*BAB 1* *PENDAHULUAN* *1.1 LATAR BELAKANG* Kota yang selalu berkembang dari tahun ke tahun dan dengan segala aktivitas penduduknya memerlukan pelayanan dari pemerintah kota sebagai pengelola pembangunan kota. Seiring dengan kondisi ruang dari waktu ke waktu akan mengakibatkan tuntutan pemenuhan kebutuhan penduduk akan sarana dan prasarana semakin meningkat termasuk dalam hal persampahan. Apabila berbicara tentang tata ruang kota maka berbicara tentu tidak akan lepas dari alokasi materi didalam ruang sehingga akan menyangkut besaran apa dan dimana. Setiap besaran didalam ruang tersebut apa dan dimana selalu bergerak dari penduduk (jumlah penduduk) dan standar tingkat kesejahteraannya. Pemerintah Daerah pada umumnya memiliki garis kebijakan dasar dalam hal pengelolaan ruang kota yang tertuang didalam Rencana Tata Ruang Kota setempat dengan berbagai tingkatan wilayah dan kandungan materi yang menyertainya. Tata Ruang Kota adalah sebuah sistem besar di dalam kota, dimana didalamnya terdiri dari beberapa subsistem penyusunnya, yaitu : subsistem perumahan, pendidikan, kesehatan, keagamaan, pelayanan umum (perkantoran), perdagangan, perindustrian, listrik, air bersih, telepon, persampahan, jaringan transportasi kota, drainase kota, pariwisata, kelembagaan, dan pembiayaan. Idealnya tiap subsistem diatas memiliki arahan kebijakan tersendiri (kebijakan sektoral) yang saling terpadu dan terintegrasi dalam hal alokasi besarannya didalam ruang sesuai dengan kebutuhan penduduk kota. Wujud keterpaduan tersebut idealnya akan tertuang di dalam Rencana Tata Ruang Kota (RTRK). Kota dengan daya tarik yang dimilikinya dan agar mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya maka harus memiliki penghuni yang aktif, kreatif, bertanggungjawab dan memiliki sumber modal (Bintarto, 1997:51). Perkembangan kota yang cepat membawa dampak pada masalah lingkungan. Perilaku manusia terhadap lingkungan akan menentukan wajah kota, sebaliknya lingkungan juga akan mempengaruhi perilaku manusia. Lingkungan yang bersih akan meningkatkan kualitas hidup (Alkadri et al, 1999 : 159). Perkembangan kota akan diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk, yang juga akan berakibat pada masalah-masalah sosial dan lingkungan. Salah satu masalah lingkungan yang muncul adalah masalah persampahan. Permasalahan lingkungan yang terjadi akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan (Alkadri et al, 1999 : 163). Dalam pembangunan kota adalah persoalan sampah yang paling menjadi sumber segala persoalan lingkungan khussunya di perkotaan. Hal lain berkaitan dengan semakin sulit dan mahalnya untuk mendapatkan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah juga letaknya yang semakin jauh telah memperpanjang transportasi dan meningkatkan biaya pengangkutannya. Pengelolaan sampah merupakan isu penting dalam masalah lingkungan perkotaan yang dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas pembangunan. Peningkatan volume sampah berkembang secara eksponensial yang belum dibarengi dengan peningkatan pendapatan Pemerintah Daerah yang sepadan untuk pengelolaan sampah kota (Puslitbang Permukiman, Bandung, 2000) Serang sebagai kota yang bergerak menuju pembangunan, tentu tidak
terlepas dari masalah ini. Pertumbuhan volume sampah di Kota Serang, Provinsi Banten berdasarkan data yang dicatat *s*ekitar 70 persen dari 450-500 meter kubik produksi sampah setiap harinya masih belum bisa diangkut oleh petugas kebersihan, yang berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum setempat. Minimnya kendaraan pengangkut dan personel kebersihan dijadikan alasan tak terangkutnya sampah tersebut. (_http://www.metrotvnews __.com)_ Oleh karena itu penulis tertarik untuk lebih jauh meneliti dalam sebuah karya ilmiah dengan judul *P**engolahan Sampah Di Kota Serang (Suatu Kajian mengenai Implementasi Hukum Lingkungan)* *1.2 IDENTIFIKASI MASALAH* Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan sampah mulai dari teknik-teknik pengolahan sampah, permasalahan sampah dan upaya-upaya mengatasi permasalahan sampah sebagai bagian dari implementasi kajian hukum lingkungan.Sehingga dari permasalahan pokok ini maka dapat diidentifikasikan masalah, sebagai berikut: 1. Bagaimana kebijakan pengelolaan sampah di Kota Serang? 2. Apa dampak dari pengelollan sampah ini? 3. Solusi apa yang harus diambil untuk mengatasi masalah ini? *BAB 2* *PEMBAHASAN* *2.1**KEBIJAKAN**P**ENGOLAHAN SAMPAH * Persoalan lingkungan yang selalu menjadi isu besar di hampir seluruh wilayah perkotaan adalah masalah sampah (Febrianie dalam Kompas 10 Januari 2004). Arif Rahmanullah dalam Kompas, 13 Agustus 2003 mengatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di kota dimungkinkan menjadi daya tarik luar biasa bagi penduduk untuk hijrah ke kota (urbanisasi). Akibatnya jumlah penduduk semakin membengkak, konsumsi masyarakat perkotaan melonjak, yang pada akhirnya akan mengakibatkan jumlah sampah juga meningkat. Pertambahan jumlah sampah yang tidak diimbangi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan akan menyebabkan terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan (Tuti Kustiah, 2005 : 1). Sampah adalah segala bentuk limbah yang ditimbulkan dari kegiatan manusia maupun binatang yang biasanya berbentuk padat dan secara umum sudah dibuang, tidak bermanfaat atau tidak dibutuhkan lagi (Theisen, 1997:45). Sampah akan menjadi beban bumi, artinya ada resiko-resiko yang akan ditimbulkannya (Hadi, 2000 : 40). Ketidakpedulian terhadap permasalahan pengelolaan sampah berakibat terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang tidak memberikan kenyamanan untuk hidup sehingga akan
menurunkan kualitas kesehatan masyarakat. Degradasi tersebut lebih terpicu oleh pola perilaku masyarakat yang tidak ramah lingkungan seperti membuang sampah di badan air sehingga sampah akan menumpuk di saluran air yang ada dan menimbulkan berbagai masalah turunan lainnya. Kondisi ini sering terjadi di wilayah-wilayah padat penduduk di perkotaan.Sampah padat, salah satu jenis sampah merupakan material yang terus menerus meningkat dan dibuang oleh masyarakat. Timbulan sampah padat tidak dapat dihentikan akan tetapi harus dikelola, dikurangi atau diminimalisasi secara baik. Pembiayaan dalam pengelolaan sampah harus secara efektif dikelola oleh Pemerintah Daerah. Karena pada umumnya, pengelolaan sampah memerlukan anggaran/biaya yang besar terutama untuk biaya teknik operasional dari pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan sampai di tempat pembuangan akhir. Pada kota-kota besar dan sedang di Indonesia, kemampuan PEMDA dalam menangani sampah masih terbatas. Secara nasional, sampai tahun 2000, tingkat pelayanan baru mencapai 40 % dari volume sampah yang dihasilkan. Sampah yang tidak terkelola dengan baik merupakan salah satu penyebab makin meningkatnya pencemaran air, tanah dan udara serta meningkatkan potensi banjir di perkotaan. Permasalahan persampahan perlu ditangani secara serius dengan teknis, operasional dan manajemen yang tepat dan terpadu berdasarkan kondisi dan kebijakan daerah masing-masing (Puslitbang Permukiman, Bandung, 2000). Pengelolaan sampah sementara ini dipandang hanya sebagai tanggungjawab pemerintah semata. Masyarakat lebih berperan hanya sebagai pihak yang dilayani karena mereka merasa sudah cukup hanya dengan membayar uang retribusi sampah sehingga penanganan selanjutnya adalah menjadi tanggungjawab pemerintah. Padahal saat ini sudah ada sistem yang lebih baik dan efisien dan dianggap modern yaitu konsep /zero waste,/dengan menerapkan pengelolaan sampah secara terpadu, mengurangi volume sampah dari sumbernya dengan cara daur ulang dan pengkomposan. Seluruh masyarakat memiliki akses untuk penanganan sampah yang dihasilkan dari aktifitas sehari-hari, baik di lingkungan perumahan, perdagangan, perkantoran, maupun tempat-tempat umum lainnya. 1. Masyarakat memiliki lingkungan permukiman yang bersih karena sampah yang dihasilkan dapat ditangani secara benar. 2. Masyarakat mampu memelihara kesehatannya karena tidak terdapat sampah yang berpotensi menjadi bahan penularan penyakit seperti diare, tipus, disentri dan lain-lain serta gangguan lingkungan baik berupa pencemaran udara, air atau tanah. 3. Masyarakat dan dunia usaha/swasta memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah sehingga memperoleh manfaat bagi kesejahteraannya. Saat ini hampir seluruh pengelolaan sampah berakhir di TPA sehingga menyebabkan beban TPA menjadi sangat berat, selain diperlukan lahan yang cukup luas juga diperlukan fasilitas perlindungan lingkungan yang sangat mahal. Semakin banyaknya jumlah sampah yang dibuang ke TPA salah satunya disebabkan belum dilakukannya upaya pengurangan volume sampah secara
sungguh-sunguh sejak dari sumber (Tuti Kustiah : 2005:3). *2.2
SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH*
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat. Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang , berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah. Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal diantaranya tipe zat sampah , tanah yg digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area. Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5 (lima) aspek yang saling mendukung dimana antara satu dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan Umum, SNI 19-2454-2002). Kelima aspek tersebut meliputi: aspek teknis operasional, aspek organisasi dan manajemen, aspek hukum dan peraturan, aspek pembiayaan, aspek peran serta masyarakat. *a.
Aspek Teknik Operasional*
Aspek Teknis Operasional merupakan komponen yang paling dekat dengan obyek persampahan. Menurut Hartoyo (1998:6), perencanaan sistem persampahan memerlukan suatu pola standar spesifikasi sebagai landasan yangjelas. Spesifikasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukikman. Teknik operasional pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai dengan urutan yang berkesinambungan yaitu: penampungan/ pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangan/ pengolahan. 1).
Penampungan Sampah
Proses awal dalam penanganan sampah terkait langsung dengan sumber sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA. Tujuannya adalah menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga tidak menggangu lingkungan. Faktor yang paling mempengaruhi efektifitas tingkat pelayanan adalah kapasitas peralatan, pola penampungan, jenis dan sifat bahan dan lokasi penempatan (SNI 19-2454-2002) 2).
Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai daritempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola pengumpulan sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu pola individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut :
1. Pola Individual Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian diangkut ke tempat pembuangan sementara/ TPS sebelum dibuang ke TPA. 2. Pola Komunal Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke tempat penampungan sampah komunal yang telah disediakan / ke truk sampah yang menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses pemindahan. 3).
Pemindahan Sampah
Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah adalah depo pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau ramdan atau kantor, bengkel (SNI 19-2454-2002). Pemindahan sampah yang telah terpilah dari sumbernya diusahakan jangan sampai sampah tersebut bercampur kembali (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002 : 29). 4).
Pengangkutan sampah
Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah ke tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat pengepres sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29). Tujuan pengangkutan sampah adalah menjauhkan sampah dari perkotaan ketempat pembuangan akhir yang biasanya jauh dari kawasan perkotaan dan permukiman.
5).
Pembuangan akhir sampah
Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang sampah dari semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih lanjut. Prinsip pembuang akhir sampah adalah memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan sampah. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi 3 metode yaitu : 1. Metode Open Dumping, Merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/pengolahan sehingga sistem ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan. 2. Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali), Controlled
Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary land fill yaitu dengan penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu. 3. Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter), Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi. *b.
Aspek Kelembagaan*
Organisasi dan manajemen mempunyai peran pokok dalam menggerakkan, mengaktifkan dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan ruang lingkup bentuk institusi, pola organisasi personalia serta manajemen. Institusi dalam sistem pengelolaan sampah memegang peranan yangsangat penting meliputi : struktur organisasi, fungsi, tanggung jawab dan wewenang serta koordinasi baik vertikal maupun horizontal dari badan pengelola (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002 : 29). Jumlah personil pengelola persampahan harus cukup memadai sesuai dengan lingkup tugasnya. Untuk sistem pengumpulan jumlah personil minimal 1 orang per 1.000 penduduk yang dilayani sedangkan sistem pengangkutan, system pembuangan akhir dan staf minimal 1 orang per 1.000 penduduk (SNI 19-2454-2002). *c.
Aspek Pembiayaan*
Aspek pembiayaan berfungsi untuk membiayai operasional pengelolaan sampah yang dimulai dari sumber sampah/penyapuan, pengumpulan, transfer dan pengangkutan, pengolahan dan pembuangan ahkir. Selama ini dalam pengelolaan sampah perkotaan memerlukan subsidi yang cukup besar kemudian diharapkan sistem pengelolaan sampah ini dapat memenuhi kebutuhan dana sendiri dari retribusi (Dit.Jend. Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003). Menurut SNIâT-12-1991-03 tentang Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, biaya pengelolaan sampah dihitung berdasarkan biaya operasional dan pemeliharaan serta pergantian peralatan. Perbandingan biaya pengelolaan dari biaya total pengelolaan sampah sebagai berikut : - biaya pengumpulan 20 % - 40 % - biaya pengangkutan 40 % - 60 % - biaya pembuangan akhir 10% - 30 % Biaya pengelolaan persampahan diusahakan diperoleh dari masyarakat (80%) dan Pemerintah Daerah (20%) yang digunakan untuk pelayanan umum antara lain : penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum. Sedangkan dana pengelolaan persampahan suatu kota besarnya disyaratkan minimal ± 10 % dari APBD. Besarnya retribusi sampah didasarkan pada biaya operasional pengelolaan sampah (Dit. Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003). Di Indonesia besar retribusi yang dapat ditarik dari masyarakat setiap rumah tangga besarnya ± 0,5 % dan maksimum 1 % dari penghasilan per rumah tangga per bulan (Dit. Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003).
*d.
Aspek Peraturan/ Hukum*
Menurut Hartoyo (1998 : 8) prinsip aspek peraturan pengelolaan persampahan berupa peraturan-peraturan daerah yang merupakan dasar hukum pengelolaan persampahan meliputi hal-hal sebagai berikut : - Perda yang dikaitkan dengan ketentuan umum pengelolaan kebersihan. - Perda mengenai bentuk institusi formal pengelolaan kebersihan. - Perda yang khusus menentukan struktur tarif dan tarif dasar pengelolaan Kebersihan. Peraturan-peraturan tersebut melibatkan wewenang dan tanggung jawab pengelola kebersihan serta partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan dan pembayaran retribusi. *e.
Aspek Peran Serta Masyarakat*
Peran serta masyarakat sangat mendukung program pengelolaan sampah suatu wilayah. Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah proses dimana orang sebagai konsumen sekaligus produsen pelayanan persampahan dan sebagai warga mempengaruhi kualitas dan kelancaran prasarana yang tersedia untuk mereka. Peran serta masyarakat penting karena peran serta merupakan alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, masyarakat lebih mempercayai proyek/program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan (LP3B Buleleng-CleanUp Bali, 2003). Bentuk peran serta masyarakat dalam penanganan atau pembuangan sampah antara lain : pengetahuan tentang sampah/kebersihan, rutinitas pembayaran retribusi sampah, adanya iuran sampah RT/RW/Kelurahan. *2.3
DAMPAK NEGATIF SAMPAH*
Menurut Gelbert dkk (1996:46-48), jika sampah tidak dikelola denganbaik akan menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, yaitu : *a.
Dampak Terhadap Kesehatan*
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalatdan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut (Gelbert dkk 1996 : 46-48) : 1. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. 2. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit). 3.
Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah. 4. Sampah beracun : Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator. *b.
Dampak Terhadap Lingkungan*
Cairan rembesan sampah (lindi) yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis (Gelbert dkk., 1996). Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak (Gelbert dkk., 1996). *c.
Dampak Terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi*
Dampak-dampak tersebut menurut Gelbert dkk, 1996 adalah sebagai berikut: 1. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yangkurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap danpemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana. 2. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan. 3.
Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
4. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akanmemberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan,drainase, dan lain-lain. 5. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidakmemadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air. *2.4
PERMASALAHAN PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SERANG*
Ada beberapa masalah yang dihadapi Pemerintah Kota Serang dalam
pengelolaan sampah antara lain : 1.
Volume sampah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Kota Serang yang kemudian sulitnya pengangkutan sampah-sampah yang ada. Sebagaimana data yang dicatat *Metrotvnews.com s*ekitar 70 persen dari 450-500 meter kubik produksi sampah setiap harinya masih belum bisa diangkut oleh petugas kebersihan, yang berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum setempat.
(sumber: http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/08/09/60710/70-Persen-Sampah-Kota-Sera ng-Tak-Terangkut) 2. Biaya operasional pengelolaan sampah yang semakin meningkat. Sementara pendapatan dalam bentuk retribusi masih sangat kecil dan tidak sebanding dengan besaran anggaran yang digunakan untuk pengelolaan sampah. 3. Sarana dan prasarana yang kurang memadai. Kota Serang hanya memiliki 15 unit drum truk dan tambahan 2 unit dari pusat yang dijadikan untuk operasional pengangkutan sampah ke TPA Cilowong. 4. Belum adanya kebijakan khusus atau peraturan khusus atau peraturan daerah tentang pengolahan sampah. Selama ini peraturan mengenai sampah hanya tentang retribusi yang diatur dalam Perda Kota Serang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pengelolan dan Retribusi Sampah. 5. Partisipasi masyarakat yang masih rendah. Parisipasi masyarakat masih rendah, terutama dalam sub sistem teknis operasional. Masih sedikit masyarakat yang mau mengelola sampahnya ditingkat sumber (rumah tangga). 6. Belum memiliki teknik pengolahan sampah. Selama ini masih menggunakan teknik open dumping yang merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/pengolahan sehingga sistem ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan. *2.5
BERBAGAI SOLUSI PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SERANG*
Dalam mengatasi berbagai permasalahan sampah kita dapat mengadopsi dari prinsip-prinsip kebersihan yang ada dalam dunia industry yaitu *Produksi Bersih*(/Clean Production/) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya
yang aman dalam kerangka siklus ekologis. Prinsip-prinsip Produksi Bersih adalah prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian misalnya dengan menerapkan Prinsip 4R yaitu: 1. /Reduce/(Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. 2. /Reuse/(Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. 3. /Recycle/(Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. 4. /Replace/( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong kresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami. Namun dalam hal ini PemerintahKota Serang pun harus membuat sebuah kebijakan yang berbasis pada pemanfaatan dan pengolahan sampah secara lebih baik. Dan tak kalah penting lagi adalah peran serta masyarakat untuk dapat memilih sampah berdasarkan kriterianya. Ini akan mempermudah bagi pengelolaan sampah yang ada, dismpaing itu pun dapat dikembangakan usaha-usaha yang berbasis pada pemanfaatan barang bekas.
*BAB III* *PENUTUP* *3.1 KESIMPULAN DAN SARAN* Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan atau pembuangan dari material sampah. Pengelolaan sampah lebih mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap
kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat. Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah. Kota Serang merupakan salah satu kota yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar, dengan 1.134.61 M³ perhari maka dapat menyebabkan masalah lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik. Selama ini TPA di Cilowong Kecamatan Taktakan masih menerapkan sistem open dumping dan belum memiliki unit pengolahan sampah yang baik sehingga cenderung mencemari lingkungan terutama sawah yang berada di dekat TPA tersebut. Berbagai macam usaha telah dilakukan pemerintah kota dalam rangka mengurangi dampak lingkungan yang terjadi baik secara teknis operasional, kelembagaan, pembiayaan, hukum dan kebijakan serta aspek peran serta masyarakat. Dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada pengelolaan sampah seperti diatas maka seyogyanya sebagai masyarakat yang merupakan penghasil utama sampah untuk lebih memperhatikan kebersihan lingkungan, mampu mengolah sampah secara individual dengan penimbunan dan pengkomposan, membuang sampah pada tempatnya dan tidak membuangnya ke sungai atau saluran air, melakukan pembiasaan hidup sehat dan bersih dan turut serta mendukung kebijakan pemerintah kota dalam rangka pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Maka dalam hal ini kita harus denga cerdas mengelola sampah ini, sehingga bisa berhasil guna dan bermanfaat serta mengurangi pencemaran lingkungan. Karena pencemaran lingkungan berhubungan erat dengan sampah. Mari kita mengambil hikmah dalam masalah sampah ini dengan menjadikannya sebagai peluang usaha serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
*DAFTAR PUSTAKA* Alkadri, et al., 1999, Tiga Pilar Pengembangan Wilayah, Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah-BPPT, Jakarta. Bintarto.R, 1997, Geografi Kota, Pengantar, cetakan pertana, Spring,Yogyakarta. Gelbert, M., et. al., 1996, Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup dan âWallChartâ, Buku Panduan Pendidikan Lingkungan Hidup, PPPGT/VEDC, Malang. Hadi, Sudharto P., 2005, Demensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Tuti Kustiah, 2005, Kajian Kebijakan Pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum, Bandung. Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002, Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan Sampah, Abadi Tandur, Jakarta 15