REFERAT GAMBARAN RADIOLOGI PADA UROLITHIASIS
DISUSUN OLEH A’in Fitrah Aulia Nur
1102014008
PEMBIMBING dr. Tektona Fitri, Sp. Rad
KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI PERIODE 16 APRIL 2018 - 6 MEI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2018
BAB I PENDAHULUAN
Di Indonesia, penyakit batu saluran kemih ( urolithiasis) masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. angka kejadian urolithiasis semakin meningkat setiap tahunnya pada tahun 2005 sebesar 35,4% menjadi 39,1 % pada tahun 2006 dan ada kemungkinan akan meningkat sekitar 30-40% dalam jangka waktu 5 tahun. 1 Dari data luar negeri, didapatkan bahwa resiko pembentukan batu sepanjang hidup ( life time risk ) dilaporkan dilaporkan berkisar 5-10% dengan perbandingan laki-laki lebih sering dibandingkan wanita (3:1). 2 Pembentukan batu ginjal pada bagian atas yaitu ginjal dan ureter merupakan penyakit yang umum terjadi pada sebagian seba gian pasien dengan batu ginjal dan insiden ini terjadi karena banyak mengkonsumsi kalsium dan protein hewani. 1 Untuk menentukan diagnosis batu saluran kemih, dapat dilakukan pemeriksaan analisa urin. Adanya batu kandung kemih dapat memberikan hasil positif untuk pemeriksaan nitrit, leukosit esterase, dan darah. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan darah untuk mengevaluasi fungsi ginjal serta adanya peningkatan leukosit pada kasus sumbatan akibat akibat batu dan infeksi. 3 Pemeriksaan radiologis sangat membantu diagnosis batu saluran kemih. Pencitraan yang dapat digunakan meliputi Computed Tomography, Blass Nier Overzicht (BNO) dan Ultrasound. Foto polos BNO dapat mendeteksi sekitar 6070% batu, sedangkan BNO-IVP memiliki tingkat sensitifitas deteksi batu sebesar 98%.4 Gambaran hasil expertise diperlukan untuk diagnosis dan tatalaksana batu yang akurat. Seringkali, satu pemeriksaan saja tidak cukup, sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan.
2
BAB II PEMBAHASAN 1. Anatomi Tractus Urinarius 1.1 Renal
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi columna vertebralis, di bawah liver dan limphe. Di bagian superior ginjal terdapat adrenal
gland
(juga
disebut kelenjar
suprarenal).
Ginjal
bersifat
retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritonium yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan. goncangan. 5
Gambar 1. Anatomi Ginjal7
3
Gambar 2. Gambaran ginjal normal dengan IVP8
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga keduabelas, sedangkan ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Pada orang dewasa, panjang ginjal sekitar 12-13 cm, lebarnya 6 cm, tebal 2,5 cm dan beratnya ± 140 gram ( pria=150 – 170 gram, wanita = 115-155 gram) . 5 Ren mempunyai selubung sebagai berikut: 1. Capsula fibrosa, meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ren.
4
2. Capsula adiposa, meliputi capsula fibrosa 3. Fascia renalis, merupakan kondensasi jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa serta meliputi ren dan glandula suprarenalis. Di lateral, fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia transversalis. 4. Corpus adiposum pararenale, terletak di luar fascia renalis dan sering didapatkan dalam jumlah besar. Corpus adiposum pararenale membentuk sebagian lemak retroperitoneal. Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu Korteks dan medula. 5 1. Korteks : bagian luar dari ginjal 2. Medula : Bagian dalam dari ginjal 3. Piramid : Medula yang terbagi-bagi menjadi baji segitiga 4. Kolumna Bertini ; Bagian korteks yang mengelilingi piramid. 5. Papilaris berlini : Papila dari tiap piramid yang terbentuk dari persatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul. 6. Pelvis: Reservoar utama sistem pengumpulan ginjal. 7. Kaliks minor: bagian ujung pelvis berbentuk seperti cawan yang mengalami penyempitan karena adanya duktus papilaris yang masuk ke bagian pelvis ginjal. 8. Kaliks mayor: Kumpulan dari beberapa kaliks minor. Vaskularisasi Ginjal Medula
Cortex
Aorta abdominalis
A. Efferen
↓
↓
A.
renalis
Dextra
&
V. Interlobularis
sinistra ↓ A.
Segmentalis
↓ (A.
V. Arquata
Lobaris) ↓ A. Interlobaris
↓ V. Interlobaris
5
↓
↓
A. Arquata
V. V. Segmentalis (V. Lobaris)
↓
↓
A. Interlobularis
V. Renalis Dextra & sinistra
↓
↓
A. afferen
V. Cava Superior
↓
↓
Cortex renalis ke
dalam
Atrium Dextra
glomerulus
(capsula bowman) ↓ Filtrasi darah
PELVIS
Berbentuk corong dan keluar dari ginjal melalui hillus renalis dan menerima dari calix major. 5 1.2 Ureter
Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara 10 sampai 12 inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm sampai 1 cm. Ureter terdiri atas dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter terdiri dari 2 bagian yaitu pars abdominalis pada cavum abdominalis dan pars pelvica pada rongga panggul (pelvis). Pars abdominalis berubah menjadi pars pelvica setelah menyilang melewati arteri illiaca communis. Ureter berfungsi untuk menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih. Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Jalan ureter pada pria dan wanita berbeda terutama pada daerah pelvis karena ada alat-alat yang berbeda pada panggul. Pada pria ureter menyilang superficial didekat
6
ujungnya didekat duktus deferen, sedangkan wanita ureter lewat diatas fornix lateral vagina namun dibawah lig. Cardinal atau A. Uterina. 5
Gambar 3. Ureter 8
7
Gambar 4. Ureter 9 Pada ureter terdapat 3 daerah penyempitan anatomis, yaitu : 1.
Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal pelvis sampai bagian ureter yang mengecil
2.
Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh darah arteri iliaka
3.
Vesikouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam vesika urinaria (kandung kemih). 5
8
Gambar 5. MRI Ureter 9 Coronal thick-slab maximum intensity projection image from T1weighted magnetic resonance urogram performed after the administration of intravenous (IV) contrast media. IV furosemide was administered to optimize ureteral opacification. 1.3 Vesica Urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh
melalui
mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria ketika tidak sedang terisi oleh urin (kosong) memiliki bagian : 9
1. Fundus vesicae : sisi berbentuk segitiga dan menghadap ke caudodorsal, berhadapan dengan rectum. Pada pria dipisahkan dari rectum oleh fascia rectovesicalis yang meliputi vesicular seminalis dan ampulla ductus deferens. Sedangkan pada wanita dipisahkan dari rectum oleh fornix, portio supravaginalis. 2. Apex / vertex vesicae : terdapat plica umbilicalis mediana dan lig. Umbilicale mediana. 3. Facies Superior : sisi berbentuk segitiga yang dibatasi oleh margo lateral di kedua sisi lateralnya dan margo posterior di bagian dorsalnya. Terdapat fossa paravesicalis (lekukan peritoneum di sebelah lateral margo lateral). Pada pria menghadap colon sigmoid dan lengkung ileum. Sedangkan pada wanita menghadap corpus uteri. 4. Facies Inferior : diliputi oleh fascia endopelvina. Terbagi atas 2 daerah : a. Area prostatica : berhadapan langsung dengan prostat. Merupakan tempat keluarnya urethra. b. Facies inferolateral : dipisahkan dari sympisis pubis dan corpus os. Pubis oleh spatium retropubica / cavum retzii 5. Cervix Vesicae / Collum vesicae : merupakan tempat bertemunya keduafacies inferolateral. Pada pria menerus pada prostat. Sedangkan pada wanita terletak di cranial m.pubococcygeus 6. Angulus posterosuperior : merupakan tempat bertemunya margo lateral dan margo posterior. Merupakan tempat masuknya ureter. 5
10
Gambar 6. Vesica Urinaria8 Vesica urinaria ketika penuh terisi oleh urinakan berbentuk oval dan memiliki bagian : 1. Facies Posterosuperior :
bagian ini diliputi oleh peritoneum parietal.
Padapria dipisahkan dari rectum oleh excavatio retrovesicalis. Sedangkan padawanita dipisahkan dari rectum oleh excavation vesicouterina, portio supravaginalis cervicis uteri, fornix anterior vagina. 2. Facies Anteroinferior : bagian ini tidak diliputi oleh peritoneum parietal. 3. Facies Lateralis : bagian ini tidak diliputi oleh peritoneum parietal. 5
11
Gambar 7. Arteriogram Vesica urinaria7 Pada bagian dalam dari Vesica Urinaria terdapat sebuah area yang disebut dengan Trigonum Vesicae. Trigonum Vesicae ini dibentuk oleh sepasang ostium ureteris (lubang tempat masuknya ureter ke dalam Vesica Urinaria) dan ostium urethra internum (OUI) serta plica interureterica. Pada pria trigonum Vesicae ini akan terfiksasi pada prostat. Sedangkan pada wanita akan terfiksasi pada dinding anterior vagina. Mucosa pada trigonum Vesicae ini akan melekat erat pada m. Trigonalis. 5
12
Gambar 8. Intravenous Contrast Studies Kidney Ureter Bladder 7
13
1.4 Urethra
1. Saluran terakhir dari sistem urinarius 2. Mulai dari orificium urethra internum sampai orificium urethra externum 3. Pada laki-laki lebih panjang dari perempuan (L=18-20 cm, P=3-4 cm) 5
Urethra Masculina
Gambar 9 Urethra Masculina10
A. Urethra pars prostatica Urethra pars prostatica ini terletak di dalam Prostat. Urethra pars prostatica memiliki panjang sekitar 3 cm. Di dalam prostat, urethra menerima sepasang ductus ejaculatorius yang merupakan penyatuan antara ductus ekskretorius dan ductus vesicular seminalis. Selain itu, urethra pars prostatica juga mendapatkan muara dari ductus-ductus dari kelenjar prostat itu sendiri. B. Urethra pars membranosa
14
Urethra pars membranosa merupakan bagian urethra yang paling pendek (1-2cm) dan juga paling sempit. Urethra pars membranosa terbentang dari apex prostat sampai ke bulbus penis. Urethra pars membranosa terletak di dalam diaphragma pelvis (diaphragma urogenitalia). Urethra bagian ini berdinding tipis dan dikelilingi oleh m. sfingter urethra externa dan merupakan bagian yang mudah robek saat dilakukan kateterisasi urin. C. Urethra pars spongiosa Urethra pars spongiosa merupakan bagian urethra yang terpanjang (15 cm) terletak di dalam bulbus penis, corpus spongiosum dan glans penis.Urethra pars spongiosa juga dimuarai oleh ductus glandula bulbourethralis dan lacuna urethralis yang merupakan muara dari ductus glandula urethralis. Terdapat 2 buah pelebaran yakni fossa intrabulbaris (pelebaran pada bulbus penis) dan fossa navicularis (pelebaran pada glans penis). Urethra pars spongiosa kemudian akan berakhir pada Orificium (ostium) urethra externum (OUE) pada glans penis. 5
Gambar 10. Cystourethrography Urethra
9
Normal male urethral anatomy demonstrated by (A) voiding cystourethrography and by (B) retrograde urethrography.
15
Urethra Feminina
Gambar 11 Vesica Urinaria – Urethra10
Gambar 12. Urethra Feminina Urethra pada wanita hanya berukuran 3,75 - 5cm, berbentuk lurus dan mudah diregangkan. Karena alasan ini pulalah yang menyebabkan wanita sering mengalami Infeksi Saluran Kemih (ISK). Urethra akan berakhir pada Orificium (Ostium) Urethra Externum (OUE) pada vestibulum vagina.5
16
2. Urolithiasis 2.1 Definisi Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu
terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin. Pembentukan batu dapat terjadi ketika tingginya konsentrasi kristal urin yang membentuk batu seperti zat kalsium, oksalat, asam urat dan/atau zat yang menghambat pembentukan batu (sitrat) yang rendah. Urolithiasis merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan sen yawa tertentu.12,45 Penyebab terjadinya urolithiasis secara teoritis dapat terjadi atau terbentuk diseluruh salurah kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urin) antara lain yaitu sistem kalises ginjal atau buli buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesiko kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH), striktur dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. 12
2.2 Etiologi
1) Teori Nukleasi Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu yang membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari senyawa jenuh yang lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi sehingga pada urin dengan kepekatan tinggi lebih beresiko untuk terbentuknya batu karena mudah sekali untuk terjadi kristalisasi. 12 2) Teori Matriks Batu Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan partikel pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali terbentuk matriks yang merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu. 12 3) Teori Inhibisi yang Berkurang Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor inhibitor (penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem urinaria dan
17
berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah terbentuknya endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat kristalisasi mineral yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan senyawa penghambat tersebut mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat terbentuknya batu ( reduce of crystalize inhibitor ). 12 Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi). 12 Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor antara lain faktor endogen seperti hiperkalsemia, hiperkasiuria, pH urin yang bersifat asam maupun basa dan kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolak belakang dengan keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh dapat merangsang pembentukan batu, sedangkan faktor eksogen seperti kurang minum atau kurang mengkonsumsi air mengakibatkan terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat ketidakseimbangan cairan yang masuk, tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyaknya pengeluaran keringat, yang akan mempermudah pengurangan produksi urin dan mempermudah terbentuknya batu, dan makanan yang mengandung purin yang tinggi, kolesterol dan kalsium yang berpengaruh pada terbentuknya batu. 12
2.3 Klasifikasi 2.3.1
Jenis Batu
Batu saluran kemih dapat diklasifikasikan menurut ukuran, lokasi, dan karakteristik batu pada pemeriksaan X-ray. 2 2.3.1.1 Ukuran batu Ukuran batu biasanya diberikan dalam satu atau dua dimensi, dan dikelompokkan ke dalam ukuran hingga 5, 5-10, 10-20, dan > 20 mm merupakan dengan diameter terbesar. 2 2.3.1.2 Lokasi batu
18
Batu dapat diklasifikasikan menurut posisi anatomis: bagian atas, tengah atau bawah: pelvis ginjal; ureter atas, tengah atau distal; dan kandung kemih. 2 2.3.1.3 Karakteristik Batu
Batu dapat diklasifikasikan berdasarkan penampakan X-ray [ginjal-ureter-kandung kemih (KUB) radiografi] (Sesuai tabel), yang bervariasi sesuai dengan komposisi mineral. Non-contrast-enhanced computed
tomography
(NCCT)
dapat
digunakan
untuk
mengklasifikasikan batu berdasarkan kepadatan, struktur dan komposisi. 2 Tabel 1 Karakteristik X-Ray Batu2 Radiopaque
Poor
Radiolucent
radiopacity
Calcium oxalate
Magnesium
dihydrate
ammonium
Uric acid
phosphate Calcium oxalate
Apatite
Ammonium urate
Cystine
Xanthine
monohydrate Calcium phosphates
2,8-Dihydroxyadenine Drug-stones UAE Guidelines 2016 2.3.2
Komposisi Batu
1. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh batu ginjal. Kandunganya terdiri atas kalsium oksalat, kalsium phospat, maupun campuran dari keduanya. Sebagian besar berpendapat bahwa batu kalsium oksalat awalnya terutama dibentuk oleh agregasi dari kalsium phospat yang ada pada renal calyx epithelium. Konkresi kalsium phospat mengikis urothelium dan kemudian terpapar pada urine dan membentuk suatu nidus/inti batu
19
untuk deposisi kalsium oxalat. Kemudian deposisi kalsium oxalat tumbuh hingga batu tersebut cukup besar untuk menghancurkan urothelial dan kemudian tersebar ke dalam ductus collectivus. 12 Faktor faktor yang mempengaruhi tebentuknya batu kalsium adalah hiperkalsiuri yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250300 mg/24 jam. Selain itu hiperoksaluri dimana eksresi oksalat lebih dari 45 gr per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang banyak mengkonsumsi makanan kaya oksalat seperti soft drink, arbei, jeruk sitrun, teh, kopi, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam. Kadar asam urat melenihih 850 mg/24 jam juga merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu, karna asam urat ini akan berperan sebagai nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. 12 Sitrat dan magnesium dapat berikatan dengan kalsium dan membentuk ikatan yang mudah larut sehingga menghalangi ikatan kalsium
dengan
oksalat.
Sehingga
keadaan
hipositraturia
dan
hipomagnesuria dapat menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu kalsium. 12 2. Batu asam urat
Asam urat adalah hasil metabolisme dari purin. Asam urat 100x lebih larut dalam pH > 6 dibanding pad pH<5,5. Faktor predisposisi terutama adalah suasana asam yang berlebihan dalam tubuh (asidosis) pH< 6, dehydrasi dimana urine < 2 liter/hari. Hasil metabolisme purin ini akan mengalami presipitasi pda tubulus renalis dan menyebabkan batu asam urat. Batu asam urat menempati persentasi sekitar 5-10% dari keseluruhan batu saluran kemih. 75-80 % adalah asam urat murini sisanya adalah campuran dengan kalsium oksalat. Pada pemeriksaan PIV batu ini bersifat radiolusen sehingga tampak sebagai bayangan filling defect dan harus dibedakan dengan bekuan darah dsb. 12 3. Batu struvit
Disebabkan oleh infeksi dari organisme yang memproduksi urease yang mampu metubah urin menjadi suasan basa seperti proteus mirabilis (paling banyak) diikuti oleh Klebsiella, Enterobacter atau
20
Pseudomonas . Suasana basa ini memudahkan magnesium, amonium,
fosfat, karbonat untuk membentuk batu magnesium fosfat dan karbonat apatit. 12 4. Batu cystine
Batu sistin dibentuk pada pasien dengan kelainan kongenital yaitu adanya defek pada gen yang mentransport cystein atau gangguan asbsorbsi sistin pada mukosa usus. 12
Gambar 13 Renal Calculi 13
21
Gambar 14 Bilateral Kidney Stones 14
Gambar 15. Multiple renal stones ultrasound with acoustic shadows. 15
22
Batu ginjal terbentuk pada tubulus ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum , pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari 2 kaliks ginjal atau yang menempati sebagian besar tubulus collecting memberi gambaran menyerupai tanduk rusa dan disebut “ batu staghorn” dan batu yang terdapat pada tempat lain di luar definisi ‘staghorn” dapat disebut “ batu non staghorn”. Batu staghorn dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu partial (sebagian tubulus collectivus) dan complete (seluruh tubulus collectivus). 16 Komposisi tersering batu cetak ginjal adalah kombinasi magnesium amonium fosfat (struvit) dan/ atau kalsium karbonat apatit. Komposisi lain dapat berupa sistin dan asam urat, sedangkan kalsium oksalat dan batu fosfat jarang dijumpai. 16 Komposisi struvite/ kalsium karbonat apatit erat berkaitan dengan infeksi traktus urinarius yang disebabkan oleh organisme spesifik yang memproduksi enzim urease yang menghasilkan amonia dan hidroksida dari urea. Akibatnya, lingkungan urin menjadi alkali dan mengandung konsentrasi amonia yang tinggi, menyebabkan kristalisasi magnesium amonium fosfat (struvit) sehingga menyebabkan batu besar dan bercabang. 16
Faktor-faktor lain turut berperan, termasuk pembentukan biofilm eksopolisakarida dan penggabungan mukoprotein dan senyawa organik menjadi matriks. Kultur dari fragmen di permukaan dan di dalam batu menunjukkan bakteri tinggal di dalam batu, sesuatu yang tidak dijumpai pada jenis batu lainnya. Terjadi infeksi saluran kemih berulang oleh organisme pemecah urea selama batu masih ada. Batu cetak ginjal yang tidak ditangani akan mengakibatkan kerusakan ginjal dan atau sepsis yang dapat mengancam jiwa. Karena itu, pengangkatan seluruh batu merupakan tujuan utama untuk mengeradikasi organisme penyebab, mengatasi obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih lanjut dan infeksi yang menyertainya serta preservasi fungsi ginjal. Meski beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan untuk mensterilkan fragmen struvite sisa dan membatasi
aktivitas
pertumbuhan
batu,
sebagian
besar
penelitian
23
mengindikasikan, fragmen batu sisa dapat tumbuh dan menjadi sumber infeksi traktus urinarius yang berulang. 16 Tatalaksana optimal untuk batu staghorn perlu mempertimbangkan tiga factor utama : a. Beban batu keseluruhan b. Lokasi beban batu (kaliks mana dan berapa banyak kaliks yang terlibat) c. Anatomi sistem pengumpul (misalnya, adakah dilatasi sistem pengumpul)17
Tabel 2 Klasifikasi batu berdasarkan Etiologi2
Non-infection stones •
Calcium oxalate
•
Calcium phosphate
•
Uric acid
Infection stones •
Magnesium ammonium phosphate
•
Carbonate apatite
•
Ammonium urate
Genetic causes •
Cystine
•
Xanthine
•
2,8-dihydroxyadenine
Drug stones UAE Guidelines 2016
Tabel 3 Komposisi Batu2 Chemical name
Mineral name
Chemical formula
Calcium oxalate monohydrate
Whewellite
CaC2O4.H2O
24
Calcium oxalate dihydrate
Wheddelite
CaC2O4.2H2O
Basic calcium phosphate
Apatite
Ca10(PO4)6.(OH)2
Calcium hydroxyl phosphate
Carbonite apatite Ca5(PO3)3(OH)
b-tricalcium phosphate
Whitlockite
Ca3(PO4)2
Carbonate apatite phosphate
Dahllite
Ca5(PO4)3OH
Calcium hydrogen phosphate
Brushite
PO4.2H2O
Calcium carbonate
Aragonite
CaCO3
Octacalcium phosphate
Ca8H2(PO4)6.5H2O
Uric acid
Uricite
C5H4 N4O3
Uric acid dihydrate
Uricite
C5H4O3.2H20
Ammonium urate
NH4C5H3 N4O3
Sodium acid urate monohydrate
NaC5H3 N4O3.H2O
Magnesium
MgNH4PO4.6H2O
ammonium Struvite
phosphate Magnesium
acid
phosphate Newberyite
MgHPO4.3H2O
trihydrate Magnesium
ammonium Dittmarite
MgNH4(PO4).1H2O
phosphate monohydrate Cystine
[SCH2CH(NH2)COOH] 2
Gypsum
Calcium sulphate CaSO4.2H2O dihydrate
Zinc Zn (PO )2.4H O 3 4 2
phosphate tetrahydrate
Xanthine 2,8-Dihydroxyadenine Proteins Cholesterol
25
Calcite Potassium urate Trimagnesium phosphate Melamine Matrix Drug stones
•
Active compounds
crystallising
in
urine •
Substances impairing urine
composition (Section 4.11) Foreign body calculi UAE Guidelines 2016 2.4 Faktor Risiko
Tabel 4 Faktor Risiko 2 General factors
Early onset of urolithiasis (especially children and teenagers) Familial stone formation Brushite-containing stones (CaHPO4.2H 2O) Uric acid and urate-containing stones Infection stones Solitary kidney (the kidney itself does not particularly increase the risk of stone formation, but prevention of stone recurrence is of more importance) Diseases associated with stone formation
Hyperparathyroidism Metabolic syndrome
26
Nephrocalcinosis Polycystic kidney disease (PKD) Gastrointestinal diseases (i.e., jejuno-ileal bypass, intestinal resection, Crohn’s disease, malabsorptive conditions, enteric hyperoxaluria after urinary diversion)
and bariatric surgery [21] Sarcoidosis Spinal cord injury, neurogenic bladder Genetically determined stone formation
Cystinuria (type A, B and AB) Primary hyperoxaluria (PH) Renal tubular acidosis (RTA) type I 2,8-Dihydroxyadeninuria Xanthinuria Lesch-Nyhan syndrome Cystic fibrosis Drugs associated with stone formation Anatomical abnormalities associated with stone formation
Medullary sponge kidney (tubular ectasia) Ureteropelvic junction (UPJ) obstruction Calyceal diverticulum, calyceal cyst Ureteral stricture Vesico-uretero-renal reflux Horseshoe kidney Ureterocele UAE Guidelines 2016 2.4.1
Nefrolithiasis
Batu pada ginjal.
27
Gambar 16 Renal Calculi18
28
2.4.2
Uretherolithiasis
Batu pada ureter.
Gambar 17 Batu Ureter 19
29
2.4.3
Vesicolithiasis
Batu pada buli-buli.
Gambar 18 Bladder Stones 20
30
2.4.4
Urethrolithiasis
Batu pada urethra.
Gambar 19 Batu Urethra dalam Stent Urethra 21
2.5 Patofisiologi
Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urin dan menyebabkan obstruksi, salah satunya adalah statis urin dan menurunnya volume urin akibat dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya urolithiasis. Rendahnya aliran urin adalah gejala abnormal yang umum terjadi, selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya urolithiasis seperti komposisi batu yang beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi penyebab urolithiasis.22 Batu yang terbentuk dari ginjal dan berjalan menuju ureter paling mungkin tersangkut pada satu dari tiga lokasi berikut a) sambungan ureteropelvik ; b) titik ureter menyilang pembuluh darah iliaka dan c) sambungan ureterovesika. Perjalanan batu dari ginjal ke saluran kemih sampai dalam kondisi statis menjadikan modal awal dari pengambilan keputusan untuk tindakan pengangkatan batu. Batu yang masuk pada pelvis akan membentuk pola koligentes yang disebut
31
batu staghorn.22
Faktor Resiko
Pada umumnya urolithiasis terjadi akibat berbagai sebab yang disebut faktor resiko. Terapi dan perubahan gaya hidup merupakan intervensi yang dapat mengubah faktor resiko, namun ada juga faktor resiko yang tidak dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah antara lain: umur atau penuaan, jenis kelamin, riwayat keluarga, penyakit-penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus dan lainlain. 22 1. Jenis Kelamin Pasien dengan urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki 70-81% dibandingkan dengan perempuan 47-60%, salah satu penyebabnya adalah adanya peningkatan kadar hormon testosteron dan penurunan kadar hormon estrogen pada laki-laki dalam pembentukan batu 23. Selain itu, perempuan memiliki faktor inhibitor seperti sitrat secara alami dan pengeluaran kalsium dibandingkan laki- laki. 22 2. Umur Urolithiasis banyak terjadi pada usia dewasa dibanding usia tua, namun bila
dibandingkan dengan usia anak-anak, maka usia tua lebih sering terjadi. Ratarata pasien urolithiasis berumur 19-45 tahun. 24 3. Riwayat Keluarga Pasien
yang
memiliki
riwayat
keluarga
dengan
urolithiasis
ada
kemungkinan membantu dalam proses pembentukan batu saluran kemih pada pasien (25%) hal ini mungkin disebabkan karena adanya peningkatan produksi jumlah mucoprotein pada ginjal atau kandung kemih yang dapat membentuk kristal dan membentuk menjadi batu atau calculi. 22 4. Kebiasaan diet dan obesitas Intake makanan yang tinggi sodium, oksalat yang dapat ditemukan pada teh, kopi instan, minuman soft drink , kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam dapat menjadi penyebab terjadinya batu.25 Selain itu, lemak, protein, gula, karbohidrat yang tidak bersih, ascorbic acid (vitamin C) juga dapat memacu pembentukan batu. 22
32
Peningkatan ukuran atau bentuk tubuh berhubungan dengan resiko urolithiasis, hal ini berhubungan dengan metabolisme tubuh yang tidak
sempurna dan tingginya Body Mass Index (BMI) dan resisten terhadap insulin yang dapat dilihat dengan adanya peningkatan berat badan dimana ini berhubungan dengan penurunan pH urin. 26 5. Faktor lingkungan Faktor yang berhubungan dengan lingkungan seperti letak geografis dan iklim. Beberapa daerah menunjukkan angka kejadian urolithiasis lebih tinggi daripada daerah lain.27 Urolithiasis juga lebih banyak terjadi pada daerah yang bersuhu tinggi dan area yang gersang/ kering dibandingkan dengan tempat/ daerah yang beriklim sedang. 24 Iklim tropis, tempat tinggal yang berdekatan dengan
pantai,
pegunungan,
dapat
menjadi
faktor
resiko
tejadinya
urolithiasis.28
6. Pekerjaan Pekerjaan yang menuntut untuk bekerja di lingkungan yang bersuhu tinggi serta intake cairan yang dibatasi atau terbatas dapat memacu kehilangan banyak cairan dan merupakan resiko terbesar dalam proses pembentukan batu karena adanya penurunan jumlah volume urin. 28 Aktivitas fisik dapat mempengaruhi terjadinya urolithiasis, hal ini ditunjukkan dengan aktivitas fisik yang teratur bisa mengurangi resiko terjadinya batu asam urat, sedangkan aktivitas fisik kurang dari 150 menit per minggu menunjukkan tingginya kejadian renal calculi seperti kalsium oksalat dan asam urat.29 7. Cairan Asupan cairan dikatakan kurang apabila < 1 liter/ hari, kurangnya intake cairan inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya urolithiasis khususnya nefrolithiasis karena hal ini dapat menyebabkan berkurangnya aliran urin/
volume urin. Kemungkinan lain yang menjadi penyebab kurangnya volume urin adalah diare kronik yang mengakibatkan kehilangan banyak cairan dari saluran gastrointestinal dan kehilangan cairan yang berasal dari keringat berlebih atau evaporasi dari paru-paru atau jaringan terbuka. Asupan cairan yang kurang dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan
33
insiden urolithiasis.28 Beberapa penelitian menemukan bahwa mengkonsumsi kopi dan teh secara berlebihan dapat meningkatkan resiko terjadinya urolithiasis. Begitu hal nya dengan alkohol, dari beberapa kasus didapatkan bahwa sebanyak 240 orang menderita batu ginjal karena mengkonsumsi alkohol hal ini disebabkan karena seseorang yang mengkonsumsi alkohol secara berlebih akan banyak kehilangan cairan dalam tubuh dan dapat memicu terjadinya peningkatan sitrat dalam ur in, asam urat dalam urin dan renahnya pH urin. Selain itu, mengkonsumsi minuman ringan (minuman bersoda) dapat meningkatkan terjadinya batu ginjal karena efek dari glukosa dan fruktosa (hasil metabolisme dari gula) yang terkandung dalam minuman bersoda menyebabkan peningkatan oksalat dalam urin.29 8. Co-Morbiditi Hipertensi berhubungan dengan adanya hipositraturia dan hiperoksalauria (Kim, et al., 2011). Hal ini dikuatkan oleh Shamsuddeen, et al., (2013) yang menyatakan bahwa kalsium oksalat (34,8%), asam urat (25%) dan magnesium (42,9%) pada pasien hipertensi dapat menjadi penyebab terjadinya urolithiasis dan pada umumnya diderita pada perempuan (69%). 29 Prevalensi pasien diabetes mellitus yang mengalami urolithiasis meningkat dari tahun 1995 sebesar 4,5% menjadi 8,2% pada tahun 2010. Urolithiasis yang dikarenakan diabetes mellitus terjadi karena adanya resiko peningkatan asam urat dan kalsium oksalat yang membentuk batu melalui berbagai mekanisme patofisiologi. Selain itu, diabetes mellitus juga dapat meningkatkan kadar fosfat (25%) dan magnesium (28,6%) yang menjadi alasan utama terjadinya renal calculi atau urolithiasis pada pasien diabetes mellitus.29 2.6 Diagnosis ANAMNESIS
Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria, hematuria, retensio urin, anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan penyulit berupa demam, dan tanda-tanda gagal ginjal.1
34
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan. 1 Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok Pemeriksan fisik khusus urologi a. Sudut kostovertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal b. Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh c. Genitalia eksterna : teraba batu di uretra d. Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan urin rutin untuk melihat eritrosituri, lekosituria, bakteriuria (nitrit), pH urin dan kultur urin. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, lekosit, ureum dan kreatinin.
1
PENCITRAAN
Diagnosis klinis sebaiknya didukung oleh prosedur pencitraan yang tepat. Standar evaluasi meliputi riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. Pasien dengan batu ureter biasanya datang dengan keluhan nyeri pinggang, muntah, demam, atau asimptomatik. USG digunakan sebagai alat pencitraan primer. USG adalah pemeriksaan yang aman (tanpa radiasi), dapat digunakan berkalikali, serta terjangkau. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi batu di calyx, pelvis, dan pyeloureteric dan vesicoureteric junction (vesica urinaria penuh), juga pasien dengan dilatasi tractus urinarius bagian atas. USG memiliki sensitifitas 45% dan spesifisitas 94% untuk batu ureter dan sensitifitas 45% dan spesifisitas 88% untuk batu ginjal. 1 Pemeriksaan rutin meliputi foto polos perut (KUB) dengan pemeriksaan ultrasonografi
atau
intravenous pyelography
(IVP)
atau
spiral
CT.
Pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut :
35
a. Dengan alergi kontras media b. Dengan level kreatinin serum > 200μmol/L (>2mg/dl) c. Dalam pengobatan metformin d. Dengan myelomatosis Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan meliputi : a. Retrograde atau antegrade pyelography b. Scintigraphy
Gambar 20 Batu Multiple pada USG Renal13
Gambar 21 BNO polos pasien wanita, 55 tahun dengan gambaran batu multiple pada renal dextra (panah merah) dan batu ukuran besar pada renal sinistra (panah putih) setinggi L2-L3 (Courtesy of Karl T. Rew, MD) 13
36
Gambar 22. CT Abdomen Non Kontras 13 Noncontrast CT of the abdomen and pelvis of the same woman showing several of the stones seen in, including a nonobstructing stone in the interpolar region of the right kidney. Because the right ureter is obstructed by a distal stone (not visible on this image), the right kidney is enlarged, with collecting system dilation and perinephric stranding. The large left proximal ureteral stone seen in this image i s only partially obstructing, causing mild dilation in the left kidney collecting system. Several small stones are visible in the left kidney, and the left kidney is somewhat atrophied from chronic obstruction. (Courtesy of Karl T. Rew, MD)
37
Gambar 23. Batu Staghorn Bilateral 13 (From Doherty GM. Current Surgical Diagnosis and Treatment; Figure 40-17, p. 1023. Copyright 2006, McGraw-Hill.) Lebih lanjut akan dibahas pada bagian pemeriksaan radiologi.
2.7 Diagnosis Banding
1. ISK: Pyelonephritis
Pyelonefritis akut merupakan infeksi yang dapat meninggalkan jaringan parut di ginjal. Pyelonephritis akut disebabkan oleh invasi bakteri pada parenkim ginjal yang mencapai ginjal sebagai akibat dari reflux saluran kemih bawah.
38
Gambar 24 Multipel abses pada ginjal kiri Manifestasi klinis: -
Demam
-
Costovertebral angle pain / flank pain
-
Mual muntah
-
Gross hematuria
Manifestasi klasik pielonefritis akut yang diamati pada orang dewasa sering tidak ada pada anak-anak, terutama neonatus dan bayi. Pada anak-anak berusia 2 tahun atau kurang, tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK) yang paling umum adalah sebagai berikut: -
Gagal untuk berkembang
-
Kesulitan makan
-
Demam
-
Muntah
Pasien lansia dapat muncul dengan manifestasi khas pielonefritis, atau mengalami gejala berikut: -
Demam
-
Perubahan status mental
39
Diagnosa Penegakan diagnose pielonefritis biasanya melalui riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan didukung oleh hasil urinalisis. Spesimen urin dapat dikumpulkan melalui metode berikut: -
Clean catch
-
Kateterisasi uretra
-
Aspirasi jarum suprapubik
Urinalisis dapat mencakup hal-hal berikut: 1. Dipstick leukocyte esterase test (LET) - Membantu menyaring pyuria 2. Uji produksi nitrit (NPT) - Untuk menyaring bakteriuria 3. Pemeriksaan untuk hematuria (kasar dan mikroskopis) dan proteinuria Kultur urin diindikasikan pada setiap pasien dengan pielonefritis, apakah dirawat dalam pengaturan rawat inap atau rawat jalan, karena kemungkinan resistensi antibiotik. Studi pencitraan yang dapat digunakan dalam menilai pielonefritis akut termasuk yang berikut: -
Computed tomography (CT) scanning Untuk
mengidentifikasi
perubahan
perfusi
parenkim
ginjal;
perubahan dalam ekskresi kontras, cairan perinefrik, dan penyakit nonrenal; infeksi pembentuk gas; pendarahan; massa inflamasi; dan obstruksi -
Magnetic resonance imaging (MRI) Untuk mendeteksi infeksi ginjal atau massa dan obstruksi kemih, serta untuk mengevaluasi pembuluh darah ginjal
-
Ultrasonografi Untuk mendeteksi pasien dengan abses ginjal, nefritis bakteri fokal akut, dan batu
-
Scintigraphy 40
Untuk mendeteksi kelainan ginjal fokal -
CT dan MR urography Digunakan dalam evaluasi hematuria30
2. BPH
Diagnosis dini BPH sangat penting karena BPH tanpa penanganan dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, kandung kemih atau kerusakan ginjal, batu kandung kemih dan inkontinensia. Membedakan BPH dari penyakit yang lebih serius seperti kanker prostat adalah penting. Tes bervariasi dari pasien ke pasien, tetapi yang berikut ini yang paling umum: -
Urine Flow Study: Selama tes ini, pasien mengosongkan kandung kemihnya dan digunakan alat khusus dapat membantu dokter mendeteksi penurunan aliran urin yang terkait dengan BPH.
-
Pemeriksaan colok dubur
-
Tes darah antigen prostat khusus (PSA): Peningkatan kadar PSA dalam darah kadang-kadang bisa menjadi indikator kanker prostat.
-
Cystoscopy: Dalam pemeriksaan ini, dokter memasukkan tabung tipis dengan cahaya kecil di ujung yang disebut cystoscope melalui pembukaan uretra di penis. Cystoscope memiliki kamera yang memungkinkan dokter memeriksa bagian dalam prostat, saluran uretra, dan kandung kemih.
-
Transrectal ultrasound dan Prostate Biopsy: Ada dua alasan potensial untuk ujian ini: (1) Jika ada kecurigaan untuk kanker prostat, tes ini mungkin direkomendasikan. Dokter menggunakan probe ultrasound untuk mendapatkan gambar dari prostat dan memandu jarum biopsi ke prostat untuk mengangkat jaringan kecil untuk diperiksa di bawah mikroskop. (2) Dokter mungkin hanya ingin mengetahui ukuran yang tepat dari prostat Anda untuk merencanakan operasi prostat untuk BPH. Dalam hal ini, hanya gambar USG yang akan diperoleh; tidak ada jarum yang akan digunakan.
41
-
Ultrasound transabdominal: Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mengukur ukuran prostat dan jumlah urin yang tersisa di kandung kemih setelah buang air kecil.
-
Pencitraan resonansi magnetik prostat (MRI): MRI memberikan pandangan seluruh prostat dengan kontras jaringan lunak yang sangat baik.31
Gambar 25 USG pada BPH32
Gambar 25 BPH33 Indentasi prostat yang membesar dan mengelevasi dasar buli. Ureterovesic al junction displaced membentuk huruf J.
42
3. Polycystic Kidney Disease
Kista ini berasal dari nefron dan tubulus collectivus yang secara genetic diturunkan melalui gen autosom dominan. Pulau-pulau parenkim yang normal terpisah dengan kista. 34
Gambar 26 Foto polos ginjal, ureter dan vesical urinaria dari wanita berusia 50 tahun dengan polycystic kidney disease. Ukuran ginjal membesar dengan kalsifikasi seperti cincin. 34
Gambar 27 Gambaran sonogram ginjal pada pasien dengan polycystic kidney disease dengan kista multiple berbagai ukuran 34
43
Gambar 28 Gambaran sonogram hepar pada pasien dengan polycystic kidney disease dengan kista multiple berbagai ukuran. 29%-73% pasien dengan polycystic kidney disease memiliki kista di hepar. 34
Gambar 29 Fase ekskresi 5 menit (urografi) pada pasien dengan polycystic bilateral. Calyces memanjang, sangat jelas pada ginjal kanan. Ukuran kedua ginjal membesar. 34 Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan pilihan untuk pasien sekaligus screening. Foto polos memiliki keterbatasan terutama pada stadium awal penyakit yang sering memberikan gambaran normal. 34
44
4. Appendicitis
Apendisitis terjadi akibat peradangan akut pada appendix dan merupakan kasus emergensi bedah abdomen yang paling umum. Apendisitis
akut
adalah
penyakit
gastrointestinal
umum
yang
mempengaruhi 5,7-57 / per 100.000 individu setiap tahun, dengan insiden tertinggi pada anak-anak dan remaja. Studi pencitraan pada pasien dengan kecurigaan klinis apendisitis akut dapat mengurangi tingkat apendektomi yang telah dilaporkan sebesar 15%. 35 Diagnosis apendisitis akut biasanya dibuat atas dasar riwayat klinis pasien
dalam
hubungannya
dengan
pemeriksaan
fisik
dan
hasil
laboratorium. Karena tujuan pembedahan adalah untuk beroperasi lebih awal — sebelum apendicitis berkembang menjadi peritonitis — pasien yang datang dengan temuan tipikal menjalani pembedahan segera tanpa evaluasi radiologis. Namun, pencitraan tersebut dianjurkan pada pasien dengan gejala atipikal, yang dapat terjadi pada bayi dan anak kecil, lansia, dan wanita muda (lihat gambar di bawah). 35
Gambar 30 CT scan appendix pada pasien seorang wanita muda dengan apendisitis;. Dari data lab terdapat peningkatan jumlah sel darah putih dan nyeri kuadran kanan atas. Di bagian kiri, terdapat cairan pericholecystic dan cairan bebas di paracolic kanan, yang disebabkan oleh apendisitis retrocecal. Di sebelah kanan, apendiks, yang diamati pada bagian aksial, memiliki diameter yang meningkat dan dinding yang menebal. 35 Menurut American College of Radiology, computed tomography adalah studi pencitraan paling akurat untuk mengevaluasi dugaan apendisitis akut dan etiologi alternatif nyeri kuadran kanan bawah. Pada
45
anak-anak, USG adalah pemeriksaan awal yang disukai, karena hampir seakurat CT untuk diagnosis apendisitis akut pada populasi ini tanpa menggunakan radiasi pengion. Pada wanita hamil, USG lebih disukai pada awalnya, dengan MRI sebagai pemeriksaan pencitraan kedua pada kasus yang tidak meyakinkan. Dalam tinjauan retrospektif MRI pada 42 pasien hamil untuk mendeteksi apendisitis akut, akurasi adalah 88,1%, sensiti vitas 60%, spesifisitas 91,9%, nilai prediksi positif 50%, dan nilai prediksi negatif 94,4%.35
Gambar 31 Apendisitis supuratif akut pada anak laki-la ki berusia 15 tahun; contrast-enhanced, fat-suppressed, T1-weighted, spin-echo coronal magnetic resonance image. Tampak penebalan pada appendix yang mengalami inflamasi dengan pericecal enhancement. 35 5. Hydronephrosis
Studi Laboratorium Urinalisis digunakan untuk menilai tanda-tanda infeksi. Pyuria menunjukkan adanya infeksi. Hematuria mikroskopis dapat menunjukkan adanya batu atau tumor. Jumlah sel darah lengkap dapat mengungkapkan leukositosis, yang dapat mengindikasikan infeksi akut. 36 Studi kimia serum dapat mengungkapkan peningkatan kadar BUN dan kreatinin, yang mungkin merupakan hasil hidronefrosis bilateral dan
46
hidroureter. Selain itu, hiperkalemia bisa menjadi kondisi yang mengancam jiwa. 36
Studi Imaging Diagnosis dini obstruksi saluran kemih penting karena sebagian besar kasus dapat diperbaiki dan penundaan terapi dapat menyebabkan cedera ginjal ireversibel. 36 Kateterisasi kandung kemih harus dilakukan awalnya jika ada ala san untuk menduga bahwa obstruksi leher kandung kemih yang mengarah ke retensi urin akut atau kronis dapat hadir. Kemungkinan petunjuk untuk diagnosis ini termasuk nyeri suprapubik, kandung kemih yang teraba, atau gagal ginjal yang tidak dapat dijelaskan pada pria yang lebih tua. 36 Tes radiologi umumnya digunakan untuk menyingkirkan obstruksi pada tingkat ureter atau di atas dengan mendeteksi dilatasi sistem pengumpulan. Penting untuk diingat, oleh karena itu, obstruksi dapat terjadi tanpa dilatasi dalam tiga pengaturan berikut: -
Obstruksi
unilateral
biasanya
dapat
didiagnosis
dengan
ultrasonografi Doppler dupleks, yang mendeteksi peningkatan indeks resistif (refleksi peningkatan vaskular ginjal resistensi) pada yang terkena dibandingkan dengan ginjal kontralateral. -
Tes ini tidak bernilai dengan keterlibatan bilateral karena tidak dapat membedakan obstruksi dari penyakit ginjal intrinsik.
-
Ketika sistem pengumpulan terbungkus oleh tumor retroperitoneal atau fibrosis: Dalam hal ini, hidronefrosis dapat hadir tanpa adanya dilatasi ureter. Ultrasonografi ginjal adalah tes pilihan untuk menyingkirkan
obstruksi saluran kemih, menghindari potensi alergi dan komplikasi toksik dari media radiokontras. Hal ini dapat membantu mendiagnosis hidronefrosis dan menentukan penyebabnya; juga dapat mendeteksi penyebab lain penyakit ginjal seperti penyakit ginjal polikistik. Ultrasound lebih sensitif daripada computed tomography (CT) untuk mendeteksi batu di ureter. Dalam satu penelitian, hidronefrosis pada
47
USG memiliki nilai prediksi positif sebesar 0,77 untuk keberadaan batu ureter dan nilai prediksi negatif 0,71 untuk tidak adanya batu ureter.
Indikasi untuk pemindaian CT termasuk yang berikut: -
Hasil ultrasonografi tidak jelas
-
Ginjal tidak dapat divisualisasikan dengan baik
-
Penyebab obstruksi tidak dapat diidentifikasi
Kombinasi dari film polos abdomen (termasuk potongan tomografi untuk mendeteksi batu radiopak), ultrasonografi, dan, jika perlu, CT scan cukup untuk tujuan diagnostik pada lebih dari 90% kasus.
36
IVP dapat digunakan untuk skrining obstruksi saluran kemih dalam pengaturan berikut: -
Pada pasien dengan batu staghorn atau kista ginjal atau parapelvik multipel, karena hidronefrosis biasanya tidak dapat dibedakan dari kista atau batu dengan ultrasonografi atau CT
-
Ketika CT scan tidak dapat mengidentifikasi tingkat obstruksi
-
Dengan dugaan obstruksi akut karena batu ginjal (atau lebih jarang, untuk masalah lain, seperti papila atau bekuan darah yang terkelupas): Dilatasi sistem pengumpulan mungkin tidak terlihat pada saat ini, tetapi keberadaan dan lokasi batu yang menghalangi dapat diidentifikasi. 36
6. Kidney Cancer (RCC)
Metode pencitraan karsinoma sel ginjal yang paling banyak dipilih adalah computed tomography (CT) ginjal. Dalam kebanyakan kasus, pemeriksaan tunggal ini dapat mendeteksi dan memetakan RCC dan memberikan informasi untuk perencanaan bedah. 37 Karsinoma sel ginjal (RCC) adalah neoplasma ganas ginjal yang paling umum pada orang dewasa. Ini menyumbang sekitar 90% dari tumor ginjal dan 2% dari semua keganasan dewasa. RCC lebih sering terjadi pada pria daripada wanita (rasio 1,6: 1), dan paling sering terjadi pada pasien
48
berusia 55 tahun atau lebih tua (usia rata-rata, 64 tahun). Sekitar 65.160 kasus baru RCC dan 13.680 kematian diperkirakan telah terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2013. Sepertiga hingga sepertiga pasien datang dengan penyakit metastatik. Hanya sekitar 2% dari kasus tumor bilateral yang terlihat pada presentasi. Dalam beberapa tahun terakhir, tumor ditemukan pada tahap awal, mungkin karena peningkatan penggunaan pencitraan medis secara umum (lihat gambar di bawah). 37
Gambar 32. Large renal cell carcinoma. Dela yed intravenous urographic image.37
Gambar 33. Large renal cell carcinoma. Contrast- enhanced computed tomography (CT) scan. 37
49
3. Pemeriksaan Radiologi Urolithiasis 3.1 Foto Polos Abdomen
Gambar 34 . Foto polos abdomen normal 7 A.
URAIAN Pemeriksaan abdomen adalah pembuatan gambaran abdomen secara radiografi konvensional. Tidak ada persiapan pemeriksaan secara khusus hanya benda – benda yang dapat mengganggu gambaran radiograf harus dilepas / disingkirkan. 38
B.
TEKNIK PEMERIKSAAN 13. Proyeksi Antero – Antero – Posterior Posterior ( AP ) Supine a.
Posisikan pasien Berbaring (supine) di atas meja pemeriksaan
50
b.
Posisikan obyek dengan MSP tubuh diposisikan tegak lurus tepat pada pertengahan kaset, kedua bahu sejajar dan berjarak sama terhadap meja pemeriksaan, kedua tangan lurus di samping tubuh. Kaset ditempatkan dengan pusat ( sentral ) setinggi pertengahan krista Iliaca kanan dan kiri. Batas atas kaset pada proc xypoideus, batas bawah kaset pada sympisis pubis.
c.
Atur arah sinar tegak lurus terhadap kaset, dengan Central Point Point ( CP ) pada titik pertengahan garis yang
d.
menghubungkan kedua krista iliaca. Gunakan grid. Eksposi dilakukan pada saat ekspirasi penuh dan tahan nafas.
14. Proyeksi Antero Posterior Posterior (AP) Tegak a.
Posisikan pasien berdiri / duduk membelakangi kaset.
b. Posisikan obyek dengan MSP tubuh diposisikan tepat pada garis tengah kaset, kedua bahu sejajar, kedua tangan lurus disamping tubuh atau dibelakang sambil memegangi kaset.Batas atas kaset sudah berada diatas diafragma, kurang lebih setinggi vertebra thorakal VII.Daerah vesika dapat diabaikan pada posisi ini. c.
Atur arah sinar horisontal tegak lurus terhadap kaset dengan Central Point (CP) pada pertengahan kaset. Gunakan grid . Eksposi pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
15. Proyeksi Left Lateral Decubitus ( LLD ) a. Posisikan pasien Tidur miring ( true lateral ) diatas meja pemeriksaan atau tempat tidur pasien , dengan lengan / sisi kiri tubuh di bawah atau menempel meja pemeriksaan. b. Posisikan obyek dengan Kedua sendi siku fleksi diposisikan di atas kepala, atau tangan kanan sambil memegangi kaset, kedua lutut fleksi, kaset diposisikan di belakang tubuh dengan diafragma masuk kedalam kaset, dengan daerah pelvis hanya separuh/ sebagian yang masuk. c. Atur arah sinar horisontal tegak lurus terhadap kaset, dengan Central Point / titik bidik pada pertengahan kaset. Dengan Gunakan Gunakan grid, eksposi pada saat ekspirasi dan tahan nafas. 38
51
C.
Pemeriksaan ini dikerjakan oleh Radiografer
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu – batu berjenis kalsium oksalat atau kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak / radiolusen. 27 Pada foto polos abdomen pasien harus melepas bajunya dan tidak menggunakan alat – alat yang berbahan logam. Selain itu, pasien harus buang air kecil terlebih dahulu. Pada saat difoto harus terlihat diafragma dan ramus inferior os pubis.39, 40, 41 Pada pasien penderita batu ginjal yang dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen dapat terlihat bentuk dari pelvis renalis yang melebar dengan gambaran radioopak.41
Gambar 35 Terlihat gambaran radioopak membentuk pelvis renalis yang membesar. Menandakan batu pada kalix minor dan kalix mayor . Pada gambaran radiologis disebut dengan Batu Staghorn 13
52
Batu ureter dapat terjadi akibat komplikasi dari ESWL ( Extrashockwave Litotripsy) karena batu dapat turun ke ureter dan tidak bisa keluar. 13
Gambar 36. Terlihat gambaran radioopak setinggi vertebra lumbal 4 menandakan adanya Straintrasse (Stone Street) yaitu batu di ureter 13
Gambar 37 . Terlihat radio – opak di daerah vesica urinaria menandakan adanya batu di vesica urinaria 13
53
3.2 USG
Ultrasonography adalah salah satu imaging diagnostic (pencitraan diagnostik) untuk pemeriksaan alat – alat tubuh, dimana kita dapat melihat bentuk tubuh, ukuran
anatomis,
gerakan,
serta
hubungan
dengan
jaringan
sekitarnya.
Pemeriksaan ini bersifat non invasif, tidak menimbulka rasa sakit, dapat dilakukan dengan cepat, aman, dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi.39 Indikasi pemeriksaan USG Ginjal: 1. Radang pada traktus urinarius atau urinary tract infection 2. Teraba massa pada abdomen dan pinggang 3. Kadar creatinin yang tinggi 4. Sakit yang hebat pada daerah pinggang 5. Kencing darah (hematuria) 6. Jumlah urine berkurang atau sedikit 7. Hydronefrosis Persiapan sebelum pemeriksaan USG
-
Penderita obstipasi sebaiknya diberikan laksatif di malam sebelumnya.
-
Untuk pemeriksaan organ-organ di rongga perut bagian atas, sebaiknya dilakukan dalam keadaan puasa agar tidak menimbulkan gas dalam perut karena akan mengaburkan gambar organ yang diperiksa.
-
Untuk pemeriksaan kandung empedu dianjurkan puasa se kurang-kurangnya 6 jam sebelum pemeriksaan, agar diperoleh dilatasi pasif yang maksimal.
-
Untuk pemeriksaan kebidanan dan daerah pelvis, buli-buli harus dalam keadaan penuh. 39
Prinsip penggunaan USG adalah gelombang suara yang dihasilkan leh transduser akan dipantulkan oleh jaringan yang ada didalam tubuh kita. Frekuensi gelombang suara dihasilkan oleh kristal – kristal yang ada di dalam transduser mencapai 1 -10 MHz (1-10 Juta Hz) sehingga manusia tidak dapat mendengarnya. Gelombang suara yang diterima oleh jaringan di tubuh tersebut akan dipantulkan
54
kembali ke dalam transduser dan diubah menjadi energi listrik oleh suatu efek bernama piezo – electric. Energi listrik tersebut akan diperlihatkan kedalam bentuk cahaya pada layar osiloskop. Masing – masing jaringan tubuh mempunyai impendance acustic tertentu. Jaringan yang heterogen akan ditimbulkan bermacam
– macam eko disebut echogenic . Sedangkan, jaringan yang homogeny hanya sedikit sekali atau sama sekali tidak ada eko, disebut dengan anechoic atau echofree. 39
Pada USG ginjal, sonic window yang digunakan adalah otot perut belakang dan posterolateral dan celah iga. Pada ginjal kanan, hepar juga bisa digunakan sonic window sedangkan pada ginjal kiri, lambung yang berisi air bisa digunakan sebagai sonic window. 39
Pada pemeriksaan USG ginjal, batu ginjal tampak sebagai suatu opasitas dengan reflektif yang tinggi di daerah sinus renalis, yang disertai dengan acoustic shadow di distalnya. 40
Gambar 38 . Tampak hdironefrosis dengan ureter yang terdesak akibat adanya batu di ureter terminal dengan adanya acoustic shadow13 Acoustic shadow adalah bayangan dibelakang massa yang free echoic akibat
tertutup oleh suatu massa yang mempunyai densitas yang tinggi. 40
55
Gambaran USG pada gambar diatas menunjukan pelvis yang membesar karena hambatan aliran urin akibat adanya nefrolithiasis sehingga terjadi hidronefrosis. Pada batu ureter dapat ditemukan adanya hidroureter akibat adan ya sumbatan pada ureter. Dapat juga ditemukan acoustic shadow dan adanya twinkling artefact .42
Gambar 39. Tampak hiperechoic pada batu di ureter dengan adanya acoustic shadow dan adanya twinkling artefacts42 Twninkling artefact atau color comet tail artefact adalah gambaran pada USG
Doppler akibat adanya gambaran pergerakan yang palsu, biasanya karena gambaran di USG Doppler dengan opasitas yang tinggi, biasanya disebabkan oleh batu. 41
56
Gambar 40 . Hidroureter dengan penebalan dinding akibat inflamasi pada ureter proksimal13 Pada gambar tersebut terdapat pembesaran dari ureter. Pembesaran ini disebabkan oleh stasis urin yang bisa menyebabkan hidroureter. Apabila kondisi ini terus berlanjut maka dapat menyebabkan gagal ginjal. 13 Pasien dengan batu di vesicolithiasis akan menunjukkan hasil dengan opasitas tinggi dengan acoustic shadow dan penebalan dinding dari vesica urinaria akibat dari inflamasi. 13
Gambar 41. Gambaran hiperechoic dengan acoustic shadow pada vesica urinaria menggambarkan batu pada vesica urinaria. 13
57
3.3 BNO – IVP
Indikasi IVP: -
Flank pain
-
Hematuria
-
Frekuensi
-
Dysuria
-
Suspected renal calculus
-
Renal tumor
Kontras yang digunakan -
Conray (Meglumine iothalamat 60%)
-
Urografin 60 (76mg%)
-
Urografin 60-70%
Resiko pemeriksaan -
Resiko paparan radiasi sangat rendah
-
Paparan radiasi saat kehamilan dapat menyebabkan kecacatan
-
Dapat menyebabkan alergi terhadap kontras
-
Dapat menyebabkan gagal ginjal
-
Komplikasi lain yang berkaitan dengan kontras
Persiapan -
Pemeriksaan ureum kreatinin (kreatinin maks 2)
-
Malam
sebelum
pemeriksaan
pasien
diberi
laksansia
untuk
membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal. -
Pasien tidak diberi minum mulai jam 22.00 malam sebelum pemeriksaan untuk mendapatkan keadaan dehidrasi ringan
-
Keesokan harinya pasien harus puasa, mengurangi bicara dan merokok (untuk menghindari gangguan udara usus saat pemeriksaan)
-
Pada bayi dan anak diberi minum yang mengandung karbonat untuk mendistensikan lambung dengan gas
-
Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavament
58
-
Skin test subkutan
Penatalaksanaan 1. Pasien diminta mengosongkan kandung kemih 2. Dilakukan foto BNO 3. Injeksi kontras secara iv 4.
Diambil foto pada menit ke 5, 15, 30-45, post miksi 38
Menit
Uraian
0
Foto polos Abdomen
5 menit
Fase nefrogram: Melihat kontur ginjal, fungsi ekskresi ginjal, dan sistem PCS
15 menit
Fase pielogram: kontras sudah mengisi PCS dan ureter
30/45 menit
Fase sistogram: untuk melihat VU, menilai dinding, filling defect, identasi, additional shadow, ekstravasasi kontras
Post Miksi
Pasien diinstruksikan untuk buang air kecil, setelah itu difoto untuk melihat fungsi pengosongan
Kelebihan IVP: 1. Mendapatkan informasi yang terperinci untuk membantu mendiagnosa dan terapi pada kelainan-kelainan di organ traktus urinarius 2. IVP merupakan prosedur invasive yang minimal dengan jarang terjadinya komplikasi 3. IVP merupakan proses radiology yang cepat, tanpa rasa sakit dan lebih murah
Kerugian IVP: Bila terjadi komplikasi dari bahan kontras yang diberikan. 38
59
BNO – IVP adalah pemeriksaan radiografi pada sistem urinaria (ginjal, ureter, dan kandung kemih) dengan menyuntikkan zat kontras melalui pembuluh darah vena. Pada saat media kontras di injeksikan melalui pembuluh darah vena pada tangan pasien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal dan saluran kemih sehingga tractus urinarius berwarna putih. Indikasi dari BNO – IVP yaitu nefrolithiasis, nefritis adanya keganasan, kista dll. Kontraindikasi dari penggunaan BNO – IVP adalah ureum yang meningkat, adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus dll. Sebelumnya pasien harus dilakukan skin test terlebih dahulu untuk mengetahui apakah ada alergi pada bahan kontras.
Terdapat beberapa fase pada BNO – IVP: a. Fase Ekskresi (3 – 5 Menit) Melihat apakah ginjal mampu mengekskresikan kontras yang dimasukkan. b. Fase Nefrogram (5 -15 Menit) Fase dimana kontras menunjukkan nefron ginjal, pelvis renalis, ureter proximal
Gambar 42 . Fase Nefrogram normal22
60
Gambar 43. Fase nefrogram tetapi ureter sebelah kanan tidak terisi menandakan adanya obstruksi22
61
c. Fase Uretrogram (30 Menit) Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis renalis dan ureter proksimal terisi maksimal dan ureter distal mulai mengisi kandung kemih.
Gambar 44. Terlihat gambaran klingkin yang menandakan adanya batu pada ureter kanan bagian proximal. 22
62
d. Fase Vesica Urinaria Full Blast (45 Menit) Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, pelvis renalis, ureter hingga kandung kemih. 22
Gambar 45. Kontras tidak memenuhi vesica urinaria menandakan kemungkinan batu pada vesica urinaria. 22
3.4 CT – Scan
CT scan merupakan alat diagnostic teknik radiografi yang menghasilkan gambar potongan tubuh secara melintang berdasarkan penyerapan sinar X pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar monitor hitam utih. Prinsip penggunaan CT scan adalag mirip dengan radiologi konvensional, perbadaannya ialah gambaran yang dihasilkan CT scan tidak tumpeng tindih. 43
63
CT – Scan pada bidang urology sudah lama dilakukan dan dapat dilakukan pada pasien dengan urolithiasis dengan sensitivitas mencapai 95% – 100%. Selain itu penggunaan CT – Scan ini sangat cepat dan akurat karena spesifitas mencapai 94% - 96%. Selain mendiagnosis batu pada saluran kemih dapat juga ditemukan kelainan lain pembesaran ginjal.24
Gambar 46. Potongan gambar CT – Scan menunjukkan gambar Bear’s Paw menggambarkan batu pada ginjal 24
Gambar 47. Gambaran Perirenal Cobwebs24
64
Perirenal cobweb adalah salah satu tanda adanya batu pada ginjal. Pada pasien
dengan batu ginjal yang kronis akan terjadi pembentuk septa – septa dan terjadi hidronefrosis sehingga akan memberikan gambaran seperti jaring laba – laba.43
Gambar 48 . Gambaran Soft Tissue Rim Sign43 Soft tissue rim sign menunjukkan bahwa terdapat edema pada ureter akibat
inflamasi yang mengelilingi batu karena memberikan gambaran radio – opak. 43
3.5 CT – Urography
Indikasi CT urografi: -
Nyeri pinggang (mendeteksi adanya batu atau penyebab lain yang menyebabkan nyeri pinggang, seperti appendicitis atau torsio kista ovarium)
-
Infeksi traktur urinarius
: mendeteksi kemungkinan adanya abses
renal atau perirenal, pyelonefritis emfisematosus atau tuberculosis atau pada kasus-kasus infeksi yang tidak memperlihatkan respons baik terhadap pemberian antibiotika. Penyebab lain yang juga menjadi sumber infeksi berulang adalah adanya batu yang menimbulkan persisten infeksi atau pyuria
65
-
Trauma: pada kasus trauma, CT merupakan modalitas pilihan karena mampu mengidentifikasi gradasi trauma dan sangat sensitive untuk deteksi adanya kontusio renal, laserasi atau hematoma, sampai pada kondisi yang sangat berat seperti fraktur renal, oklusi arteri renalis, atau avulse uteropelvic junction.
-
Persiapan tindakan bedah 38
Pada dasarnya CT – Urography merupakan CT – Scan yang menggunakan kontras yang digunakan untuk melihat ginjal, ureter, dan vesica urinaria secara optimal. 44 Terdapat tiga fase pada CT – Urography, yaitu: 1. Fase Unenhanced 2. Fase Nephrographic Fase ini membutuhkan 90 – 100 detik setelah penyuntikan kontras non ionic (100 -150 ml). Fase ini melihat apakah ada massa pada ginjal. 3. Fase Pyelography Lima sampai lima belas menit setelah penyuntikan kontras. Fase ini untuk melihat apakah kontras teralirkan dari ginjal menuju vesica urinaria.
Gambar 49 . Tampak kontras sudah memasuki vesica urinaria44
66
.
Gambar 50 . Terlihat massa yang diduga sebagai batu ginjal yang menyebabkan desakan pada ureter sehingga terjadi hidroureter dan hidronefrosis pada ginjal kiri44
67
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2005. Guidelines Batu Saluran Kemih, pp. 16, Jakarta. 2. European Association of Urology, 2016. EAU Guidelines on Urolithiasis, pp. 7-11, Netherlands. 3. Fauzi A, 2016. Nephrolithiasis. Majority Vol. 2(5) pp. 69-70, Universitas Lampung. 4. RSNA, 2017. Abdomen Radiography (X-Ray) https://www.radiologyinfo.org/en/info.cfm?pg=abdominrad . Diakses 27 April 2018 jam 21.00. 5. Sofwan A, 2014. Anatomi Tractus Urinarius. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jakarta. 6. Agur, A. M. R., Ming J. Lee, and J. C. Boileau Grant. 2013. Grant's Atlas of Anatomy, 13th ed. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
7. Moeller TB, Reif E, 2010. Pocket Atlas of Radiographic Anatomy, 3rd ed. Thieme Stuttgart, New York.
8. Netter, Frank H. 2006. Atlas of Human Anatomy. Saunders/Elsevier, Philadelphia.
9. Dalrymple
N,
2018.
Ureters,
Bladder
and
Urethra .
https://radiologykey.com/ureters-bladder-and-urethra/. Diakses 27 April 2018 jam 22.00.
10. Anatomy of the Bladder and Urethra. http://www.ivyroses.com/HumanBody/Urinary/Urinary_System_Bladder.php . Diakses 27 April 2018 jam 22.00
11. Gerst S, Hricak H. Gerst S, Hricak H Gerst, Scott, Hedvig Hricak, 2013. Radiology of the Urinary Tract 18 th Ed . Smith and Tanagho's General
Urology, McGraw Hill, New York. 12. Ningrum W, 2017. Pengaruh Pendidikan kesehatan Terhadap komponen
Fisik dan Komponen Mental Kualitas Hidup Pasien Urolithiasis.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Skripsi.
68
13. Kidney Stones. http://renalmed.com/kidney-stones/. Diakses 28 April 2018 jam 19.00 14. Bilateral Kidney Stones. https://pictures.doccheck.com/com/photo/13138-xray-with-bilateral-kidney-stones Diakses 28 April 2018 jam 20.00 15. Renal Calculi. http://www.ultrasound-images.com/renal-calculi/ Diakses 28 April 2018 jam 22.00 16. Kidney Stone.
http://www.urologygroupvirginia.com/adult-patient-library-
web-pages/kidney-stone/staghorn-stones/ Diakses 28 April 2018 jam 23.00
17. Batu Ginjal. https://mday.info/result/detail/detail.php?idN=66&title=Batu%20Ginjal. Diakses 28 April 2018 jam 23.00 18. Kidney Stone. https://www.webmd.com/kidney-stones/kidney-stone-seen-onintravenous-pyelogram-ivp Diakses 28 April 2018 jam 23.00 19. Rajaian, 2012. Large Bific Ureteric Calculusin a Patient with an Ileal Conduit . Christian Medical College Vol 4 (3), India.
20. Ping Gu, et al,
2013. Minimally Invasive Percutaneous Cystostomy with
Ureteroscopic Pneumatic Lithotripsy for Calculus in Bladder Diverticula. Vol 5 (6), China. 21. Rajaian, 2011. Impacted Calculus within Urethral Stent: a Rare Case. Christian Medical College Vol 27 (1), India. 22. Turk C, 2015. Urolithiasis. Vol 2 (1), Netherlands. 23. Vijaya T, 2017. Urolithiasis and Its Causes. Phytopharma Journal, Vol 2 (3), India 24. Portis, A. J., & Sundaram, C. P, 2001. Diagnosis and Initial Management of Kidney Stones.
25. Hinkle J.L., & Cheever K. 2014. The 13th edition of Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-Surgical Nursing. Lippincott, Williams & Wilkins,
Philadelphia. 26. Obligado SH, 2008. The Association of Nephrolithiasis with Hypertension and Obesity. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18219300
27. Purnomo, B. 2011. Dasar - dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
69
28. Colella J, et al 2005. Nephrolithiasis: what’s it all about?. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16438249
29. Colella J1, Kochis E, Galli B, Munver R. Urolithiasis/ Nephrolithiasis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16438249
30. Kidney Stones. https://emedicine.medscape.com/article/245559-overview Diakses 29 April 2018 jam 00.00 31. Prostate Enlargement . https://www.radiologyinfo.org/en/info.cfm?pg=bph Diakses 29 April 2018 jam 00.00 32. Benign Prostate Hyperplasia. https://radiopaedia.org/articles/benign prostatic-hyperplasia Diakses 29 April 2018 jam 00.00 33. Prostate and Seminal Vesicles. https://radiologykey.com/prostate-andseminal-vesicles/ Diakses 29 April 2018 jam 00.00 34. Polycystic Kidney Disease. https://emedicine.medscape.com/article/376995overview Diakses 30 April 2018 jam 21.00 35. Appendicitis
Imaging.
https://emedicine.medscape.com/article/363818-
overview Diakses 30 April 2018 jam 21.00 36. Hydronephrosis. https://emedicine.medscape.com/article/436259-workup Diakses 30 April 2018 jam 22.00 37. Renal Cell Carsinoma. https://emedicine.medscape.com/article/380543overview#a3 Diakses 30 April 2018 jam 22.00 38. Prosedur Pemeriksaan Radiologi. http://r s-jih.co.id Diakses 30 April 2018 jam 00.00 39. Boer, A. 2013. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 40. Iljas, M. 2013. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 41. Hircsh, M., Palavecino, T., & Leon, B. 2011. Color Doppler twinkling artifact.
42. Mos, C., Holt, G., & Iuhasz, S. (2010). The sensitivity of transabdominal ultrasound in the diagnosis of ureterolithiasis. Medical Ultrasonography, 188197. 43. Dyer, R. B., Chen, M. Y., & Zagoria, R. J. (2004). Classic Signs In Uroradiology.
70