KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul “Per darahan darahan Uterus Abnormal” Abnormal” dengan baik dan tepat waktu. Saya juga ingin berterima kasih kepada dr. Bambang F. N Sp.OG, dr. Arie Widiyasa Sp. OG, dr Komang Arianto Sp. OG dan dr Achmad Irawan Sp.OG selaku pembimbing dari referat ini. Selain itu, saya juga ingin berterima kasih kepada kerabat – kerabat – kerabat kerabat yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini. Saya sadar bahwa referat ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran sangat terbuka demi kesempurnaan referat ini. Saya juga berharap agar referat ini dapat bermanfaat untuk kalangan medis maupun non-medis.
Jakarta, 20 Juni 2014
Corina J. S
1
BAB I PENDAHULUAN
Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah suatu perdarahan yang terjadi di luar siklus menstruasi yang normal. PUA merupakan mer upakan salah satu kasus ginekologi yang paling banyak ditemui pada kebanyakan wanita. PUA dapat dialami oleh semua kalangan usia dari bayi hingga usia lanjut (usia dimana memasuki masa menopause). Namun dari segi umur yang paling umum yaitu pada usia ekstrim tahun reproduksi wanita, baik di awal / mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup reproduksinya. Penyebab dari PUA juga sangat banyak dan bervariasi. Hampir semua
gangguan
pada
alat
reproduksi
maupun
hormon
kewanitaan
dapat
menyebabkan perdarahan yang abnormal. Untungnya pada bulan November 2010, FIGO (Federation Internationale de Gynécologie et d'Obstétrique) telah menciptakan sistem klasifikasi penyebab perdarahan uterus abnormal pada masa reproduksi. Hal ini didasarkan pada. mnemonic "PALM-COEIN" yang merupakan singkatan dari polip, adenomiosis, leiomyoma, keganasan - koagulopati, gangguan ovulasi, endometrium cacat, iatrogenik, dan tidak diklasifikasikan. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang perdarahan uterus abnormal yang didasari dengan klasifikasi dari FIGO.
2
BAB I PENDAHULUAN
Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah suatu perdarahan yang terjadi di luar siklus menstruasi yang normal. PUA merupakan mer upakan salah satu kasus ginekologi yang paling banyak ditemui pada kebanyakan wanita. PUA dapat dialami oleh semua kalangan usia dari bayi hingga usia lanjut (usia dimana memasuki masa menopause). Namun dari segi umur yang paling umum yaitu pada usia ekstrim tahun reproduksi wanita, baik di awal / mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup reproduksinya. Penyebab dari PUA juga sangat banyak dan bervariasi. Hampir semua
gangguan
pada
alat
reproduksi
maupun
hormon
kewanitaan
dapat
menyebabkan perdarahan yang abnormal. Untungnya pada bulan November 2010, FIGO (Federation Internationale de Gynécologie et d'Obstétrique) telah menciptakan sistem klasifikasi penyebab perdarahan uterus abnormal pada masa reproduksi. Hal ini didasarkan pada. mnemonic "PALM-COEIN" yang merupakan singkatan dari polip, adenomiosis, leiomyoma, keganasan - koagulopati, gangguan ovulasi, endometrium cacat, iatrogenik, dan tidak diklasifikasikan. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang perdarahan uterus abnormal yang didasari dengan klasifikasi dari FIGO.
2
BAB II ISI
2.1 DEFINISI Perdarahan uterus abnormal adalah pendarahan yang terjadi di luar siklus menstruasi yang normal. Termasuk di dalamnya kelainan pada regularitas, frekuensi, durasi maupun kuantitas perdarahannya. Padahal siklus menstruasi yang normal terjadi setiap 21 – 21 – 35 35 hari dan terjadi selama 4 – 4 – 7 7 hari, serta darah yang dikeluarkan sekitar 30 – 30 – 80 80 ml per siklus. Jika terjadi kurang atau lebih dari batas normal tersebut dapat dikatakan mengalami kelainan.
2.2 BATASAN PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL Batasan
Pola Abnormalitas Perdarahan
Oligomenorea
Perdarahan
uterus
yang terjadi
dengan
yang
terjadi
dengan
yang terjadi
dengan
interval >35 hari.
Gangguan
Polimenorea
Siklus Haid
Perdarahan
uterus
interval <21 hari. Menoragia
uterus
interval normal (21 – (21 – 35 35 hari) namun jumlah
Gangguan Lama
Perdarahan
darah haid >80 ml atau >7 hari.
dan
Jumlah darah Hipomenorea
Perdarahan
uterus
yang terjadi
dengan
haid
interval yang normal namun jumlah darah haid <30 ml atau <4 hari. Menometroragia
darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau
Gangguan Perdarahan di luar siklus haid
Perdarahan uterus yang tidak teratur dengan
dengan durasi yang panjang (>7 hari) Metroragia atau Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara perdarahan
siklus haid
intermenstrual
3
Akut PUA
Perdarahan yang banyak yang harus segera membutuhkan intervensi agar tidak terjadi kehilangan darah
Kronik PUA
Perdarahan abnormal dalam hal volume, regularitas, dan atau waktu yang berlangsung lebih dari 6 bulan.
Perdarahan
Suatu keadaan yang ditandai perdarahan
uterus
banyak, berulang dan berlangsung lama yang
disfungsional
terjadi baik di dalam maupun di luar siklus haid yang bukan disebabkan oleh penyakit organ dalam panggul, penyakit sistemik ataupun kehamilan.
Pendarahan
Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita
pasca
menopause yang sekurang – kurangnya
menopause
sudah tidak mendapatkan haid selama 12 bulan
2.2.1 Menoragia Menoragia adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak dan/atau durasi lebih lama dari normal dengan siklus yang normal teratur, yaitu >80 ml per siklus dan >7 hari. Oleh karena sulit menentukan jumlah darah haid secara tepat maka dikatakan menoragia apabila ganti pembalut lebih dari 6x/ hari, dimana normalnya adalah 2 – 5 x/hari. WHO melaporkan bahwa dari 18 juta perempuan dengan usia 30 – 55 tahun mengalami haid yang berlebih dan dari 10% wanita tersebut termasuk dalam kategori menoragia. Penyebab menoragia terletak pada kondisi uterus. Hemostasis di endometrium pada siklus haid berhubungan erat dengan platelet dan fibrin. Formasi thrombin akan membentuk plugs dan selanjutnya diikuti vasokonstriksi sehingga terjadi hemostasis. Pada penyakit darah tertentu seperti von Willebrands dan trombositopenia tejadi defisiensi komponen tersebut sehingga menyebabkan menoragia. Gangguan anatomi juga akan menyebabkan menoragia termasuk diantaranya adalah mioma uteri, polip,
4
dan hyperplasia endometrium. Mioma yang terletak pada dinding uterus akan mengganggu kontraktilitas otot Rahim, permukaan endometrium menjadi lebih luas dan akan menyebabkan pembesaran pembuluh darah serta beresiko mengalami nekrosis dimana proses inilah yang akan menggangu hemostasis normal.
2.2.2 Hipomenorea Hipomenorea adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih sedikit (<30 ml) dan/ atau durasi lebih pendek dari normal (<4 hari). Hipomenorea menunjukkan bahwa ketebalan endometrium menipis dan perlu evaluasi lebih lanjut. Beberapa penyebab hipomenorea adalah gangguan organik misalnya saja pada uterus pasca operasi miomektomi dan gangguan endokrin.
2.2.3 Polimenorea Polimenorea adalah haid dengan siklus yang lebih pendek dari normal (<21 hari). Penyebab timbulnya haid yang lebih sering ini tentunya akan menimbulkan kekhawatiran pada wanita yang mengalaminya. Polimenorea dapat terjadi akibat adanya ketidakseimbangan sistem hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisisovarium. Memendeknya fase folikular atau fase luteal diduga menjadi penyebab dari polimenorea. Gangguan keseimbangan hormon dapat terjadi pada:
3-5 tahun pertama setelah haid pertama
5
Beberapa tahun menjelang menopause
Stress dan depresi
Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)
Penurunan berat badan berlebihan
Obesitas
Olahraga berlebihan, misal atlit
Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti antikoagulan, aspirin, NSAID, dll Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh dengan
sendirinya. Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter jika polimenorea berlangsung terus menerus. Polimenorea yang berlangsung terus menerus dapat menimbulkan gangguan hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus menerus. Disamping itu, polimenorea dapat juga akan menimbulkan keluhan berupa gangguan kesuburan karena gangguan hormonal pada polimenorea mengakibatkan gangguan ovulasi (proses pelepasan sel telur). Wanita dengan gangguan ovulasi seringkali mengalami kesulitan mendapatkan keturunan.
2.2.4 Oligomenorea Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus haid memanjang lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama. Wanita yang mengalami oligomenorea akan mengalami haid yang lebih jarang daripada biasanya. Namun, jika berhentinya siklus haid berlangsung lebih dari 3 bulan, maka kondisi tersebut dikenal sebagai amenorea sekunder. Oligomenorea pada remaja biasanya terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan hormonal atau imanuritas pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Gangguan hormon tersebut menyebabkan lamanya siklus haid normal menjadi memanjang (fase folikular dan fase sekresi memanjang), sehingga haid menjadi lebih jarang terjadi. Oligomenorea sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama ataupun beberapa tahun menjelang terjadinya menopause. Oligomenorea yang terjadi pada masa-masa itu merupakan variasi normal yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi antara hipotalamus, hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya
6
haid pertama dan menjelang terjadinya menopause, sehingga timbul gangguan keseimbangan hormon dalam tubuh. Disamping itu, oligomenorea dapat juga terjadi pada:
Gangguan indung telur, misal : Sindrome Polikistik Ovarium (PCOS)
Stres dan depresi
Sakit kronik
Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)
Penurunan berat badan berlebihan
Olahraga berlebihan, misal atlit
Adanya tumor yang melepaskan estrogen
Adanya kelainan pada struktur rahim atau serviks yang menghambat pengeluaran darah haid
Penggunaan obat-obatan tertentu
Umumnya oligomenorea tidak menyebabkan masalah, namun pada beberapa kasus, dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Pemeriksaan ke dokter kandungan harus dilakukan ketika oligomenorea berlangsung lebih dari 3 bulan dan mulai menimbulkan gangguan kesuburan.
2.2.5 Pendarahan uterus abnormal akut Perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.
2.2.6 Perdarahan uterus abnormal kronik Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan dengan PUA akut.
7
2.2.7 Perdarahan uterus disfungsional Keadaan ini terjadi pada 5 ± 10 % pada wanita dengan usia reproduksi wanita yaitu pada menarche dan menopause karena pada usia ini sering terjadi gangguan fungsi ovarium. Dilaporkan lebih dari 50% terjadi pada masa premenopause ( usia 40 ± 50 tahun ), sekitar 20% terjadi pada masa remaja, 30% terjadi pada pada usia reproduktif serta cenderung terjadi pada wanita dengan gangguan instabilitas emosional. 2.2.7.1 Etiologi
Endokrin
: gangguan pada sistem hipotalamus – hipofisis –
ovarium dan endometrium
Non endokrin
: psikogenik, nutrisi yang kurang dan penyakit sistemik.
2.2.7.2 Gambaran klinis
Perdarahan ovulatoar Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiolognya : 1.
Korpus luteum persistens Dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persisten dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosa irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.
8
2.
Insufisiensi korpus luteum Dapat
menyebabkan
polimenorea.
premenstrual
Dasarnya
ialah
spotting,
kurangnya
menoragia
produksi
atau
progesteron
disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. 3.
Apopleksia uteri, pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus.
4.
Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.
Perdarahan anovulator Dapat disebabkan karena kronik unopposed estrogen dan estrogen withdrawal. o
Pada kronik unopposed estrogen, estrogen terus menerus menstimulasi proliferasi endometrium tanpa dibarengi dengan stabilisasi
progesterone.
Endometrium
dibawah
pengaruh
estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. o
Sedangkan pada estrogen withdrawal, terdapat proses positif feedback yang akan membuat estrogen naik tapi tidak cukup untuk memicu LH surge dan akhirnya terjadi perdarahan. Hal ini biasanya terjadi pada wanita perimaopause.
Fase terjadi o
:
Usia premenarche Usia terjadi menarche sampai memasuki usia reproduksi. Biasanya 3 – 5 tahun setelah menarche. Ditandai dengan mens tidak teratur baik lama maupun jumlahnya. Hal ini biasanya terjadi karena adanya imaturitas pada poros hipotalamus – hipofisis – ovarium – endometrium. Pada masa pubertas 9
kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar Usia perimenopause
o
Usia antara premenopause dan pasca menopause, yaitu usia menopause sekitar 50 tahun. Perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas. Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Disamping itu stress dan pemberian obat penenang juga dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar yang bisanya bersifat sementara. Karakteristik dari siklus menstrual ovulatori dan anovulatori Ovulatory cycles
Anovulatory cycles
Siklus regular
Siklus ireguler
Adanya PMS
Pola perdarahan yang tidak
Dismenorea
Nyeri pada payudara Perubahan pada mucus di
bisa diprediksi
Terdapat spotting
infrequent heavy bleeding
servikal
2.3 ETIOLOGI
10
Pada bulan November 2010, International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) telah membuat suatu klasifikasi dari penyebab perdarahan uterus abnormal ini. FIGO menyebutnya dengan PALM – COEIN yang terdiri dari singkatan Polyp, Adenomyosis, Leiomyoma, Malignancy and hyperplasia, Coagulopathy, Ovulatory Disorders, Endometrium, Iatrogenic, and Not classified. Dimana PALM termasuk dalam struktural (dapat dilihat dengan menggunakan teknik imaging dan histopatologi, sedangkan COEIN termasuk dalam non-struktural karena tidak bisa dilihat dari imaging maupun histopatologi. 2.3.1 PALM 2.3.1.1 Polyp Polip dalah tumor jinak yang tumbuh pada lapisan dinding dalam endometrium dan menonjol ke dalam rongga endometrium. Polip ini biasa disebut sebagai endometrial polip. Polip endometrium biasanya terdapat pada bagian fundus uterus. Polip ini dapat tumbuh single atau multiple dan ukurannya juga bermacam – macam bisa dari ukuran mm – cm, serta ada yang memiliki basis datar besar (sessile) atau memanjang pedikel (pedunkulata) dimana polip pedunkulata lebih umum daripada sessile. Polip bisa berasal dari :
Adenofibroma
: biasanya terdiri dari epitel endometrium dengan
stroma yang sesuai dengan daur haid. Adenoma ini biasanya merupakan penampilan hyperplasia endometrium dengan konsistensi lunak dan berwarna kemerah – merahan. Gangguan yang sering ditimbulkan adalah metroragia sampai menometroragia, dan infertilitas, serta memiliki kecenderungan kambuh kembali.
Mioma submokosum : berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Paling sering menyebabkan perdarahan yang banyak, sehingga memerlukan histerektomi, walaupun ukurannya kecil. Adanya mioma submukosa dapat dirasakan sebagai suatu ’’curet bump’’ (benjolan waktu kuret). Kemungkinan terjadinya degenerasi sarkoma juga lebih besar pada jenis ini. Mioma jenis ini sering mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjol melalui serviks atau vagina, disebut sebagai mioma submukosa
11
bertangkai yang dapat menimbulkan ”miom Geburt” sehingga sering mengalami nekrosis atau ulserasi.
Polip plasenta
: berasal dari plasenta yang tertinggal setelah partus
maupun abortus. Pemeriksaan histologi memperlihatkan vili korialis dalam berbagai tingkat degenerasi yang dilapisi endometrium. Polip plasenta menyebabkan uterus mengalami subinvolusi (kegagalan perubahan fisiologis pada uterus untuk mengikuti proses involusi sehingga proses pengecilan ueterus terhambat) yang menimbulkan perdarahan. Polip endometrium umumnya diangkat dengan cara kuretase.
Etiologi
:
Penyebab tumbuhnya polip masih tidak diketahui secara pasti. Namun faktor hormonal berperan penting dalam timbulnya polip endometrium. Hal ini dikarenakan adanya bagian endometrium yang sangat sensitif terhadap hormon estrogen sehingga mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dan besar dibandingkan bagian endometrium yang lain. Selain itu, produksi hormon yang abnormal yaitu hormone estrogen yang tidak diimbangi oleh hormon progesteron.
Faktor resiko
:
Umur (40 – 50 tahun), hipertensi, obesitas, dan penggunaan tamoxifen.
Gejala klinis
:
o
Menstruasi yang irregular
o
Adanya darah yang banyak keluar yang tidak biasa pada saat menstruasi
o
Adanya perdarahan atau flek di antara siklus menstruasi
o
Perdarahan atau flek dari vagina setelah menopause
o
Infertilitas
Diagnosis o
:
Transvaginal ultrasonography Sensitivitas 19% - 96% dan spesifitas 53% - 100%
12
Terlihat hyperechoic lesion dengan bentuk yang regulat di dalam lumen uterus yang dikelilingi oleh hyperechoic halo yang tipis. Atau polip dapat terlihat seperti nonspesifik endometrial yang menebal atau fokal masa dalam ruang endometrial. o
Hysteroscopic-guided Biopsy Sensitivitas 58% - 99% dan spesifitas 87% - 100%.
o
Hysterosalpingography Sensitivitas 98%, tapi spesifitasnya hanya 34.6%
dibandingkan
dengan histeroskopi.
Penanganan o
:
Mengkonsumsi levonorgestrel (generasi kedua progestin) untuk wanita yang mengkonsumsii tamoxifen karena dapat mengurangi resiko endometrial polip
o
Hysteroscopic Resection – polypectomy (gold standard)
2.3.1.2 Adenomiosis Suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang merupakan lapiasan bagian dalam rahim ada dan tumbuh di miometrium.
Etiologi Rusaknya
: batas
antara
stratum
basalis
endometrium
dengan
miometrium sehingga kelenjar endometrium dan stroma dapat menembus
myometrium.
Selanjutnya
terbentuklah
kelenjar
intramiometrium ektopik yang dapat menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia myometrium (difus atau lokal). Hal ini bisa disebabkan karena caesarean section, kehamilan.
Faktor resiko : Wanita usia kira – kira 35 – 50 tahun
Gejala klinis
:
Sebagian orang yang terkena adenomiosis tidak memiliki gejala klinis apapun tapi sebagian orang juga ada yang memiliki gejala seperti :
13
o
dismenore (80%) (dapat berupa kram yang hebat atau disayat pisau), nyeri juga dapat dirasakan ketika tidak menstruasi dan menstruasi yang banyak dan abnormal (20%).
o
Nyeri pelvis (50%),
o
Pendarahan yang hebat dapat menyebabkan anemia.
o
Gejala penyerta lain : dyspareunia, pembesaran uterus, gangguan miksi.
Diagnosis
:
Secara tradisional, diagnosis histologis adenomiosis ditegakkan ketika ditemukannya kelenjar dan stroma endometrium ≥4 mm di bawah endomyometrial junction. Menurut Zaloudeck dan Norris disebut adenomiosis jika jarak antara batas bawah endometrium dengan daerah myometrium yang terkena ±2.5 mm. Menurut Hendrickson dan Kempson disebut adenomiosis jika invasi minimal kelenjar endometrium <2 mm di bawah stratum basalis endometrium dikatakan sebagai adenomiosis sub basalis. Menurut
Siegler
dan
Camilien
mengelompokkan
adenomiosis
berdasarkan kedalaman penetrasi ke dalam myometrium, yaitu:
Derajat 1
mengenai 1/3 miometrium (adenomiosis
superfisial)
Derajat 2 mengenai 2/3 miometrium
Derajat 3
mengenai seluruh myometrium (deep
adenomiosis)
2.3.1.3 Leiomyoma Leiomyoma adalah tumor jinak yang berasal dari otot polos (myometrium) uterus dan beberapa jaringan ikat dengan ciri tersendiri, bulat, keras, bewarna putih hingga merah muda pucat. Kira – kira 95% berasal dari korpus uteri dan 5% dari serviks, serta kadang – kadang berasal dari tuba fallopii atau ligamentum rotundum.
14
Leimioma adalah tumor pelvis yang paling sering, terjadi kira – kira 25% pada wanita kulit putih dan 50% kulit hitam pada umur 50 tahun. Leiomyoma menyebablan sekitar 10% masalah ginekologi dan mencapai puncak insiden pada decade kelima.
Etiologi
:
Penyebab dari terjadinya leiomyoma masih tidak diketahui secara pasti, Diduga mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormon.
1. Estrogen Beberapa ahli dalam penelitiannya menemukan bahwa pada otot rahim yang berubah menjadi mioma ditemukan reseptor estrogen yang lebih banyak daripada otot rahim normal. Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
2. Progesteron Progesteron
merupakan
antagonis
natural
dari
estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada
15
jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
3. Hormon pertumbuhan Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.
Faktor Resiko : o
Umur Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
o
Paritas Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
o
Faktor
ras
dan
genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
Klasifikasi
:
Leiomioma uteri diklasifikasikan menurut lokasi anatominya: 1. Mioma Uteri Subserosa
16
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik. 2. Uteri Intramural Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan). 3. Uteri Submukosa Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas
permukaan
ruangan
rahim.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk
dihentikan
sehingga
sebagai
terapinya
dilakukan
histerektomi. 17
Gejala Klinis o
:
perdarahan abnormal
o
dismenorea
o
gangguan kencing kalau miomanya menekan kandung kencing yang letaknya di bawah rahim maka akan terjadi.
o
keguguran bila pasien mioma hamil maka bisa terjadi
o
infertilitas
Penanganan o
:
Untuk leiomyoma kecil tanpa gejala, penatalaksanaan konservatif berupa pemeriksaan (USG) setiap 4 – 6 bulan.
o
Perlu
intervensi
secara
umum
apabila
perdarahan
yang
menyebabkan penurunan hematokrit atau hemoglobin meskipun telah diberikan terapi besi dan gizi yang cukup, kombinasi ukuran uterus (sebesar kehamilan 12 – 14 minggu), lokasi leiomyoma yang tidak menguntungkan (servikal atau leiomyoma yang menyebabkan sumbatan uterus), dan nyeri.
2.3.1.4 Malignancy dan Hyperplasia Rata – rata usia wanita yang memiliki resiko kanker endometrial adalah sekitar umur 61 tahun, tetapi 5% - 30% dapat juga terjadi pada wanita premenopausal. Wanita dengan usia dibawah 50 tahun juga bisa memiliki resiko tinggi jika terdapat obesitas, diabetes, nuliparitas dan riwayat keluarga dengan HNPCC (hereditary non-polyposis colorectal cancer). Wanita dengan HNPCC memiliki resiko kanker endometrial sebesar 40% – 60% dan kanker ovarian sebesar 12%. Sehingga perlu di curigai wanita muda dengan diagnosis kanker endometrial cenderung memiliki resiko kanker kolon dan ovarian. Diagnosis dilakukan dengan endometrial biopsi. Selain itu, kanker ovarium dan kanker serviks juga bisa menyebabkan perdarahan abnormal. Pada kanker ovarium perdarahan biasanya terjadi postmenopause sedangkan pada kanker serviks perdarahan terjadi postcoital.
18
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari kelenjar, dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit pada
endometrium.
Bersifat
noninvasif,
yang memberikan
gambaran
morfologi berupa bentuk kelenjar yang irreguler dengan ukuran yang bervariasi. Pertumbuhan ini dapat mengenai sebagian maupun seluruh bagian endometrium. Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya stimulasi unoppesd estrogen (estrogen tanpa pendamping progesteron / estrogen tanpa hambatan). Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi Gonadotrpin (feedback mechanism). Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan diikuti perdarahan. Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulatoar sehingga terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum sehingga estrogen tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat dari keadaan ini adalah terjadinya stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun stroma endometrium tanpa ada hambatan dari progesteron yang menyebabkan
proliferasi
berlebih
dan
terjadinya
hiperplasia
pada
endometrium. Juga terjadi pada wanita usia menopause dimana sering kali mendapatkan terapi hormon penganti yaitu progesteron dan estrogen, maupun estrogen saja. Estrogen tanpa pendamping progesterone (unoppesd estrogen) akan menyebabkan penebalan endometrium. Perdarahan yang terjadi biasanya bersifat menometroragia. Menurut World Health Organization (WHO) dan the International Society of Gynecologic Pathologists terdapat 4 jenis hiperplasia yakni, simpel, kompleks, simpel atipik, dan kompleks atipik. Klasifikasi ini didasarkan pada risiko progresi menjadi kanker endometrium. Faktor utama menentukan hal tersebut ialah adanya sitologi atipik yang secara bermakna meningkatkan kemungkinan menjadi kanker.
1. Simpel hyperplasia, peningkatan jumlah kelenjar dengan bentuk regular 1%. Kategori ringan dan tak akan berakhir dengan keganasan sehingga penderita tetap masih bisa hamil.
19
2.
Simpel atipik hyperplasia, sama seperti komplek hiperplasi tetapi mengandung sitologi atipik. Yaitu gambaran hiperkromatik,sel epitel yang membesar dengan peningkatan rasio inti dengan sitoplasma 8%-10%.
3.
Kompleks Atipik hyperplasia, sama seperti simple atipik namun rasionya 25%-35%. Penigkatan kelenjar sedikit stroma endometrium, pola dan formasi kelenjar sangat komplek dan irregular. kategori berbahaya, biasanya merupakan cikal bakal terjadinya kanker. Ini yang perlu diwaspadai.
4.
Kompleks hyperplasia, peningkatan kelenjar sedikit stroma endometrium, pola dan formasi kelenjar sangat komplek dan irregular 3%-5%
2.3.2 COEIN 2.3.2.1 Coagulopathy Dari bukti yang telah beredar, 13% wanita yang mengalami perdarahan menstrual yang banyak memiliki gangguan hemostatis seperti von Willebrand disease. Namun belum ada alasan yang jelas mengapa gangguan ini dapat menyebabkan PUA. Biasanya penyakit ini diketahui dengan adanya menoragia pada waktu menarche. Selain itu juga ada trombositopenia, gangguan
koagulasi.
2.3.2.2 Ovulatory dysfunction Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus. Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi. Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang hingga perdarahan haid yang banyak. Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh PCOS, hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan.
20
2.3.2.3 Endometrial Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid teratur. Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah adanya gangguan hemostatis lokal endometrium, misalnya saja adanya penurunan produksi faktor
yang terkait vasokonstriksi seperti
prostaglandin
F2alfa
serta
menyebabkan
peningkatan
peningkatan substance
aktivitas
vasodilatasi
endothelin-1 dan fibrinolitik
seperti
dimana
PGE2
dan
prostacyclin.
2.3.2.4 Iatrogenik Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan interversi medis seperti penggunaan estrogen, progestin, AKDR. Perdarahan haid diluar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin dimasukkan ke dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding . Perdarahan sela terjadi
karena
rendahnya
konsentrasi
estrogen
dalam
sirkulasi
yang
disebabkan oleh: o
Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi
o
Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o
Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.
2.3.2.5 Not yet classified Dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit di masukkan ke dalam klasifikasi. Kelainan ini yang termasuk adalah endometritis kronik, malformasi arteri-vena, myometrial hypertrophy yang masih belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA.
21
2.4 LANGKAH DIAGNOSTIK 2.4.1 Anamnesis
Bagaimana mulainya perdarahan
Kuantitas darah yang keluar
Lama perdarahan
Waktu terjadinya perdarahan
Warna darah yang keluar
Adanya kehamilan atau kegagalan kehamilan
Adanya gejala penyerta seperti demam, nyeri, mual, kram, dismenorea
Apakah adanya pemakaian obat hormone, kontrasepsi, antikoagulan, obat
herbal
(ginseng),
antidepresan
(SSRI,
TCA),
tamoxifen,
antipsikotik (risperidon), kortikosteroid)
Riwayat penyakit dahulu seperti penyakit tiroid, hati, gangguan pembekuan darah, tumor hipofisis, polikistik ovarium sindrom, keganasan
Screening untuk melihat apakah adanya kelainan hemostasis pada seseorang dengan perdarahan haid yang banyak: 1.
Perdarahan haid banyak sejak menars
2.
Terdapat minimal 1 (satu) keadaan dibawah ini
3.
2.4.2
-
Perdarahan pasca persalinan
-
Perdarahan yang berhubungan dengan operasi
-
Perdarahan yang berhubungan dengan perawatan gigi
Terdapat minimal 2 (dua) keadaan dibawah ini :
-
Memar 1-2x/bulan
-
Epistaksis 1-2x/bulan
-
Perdarahan gusi yang sering
-
Riwayat keluarga dengan keluhan perdarahan
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan general o
Tanda – tanda vital
22
o
BMI
o
Pemeriksaan tiroid
o
Skin exam (pucat, lebam, striae, hirsutism, petechiae)
o
Pemeriksaan abdomen (untuk melihat apakah adanya massa)
Pemeriksaan ginekologi o
Inspeksi : vulva, vagina, serviks
o
Palpasi bimanual untuk melihat adalanya pembesaran uterus
o
Pemeriksaan rektal untuk melihat apakah adanya perdarahan dari rectum
2.4.3
Pemeriksaan penunjang Blood test o
Untuk melihat apakah adanya anemia, trombositopenia dan penurunan zat besi.
o
PT, PTT, BT, CT, von willebrand panel.
Jika dicurigai terdapat gangguan endokrin, maka dapat diperiksa:
TSH, prolactin level (>100 ng/mL diduga adanya pituitary adenoma), total and free testosterone (biasanya
meningkat
pada
PCOS),
Dehydroepiandrosterone Sulfate (DHEA-S untuk mendeteksi adanya tumor adrenal)
Ultrasound o
Transvaginal sonography Untuk
melihat
kelainan
pada
uterus,
endometrium,
myometrium, serviks, tuba, dan ovarium. Kelainan yang dapat dilihat antar lain seperti polip endometrial, leiomyoma, kelainan uterus, penebalan pada endometrial seperti hyperplasia dan
kaganasan
(ketebalan
endometrium
pada
wanita
premenopause adalah sekitar 4 mm pada fase folikular dan 16 mm pada fase luteal). o
Saline Infusion Sonohysterography Dengan cara memasukkan 5 – 15 ml salin kedalam ruongga uterus,
kemudian
dilakukan
transvaginal
sonography.
23
Penggunaan
metode
ini
dapat
meningkatkan
ketajaman
diagnosis dibandingkan transvaginal sonography.
MRI MRI dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi dari fibroid dsb, tapi pemeriksaan ini sangat jarang dilakukan.
Hysteroscopy Pemeriksaan yang dilakukan dengan alat optic ke dalam rongga Rahim untuk melihat berbagai penyakit atau kelainan yang ada di rongga uterus dan sekitarnya. Bersamaam dengan pemeriksaan tersebut dapat dilakukan: o
Biopsi, untuk mengambil jaringan sehingga dapat dilakukan pemeriksaan dengan tepat.
o
Pengambilan cairan, untuk pemeriksaan sitologi atau biakan serta kemungkinan pengecatan bakteria.
o
Dengan histeroskopi dapat pula dilakukan operasi untuk melepaskan perlekatan dalam ruangan rahim. Dapat dilakukan pengambilan AKDR (alai kontrasepsi dalam rahim) dengan tepat.
Endometrial biopsy Indikasi untuk biopsy endometrial adalah jika usia >40 tahun, memiliki faktor resiko kanker endometrial, gagal dalam terapi medical, dan adanya perdarahan intermenstrual.
2.5 PENANGANAN 2.5.1 Penanganan pertama Penanganan pertama ditentukan pada kondisi hemodinamik. Bila keadaan hemodinamik tidak stabil (Hb <10 g/dl). segera masuk rumah sakit untuk perawatan perbaikan keadaaan umum (berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik).
Bila
keadaan
hemodinamik
stabil,
segera
dilakukan
penanganan untuk menghentikan perdarahan.
24
2.5.2
Perdarahan akut dan banyak
Perdarahan akut dan banyak sering terjadi pada 3 kondisi yaitu pada remaja dengan ganguan koagulopati, dewasa dengan mioma uteri, dan pada pemakaian obat antikoagulasi. Diatasi dengan 2 cara yaitu dilatasi kuret dan medikamentosa.
Penanganan medikamentosa o
Kombinasi estrogen progestin Perdarahan akut dan banyak biasasnya akan membaik bila diobati dengan kombinasi estrogen dan progesterone dalam bentuk pil kontrasepsi. Pemakaian pil kontrasepsi kombinasi akan menurangi jumlah darah haid sampai 60%. Dosis dimulai dengan 2x1 tablet selama 5 – 7 hari Dapat juga diberikan dengan dosis tapering 4x1 tablet selama 4 hari, lalu diturunkan dosis menjadi 3x1 tablet selama 3 hari, 2x1 tablet selama 2 hari, dan 1x1 tablet selama 3 minggu kemudian berhenti tanpa obat selama 1 minggu, dilanjutkan pil kombinasi 1x1 tablet selama 3 siklus.
o
Progestin Progestin merupakan anti estrogen yang akan menstimulasi aktivitas
enzim
17B
hidroksisteroid
dehydrogenase
dan
sulfotranferase sehingga menkonversi estradiol menjadi estron. Progestin diberikan langsung setelah pemberian terapi estrogen untuk
mencegah
adanya
unopposed
estrogen.
Progestin
diberikan selama 14 hari kemudian berhenti tanpa obat selama
25
14 hari, dan diulang selama 3 bulan. Biasanya digunaan untuk mengatasi perdarahan kronik. o
GnRH analog Bekerja dengan cara menurunkan konsentrasi reseptor GnRH di pituitary sehingga menahan pelepasan dari gonadotropin. Pertama – tama pelepasan gonadotropin dapat meningkatkan estradiol kemudian level gonadotropin akan jatuh ke castrate level dimana menghasilkan hipogonadism yang berujung pada amenorea dan menghentikan perdarhanyang abnormal pada pasien anovulatori. Pemberian GnRH tidak boleh lebih dari 6 bulan karena dapat menyebabkan menopausal – like symptoms seperti hot flushes, sering berkeringat, depresi, nyeri otot, sakit kepala., dan pada beberapa kasus dapat membuat osteoporosis yang reversible.
o
Danazol Danazol adalah sintetik steroid dengan anti-estrogenik dan anti progestogenik. Bekerja dengan cara mensupress reseptor estrogen dan progesterone di endometrium sehingga terjadi endometrial
atrophy
dan
menurunkan
perdarahan.
Pada
sebagian orang dapat terjadi amenorea.
Dilatasi dan kuretase Tidak harus dilakukan, hanya bila ada kecurigaan keganansan dan kegagalan dengan terapi medikamentosa dalam 12 – 24 jam setelah perdarahan.
2.5.3
Perdarahan ireguler
Perdarahan ireguler dapat dalam bentuk metroragia, menometroragia, oligomenorea, perdarahan memanjang yang sudah terjadi dalam hitungan minggu atau bulan dan berbagai bentuk pola perdarahan lainnya. Bentuk pola perdarahan tersebut digabungkan karena memiliki penanganan yang relatif sama. Metroragia, menometroragia, oligomenorea, perdarahan memanjang dsb merupakan pola perdarahan yang biasa terjadi. o
Kombinasi estrogen progestin
26
Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis 1x1 tablet sehaari, diberikan secara siklik selama 3 bulan. o
Progestin Bila
terdapat
kontraindikasi
pemakaian
pil
kontrasepsi
kombinasi dapat diberikan progestin, misalnya: Medroksi progesterone
asetat
10 mg 1x1 tablet/hari.
Pengobatan
dilakukan selama 14 hari dan diulang selama 3 bulan. o
Jika terapi medikamentosa tersebut mengalami kegagalan, bisa melakukan pertimbangan untuk melakukan tindakan bedah.
2.5.4
Menoragia
Pengobatan medikamentosa untuk menoragia dapat dilakukan seperti di bawah ini, yaitu:
Kombinasi estrogen progestin Tata cara pengobatan sesuai dengan pengobatan perdarahan ireguler
Progestin NSAID Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) berisi levonorgestrel AKDR levonorgestrel terbukti dan efisien dibandingkan operasi histerektomi pada kasus menoragia.
2.5.5
Penanganan dengan Medikamentosa Nonhormon NSAID NSAID dapat memperbaiki hemostasis endometrium dan mampu menurunkan jumlah darah haid 20 – 50%. NSAID bekerja dengan cara memblok
prostacyclin
(antagonis
thromboxane
TXA2
(yang
mempercepat agregasi platelet dan koagulasi)). (1) Salisilat (aspirin), (2) Analog asam indoleasetik (indometasin), (3) Derivat asam aril proponik (ibuprofen dosis 600 – 1200 mg/hari), (4) Fenamat (asam mefenamat dosis 250 – 500 mg 2 – 4 kali sehari) bekerja menghambat COX-1, (5) coxibs (celecoxib)
bekerja
27
menghambat COX-2. Efek samping secara umum adalah dapat menimbulkan keluhan GI.
Antifibrinolisis Endometrium memiliki sistem fibrinolitik. Pada wanita dengan keluhan menoragia ditemukan kadar activator plasminogen pada endometrium yang lebih tinggi dari normal. Asam traneksamat bekerja menghambat plasminogen secara reversible dan bila diberikan saat haid mampu menurunkan jumlah perdarahan 40 – 50%. Efek samping asam traneksamat adalah keluhan GI dan tromboemboli.
Desmopressin (sintetik analog dari arginine-vasopressin) Baik digunakan utnuk mengatasi perdarahan abnormal yang disebabkan oleh gangguan koagulasi. Arginine vasopressin baik digunakan untuk pasien dengan gangguan tromboemboli sedangkan Desmopressin Acetate baik digunakan kelainan koagulasi.
2.5.6 Penanganan dengan terapi bedah Tindakan bedah dilakukan jika pengobatan medikamentosa tidak ada perbaikan keluhan sama sekali atau sedikit kesembuhan. Histerektomi merupakan prosedur bedah utama yang dilakukan pada kegagalan terapi medikamentosa. Angka keberhasilan dapat mencapai 100%. Beberapa prosedur bedah yang saat ini digunakan adalah ablasi endometrium, reseksi transerviks, histeroskopi operatif, miomektomi, histerektomi.
28
29