BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization Organization (WHO), Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya. Pada tahun 2013 AKI di Indonesia 190/100.000 kelahiran hidup, sedangkan dinegara berkembang 14 kali lebih tinggi bila dibandingkan negara maju, yaitu 230 per 100.000 kelahiran. Salah satu target dalam tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) ke-3 yaitu mengurangi angka kematian ibu hingga dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015-2030. (Kemenkes,2015). Hal ini masih menjadi masalah sulitnya mencapaian derajat kesehatan di Indonesia. Selama periode tahun 2007 angka kematian ibu mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup namun pada tahun 2012 angka kematian ibu melahirkan mengalami peningkatan mencapai 359/100.000 kelahiran hidup kemudian tahun 2013 AKI di Indonesia 190/100.000 kelahiran hidup , sedangkan dinegara berkembang 14 kali lebih tinggi bila dibandingkan negara maju, yaitu 230 per 100.000 kelahiran. ini menandakan sulit mencapai target sebesar 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015-2030. 2015-2030. (Kemenkes, 2015). Hasil dari SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2012, menyatakan bahwa sepanjang tahun 2007-2012 kasus kematian ibu melonjak naik. Pada tahun 2012 AKI mencapai 359 per 100.000 penduduk
1
2
bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2007, yaitu sebesar 228 per 100.000 penduduk. Hal ini disebabkan karena terjadinya bumil risti (ibu hamil risiko
tinggi)
yang
salah
satunya
adalah
terkena
hipertensi
dalam
kehamilan.(SDKI, 2012). Kementerian kesehatan menjelaskan bahwa hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya, terutama apabila terjadi pada wanita yang sedang hamil.hal ini dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan bayi yang akan dilahirkan. Karena tidak ada gejala atau tanda khas sebagai peringatan dini. Hipertensi dalam kehamilan atau yang disebut dengan preeklampsia, preeklampsia, kejadian ini persentasenya 12% dari kematian ibu diseluruh dunia, kemenkes tahun 2013 menyatakan bahwa hipertensi meningkatkan angka kematian dan kesakitan pada ibu hamil. (Kemenkes, 2013). Lima penyebab kematian ibu terbesar yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. Kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), dan infeksi. Namun proporsinya telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan sedangkan HDK proporsinya semakin meningkat. Lebih dari 25% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2013 disebabkan oleh HDK. (Profil kesehatan Nasional,2015) AKI di Propinsi Bengkulu pada tahun 2013 sebesar 150 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2014 terjadi penurunan sedikit menjadi 146 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2015 mengalami penurunan
2
bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2007, yaitu sebesar 228 per 100.000 penduduk. Hal ini disebabkan karena terjadinya bumil risti (ibu hamil risiko
tinggi)
yang
salah
satunya
adalah
terkena
hipertensi
dalam
kehamilan.(SDKI, 2012). Kementerian kesehatan menjelaskan bahwa hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya, terutama apabila terjadi pada wanita yang sedang hamil.hal ini dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan bayi yang akan dilahirkan. Karena tidak ada gejala atau tanda khas sebagai peringatan dini. Hipertensi dalam kehamilan atau yang disebut dengan preeklampsia, preeklampsia, kejadian ini persentasenya 12% dari kematian ibu diseluruh dunia, kemenkes tahun 2013 menyatakan bahwa hipertensi meningkatkan angka kematian dan kesakitan pada ibu hamil. (Kemenkes, 2013). Lima penyebab kematian ibu terbesar yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. Kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), dan infeksi. Namun proporsinya telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan sedangkan HDK proporsinya semakin meningkat. Lebih dari 25% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2013 disebabkan oleh HDK. (Profil kesehatan Nasional,2015) AKI di Propinsi Bengkulu pada tahun 2013 sebesar 150 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2014 terjadi penurunan sedikit menjadi 146 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2015 mengalami penurunan
3
yang cukup signifikan yaitu sebesar 137 per 100.000 KH (DINKES Propinsi Bengkulu, 2016). Penurunan AKI di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu dari 390 menjadi 228. Namun demikian, SDKI tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menunjukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS, 2015). Di Indonesia eklampsia di samping perdarahan dan infeksi masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu,diagnosis dini preeklampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindroma preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul preeklampsia berat, bahkan eklampsia. Dengan pengetahuan ini menjadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal, yang teratur dan secara rutin mencari tanda-tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia (Winkjosastro,2009) Menurut Varney (2007),preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu
(kecuali
pada
penyakit
trofoblastik).
Preeklampsia
ialah
berkembangnya hipertensi dengan proteinuria atau edema atau keduanya yang
4
disebabkan oleh kehamilan atau dipengaruhi oleh kehamilan yang sekarang. Sekalipun penelitian telah dilakukan secara terus menerus namun patofisiologi dan penatalaksanaan preeklampsia belum menyeluruh dapat difahami. Dewasa ini preeklampsia telah disepakati sebagai kelainan multisistem yang berpusat pada fungsi vasculer. (Sarwono, 2010). Penyebab pasti dari preeklampsia masih belum diketahui. Preeklampsia sering disebut “disease of story”, karena tidak dijumpai suatu teory yang dapat menerangkan semua gejala yang ditimbulkannya secara kompleks (Manuaba, 2007). Faktor resiko yang berkaitan dengan preeklampsia yaitu primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, obesitas, ibu berusia diatas 40 tahun, riwayat hipertensi menahun (Murkoff, 2006). Usia yang terlalu mudah dan terlalu tua melahirkan (dibawah usia 20 tahun dan diatas 35 tahun) merupakan faktor yang mempengaruhi kematian ibu (Saifudin, 2003). Usia dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 3035 tahun (Kanadi, 2008). Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya pre eklampsia dan eklampsia. Faktor-faktor tersebut antara lain: gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim. Faktor resiko terjadinya preeklampsia, preeklampsia umumnya terjadi pada
5
kehamilan yang pertama kali (primipara), kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 35 tahun. Faktor resiko yang lain adalah: riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya, kegemukan, multiparitas, riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis (Rukiyah, 2010). Hasil survey awal yang dilakukan di RSUD M. Yunus Bengkulu, pada tahun 2014 terdapat 121 kasus 564 pasien (21,4%) preeklampsia berat (PEB), tahun 2015 terdapat 105 kasus dari 1.148 pasien (9,1%) preeklampsia berat (PEB) dan tahun 2016 terdapat 104 kasus dari 505 pasien (20,59) preeklampsia berat(PEB) dengan kematian ibu 2 orang dari 104 penderita pre eklampsia (1,96%). Untuk memenuhi target penurunan Angka Kematian Ibu perlu adanya antisipasi terhadap factor resiko yang dapat menyebabkan kematian ibu salah satunya karena pre eklampsia. Berdasarkan data yang diambil peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan antara usia dan paritas dengan kejadian PEB diruang C1 Kebidanan RSUD dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2016 ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas masalah penelitian ini adalah: “Apakah terdapat hubungan antara usia dan paritas dengan kejadian preeklampsia berat (PEB) diRuang C1 Kebidanan RSUD dr. M yunus Bengkulu?”.
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Mempelajari hubungan antara usia dan paritas dengan kejadian preeklampsia berat (PEB) di RSUD dr. M Yunus Bengkulu 2. Tujuan Khusus a. Untuk
mengetahui
distribusi
frekuensi
kejadian
preeklampsia
berat(PEB) di RSUD dr. M Yunus Bengkulu. b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi usia ibu di RSUD dr. M Yunus bengkulu c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi paritas ibu di RSUD dr. M Yunus Bengkulu. d. Untuk mengetahui hubungan antara usia dan kejadian preeklampsia berat(PEB) di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu. e. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dan kejadian preeklampsia berat(PEB) di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu. f.
Untuk mengetahui hubungan antara usia dan paritas dengan kejadian preeklampsia berat(PEB) di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi STIKES Tri Mandiri Sakti Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mahasiswa sebagai calon bidan tentang hubungan antara usia dan paritas ibu dengankejadian preeklampsia berat (PEB).
7
2. Bagi RSUD dr. M. Yunus Bengkulu Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi informasi dan masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan dan penanganan yang tepat terhadap pasien ibu bersalin dengan preeklampsia berat(PEB). 3. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi peneliti yang akan datang dan bisa dipergunakan sebagai bahan untuk melanjutkan penelitian sehingga dapat mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Preeklampsia
a. Pengertian Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Wiknjosastro,2012). Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. (Sujiyantini, 2009). Menurut Varney (2007),preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu (kecuali pada penyakit trofoblastik) dan dapat di diagnosis dengan kriteria sebagai berikut: 1) Ada peningkatan tekanan darah selama kehamilan (sistolik ≥140 mmHg atau diastolic ≥90 mmHg), yang sebelumnya no rmal, disertai proteinuria (≥3 gram protein selama 24 jam atau ≥30 mg/di dengan hasil reagen urine ≥ + 1-+2) 2) Apabila hipertensi selama kehamilan muncul tanpa proteinuria, perlu dicurigai adanya preeklamsia seiring kemajuan kehamilan,
8
9
jika muncul gejala nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri pada abdomen, nilai trombosit rendah dan kadar enzim ginjal abnormal. Preeklampsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel (Lenevo,2009). Preeklampsia merupakan suatu penyakit vasopastik, yang melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi yang terjadi setelah minggu ke-20 dan proteinuria. (Bobak, 2005) Preeklampsia ialah suatu penyakit yang tidak terpisahkan dari preeklamsia ringan sampai berat, sindrom HELLP, atau eklampsia. Pre-eklamsia berkisar antara 3% sampai 5% dari kehamilan yang dirawat. b. Klasifikasi pre eklampsia 1) Preeklamsia ringan Adalah
suatu
sindroma
spesifik
kehamilan
dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel. (Prawirohardjo, 2009). Menurut Norma (2013), pre eklampsia dibagi menjadi dua kategori yaitu sebagai berikut : a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih diukur pada posisi berbaring terlentang atau kenaikan diastole 15 mmHg atau lebih kenaikan sistole 30 mmHg atau lebih. Penentuan
10
tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. b) Edema secara umum, kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu. c) Proteinuria pada pemeriksaan urin atau cateter menunjukan + atau ++ atau 1gr/liter. 2) Preeklamsia berat Adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih menurut ilmu kebidanan praktis. a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih. b) Proteinuria +++ sampai dengan ++++ atau 5 gr/liter. c) Oliguria yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam. d) Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan nyeri epigastrium. e) Terdapat edema paru dan sianosis.
2. Preeklampsia berat
a. Pengertian Preeklampsia berat (PEB) adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih
11
disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Sujiyatini, 2012). Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik >160 mmHg dan tekanan darah diastolik >110 mmHg disertai dengan proteinuria +4 atau lebih 5 g/24 jam (Prawirohardjo, 2010). b. Etiologi Menurut Manuaba (2007), ada beberapa faktor risiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit: 1) Primigravida kira-kira 85% preeklamsia terjadi pada kehamilan pertama. 2) Grand multigravida 3) Janin besar 4) Distensi rahim berlebihan: hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa. Preeklamsia terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu 5) Morbid obesitas atau kegemukan dan penyakit yang menyertai hamil seperti diabetes melitus. 6) Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 25%. 7) Jumlah umur ibu diatas 35 tahun c. Tanda dan gejala
12
Menurut Prawirohardjo (2010) adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg disertai proteinuria +4 atau >5 gram/Liter dalam 24 jam : a) Tekanan darah 160/110 mmHg b) Oliguria, urin < 400 cc/24 jam, c) Proteinuria +4 atau >5 gr/ liter dalam 24 jam, d) Keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, edema paru dan sianosis, gangguan kesadaran. e) Pemeriksaan
kadar
enzim
hati
meningkat disertai
ikterus,
perdarahan pada retina, trombosit kurang dari 100.000/mm. d. Patofisiologi preeklampsia Menurut leveno (2009), semua teori mengenai patofisiologi preeklampsia harus mempertimbangkan pengamatan bahwa gangguan hipertensif akibat kehamilan jauh lebih besar kemungkinan terjadi pada wanita: 1) Terpajan ke vilus korion untuk pertama kali 2) Terpajan ke vilus korion dalam jumlah besar, seperti pada kehamilan kembar atau mola hidatidiformis 3) Telah mengidap penyakit vascular 4) Secara genetis memiliki predisposisi mengalami hipertensi yang timbul selama kehamilan. Menurut Manuaba (2010), perubahan patologis berbagai organ penting dijabarkan sebagai berikut:
13
1) Perubahan hati. Perdarahan yang tidak teratur, terjadi nekrosis, thrombosis pada lobus hati 2) Rasa nyeri di epigastrium karena perdarahan subkapsuler 3) Retina. Spasme arteriol, edema sekitar diklus optikus, ablasio retina (lepasnya retina), menyebabkan penglihatan kabur. 4) Otak. Spasme pembuluh darah arteriol otak menyebabkan anemia jaringan otak, perdarahan dan nekrosis, menimbulkan nyeri kepala yang berat. 5) Paru-paru. Berbagai tingkat edema, bronkopneumonia sampai abses, menimbulkan sesak nafas sampai sianosis. 6) Jantung. Perubahan degenerasi lemak dan edema, perdarahan sub endokardinal,
menimbulkan
dekompensasi
kordis
sampai
terhentinya fungsi jantung. 7) Aliran darah ke plasenta. Spasme arteriol yng mendadak menyebabkan asfiksia berat sampai kematian janin. Spasme yang berlangsung lama, menganggu pertumbuhan janin. 8) Perubahan ginjal. Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan aliran
darah
keginjal
meurun
sehingga
filtrasi
glomelurus
berkurang penyerapan air dan garam tubulus tetap, terjadi retensi air dan garam, edema pada tungkai dan tangan, paru dan organ lain. 9) Perubahan pembuluh darah. Permeabelitasnya terhadap protein makin tinggi sehingga terjadi vasasi protein ke jaringan, protein
14
ekstra vaskuler menarik air dan garam menimbulkan edema, hemokosentrasidarah
yang
menyebabkan
gangguan
fungsi
metabolisme tubuh dan thrombosis. e. Diagnosa Preeklampsia Berat Menurut Saifuddin (2010), Diagnosa ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut : a) Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring. b) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau +3 - +4 dalam pemeriksaan kualitatif. c) Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam. d) Kenaikan kadar kreatinin plasma. e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur. f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson). g) Edema paru-paru dan sianosis. h) Hemolisis mikroangiospatik.
15
i) Trombositope j) anemia berat: <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat. k) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase l) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat. m) Sindrom HELLP. f.
Pencegahan Preeklampsia berat Menurut Ai Yeyeh Rukiyah (2010), diagnosa dini harus diutamakan bila diinginkan angka mordibitas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsia sukar dicegah, namun preeklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat dihindarkan dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna. Menurut Saifuddin (2010), Yang dimaksud dengan pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia. Preeklampsia adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedikal dan medikal. 1) Pencegahan dengan nonmedikal Pencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat.
16
Cara yang paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan mencegah persalinan preterm. Retriksi garam tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklampsia. Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung (a) minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA, (b) antioksidan: vitamin C, vitamin E, β -karoten, CoQ10, N-Asetilsistein,asam lipoik, dan (c) elemen logam berat: zinc, magnesium, kalsium. 2) Pencegahan dengan medikal Pencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum ada bukti yang kuat dan sahih. Pemberian diuretik tidak
terbukti
mencegah
terjadinya
preeklampsia
bahkan
memperberat hipovolemia Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia. Pemberian kalsium: 1.500 – 2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc200 mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga diberikan obat – obat antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin E, β-karoten, COQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik. g. Penatalaksanaan pada preeklampsia berat
17
Menurut Arif mansjoer (2009), Penatalaksanaan pada preeklampsia berat (PEB) Upaya pengobatan ditujukan untuk mencegah kejang, memulihkan vital pada keadaan normal dan melahirkan bayi dengan dengan trauma sekecil-kecilnya pada dan bayi. Segera rawat pasien dirumah sakit. Berikan MgSO 4 dalam infus dekstrosa 5% dengan kecepatan 15-20 tetes permenit. Dosis awal MgSO4 2 gr intravena dalam 10 menit selanjutnya 2 gr/jam dalam
drip
infus
sampai
tekanan
darah
stabil(140-50/90-
100mmHg). Ini diberikan sampai 24 jam pascapersalinan atau hentikan bila 6 jam pascapersalinan ada perbaikan nyata ataupun tampak tanda-tanda intoksikasi. Syarat pemberian MgSO 4 adalah refleks patela kuat, frekuensi pernapasan >16 kali per menit, dan diuresis >100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 ml/kg berat badan/jam). Harus tersedia antidot MgSO4 yaitu kalsium glukonas 10% yang dapat segera diberikan secara intravena dalam 3 menit. Sselama pemberian MgSO4 perhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas, serta wajah merah. Berikan nifedipin 3-4 x 10 mg per oral. Bila pada jam ke 4tekanan diastolik belum turun sampai 20%, berikan tambahan sublingual. Tujuannya adalah penurunan tekanan darah 20% dalam 6 jam, kemudian menjadi stabil (140-150/50-90 mmHg). Bila sulit dikendalikan, dapat dikendalikan dengan pindohol.
18
Periksa tekanan darah, nadi, dan pernafasan tiap jam. Pasang kateter dan kantong urin. Ukur urin setiap 6 jam. Bila < 100 ml/4jam, kurangi dosis MgSO 4 menjadi 1 g/jam. Dilakukan USG dan kardiotokografi (KTG). Pemeriksaan KTG diulang sekurang-kurangnya 2 kali/24 jam. h. Komplikasi Menurut
Manuaba
(2007),
komplikasi
hipertensi
dalam
kehamilan yang timbul terhadap ibu dan janin adalah sebagai berikut: 1) Komplikasi Maternal Komplikasi dari hipertensi dalam kehamilan yang terjadi yaitu: superimposed, pre-eklampsi (1/3 pasien), keadaan pasien lebih cepat memburuk dibandingkan PE “murni”, sulosio plasenta (0,4-10%), DIC ( Disseminated Intravascular Coagulation), ATN ( Acute Tubular Necrosis), RCN ( Renal Cortical Necrosis). 2) Komplikasi Janin Komplikasi akibat dari hipertensi dalam kehamilan yang dapat terjadi adalah prematuritas (25-30%), IUGR (10-15%), Hipertensi terjadi
kehamilan superimposed preeklampsia
pada
kehamilan
26 – 34
minggu
cenderung
sehingga
sering
menyebabkan terjadinya persalinan preterm, dan peningkatan mordibitas dan mortalitas perinatal akibat asfiksia. Menurut Sarwono (2010), komplikasi meliputi :
19
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi berikut ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia : Solusio plasenta, Hipofibrinogenemia, Hemolisis (dikenal dengan ikterus atau dekstruksi sel darah merah), nekrosis perifortal, perdarahan otak, kelainan mata (kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu), oedema paru-paru, nekrosis hati, sindrom HELPP (haemolysis,elevated liver enzymes, dan low platelet), kelainan ginjal, komplikasi lain (lidah tergigit, trauma dan pneumonia aspirasi), prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterine. 3. Konsep Dasar Usia
a. Pengertian Usia adalah Lama waktu hidup seseorang sejak dilahirkan sampai ulang tahun terakhir. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Nursalam,2008). b. Penggolongan Usia sangat mempengaruhi kehamilan maupun persalinan. Usia yang baik untuk hamil atau melahirkan antara 20-35 tahun. Pada usia tersebut alat reproduksi wanita telah berkembang dan berfungsi secara maksimal. Sebaliknya pada wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun kurang baik untuk hamil maupun melahirkan, karena kehamilan pada usia ini memiliki resiko tinggi seperti terjadinya
20
keguguran, atau kegagalan persalinan, bahkan bisa menyebabkan kematian. Wanita yang usianya lebih tua memiliki tingkat resiko komplikasi melahirkan lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih muda. Bagi wanita yang berusia 35 tahun keatas, selain fisik melemah,juga kemungkinan munculnya berbagai resiko gangguan kesehatan, seperti darah tinggi, diabetes dan berbagai penyakit lain (Gunawan S, 2010). Menurut Manuaba (2007), usia dibawah 20 tahun bukan masa yang baik untuk hamil karena organ-organ reproduksi belum sempurna. Hal ini tentu akan menyulitkan proses kehamilan dan persalinan antara lain perdarahan, gestosis, atau hipertensi dalam kehamilan, distosia dan partus lama. Hipertensi dalam kehamilan paling sering mengenai wanita yang lebih tua, yaitu bertambahnya usia menunjukan peningkatan insiden hipertensi kronis menghadapi resiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan, wanita hamil dengan usia kurang dari 20 tahun insiden preeklamsia – eklamsia lebih dari 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun dapat terjadi hipertensi laten oleh karena itu semakin lanjut usia maka kualitas kualitas sel telur sudah berkurang hingga berakibat juga menurunkan kualitas keturunan yang dihasilkan.
21
3. Paritas
a. Pengertian Menurut Dorland (2006), paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang wanita, hidup dan mati. Demikian juga menurut Saifuddin, A.B (2011), paritas adalah seorang wanita yang sudah pernah melahirkan anak yang dapat hidup atau viabel. b. Pembagian Kelompok Paritas Paritas dapat mempengaruhi terjadinya pre eklampsia pada ibu hamil. Pada wanita hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte Antigen Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi peran imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Selain itu HLA-G, menghambat invasi trofoblas kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur, sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. Apabila invasi trofoblas ke dalam desidua terhambat kemungkinan
terjadi
immune-malaptation
pada
pre-eklampsia
(Saifuddin, A. B., 2009). c. Klasifikasi Paritas Klasifikasi jumlah paritas pada seorang wanita dibagi menjadi: 1) Nullipara Nullipara adalah perempuan yang belum pernah melahirkan anak sama sekali. (Manuaba, 2009).
22
2)
Primipara Primipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak yang cukup besar untuk hidup didunia luar. (Varney, 2006) Primipara adalah perempuan yang telah pernah melahirkan sebanyak satu kali (Manuaba, 2009).
3) Multipara Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2005). Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan dua hingga empat kali (Manuaba, 2009). 4) Grandemultipara Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan lebih dari 5 kali (varney, 2006). Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan bayi 6 kali atau lebih, hidup atau mati (Rustam,2005). 5) Great grandemultipara Great grandemultipara adalah seorang perempuan yang telah melahirkan
bayi
yang
sudah
viabel
10
kali
atau
lebih
(Wiknjosastro, 2002). Sedangkan klasifikasi paritas menurut Veronika, Dkk. (2014) primipara wanita yang telah
melahirkan seorang
yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.
anak,
23
1) Multipara adalah adalah wanita yang pernah melahirkan bayi beberapa kali (sampai 5 kali). 2) Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup atau mati 9. Paritas yang paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal dan perinatal adalah paritas 2 – 3, paritas 1 dan ≥ 4 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi 5 (Veronika, Dkk. 2014). 4. Hubungan usia dengan kejadian preekampsia
Kelompok resiko umur pada ibu hamil dapat dibagi menjadi umur kurang dari 20 tahun, 20-35 tahun dan lebih dari 35 tahun (Manuaba, 2007). a. Usia kurang dari 20 tahun Risiko pada kehamilan kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara 20-35 tahun, dimana pada umur kurang dari 20 tahun dapat terjadi faktor risiko tinggi pada kehamilan disebabkan oleh belum matangnya alat reproduksi untuk kehamilan sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin (wiknjosastro, 2007). Secara fisik alat reproduksi pada wanita usia < 20 tahun belum terbentuk sempurna, pada umumnya rahim masih terlalu kecil karena pembetukan yang belum sempurna dan pertumbuhan tulang panggul yang belum yang belum cukup lebar. Karena rahim merupakan tempat
24
pertumbuhan janin, rahim yang terlalu kecil akan mempengaruhi pertumbuhan janin. Beberapa risiko yang bisa terjadi pada kehamilan diusia kurang dari 20 tahun adalah kecendrungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. Secara psikologi, mental wanita diusia kurang dari 20 tahun belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan kandungannya rendah. Diluar urusan kehamilan dan persalinan, resiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan sex dan melahirkan sebelum usia 20 tahun. Resiko yang tinggi pada kehamilan harus diikuti dengan kebijakan untuk memilih tenaga penolong persalinan karena jika ibu memiliki resiko dalam menghadapi persalinan, hendakya lebih bijak dalam menentukan penolong tenaga persalinan. (Naek L Tobing, 2010). b. Usia antara 20-35 tahun Umur yang baik untuk terjadinya kehamilan dan persalinan pada saat ibu berusia 20-35 tahun,karena pada umur tersebut alat reproduksi sangat refroduktif untuk terjadi kehamilan, dengan jarak kehamilan 2 tahun (Wiknjosastro, 2007) c. Usia lebih dari 35 tahun Umur lebih dari 35 tahu risiko kehamilan dan persalinan lebih tinggi dikarenakan alat-alat reproduksi mulai terjadi penuaan dan degenerasi sehingga terjadi penurunan fungsi yang dapat me nyebabkan gangguan dalam kehamilan dan persalinan (Wiknjosastro, 2007).
25
Berdasarkan hasil studi pendahuluan oleh (Rahayu, 2012) di VK IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan bahwa kejadian pre eklampsia berdasarkan umur adalah sebesar 42,26% pada kelompok umur >35 tahun dan 38,83% pada usia < 20 tahun. Sedangkan pada kelompok paritas angka kejadian tertinggi didapat pada kelompok primipara sebesar 59,11%. Berdasarkan penelitian Retnani, T. (2013) Hubungan antara umur ibu bersalin dengan kejadian pre eklampsia didapatkan bahwa X² Hitung > X² tabel yaitu didapatkan χ² Hitung > χ² tabel (12,51 > 3,84) maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur ibu bersalin dengan
kejadian pre eklampsia pada ibu bersalin di ruang
bersalin RS Assakinah Medika Sidoarjo tahun 2013. 5. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Preeklampsia
Pada faktor paritas cenderung berdampak sama dengan faktor umur. Dampak pada ibu antara lain solusio plasenta, hemolisis, kelainan mata, edema paru, nekrosis hati, sindroma HELLP, kelainan ginjal dan komplikasi lain. Sedangkan kematian bayi dikarenakan asfiksia intra uterin, persalinan prematuritas dan kematian janin (Retnani, 2013). Risiko kematian janin ditentukan dengan jumlah paritas seorang ibu. Pada primipara yaitu wanita yang baru pertama kali melahirkan pada usia <20 tahun, risiko untuk mengalami abortus terjadi karena alat-alat reproduksi belum berfungsi secara optimal baik alat reproduksi internal maupun eksternal termasuk keadaan endometrium yang belum siap menerima nidasi. Hal ini biasanya didukung juga dengan faktor psikis ibu
26
yang belum siap hamil sehinggga mempengaruhi kesehatan ibu maupun janin yang dikandungnya (Wiknjosastro, 2010). Insiden preeklampsia sering disebut sekitar 5% walaupun ada laporan yang sangat bervariasi. Insiden sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaita dengan ras atau etnis dan karenanya juga predisposisi genetik (Cuningha, 2006). Wanita yang baru menjadi ibu atau ibu dengan pasangan yang baru ternyata 6 sampai 8 kali lebih mudah terkena preeklampsia daripada multipara (Bobak, 2005). Menurut Chapman (2006) yang menyebutkan preeklampsia sepuluh kali lebih sering terjadi pada kehamilan pertama. Pada wanita yang telah melahirkan lebih dari satu orang anak atau 23 orang anak disebut dengan multipara. Pada keadaan multipara terutama pada usia 20-35 tahun organ reproduksi sudah berfungsi dengan optimal sehingga bila ada konsepsi endometrium sudah siap menerima hasil konsepsi untuk berimplantasi, selain itu kondisi fisik dan psikis ibu biasanya lebih siap menerima kehamilan sehingga tidak mempengaruhi tekanan darah dan terhindar dari hipertensi dalam kehamilan yang berdampak pada kejadian preeklampsia. oleh karena itu paritas 2-3 ini disebut paritas yang paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal dan kematian janin dalam rahim yang disebabkan oleh komplikasi pada saat hamil dan bersalin (Wiknjosastro, 2010). Menurut Sastrawinata (2004) ibu dengan paritas tinggi (melahirkan lebih dari 3 kali) cenderungmengalami komplikasi dalam kehamilan yang akhirnya berpengaruh pada hasil persalinan. Paritas tinggi (lebih dari 3),
27
menurut wiknjosastro, 2007) mempunyai angka kematian maternal dan kematian janin dalam rahim lebih tinggi. Berdasarkan penelitian di RS Assakinah Medika Sidoarjo tahun 2013 bahwa kejadian pre-eklampsia lebih banyak terjadi pada paritas primipara
(30,77%),
dibandingkan
dengan
paritas
multipara
dan
grandemultipara (15,00%). Sedangkan yang tidak mengalami preeklampsia lebih banyak terjadi pada paritas multipara dan grandemultipara (85%) dibandingkan dengan
paritas primipara (69,23 %) (Retnani, T.
2013). Hubungan antara paritas ibu bersalin dengan kejadian pre-eklampsia didapatkan χ ² hitung > χ ² tabel (3,99 > 3,84) maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara paritas ibu bersalin dengan kejadian pre-eklampsia pada ibu bersalin di ruang bersalin RS Assakinah Medika Sidoarjo tahun 2013. Menurut Bobak. I (2004) pada primipara dapat terjadi preeklampsia sekitar 85%. Sementara ibu bersalin dengan paritas multipara dan grandemultipara yang mengalami preeklampsia sebesar 15%. Pada multipara maupun grandemultipara disebabkan karena terlalu sering rahim teregang saat kehamilan dan terjadi penurunan angiostensin, renin dan aldosteron sehingga dijumpai oedema, hipertensi dan proteinuria. Hal ini dikarenakan
pada
ibu
bersalin
dengan
paritas
multipara
dan
grandemultipara maupun paritas primipara yang tidak preeklampsia bila
28
itu periksa kehamilan secara teratur, sehingga mampu mendeteksi secara dini tanda dan gejala terjadinya preeklampsia. Menurut penelitian Tri Indah Retnani (2013), menujukan bahwa kejadian preeklampsia banyak terjadi pada primipara sebesar 30,77%. Pada primipara dapat terjadi preeklampsia karena semula rahim kosong tanpa ada janin kemudian terjadi kehamilan sehingga tubuh ibu menyesesuaikan terutama pada saat plasenta mulai terbentuk akan terjadi iskemia, implantasi plasenta, bahan trofoblas akan diserap kedalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap angiostensin II, renin dan aldosteron, sehingga dapat menyebabkan spasme pembuluh darah. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya preeklampsia pada ibu hamil maupun ibu bersalin. B. Kerangaka Konsep
Adapun kerangka teori dalam penelitian ini yang dapat peneliti tampilkan dapat dilihat kerangka dibawah ini : Variabel Independen
Variabel Dependen
Usia Kejadian Preeklampsia Berat Paritas
Bagan 1 Kerangka Konseptual
29
C. Defenisi Operasional
Tabel 1 DefinisiOperasional Definisi Cara Alat No Variabel Operasional Ukur Ukur 1. Preekla suatu komplikasi elihat Cheklist mpsia kehamilan dengan uku Berat hipertensi 160/110 egister (PEB) mmHg atau lebih disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam atau+3- +4 dan atau edema berdasarkan diagnosa dokter yang tercatat di buku register.
2. Usia
3. Paritas
Skala Ukur 0 : Ya (jika pre- Nominal eklampsia berat tensi 160/110 mmHg atau lebih,peningka tan protein urin dan edema) 1 : Tidak (jika tidak preeklampsia berat tensi 160/110 mmHg atau lebih,peningka tan protein urin dan edema) Hasil Ukur
Lama waktu hidup elihat Cheklist 0 : <20 tahun Nominal seseorang uku atau >35 terhitung sejak egister tahun lahir sampai waktu 1 : 20-35 tahun waktu penelitian umlah anak yang egister Cheklist 0 : primipara Nominal dilahirkan oleh seorang wanita, 1 : multipara hidup dan mati.
30
D. Hipotesis
Dari tinjauan pustaka maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Ho
: Tidak ada hubungan antara usiadengankejadian PEB di ruangan C1 KebidananRSUD dr. M Yunus Bengkulu.
Ha
: Ada hubungan antara usia dengankejadian PEB di ruangan C1 Kebidanan RSUD dr. M Yunus Bengkulu.
HO1
: Tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian PEB di ruangan C1 Kebidanan RSUD dr. M Yunus Bengkulu.
Ha1
: Ada hubungan antara paritas dengan kejadian PEB di ruangan C1 Kebidanan RSUD dr. M Yunus Bengkulu.
HO2
: Tidak ada hubungan antara usia dan paritas dengan kejadian PEB di ruangan C1 Kebidanan RSUD dr. M Yunus Bengkulu.
Ha2
: Ada hubungan antara usia dan paritas dengan kejadian PEB di ruangan C1 Kebidanan RSUD dr. M Yunus Bengkulu.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang C1 Kebidanan RSUD dr. M. Yunus Bengkulu dan waktu penelitian pada bulan Agustus 2017.
B. Desain penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel sedangkan pendekatan yang digunakan adalah Case Control adalah suatu penelitian yang menyangkut bagaimana faktor risiko yang dipelajari dengan menggunakan pendekatan
retrospective
(Notoatmodjo, 2012) untuk mengetahui apakah ada Hubungan Usia Dan Paritas Dengan Kejadian Preeklamsi Berat (PEB).
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin dengan di Ruang C1 Kebidanan selama tahun 2016 sebanyak 505 orang. 2. Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang di harapkan dapat mewakili atau resfresentatif populasi. Sampel sebaiknya memenuhi kriteria yang di kehendaki, sampel yang di kehendaki merupakan bagian dari populasi target yang akan di teliti secara langsung (Riyanto, 2010).
31
32
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin dengan PEB dan ibu bersalin yang tidak PEB di Ruang C1 Kebidanan selama tahun 2016 dengan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik systemmatic random sampling yaitu seluruh ibu bersalin dengan preeklampsia berat (PEB) di jadikan sebanyak 104 orang. Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 104 ibu dengan rincian 1:1 dengan case 104 ibu dan control 104 ibu. Untuk sampel kontrol didapat dari (505:104) = 4. Jadi setiap kelipatan 4 dijadikan sampel kontrol sampai didapatkan 104 ibu.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder yang diperoleh dari register di Ruangan C1 Kebidanan RSUD dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2016.
E. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara bertahap, yaitu : 1. Editing Meneliti atau memeriksa kelengkapan data yang telah dikumpulkan. Editing dilapangan sehingga kekurangan atau kesalahan data dengan mudah dapat diperbaiki. 2. Coding
33
Dilakukan dengan memberikan tanda atau klasifikasi pada masing – masing jawaban dengan kode berupa angka untuk memudahkan pengolahan data dari responden. 3. Processing (Proses Data) Proses memindah kan data dari format pengumpulan data ke dalam komputer. Data dimasukakan ke dalam master tabel kemudian diolah dengan menggunakan program komputerisasi. 4. Cleaning (Pembersihan Data) Mengecek kembali data yang sudah diproses apakah ada kesalahan atau tidak pada masing-masing variabel yang sudah diproses sehingga dapat diperbaiki dan dinilai (score).
F. Teknik Analisis Data
Data-data yang sudah ada diolah akan dianalisa dengan cara : 1. AnalisisUnivariat Digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari variabel independen yakni usia dan paritas dengan variabel dependen yaitu preeklampsia berat di Ruang Kebidanan RSUD dr. M. Yunus Bengkulu. 2. AnalisisBivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahi hubungan antara variabel
independen
(usia),(paritas)
dan
variabel
dependen
(preeklampsia) dengan menggunakan uji Chi-Square, untuk mengetahui
34
keeratan hubungan digunakan uji Contingancy coefficient (C). Untuk mengetahui factor resiko yang dialami. 3. AnalisisMultivariat Analisis multivariat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dependen.
secara
bersamaan
variabel
independen
dan
variabel
35
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, E. 2008. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC Benson, Ralp C. 2008. Obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC Bobak, L. 2005. buku ajar keperawatan maternitas edisi 4. Jakarta : EGC Chapman. 2006. “ Asuhan kebidanan persalinan dan kelahiran”. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Cunningham ,F. 2006. Buku acuan nasional kesehatan komunitas. Jakarta : EGC Depkes RI 2015. Profil kesehatan kesehatan indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Dorlan. 2006. Buku kedokteran. Jakarta : EGC Erfandi. 2009. Pengetahuan dan Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: Salemba Medika Gant, Norman F. 2011. Dasar-dasar Ginekologi Dan Obstetri. Jakarta: EGC Hidayat, A. A. 2007. Merode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Kanadi (2008). Usia. diakses pada tanggal 20 maret 2013 dari http://www.usia kehamilan.Blogspot.com Leveno, K, 2009. Buku saku obstetric dan ginekologi. Jakarta : TIM Lisnawati Lilis, 2013. Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta: TIM Manuaba, I.A.C, dkk.2012. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC Manuaba.(2006). Gangguan pada kandungan dan sistem reproduksi . Medan: Universitas Sumatera Utara Manuaba, Ida. 2007. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta, EGC Manuaba, Ida. 2009. ajar patologi obstetri. Jakarta: EGC Manuaba, dkk. 2010. Ilmu kandungan, penyakit kandungan, dan kb. Jakarta :EGC
36
Mansjoer, A.2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Mochtar,Rustam. 2006. Sinopsis Obstetri, edisi 2,jilid 1 . EGC. Jakarta Murkoff , H. panduan lengkap kehamilan dan persalinan untuk pendidikan bidan, buku kedokteran. EGC: Jakarta Nursalam . 2008. Asuhan keperawatan bayi dan anak (unutk perawat dan bidan). Jakarta : Salemba medika Tobing,L Naek. 2010. Buku ajar asuhan kebidanan. EGC. Jakarta Norma, Nita. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi . Jakarta: Nuhamedika Notoatmodjo, S.2012. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Prawirohardjo, S. 2009. Buku ajar asuhan kebidanan kehamilan. Yogyakarta : Nuha medika Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka Ridwan (2008). Usia. diakses pada tanggal 20 maret 2013 dari http//:www.usia kehamilan.blogspot.com Saifuddin, A, B. 2009. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : Bina Pustaka Saifuddin, A, B. 2010. Ilmu kebidanan,edisi 4. Jakarta : Bina Pustaka Satrawinata, dkk. 2004. obstetri patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan Plus Contoh Asuhan Kebidanan. Yogjakarta: Nuhamedika Varney.(2002). Ilmu kebidanan. Surakarta: UNIMUS Wiknjosatro, Hanifa (2006). Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga cetakan kedelapan. Jakarta : yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo Yeyeh, Ai Rukiyah. 2010. Asuhan Kebidanan IV Patologi. Jakarta: TIM
37
PROPOSAL SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADI OLEH :
YESI SUSANTI NPM. 1626040150.P
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN SEKOLAHTINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU 2017
38
BERITA ACARA BIMBINGAN PROPOSAL SKRIPSI Nama NPM Prodi Judul Proposal
Pembimbing I
No.
Tanggal
: : : :
YESI SUSANTI 1626040150.P D IV Kebidanan Hubungan Antara Usia dan Paritas dengan Kejadian PEB diRuang C1 Kebidanan RSUD Dr. M Yunus Bengkulu : Dr. H. BuyungKeraman, M.Kes Materi (BAB)
Keterangan
Paraf Pembimbing Pembimbing I
Bengkulu, 2017 Pembimbing I
Dr. H. BuyungKeraman, M.Kes