A. Kontrol fisiologis sistem kardiovaskular Sistem kardiovaskular berawal di jantung, sebuah pompa berotot yang berdenyut secara ritmis dan berulang 60-100 kali per menit. Setiap denyut den yut menyebabkan darah mengalir dari jantung, ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena. (Farlex, 2010) Sistem kardiovaskular memerlukan banyak mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespon seluruh aktivitas tubuh, salah satunya adalah mekanisme meningkatkan suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, maka aliran darah tersebut lebih banyak diarahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berguna untuk memelihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri. (Guyton & Hall, 1997) B. Curah jantung Tubuh manusia mempunyai berbagai mekanisme control regulasi yang digunakan untuk meningkatkan supali darah secara aktif ke jaringan dengan cara meningkatkan curah jantung (cardiac output). Pengaturan curah jantung bergantung dari hasil kali denyut jantung (heart rate) dan volume sekuncup (stroke volume). Curah jantung orang dewasa adalah antara 4,5-8 liter per menit. Peningkatan curah jantung dapat terjadi karena adanya peningkatan denyut jantung dan atau volume s ekuncup. Kerja curah jantung dapat di kontrol melalui 3 hal, yaitu 1. Kontrol intrinsik curah jantung Curah jantung dapat meningkat atau menurun akibat gaya-gaya yang bekerja secara intrinsik di jantung. Control intrinsik curah jantung ditentukan oleh panjang serat-serat otot jantung. Apabila serat otot-otot jantung direnggangkan sampai batas tertentu, maka kontraktilitas atau kemampuan jantung untuk memompa akan meningkat. Peningkatan kontraktilitas akan membuat meningkatnya kekuatan setiap denyut sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan curah jantung. Penurunan peregangan serat-serat otot menyebabkan kontraktilitas menurun dan kekuatan pada setiap denyutan berkurang, sehingga volume sekuncup berkurang dan dapat terjadi penurunan curah jantung. (Guyton & Hall, 1997) 2. Kontrol saraf terhadap curah jantung Kecepatan denyut jantung maupun volume sekuncup dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis dan para simpatis. Saraf aferen dari dari saraf glosofaringeal dan saraf vagus membawa pesan dari reseptor sensori di sinus karotikus dan arkus aorta menuju ke medulla oblongata sebagai pusat regulasi jantung. Saraf simpatis dan parasimpatis keluar dari batang otak kemudian memberikan stimulus pada jantung dan melakukan fungsi regulasi saraf simpatis yang lain. (Guyton & Hall, 1997) Saraf simpatis berjalan di dalam traktus saraf spinalis torakalis menuju korteks adrenal untuk melepaskan neurotransmister nonepinefrin, kemudian dilimpahkan ke sirkulasi guna membantu aksi regulasi jantung ke nodus SA. Nonepinefrin berikatan dengan reseptor spesifik yang terdapat di sel-sel nodus SA. Setelah berikatan, terjadi pengaktifan sistem perantara kedua yang menyebabkan peningkatan kecepatan lepas muatan nodus dan peningkatan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung akan menurun apabila pengaktifan saraf simpatis dan pelepasan nonepinefrin berkurang. Peningkatan atau penurunan kecepatan denyut jantung disebut evek kronotropik positif atau negative. Saraf simpatis juga mempersarafi sel-sel seluruh miokardium yang menyebabkan terjadinya peningkatan gaya dari setiap interaksi pada tiap panjang serat otot tertentu. Hal ini menyebabkan peningkatan pada nodus AV yang disebut efek inotropik positif. Saraf parasimpatis berjalan ke nodus SA dan ke seluruh jantung melalui saraf vagus. Saraf parasimpatis melepaskan neurotransmitter asetikolin yang memperlambat kecepatan depolarisasi nodus sa, sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut jantung yang disebut efek kronotropik negative. Perangsangan parasimpatis kebagian-bagian miokardium lainnya tampaknya menurunkan kontraktilitas dan volume sekuncup yang menghasilkan suatu efek inotropik negative. (Marieb dan Branstrom, 1996) 3. Kontrol hormon terhadap curah jantung Medula adrenal adalah suatu perluasan sistem saraf simpatis. Pada perangsangan simpatis, medulla melepaskan norepinefrin ke dalam sirkulasi. Hormone-hormon ini mencapai jantung dan menimbulkan respons kronotropik dan inotropik positif. (Guyton & Hall , 1997) C. Mekanisme kontrol terhadap denyut jantung
Denyut jantung (heart rate) normalnya berkisar 70 kali per menit. Denyutan jantung ini dikontrol sendiri dari dalam jantung melalui mekanisme regulasi dari SA node, AV node, dan sistem purkinye. Dalam keadaan normal, regulasi denyut jantung dapat juga mendapat respons dari saraf simpatis dan saraf parasimpatis melalui saraf ototnom. Mekanisme yang terjadi adalah saraf simpatis akan meningkatkan denyut jantung, sedangkan stimulasi saraf parasimpatis menghambat meningkatnya denyut jantung melalui nervus vagus. (Guyton & Hall, 1997) D. Refleks-refleks kardiovaskuler Ada empat refleks utama yang menjadi media sistem saraf otonom untuk meregulasi denyut jantung. Reflex-refleks tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Refleks baroreseptor Refleks baroreseptor merupakan refleks paling utama dalam menentukan kontrol regulasi dari denyut jantung dan tekanan darah. Baroresaptor (mekanoreseptor) sensitif terhadap perubahan tekanan dan regangan arteri. Baroreseptor menerima rangsangan dari peregangan atau tekanan yang berlokasi di arkus aorta dan sinus karotikus. Reseptor ini dirangsang oleh distensi dan peregangan dinding aorta atau arteri karotis. Pada saat tekanan darah meningkat dan arteri menegang, reseptor-reseptor ini dengan cepat mengirim impulsnya ke pusat vasomotor, selanjutnya terjadi penghambatan pusat vasomotor yang mengakibatkan vasodilitasi tidak hanya terjadi pada arteriol, tetapi juga pada vena dan menurunkan tekanan darah. Dilatasi arteriol menurunkan tahanan perifer dan dilatasi vena menyebabkan darah menumpuk pada vena, sehingga mengurangi aliran balik ( venous return ) yang menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Impuls aferen dari baroreseptor juga mencapai pusat jantung yang akan merangsang aktivitas parasimpatis dan mengahambat pusat simpatis (kardioakselerator), sehingga menyebabkan penurunan denyut dan daya kontraksi jantung. Sebaliknya, penurunan tekanan arteri rata-rata menyebabkan refleks vasokonstriksi dan meningkatkan curah jantung. Dengan demikian, tekanan darah meningkat. Fungsi reaksi cepat dari baroreseptor adalah melindungi siklus selama fase akut terhadap perubahan tekanan darah. (Marieb dan Branstrom, 1996) 2. Refleks kemoreseptor Refleks kemoreseptor sangat dipengaruhi oleh respons dari beberapa alamen berikut ini. (a) Perubahan tekanan parsial oksigen dalam arteri (PAO 2). (b) Perubahan tekanan parsial karbondiksida (PACO 2). (c) Perubahan konsentasi serum ion hydrogen (pH). (Marieb dan Branstrom, 1996) Apabila kandungan oksigen atau ph darah turun atau kadar karbondioksida dalam darah meningkat, maka kemoreseptor yang ada di arkus aorta dan pembuluh-pembuluh darah besar di leher mengirim impuls ke pusat vasomotor dan terjadilah vasokonstriksi. (Marieb dan Branstrom, 1996) Reseptor yang paling berperan adalah reseptor yang berlokasi di karotis dan badan aorta, yang lokasinya berdekatan denan baroreseptor pada sinus karotis dan arkus aorta. Selanjutnya peningkatan tekanan darah membantu mempercepat darah kembali ke jantung dan paru-paru. (Marieb dan Branstrom, 1996) 3. Refleks bainbrige Adanya refleks bainbrige adalah untuk meningkatkan denyut jantung akibat respons dari peningkatan venous return. Lokasi reseptor ini terletak di vena kava. Ketika reseptor ini mengalami peregangan akibat stimulasi dari peningkatan volume darah, maka saraf eferen akan meningkatkan denyutan kemudian mentransmisikan impuls ke pusat pengatur kardiovaskular di medulla. Pusat pengatur ini akan merespons dengan meningkatkan saraf simpatis eferen agar terjadi peningkatan denyut jantung dan peningkatan curah jantung. Adanya mekanisme refleks ini mengatur frekuensi jantung dan bertujuan agar seluruh isi pompa jantung dapat dikembalikan secara sempurna menuju ke jantung. (Marieb dan Branstrom, 1996) 4. Refleks pernapasan Refleks pernapasan dengan nama lain sinus aritmia merupakan fenomena fisiologis yang normal. Adanya fluktuasi yang normal dari denyut jantung terjadi bersamaan dengan fase-fase pernapasan. (Marieb dan Branstrom, 1996) E. Kontrol terhadap venous return Regulasi (pengaturan) aliran balik jantung untuk mengisi selama fase diastole merupakan konsekuensi efek dari curah jantung. Pengisian diastole yang disebut end-diastolic volume akan terjadi pada setiap
pengeluaran volume sekuncup. Tingkat pengisian dari aliran balik tersebut berhubungan dengan 2 faktor, yaitu tekanan vena dan jumlah darah. 1. Tekanan vena Kembalinya darah ke jantung disebabkan adanya tekanan gradient. Ketika darah dipompa oleh jantung, tekanan arteri berkisar 120 mmHg saat sistolik dan 70 mmHg pada saat diastolik. Tekanan ini turun bersamaan dengan pergerakan darah keluar menuju arteri, kapiler dan venula. Tekanan venula sebanyak 12-18 mmHg akan menurun secara bertahap menuju vena-vena besar di luar rongga toraks sekitar 5,5 mmHg, dan saat masuk ke atrium kanan ( central venous pressure) tekanan rata-rata menjadi 4,6 mmHg. (Guyton & Hall, 1997) 2. Jumlah darah Ketika volume darah sudah berkurang seperti yang terjadi pada syok akibat pendarahan, tekanan vena akan menurun dan aliran balik ke jantung menjadi tidak adekuat. Kompensasi respons yang terjadi meliputi meningkatnya suara vena (venous tone) dan menurunnya kapasitas sistem vaskular. Hasilnya terjadi peningkatan tekanan vena dan meningkatnya aliran balik ke jantung. Pada syok kardiogenik, ketika terjadi kegagalan ventrikel kiri untuk melakukan curah jantung, mekanisme humoral dan ginjal (aldosteron dan angiotensin) akan memelihara garam dan air serta memperluas sirkulasi volume darah untuk mencoba untuk menaikkan tekanan vena dan aliran balik. Ketika syok kardiogenik bertambah parah, tekanan vena menjadi begitu tinggi dan sistem tidak mampu lagi melakukan kompensasi, karena tinggi tekanan vena tidak lagi meningkatkan curah jantung, tetapi benar-benar menyebabkan gejala dari gagal jantung kongestif. (Guyton & Hall, 1997) F. Regulasi tekanan darah Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung, tekanan pembuluh darah perifer, dan volume/aliran darah. Faktor-faktor yang meregulasi(mengatur) tekanan darah bekerja untuk periode jangka pendek dan jangka panjang. 1. Regulasi jangka pendek Regulasi jangka pendek diatur oleh sistem persarafan dan peranan pusat vasomotor seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. Umumnya control system persarafan terhadap tekanan darah melibatkan baroreseptor dan serabut-serabut aferennya, pusat vasomotor, dan serabut vasomotor di medulla oblongata dan otot polos pembuluh darah (Guyton & Hall, 1997). A. Sistem persyarafan Tujuan utamanya seperti yang dijelaskan di bawah ini. (1) Memengaruhi distribusi darah sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhanbagian tubuh yang lebih spesifik. (2) Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat dengan memengaruhi diameter pembuluh darah. Sedikit perubahan pada diameter pembuluh darah menyebabkan perubahan yang bermakna pada tekanan darah. Penurunan volume darah menyebabkan konstriksi pembuluh darah seluruh tubuh, kecuali pembuluh darah yang memperdarahi jantung dan otak, tujuannya adalah untuk mengalirkan darah ke organ-organ vital sebanyak mungkin (Guyton & Hall, 1997). B. Peranan pusat vasomotor Umumnya kontrol sistem persarafan terhadap tekanan darah melibatkan Baroreseptor dan serabut-serabut aferennya, pusat vasomotor di medulla oblongata, serta serabut-serabut vasomotor dan otot polospembuluh darah. Kemoreseptor dan pusat kontrol tertinggi di otak juga memengaruhi mekanisme kontrol saraf. Pusat vasomotor yang memengaruhi diameter pembuluh adalah pusat vasomotor yang merupakan kumpulan serabut saraf simpatis. Pusat vasomotor dan kardiovaskular akan bersam-sama meregulasi tekanan darah dengan memengaruhi curah jantung dan diameter pembuluh darah. Pusat vasomotor mengirim impuls secara tetap melalui serabut eferen saraf simpatis (serabut motorik) yang keluar dari medulla spinalis pada segmen t1 sampai l2, kemudian masuk menuju otot polos pembuluh darah, dan yang terpenting adalah pembuluh darah arteriol. Akibatnya pembuluh darah arteriol hamper selalu dalam keadaan konstriksi sedang yang disebut dengan tonus vasomotor. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan vasokonstriksi menyeluruh dan meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya, penurunan aktivitas simpatis memungkinkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan menyebabkan penurunan tekanan darah sampai pada nilai basal. Umumnya serabut vasomotor mengeluarkan epinefrin yang merupakan vasokonstriktor kuat. Akan tetapi, pada otot rangka beberapa serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah (Ganong, 2005)
Aktivitas vasomotor dimodifikasi oleh adanya informasi dan komponen berikut ini. (1) Baroreseptor (mekanoreseptor) sensitive terhadap perubahan tekanan dan regangan arteri. (2) Kemoreseptor, yaitu reseptor yang berespons terhadap perubahankadar oksigen, karbondioksida, dan hydrogen dalam darah. (3) Pusat otat tertinggi (hipotalamus dan serebrum) dan juga hormonhormon tertentu serta kimia darah lainnya. (Guyton & Hall, 1997). 2. Regulasi jangka panjang Regulasi jangka panjang lebih banyak ditentukan oleh regulasi ginjal. Ginjal mempertahankan homeostatis tekanan darah dengan meregulasi volume darah. Seperti diketahui volume bahwa volume darah merupakan vaktor penentu utama dari curah jantung (melalui pengaruhnya terhadap tekanan vena, aliran balik, volume akhir diastole, dan volume sekuncup). Ginjal bekerja, baik langsung maupun tidak langsung dalam regulasi tekanan arteri dan bekerja untuk mekanisme jangka panjang dalam mengotrol tekanan darah. Pada keadaan demikian, ginjal tidak mampu untuk memproses lebih cepat terhadap hasil filtrasi( filtrate ). Dengan demikian, akan lebih banyak cairan yang meninggalkan tubuh lewat urine. Akibatnya, volume darah akan menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Sebaliknya, saat tekanan darah atau volume darah menurun, maka air akan ditahan dan kembali kesistem aliran darah. Pada saat tekanan arteri menurun, sel khusus pada ginjal mengeluarkan enzim renin kedalam darah. Renin ini akan memicu serial reaksi anzimatika yang akan memprodiksi angiotensin ii, suatu vasokonstriktor kuat yang meningkatkan tekanan darah sistemik, meningkatkan kecepatan aliran darah ke ginjal sehingga perfusi ginjal meningkat. Angiotensin ii juga merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan aldesteron, suatu hormone yang mempercepat absorsi garam dan air. Selanjutnya meningkatkan tekanan darah. Mekanisme pengaruh ginjal secara tidak langsung melibatkan mekanisme renin angiotensin. (Ganong, 2005)
D A F TA R P U S TA K A Ganong W.F. 2005. Review of medical physiology. 22nd ed. Singapore : Mc Graw Hill. p. 192-201. Guyton A.C., Hall J.E. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC Heart-regulation of heart; 2010. Diunduh dari http://science.jrank.org/pages/3246/heart-regulationheart.html pada tanggal 14 November 2017 Marieb, E.N., Branstrom, M.J. (1996). Interactive Physiology: Cardiovascular System. A.D.A.M. and Benjamin/Cuminings Publishing Company, Inc. Texas heart institute; 2010. Diunduh dari: http://www.texasheart.org/hic/anatomy/head.cfm pada tanggal 14 November 2017 The free dictionary by farlex; 2010. Diunduh dari http://medicaldictionary.thefreedictionary.com/carotid+sinus+massage pada tanggal 14 November 2017