþaòkaá
Jika visarga didahului oleh vokal, serta diikuti oleh konsonan t, th, maka visarga itu berubah menjadi s, contoh: tataá + tarami tatastaràmi ràmastarati ràmaá + tarati
Jika visarga didahului oleh vokal apapun juga, serta diikuti oleh konsonan desis (û, ú, s), boleh tetap berupa visarga boleh juga dijadikan konsonan desis yang sama dengan konsonan desis yang mengikutinya, contoh: manuá + svayam manuá svayam / manus svayam indraá úùraá / indraúúùraá indraá + úùraá
Kosnonan -r kahir pada umumnya mengalami proses per- úaýdhi úaýdhi-an yang serupa dengan konsonan -s akhir, yaitu melalui bentuk pertengahan visarga, contoh: gir bentuk pertengahan giá dvàr bentuk pertengahan dvàá punar bentuk pertengahannya punaá
Ada dua aturan yang perlu diperhatikan mengenai visargasaýdhi yang berasal dari -r. Berikut aturan yang dimaksud :
Visarga (-h yang berasal dari -r) didaului oleh vokal a maupun à, diikuti oleh vokal, konsonan yang bukan konsonan tajam, maka visarga tersebut kembali menjadi -r, contoh: punaá + atra punaratra punaá + jayati punar jayati dvàr atra dvàá + atra
Visarga (-h yang berasal dari -r) didaului oleh vokal a maupun à, diikuti oleh konsonan r, maka visarga tersebut dihilangkan dan vokal yang tadinya ditutup oleh visarga itu dijadikan vokal dìrgha, contoh punà ràmaá punaá + ràmaá gì ràmasya giá + ràmasya
Saýdhi Konsonan (Vya ñ janasaýdhi) janasaýdhi)
Konsonan di akhir suatu kata, jika diikuti oleh kata yang diawali dengan konsonan sering mengalami perubahan. Aturan perubahan disebut saýdhi konsonan atau vyañ janasaýdhi. Berikut ini beberapa aturan vyañ janasaýdhi. Jika ada dua huruf mati atau lebih di akhir suatu kata setelah pembentukan pramasastra, maka huruf mati pertama dibiarkan sedangkan yang lainnya dibuang, contoh: marut + s marut
12
Jika suatu kata berakhiran huruf mati kecuali huruf sengau oleh huruf mati keras (huruf mati kedua dari muka), maka huruf mati yang diiringi itu harus dirubah dengan huruf mati yang pertama dari keluarganya yaitu huruf mati keras dan tak berdesah, contoh: dåûad + patati dåûatpatati
Jika suatu kata berakhiran huruf mati, kecuali huruf sengau, diiringi oleh huruf mati lembut yaitu huruf mati ketiga dan keempat, atau jika diiringi oleh huruf svara, maka huruf mati tadi digantikan oleh huruf mati dari keluarganya, contoh: ut + bhavati udbhavati tat + iti taditi
Suatu kata yang berakhiran huruf mati, kecuali huruf sengau, maka huruf mati tadi digantikan oleh huruf sengau dari keluarganya sendiri, contoh: tanmatra tat + matra
Kalau s atau huruf mati dari keluarga Danthya digabungkan dengan s atau huruf mati dari keluarga Tàlavya, maka huruf-huruf dari keluarga Danthya itu harus diganti dengan huruf keluarga Tàlavya. Jadi huruf-huruf s, t, th, d, dh, n, diganti oleh huruf-huruf ú, c, ch, j, jh, ñ, beruturut-turut, contoh : arìn + jayati arìñjayati
Jika huruf mati dari keluarga Danthya digabungkan (baik diikuti atau mengikuti) dengan huruf s atau huruf mati dari keluarga Mùrdhanya, maka huruf-huruf dari keluarga Danthya itu harus diganti dengan huruf keluarga Mùrdhanya. Jadi huruf-huruf s, t, th, d, dh, n, diganti oleh huruf-huruf û, þ, þh, ð, ðh, ó, beruturut-turut, contoh : tat + þika taþþika
Suatu kata berakhiran huruf mati dari keluarga Danthya, jika diiringi oleh l, maka huruf mati tadi digantikan dengan l, contoh: bhagavallila bhagavat + lila Dan jika berakhiran n maka huruf sengau ini harus digantikan dengan “anunasika” (ÿ) dan l, contoh : asmin + loke asmilloke taÿlokan tàn + lokan
Jika huruf sengau (ñ, n, ò) di akhir suatu kata dan didahului oleh huruf svara pendek serta diikuti oleh huruf svara apapun juga, maka huruf sengau tadi harus dirangkapkan, contoh: bhagavan + ambarat bhagavannambarat
Huruf mati c atau j, jika diiringi oleh huruf mati keras harus dirubah menjadi k, kecuali huruf g jika diikuti oleh huruf mati lembut kecuali huruf sengau atau semivokal, contoh: muc + kta mukta
Huruf mati ch, jika mengiringi suatu huruf svara pendek harus dirubah menjadi cch, contoh: a + chidyanta acchidyanta Jika huruf mati itu mengiringi huruf svara panjang, kecuali ma (tidak) dan a (sebagai kata depan), perubahan itu tidak diharuskan benar, misalnya : lakûmi + chaya lakûmichaya atau lakûmicchaya
Huruf sengau (n) di dalam suatu kata, jika diiringi oleh huruf-huruf s, c, ú, h, maka huruf sengau itu diganti dengan anùúvara (ý), contoh: vidvaýúan vidvan + s + an
Huruf sengau (n) di akhir suatu kata, jika diiringi oleh huruf-huruf c, ch, þ, þh, t, th, diganti dengan anùúvara dan visarga, contoh: bidalaýátdayati bidalan + tadayati 13
Huruf sengau (n) diubah menjadi ó, apabila langsung diikuti oleh vokal, atau salah satu di antara konsonan-konsonan n, m, v, y, serta dalam kata yang bersangkutan didahului oleh salah satu di antara bunyi å, æ, r, s, baik langsung maupun terpisah oleh vokal, konsonan guttural (k, kh, g, gh, ò), konsonan labial (p, pb, b, bh, m), v, y, h atau anùúvara (ò/ý). Perhatikan contoh-contoh berikut ini : varna puûpani varóa puûpaói kåûna kûetrani kåûóa kûetrani nagareóa gåhàói nagarena gåhani Tetapi perubahan ini tidak terjadi jika huruf n itu mengakhiri sauatu kata seperti naràn.
Huruf m di akhir suatu kata atau partikel, jika diikuti oleh huruf mati, dirubah menjadi anùúvara. Perubahan ini menjadi suatu keharusan bila huruf itu diiringi oleh huruf-huruf ú, û dan s, atau h jika tidak dirubah menjadi anùúvara, huruf m tadi harus dirubah menjadi huruf sengau dari huruf yang mengikutinya, atau menjadi anunasika jika diiringi oleh huruf-huruf y, v, r, l, contoh : evam + vàdami evaý vadàmi saý + gacchate saýgacchate atau saògacchate
Huruf r di akhir suatu kata, jika diiringi oleh huruf mati keras atau tidak berpengiring sama sekali huruf tadi dirubah menjadi visarga, contoh: mataá paúya matar + paúya
Huruf akhir r diikuti oleh suatu kata yang dimulai oleh huruf r, maka satu di antaranya dihilangkan dan huruf yang mendahuluinya kecuali r, jika pendek, harus dipanjangkan, contoh: harir + rakûati harìrakûati
Jika suatu kata diakhiri oleh salah satu huruf mati dari keempat huruf dari muka, dan diikuti oleh huruf c, huruf c itu wajib diganti dengan ch, jika huruf c itu sendiri diikuti oleh huruf vokal, semi vokal atau huruf sengau, contoh: avadac + cataá avadacchataá
Huruf s dari stha itu dihilangkan jika didahului oleh kata depan (ud), contoh: uthaya ud + stha stha + ya
Huruf ha didahului oleh salah satu kata dari keempat huruf mati dari pertama, maka huruf mati tadi harus diganti dengan huruf dari keempat dari keluarganya, contoh: nagarat + hariá nagarad hariá atau nagaraddhariá
Huruf s jika mengikuti huruf vokal kecuali a dan à atau diikuti oleh huruf-huruf keluarga guttural, atas oleh r, s itu diganti huruf û, û , contoh: vane + su vaneûu agniûu agni + su
Di akhir suatu kata, huruf s dirubah menjadi visarga walaupun diikuti oleh kata lain atau tidak, contoh: vadàmaá vadàmas
Bunyi akhir kalimat
Tidak semua bunyi dalam Bahasa Sanskerta boleh dijadikan menjadi penghabisan atau akhir sesuatu kalimat. Adapun yang diperbolehkan sebagai bunyi akhir kalimat dalam bahasa Sanskerta adalah :
Semua vokal, termasuk visarga (kecuali å dan í)
Konsonan-konsonan tajam yang alpaprana (tanpa desah), kecuali c, jadi : k, þ, t, p.
Semua nasal, kecuali palatal ñ, jadi : ò, ó, n, m.
Semi vokal l. 14
Sehubungan dengan ketentuan tersebut, maka sering terjadi perubahan bunyi akhir sesuatu kata yang menjadi penghabisan kalimat, yaitu sebagai berikut:
Kosonan tajam mahàpràóa (konsonan tajam berdesah), konsonan lembut alpapràóa dan mahàpraóa berubah menjadi konsonan tajam alpapràóa dan mahàpràóa berubah menjadi konsonan tajam alpapràóa dalam varganya sendiri. Misalnya : agnimat agnimath triûþubh triûþup virudh virut
Konsonan patal biasanya berubah menjadi k, misalnya: diú dik bhisaj bhisak vàc vit
Konsonan û (lingual) dan apirat h biasanya berubah menjadi þ, tetapi kadang-kadang bisa juga menjadi k, misalnya: pràvåû pràvåþ liþ liá
Konsonan r dan s berubah menjadi á, misalnya: devas devaá punar punaá
Di samping itu perlu pula diketahui dua aturan berikut :
Di dalam suku kata yang konsonan awalnya g, d atau b serta di penghabisannya terdapat konsonan lembut mahaprana ataupun h, maka aspiratnya berpindah ke muka, misalnya: guh ghuþ duh dhuk budh bhut
Di penghabisan kata hanya boleh terdapat sebuah konsonan. Kalau pada mulanya terdapat lebih dari satu konsonan, maka satu per satu dari belakang dihilangkan, sehingga akhirnya tinggal sebuah konsonan saja, misalnya : ahant ahan pràòks pràòk pràn san sants sant