ACARA III PROTEIN
A. TUJU TUJUAN AN PRA PRAKT KTIK IKUM UM
Tujuan dari praktikum acara III “Protein” adalah 1. Mengetahui Mengetahui titik isoele isoelektrik ktrik dan kelarut kelarutan an dari protein protein kasein. kasein. 2.
Mengetahui pengaruh perlakuan asam, basa dan en e nzim
bromelin terhadap penjendalan protein susu sapi dan susu kedelai. B. TINJA TINJAUA UAN N PUS PUSTA TAKA KA
Kelarutan protein di dalam suatu cairan, sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pH, suhu, kekuatan ionik dan konstanta dielektrik pelarutnya (Trevor, 1995). Protein seperti asam amino bebas memiliki titik isoelektrik yang berbeda-beda. Titik Isoele Isoelektr ktrik ik (TI) (TI) adalah adalah daerah daerah pH terten tertentu tu dimana dimana protein protein tidak tidak mempun mempunyai yai selisi selisih h muatan atau jumlah muatan positif positif dan negatifnya negatifnya sama, sehingga sehingga tidak bergerak ketika diletakkan dalam medan listrik. Pada pH isoelektrik (pI), suatu protein sangat mudah diendapkan karena pada saat itu muatan listriknya nol (Jalip, 2008). Tanaman nanas berasal dari Amerika Selatan. Nanas banyak terdapat di daerah tropis dan subtropis. Bentuknya ada yang bulat, bulat panjang, ada yang kecil, ada yang sedang dan besar. Daging buahnya berwarna putih, kuning dan putih kekuningan. Kadar airnya tinggi dan rasanya manis, agak asam dan asam segar, serta harum dan tidak berbiji (Tarwotjo, 1998). Interaksi Interaksi protein protein protein pada setiap setiap level fungsi sel, sel, di struktur dari organela organela sub selula selular, r, mesin mesin transpo transport rt melint melintasi asi bermac bermacam am macam macam membar membarn n biolog biologis, is, mengem mengemas as kromat kromatin, in, jaringa jaringan n filame filamen n sub membra membran, n, konsen konsentras trasii otot, otot, dan transd transduks uksii sinyal sinyal,, pengaturan ekpresi gen.interaksi protein yang menyimpang adalah implikasi daridisorder syaraf seperti penyakit Creutzfeld-Jacob dan Alzheimer's. Kita akan fokus pada bagian ini dengan dengan aspek aspek biofis biofisika ika dari dari piliha pilihan n terbai terbaik k intear intearksi ksi antara antara protei protein n terbung terbungkus kus pada pada pengaturan pengaturan sel, protein protein yang diimplikasikan diimplikasikan sebagai sinyal sinyal transduks transduksii dan penagatur transkripsional. (Royer , 2009). Protein adalah molekul informasi dan rantai primer menahan kunci stuktur tersier mereka dan memulai memulai aktivitas aktivitas biologi mereka. Struktur tersier mereka berlipat berlipat lipat dan padat. Lipatan lipatan protein dapat terbawa ke sekitar beberapa residu asam amino yang
mungkin secara fisik jauh di rantai pimer. Sebagai korelasi biasanya penting bagi penerima bentuk lipatan dari struktur tersier dan secara umum terjaga selama evolusi. Kami tertarik memilih korelasi posisi begitu (pada suhu dari perklakuan asam amino) dengan analisis harmoni dari rantai protin. Dengan tersedianya databanks tentang rantai protein yang cukup besar dan fasilitas komputerisasi yang bagus ini akan menjadi semakin sederhana dan semakin menarik. (Rani et al, 2009) pH yang menghasilkan konsentrasi keseimbangan zwitterion asam amino yang maksimum disebut pH isotonik atau pI. Harga pH ini adalah hamper atau sama dengan titik isoelektrik, yang didefinisikan sebagai harga pH suatu larutan asam amino, yang asam aminonya tidak bergerak dalam medan listrik. Dan pada titik dimana terdapart jumlah gugus bermuatan positif dan gugus bermuatan negative sama. Muatan bersih adalah nol dan pH larutan ini dikenal sebagai titik isoelektrik. Titik isoelektrik merupakan jumlah yang secar eksperimen ditentukan pada sifat garam buffer dan ion-ion lain dalam larutan (Anonim, 2009). Denaturasi terdapat banyak konformasi antara keadaan asli molekul protein dan konformasi dimana rantai protein ada dalam keadaan sempurna. Denaturasi dapat terjadi oleh banyak bahan. Termasuk di dalamnya panas dan bahan kimia yang merusak ikatan hidrogen dalam protein (Anonim, 2009). Asam amino bersifat amfoter yaitu dapat bersifat asam dan memberikan roton pada basa kuat atau dapat bersifat basa dan menerima proton dari sebuah asam kuat. Gugus amino menunjukkan sifat ion karboksilat pada pH tertinggi (basa). Pada pH sedang, asam amino bersifat sebagai ion dipolar. Struktur ion dipolar bertanggungjawab terhadap titik cair tertinggi dan kelarutan yang rendah pada pH pelarut organik serta berhubungan dengan sifat listrik, asam amino berbagai nilai pH (Anonim, 2009). C. METODOLOGI
1. a. b.
Alat Tabung reaksi Labu takar
c.
Gelas ukur 50 ml
d.
Neraca analitik
e.
Stop watch
f.
pH meter
g.
Beaker glass 200 ml
h.
Gelas ukur 100 ml
i.
Pipet ukur 5 ml
j.
Blender
2.
Bahan
a.
Larutan kasein Na-asetat
b.
Buah nanas muda
c.
Larutan CaSO4 10%
d.
Asam asetat 95%
e.
Susu sapi segar
f.
Susu kedele segar
3.
Langkah Kerja a.
Titik Isoelektris dan Kelautan Protein
Menyiapkan 9 tabung reaksi bersih dan mengisi ke-9 tabung tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : tabung reaksi 1 (air suling 8,4 ml+asam asetat 0,01 N 0,6 ml); tabung reaksi 2 (air suling 7,75 ml+asam asetat 0,01 N 1,25 ml); tabung reaksi 3 (air suling 8,75 ml+asam asetat 0,1 N 0,25 ml); tabung reaksi 4 (air suling 8,5 ml+asam asetat 0,1 N 0,5 ml); tabung reaksi 5 (air suling 8 ml+asam asetat 0,1 N 1 ml); tabung reaksi 6 (air suling 7 ml+asam asetat 0,1 N 2 ml); tabung reaksi 7 (air suling 5 ml+asam asetat 0,1 N 4 ml); tabung reaksi 8 (air suling 1 ml+asam asetat 0,01 N 8 ml); tabung reaksi 9 (air suling 7,4 ml+asam asetat 1 N 1,6 ml)
Menambahkan 1 ml larutan Kasein Na-asetat ke dalam setiap tabung dengan cara disemprotkan dari pipet volume 1 ml dan digojog dengan segera.
Mencatat adanya kekeruhan segera sesudah pencampuran, setelah 10 menit dan setelah 30 menit dengan menggunakan tanda-tanda berikut: 0 = tidak ada kekeruhan, (+) = tanda derajad kekeruhan (x) = tanda derajad presipitasi
Mengambil tabung yang isinya paling keruh atau yang endapannya paling banyak lalu mengukur pH-nya dengan menggunakan pH meter
b.
Penjendalan Protein Air Susu Sapi dan Susu Kedele dengan CaSO 4,
Asam Cuka, dan Enzim Bromelin Menyiapkan 8 gelas beaker 200 ml, dan mengisinya se kut: gelas beaker 1 bagai beri (air susu sapi segar 100 ml+larutan CaSO 4 10% 3 ml); gelas beaker 2 (air susu sapi segar 100 ml+cairan buah nanas muda 3 ml); gelas beaker 3 (air susu kedele segar 100 ml+larutan CaSO4 10% 3 ml); gelas beaker 4 (air susu kedele segar 100 ml+cairan buah nanas muda 3 ml); gelas beaker 5 (air susu sapi segar 100 ml+asam asetat 95% 3 ml); gelas beaker 6 (air susu kedele segar 100 ml+asam asetat 95% 3 ml); gelas beaker 7 (air susu sapi segar dipanaskan pada suhu 80°C); dan gelas beaker 8 (air susu kedele segar dipanaskan pada suhu 80°C). Mengaduk isi kedelapan gelas dengan baik, gelas beaker No. 2 dan 4 diinkubasikan dalam waterbath 40°C selama 15 menit
Mengamati dan mencatat terbentuknya gumpalan protein
Menyiapkan lagi 2 gelas beaker 200 ml yang diisi masing-masing 100 ml air susu sapi dan susu kedele segar
Menambahkan kedalamnya asam cuka sampai pH pembentukan endapan/gumpalan terbanyak menurut percobaan No. 1 diatas, dan mengamati serta mencatat terbentuknya gumpalan
Mengulangi percobaan dengan menyiapkan 2 gelas beaker yang masing-masing diisi dengan air susu sapi dan susu kedele segar yang telah dipanaskan hingga suhu 80°C
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Titik Isoelektrik dan Kelarutan Protein Waktu (menit) As. Asetat No Aquadest 0 10 30 0,01 N 0,1N 1 N P K P K P K 1 8,4 0,6 ++ Xx + Xxx + 2 7,75 1,25 + Xx + Xx + 3 8,75 0,25 X +++ Xx ++ Xx 4 8,5 0,5 X + Xx + Xx 5 8 1 X + Xx + xx ++ 6 7 2 + X + X ++ 7 5 4 + X + ++ 8 1 8 + X + + 9 7,4 1,6 + + ++ Sumber : Laporan Sementara Keterangan : - (tidak ada presepitasi atau kekeruhan) + (intensitas derajat kekeruhan atau presepitasi) P : presepitasi K : kekeruhan Pembahasan Pada penentuan titik isoelektrik dan kelarutan protein
ini diberikan bermacam-
macam perlakuan yang berbeda baik perbedaan volume larutan penguji, normalitas larutan penguji maupun jenis larutan penguji. Titik isoelektrik adalah pH dimana jumlah muatan positif dan negative pada molekul protein sama sehingga protein akan mengendap dan bersifat netral. Kelarutan protein dalam air salah satunya dipengaruhi oleh pH. Pada titik isoelektrik, kelarutan proteinnya nol atau tidak larut atau dapat dikatakan kelarutan protein kecil ketika protein yang mengendap banyak, hal itu berarti hanya sedikit protein yang terlarut dalam solvent. Larutan yang digunakan pada pengujian ini adalah asam asetat dan air suling. Perbedaan dalam hal volume serta normalitasnya bertujuan untuk membandingkan hasil yang terbentuk dari pencampuran tersebut. Dari data hasil percobaan diketahui bahwa setelah pencampuran dengan susu, kekeruhan paling besar ada pada tabung tigadengan komposisi aquadest 8,75 ml dan 0,25 ml asam asetat 0,1 N. Sedangkan kekeruhan dengan kelarutan protein kecil pada perlakuan dengan pencampuran susu ada pada tabung 9 memberikan hasil endapan yang banyak atau kelarutannya kecil. Hal tersebut terjadi karena volume air suling dan normalitas asam asetat yang digunakan telah sesuai dalam pembentukan pH isoelektriknya dan adanya larutan kasein asam asetat. yang
berperan sebagai garam. Konsentrasi garam
memberikan dampak pada daya larut protein. Kelarutan protein yang berkurang, mengakibatkan protein akan terpisah sebagai endapan (protein akan mengendap). Sealian itu dari data tabel di atas dapat dilihat, semakin lama waktu maka tingkat kekeruhan akan berkurang dan respitasi akan meningkat. Hal ini disebabkan protein yang terlarut di air telah mengendap, sehingga warna air susu semakin bening.karena dikenai berbagai perlakuan yang menyebabkan protein megalami denaturasi. Dari hasil pengamatan di atas dapat dikatakan bahwa susu sapi ataupun susu kedelai dapat menjendal karena mengalami denaturasi akibat panas, pH, enzim yakni jika struktur sekundernya berubah tapi struktur primernya tetap tanpa terjadi pemecahan ikatan kovalen. Sebagian besar protein glubulin mudah mengalami denaturasi (Winarno, 2002). Pada susu sapi segar lebih cepat mengendap daripada susu kedelai segar karena protein kedelai merupakan protein globulin yang memiliki kelarutan nisbi lebih tinggi dalam air atau garam encer pada pH di bawah atau di atas titik isoelektriknya. Sehingga susu kedelai lebih lama mengendap dari susu sapi, meskipun pada susu kedelai kandungan presipitasinya lebih banyak dari susu sapi. Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Penjendalan Protein Air Susu Sapi dan Susu Kedelai Segar. Intensitas No Bahan Inkubasi Kekeruhan Presepitasi Endapan 1 Susu Sapi +CaSO4 T. kamar + Xx o +Enz. Bromelin 40 C + Xxx + as. Cuka T. Kamar ++ Xx o + as. Cuka 80 C + Xxx 2 Susu Kedelai +CaSO4 T. kamar ++ Xx o +Enz. Bromelin 40 C ++ Xxx + as. Cuka T. Kamar + Xx o + as. Cuka 80 C ++ Xxx Sumber : Laporan Sementara Keterangan :
+ = menunjukkan tingkat kekeruhan X = menunujukkan tingkat presepitasi
Pembahasan Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penjendalan yang terjadi antara susu sapi dan susu kedelai yang masih segar dengan penambahan CaSO 4, asam cuka dan enzim bromelin yang diinkubasi pada suhu kamar, suhu 40 0C selama 15 menit dan dengan menggunakan pH isoelektriknya (dari asam asetat pada percobaan pertama).
Enzim bromelin yang digunakan pada percobaan ini diperoleh dari buah nanas yang diekstrak enzimnya. Enzim ini merupakan salah satu enzim yang dapat digunakan untuk mengkoagulasi susu atau denaturasi protein. Seperti yang sudah diketahui, susu akan menjendal bila dalam kondisi asam, sedangkan enzim bromelin diperoleh dari nanas yang merupakan buah dengan kandungan asam yang cukup tinggi. Enzim bromelin ini merupakan enzim pencerna protein yang disebut sebagai enzim protease. Pada perlakuan dengan memberikan enzim bromelin yang diinkubasi pada suhu 400C selama 15 menit terlihat bahwa presipitasi atau penjendalan dan endapan lebih banyak terdapat pada susu sapi bila dibandingkan dengan susu kedelai. Meskipun susu kedelai memiliki kandungan protein lebih besar dari susu sapi, tetapi mutu protein susu sapi lebih unggul dibanding susu kedelai, karena tidak mudah terdenaturasi oleh enzim dan panas.(winarno, 2002). Hal ini menandakan bahwa kasein yang merupakan protein utama susu kandungannya lebih besar dari pada susu sapi karena penjendalan yang semakin banyak berarti kandungan kasein dalam susu semakin besar. Pada perlakuan dengan memberikan CaSO4 yang berfungsi sebagai pengendap protein terlihat bahwa pada kedua susu yang masih segar tidak terjadi penjendalan dikarenakan daya larut protein yang tinggi. CaSO 4 merupakan garam yang terbentuk dari Ca(OH)2 dan H2SO4. Pada perlakuan dengan memberikan asam asetat 95% sampai pada pH isoelektriknya, terlihat bahwa baik pada susu sapi maupun susu kedelai, keduanya mengalami presipitasi dengan intensitas yang hampir sama, tetapi susu kedelai lebih tampak menjendal dibanding susu sapi. Hal ini karena kandungan protein dalam susu kedelai lebih banyak daripada susu sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gaman dan Sherington yang menyatakan komposisi protein dalam susu sapi adalah sebesar 3,3% dan dalam susu kedelai adalah 40% (Gaman dan Sherington, 1992). Penjendalan sampai pada pH isoelektriknya terjadi karena gugus amino bereaksi dengan H+ sehingga protein bermuatan positif menyebabkan protein susu yakni kasein terkoagulasi. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis maka molekul protein akan bergerak ke arah katoda. Dari hasil pengamatan di atas dapat dikataka bahwa susu sapi ataupun susu kedelai dapat menjendal karena mengalami denaturasi akibat panas, pH, enzim yakni jika struktur sekundernya berubah tapi struktur primernya tetap tanpa terjadi pemecahan ikatan kovalen. Sebagian besar protein glubulin mudah mengalami denaturasi (Winarno, 2002). Pada susu sapi segar lebih cepat mengendap daripada susu kedelai segar karena protein kedelai merupakan protein globulin yang memiliki kelarutan nisbi lebih tinggi dalam air
atau garam encer pada pH di bawah atau di atas titik isoelektriknya. Sehingga susu kedelai lebih lama mengendap dari susu sapi, meskipun pada susu kedelai kandungan presipitasinya lebih banyak dari susu sapi. Antara susu yang dipanaskan dan yang tidak terdapat perbedaan kenampakan. Hal ini dapat dilihat bahwa susu yang tidak dipanaskan lebih keruh dibandingkan susu yang tidak mengalami perlakuan panas. Ini disebabkan karena protein akan mengalami denaturasi bila dipanaskan, sehingga protein akan rusak dan warnanya akan menjadi bening.
E. KESIMPULAN
Dari beberapa percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
pH tabung ke-3 sebesar merupakan titik isoelektrik karena
merupakan pH pada saat protein mengendap. 2. Faktor yang menyebabkan semakin tinggi derajad kekeruhan dan derajad presipitasi adalah waktu pengamatan. 3. Derajad presipitasi paling tinggi terjadi pada susu sapi dengan penambahan enzim bromelin dan diinkubasi pada suhu 40°C serta penambahan asam cuka dengan suhu inkubasi 80°C. 4.
Faktor-faktor yang paling efektif terhadap penjendalan protein
susu sapi dan susu kedele yaitu pengaruh asam, enzim dan suhu sementara faktorfaktor lain seperti basa dan pelarut organik juga memberikan pengaruh terhadap penjendalan protein 5.
Susu sapi memiliki kandungan kasein yang lebih baik
dibandingkan susu kedelai, tetapi susu kedelai memiliki kandungan protein yang lebih banyak dibandingkan susu sapi. 6.
Penggunaan enzim bromelin menyebabkan protein menjendal
dibandingkan menggunakan larutan CaSO 4 baik pada susu yang sudah dipanaskan ataupun susu yang masih segar.
7.
Penggunaan asam cuka 95% sampai dengan pH isoelektrik
protein, menyebabkan pada susu kedelai kandungan presipitasinya lebih banyak dibandingkan pada susu sapi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Isolektrik. http://www.ristek.go.id Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009. Pukul 22.45 WIB. Anonim. 2009. Denaturasi. http://www.indomedia.com. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009. Pukul 22.45 WIB. Anonim. 2008. Protein. http://multiply.com/journal-protein/. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009. Pukul 22.45 WIB. Royer . 2009. Protein. http://www.google-scholar.com. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009. Pukul 22.45 WIB. Gaman, Sherrington. 1992. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan MikrobiologinEdisi Kedua . GM University Press. Yogyakarta. Meeta ,Rani. Et al. Harmonic Analysis of Proteins equences. http://www.google-scholar.com. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009. Pukul 22.45 WIB. Jalip, I.S. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Organik . Laboratorium Kimia Fakultas Biologi Universitas Nasional. Jakarta. Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi . Penerbit ITB. Bandung Winarno F, G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi . Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Tarwotjo, Soeyoeti. 1998. Dasar-Dasar Gizi. Grasindo. Jakarta.